• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Upaya kesehatan secara nasional meliputi berbagai upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan, yang dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan baik unit pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, dan puskesmas, maupun unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit, dan unit pelayanan teknis daerah kabupaten / kota serta propinsi (Kemenkes RI, 2011).

Jenis penyakit dan faktor risiko kesakitan masyarakat yang bertambah serta penyakit-penyakit yang berhubungan dengan migrasi dan kepadatan penduduk menambah tantangan dan beban kerja unit pelayanan kesehatan (Wardoyo, 2011). Upaya kesehatan masyarakat diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan, termasuk dalam kegiatan penang-gulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran (Depkes RI, 2009).

Gangguan penglihatan yaitu kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan ada sekitar 45 juta penduduk di dunia buta, kemudian 135 juta mengalami gangguan penglihatan dan 90%nya terjadi di negara berkembang. Sepertiga penderita kebutaan berada di negara-negara Asia, Indonesia 1,5%,

(2)

Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3% (Maulana, 2013). Jenis kebutaan yang banyak dialami penduduk di dunia yaitu katarak, glaukoma, degenerasi makula, kelainan refraksi, dan kelainan kornea (Wardenaar, 2013).

Jumlah penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia sebanyak 250 juta. Sebanyak 75 sampai 140 juta berada di negara-negara Asia, Sri Lanka 8,8%, Myanmar 3%, India 6,3%, dan Indonesia 8,4%. 50% gangguan pendengaran dapat ditanggulangi melalui pencegahan dan pengobatan. (Maulana, 2013).

Diperkirakan 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,6 juta mengalami kebutaan dengan penyebab utama, antara lain, katarak, glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina, dan kelainan kornea. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah pasien rawat jalan untuk penyakit mata adalah 672.168. Berdasarkan data tersebut, dilaporkan pula jumlah kelainan refraksi sebanyak 198.036 kasus, katarak 94.582 kasus, dan glaukoma 25.176 kasus (Maulana, 2013). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 0,9%. Angka tertinggi kasus kebutaan terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu 2,6% dan terendah di Propinsi Kalimantan Timur yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, angka morbiditas gangguan pendengaran sebesar 18,55%, gangguan pendengaran (16,8%), ketulian (0,4%), dan penyakit telinga lainnya (1,3%). Penyakit telinga yang mempunyai risiko gangguan pendengaran yaitu infeksi telinga tengah (3,9%), infeksi

(3)

telinga luar (6,8%), ototoksisitas (0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan lainnya (5,7%) (Depkes RI, 2007).

Data prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan menurut penduduk di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa jumlah penderita mata yang mengalami kebutaan sebanyak 193.344 orang, katarak sebanyak 100.539 orang, glaukoma sebanyak 25.779 orang, kelainan refraksi sebanyak 18.045 orang, dan xeroptalmia sebanyak 38.669 orang. Data gangguan pendengaran di Sumatera Utara yaitu 82.154 orang, ketulian sebanyak 49.704 dan penyakit telinga lainnya sebanyak 32.450 orang (KIM, 2012).

Gangguan penglihatan dan pendengaran yang diakibatkan morbiditas mata dan telinga diperkirakan 50% dapat dicegah. Upaya pencegahan dimaksudkan selain untuk menurunkan morbiditas, juga untuk mengurangi terjadinya gangguan penglihatan dan pendengaran (Depkes RI, 2007).

Berbagai upaya pengobatan dan pencegahan masalah kesehatan mata dan pendengaran di Indonesia telah dilaksanakan saat masalah kebutaan dinyatakan sebagai bencana nasional pada tahun 1967. Sejak tahun 1984, program Upaya Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan (UKM/PK) dan Upaya Kesehatan Telinga dan Pencegahan Gangguan Pendengaran (UKT/PGP) sudah diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok puskesmas, sementara program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak tahun 1987 baik melalui rumah sakit maupun Balai Kesehatan Mata masyarakat (BKMM) dan sekarang menjadi Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) (Kemenkes RI, 2011).

(4)

Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) merupakan UPT dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai wewenang penuh terhadap pelayanan medis spesialistik kesehatan mata dan pendengaran di seluruh propinsi Sumatera Utara. Program pokok UPT KIM propinsi Sumatera Utara adalah program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Pendengaran (PGPP) yang dimaksudkan untuk menurunkan angka gangguan kebutaan dan gangguan pendengaran di propinsi Sumatera Utara (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013).

Program yang dilaksanakan oleh UPT KIM yaitu penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (PGPK) meliputi klinik umum, klinik refraksi, klinik katarak, klinik glaukoma-vitreoretina, kamar bedah mata, dan oftalmologi komunitas. Penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT) meliputi klinik THT, klinik audiologi, dan kamar bedah THT (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013).

Data pelaksanaan program penanggulangan kegiatan kesehatan mata dan pendengaran UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir (tahun 2011-2013) menunjukkan fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara

No Jenis Penyakit Tahun

2011 2012 2013 1 2 3 4 5 Katarak Kelainan refraksi Glaukoma Kelainan Retina Lain-lain 1.611 610 139 28 1.260 2.638 495 227 60 1728 1.256 214 112 30 1.991 Total 3.648 5.148 3.603

(5)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa jumlah penanggulangan pasien gangguan mata ke KIM Propinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak 3.648 pasien pada tahun 2012 meningkat menjadi 5.148 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 3.603 pasien. Sedangkan data penanggulangan gangguan pendengaran adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2013

No Jenis Penyakit Tahun

2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6

OMSK (Otitis Media Supurativa Kronic) Tuli Kongenital

NIHL (Noice Induce Hearing Loss) Presbicusis Lain-lain Pemeriksaan Audiologi 72 4 2 15 218 44 283 20 18 30 177 335 112 18 35 40 177 147 Total 355 863 521

Sumber : UPT KIM Propsu, 2013

Penanggulangan gangguan pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, penanganan pasien gangguan pendengaran sebanyak 355 pasien, tahun 2012 sebanyak 863 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 521 pasien.

Balai Kesehatan Mata Masyarakat sejak tahun 1991 dijadikan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes melalui Keputusan Menkes No. 350a/Menkes/SK/VI/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Otonomi daerah berlaku sejak

(6)

tahun 2001, maka 10 BKMM telah diserahkan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaannya, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 909/Menkes/SK/VII/2001 tentang Pengalihan Kelembagaan Beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan. Dengan adanya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata dan telinga dan mendekatkan pelayanan spesialistik ke masyarakat maka BKMM dikembangkan menjadi Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) (Dinkes Provsu, 2010).

Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM oleh penderita gangguan mata secara umum adalah kasus rujukan dari puskesmas se propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah pasien yang berasal dari Kota Medan saja, itupun hanya dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yaitu dari Puskesmas Glugur Kota, Puskesmas Pulau Brayan Kota, Puskesmas Sei Agul, Puskesmas Petisah, Puskesmas Darussalam, Puskesmas Rantang, Puskesmas Medan Sunggal, Puskesmas Amplas, dan Puskesmas Lalang. Hal ini diduga karena UPT KIM belum menjalankan fungsinya dengan optimal dalam pelayanan, kegiatan pokok belum terlaksana dengan baik, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kemitraan dan bidang pelayanan mata dan telinga di masyarakat, penelitian dan pengembangan.

Data yang diperoleh dari UPT KIM bahwa selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2011-2013, jumlah pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) mengalami fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut:

(7)

Tabel 1.3. Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas) Tahun 2012-2013 No Kecamatan/Puskesmas Tahun 2011 2012 2013 A B. C. D. Medan Barat:

1. Puskesmas Glugur Kota 2. Puskesmas P. Brayan Kota 3. Puskesmas Sei Agul Medan Helvetia : 1. Puskesmas Helvetia Medan Deli: 1. Puskesmas Petisah 2. Puskesmas Darussalam 3. Puskesmas Rantang Medan Sunggal: 1. Puskesmas Sunggal 2. Puskesmas Desa Lalang

381 498 991 798 249 324 172 142 82 420 534 1.030 877 343 229 155 152 76 359 530 970 869 287 251 108 144 72 Jumlah 3.655 3.816 3.591

Sumber : UPT KIM Propsu, 2013

Data menunjukkan bahwa kunjungan pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yang berada paling dekat dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara di terjadi penurunan kunjungan pasien rujukan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan pasien rujukan sebanyak 3.655 kunjungan, tahun 2012 jumlah kunjungan rujukan sebanyak 3.816 kunjungan sedangkan tahun 2013 menurun menjadi 3.591 rujukan. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan puskesmas untuk merujuk pasien mata dan telinga ke UPT KIM. Hal ini juga diidentifikasi dari tidak ada kerjasama sistem rujukan antara Dinas Kesehatan Kota Medan yang membawahi puskesmas dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara.

(8)

Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhub/72 tahun 1972, yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara horisontal dalam arti sesama unit yang setingkat kemampuannya. Rujukan untuk kasus penyakit mata yang tidak dapat ditangani oleh puskesmas sebagai rujukan pelayanan kesehatan perorangan.

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2004).

Rujukan pasien mata dan telinga dari puskesmas termasuk dalam rujukan medik. Rujukan medik merupakan rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah atau rujukan penyakit mata dan telinga ke UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Rujukan medik dapat diartikan sebagai pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional (Azwar, 2006).

(9)

Dugaan sementara minimnya jumlah pasien yang dirujuk dari 4 kecamatan (9 puskesmas) karena kurangnya kerjasama UPT KIM dengan puskesmas. Kendala yang umum ditemui pada 9 puskesmas tersebut yaitu kurangnya pelatihan tenaga kesehatan khusus mata dan telinga, kurangnya kerjasama dengan program lain dan kader, rendahnya frekuensi kunjungan petugas mata ke sekolah-sekolah, kurangnya perujukan pasien mata ke tempat yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan. Sebagian petugas kesehatan di puskesmas tidak mensosialisasikan rujukan pasien mata dan telinga ke UPT KIM karena tidak adanya keharusan untuk merujuk pasien ke UPT KIM, bahkan beberapa kasus di puskesmas, pasien sendiri yang meminta dirujuk ke UPT KIM.

Berdasarkan data UPT KIM Provinsi Sumatera Utara bahwa sumber daya manusia berjumlah 113 yang terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 98 orang, dan tenaga non kesehatan sebanyak 15 orang. Jumlah sumber daya manusia tersebut telah memenuhi syarat sebagai UPT standar kelas C. Tetapi jika dilihat dari penurunan jumlah kunjungan pasien rujukan dari puskesmas mengindikasikan bahwa fungsi dan kegiatan pokok UPT KIM Provinsi Sumatera Utara belum berjalan dengan optimal, karena UPT KIM merupakan pusat rujukan untuk pasien mata dan telinga dari seluruh puskesmas yang ada di Sumatera Utara.

Fungsi UPT KIM yaitu menyelenggarakan perencanaan, koordinasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi pencegahan, pengobatan dan pelayanan penunjang, pemulihan kesehatan mata dan THT; pengamatan terhadap indra kesehatan masyarakat, pelaksanaan rujukan kesehatan indera masyarakat, pendidikan

(10)

dan pelatihan pegawai, pengembangan teknologi, kemitraan dan sosialisasi serta ketatausahaan UPT KIM. Dari sekian banyak fungsi UPT KIM tersebut, fungsi UPT sebagai tempat rujukan masih belum optimal jika dikaitkan dengan data-data di atas.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang sistem manajemen puskesmas dan minat berobat pasien ke UPT Kesehatan Indera Mata dengan memilih judul: “Analisis Fungsi dan Kegiatan Pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu Sebagai Tempat Rujukan Kesehatan Mata Dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) Tahun 2014”.

1.2 Permasalahan

Rendahnya angka rujukan penderita gangguan penglihatan dan pendengaran ke unit pelayanan teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat memunculkan pertanyaan tentang peran dan fungsi UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Untuk itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun 2014.

(11)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan upaya rujukan pengobatan mata khususnya pada puskesmas yang berdekatan wilayah dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara.

2. Memberi masukan kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien rujukan dari puskesmas.

Gambar

Tabel 1.1.  Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan   di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara
Tabel 1.2.  Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM  Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2013
Tabel 1.3.  Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas)   Tahun 2012-2013  No  Kecamatan/Puskesmas  Tahun   2011  2012  2013  A  B

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan pada sub bab sebelumnya, maka dibuatlah perancangan dan implementasi routing dinamis OSPF pada jaringan komputer menggunakan router cisco,

Hasil dari perancangan ini adalah sebuah aplikasi sistem informasi akademik berbasis mobile web yang berguna untuk memudahkan mahasiswa dalam mendapatkan informasi akademik

Melalui wadah ini, diharapkan kaum Bapak yang ada di seluruh jemaat GPIB dapat terus diper-lengkapi secara rohani dalam menjalankan tugasnya selaku Kepala

Adapun cara kerja alat adalah sample darah yang telah ditetesi ‘antisera’, dan ditempatkan pada preparat, oleh optoisolator dideteksi, kemudian data dari

Manfaat dari penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar di kelas menurut Kemp & Dayton (1985) adalah sebagai berikut. 1) Penyampaian pesan lebih

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam tentang insentif passive income di PT.K-link dan sehubungan dengan fenomena yang

Pada pemeriksaan bibir pasien terlihat normal simetris, tanpa sianosis, tidak kering, dan tidak ada kelainan, di sekitar mulut seperti vesikel atau kelosis.. Jumlah gigi pasien

Strategi Samudra Biru QB House adalah pergeseran dalam industry pangkas rambut di Asia yang dulunya industry yang emosional menjadi industry yang sangat fungsional.. Di Jepang, waktu