• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau yang tidak terlepas dari gambaran suatu msyarakat umum dengan berbagai aspek kehidupan termasuk ekonomi, politik, religius, dan sosial budaya yang mencakup unsur-unsur kebudayan masyarakat1

Desa adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah Provinsi, Kabupaten / Kota sampai ke desa / kelurahan bahkan sampai pemerintahan terkecil yaitu RT/RW. Kabupaten Asahan adalah salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki beberapa kecamatan dan berpuluh-puluh desa.

2

1 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 153

2

Pengertian Desa, dalam buku T.P, Yansen, Revolusi Dari Desa. Jakarta : Elex Media

Komputindo. 2014 hal. 22.

Desa memiliki karakteristik tersendiri apabila dibandingkan dengan perkotaan. Desa biasanya terdiri

(2)

dari gabungan beberapa dusun yang menjadi satu kesatuan dalam hal pemerintahan. Sedangkanpedesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa / kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.3

1. Onder Afdeling Batu Bara

Pemerintahan Kesultanan Asahan dimulai pada tahun 1640, yaitu sejak dilantiknya Sultan Asahan I. Banyak kerajaan-kerajaan kecil yang pemerintahannya dilaksanakan oleh datuk-datuk diwilayah kerajaan tersebut. Pada tahun 1865 Kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda, sehingga kekuasaan pemerintahan dikesultanan tersebut dipegang oleh Pemerintah Belanda yang dipimpin oleh seorang Kontroleur. Pemerintah Belanda membagi wilayah pemerintahannya menjadi tiga, yaitu :

2. Onder Afdeling Asahan 3. Onder Afdeling Labuhan Batu

Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan datuk-datuk tetap diakui oleh Pemerintah Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan Asahan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik, yaitu :

1. Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang 2. Distrik Kisaran

3

Klasifikasi Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pusat

(3)

3. Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan dibentuk pada bulan September 1945. Berdasarkan keputusan DPR-GR TK II Kab. Asahan No.3/DPR-GR/1963 tanggal 6 Februari 1963, keluarlah usulan tentang pemindahan ibukota pemerintahan, dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran dengan alasan supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan potensi daerahnya dan menjadi kotamadya yang utuh, dan Kota Kisaran dinilai lebih strategis untuk menjadi Ibukota Pemerintahan Kabupaten Asahan dan hal terebut baru terlaksana pada tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor. 28. Tambahan Negara Nomor 3166.

Pada tahun 1982 Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1983, Lembaran Negara nomor 26 tahun 1982. Dengan adanya keputusan Menteri Dalam Negeri no. 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986, dibentuk wilayah kerja pembantu Bupati Asahan, dengan membagi tiga wilayah Kab. Asahan, yaitu :

I. Pembantu Bupati Wilayah I berkedudukan di Lima Puluh, meliputi : 1. Kecamatan Medang Deras

2. Kecamatan Air Putih 3. Kecamatan Lima Puluh

(4)

4. Kecamatan Talawi

5. Kecamatan Tanjung Tiram

II. Pembantu Bupati Wilayah II berkedudukan di Air Joman, meliputi : 1. Kecamatan Air Joman

2. Kecamatan Meranti 3. Kecamatan Tanjung Balai 4. Kecamatan Simpang Empat 5. Kecamatan Sei Kepayang

III. Pembantu Bupati Wilayah III berkedudukan di Buntu Pane, meliputi : 1. Kecamatan Buntu Pane

2. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge 3. Kecamatan Air Batu

4. Kecamatan Pulau Rakyat 5. Kecamatan Bandar Pulau4

Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan adalah Kecamatan Bandar Pasir Mandoge. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge awalnya adalah bernama Pardembanan (kampung) Mandoge (Manurung Dohot Gellengna). Sebelum merdeka, Raja Anggi-anggi yang bernama lengkap Tuan Pojim Manurung datang dari Dusun Sipinggan Desa Lumban Kuala, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir (sekarang) menuju Kabupaten Asahan yang pada saat itu masih hutan belantara dan

4

Sejarah Kabupaten Asahan disadur dari : http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1209/asahan

(5)

belum terbentuk struktur pemerintahan administratif yang sekarang bernama Kabupaten Asahan. Dan mendirikan perkampungan di sana yang kemudian dikenal dengan Pardembanan Mandoge (nama ini sebelum terbentuknya kecamatan)5. Pada masa itu Marga Manurung menjadi Tuan Kampung6

Sedangkan menurut masyarakat setempat, nama Bandar Pasir Mandoge berasal dari 2 kata yaitu Bandar Pasir dan Mandoge. Perbandaran atau Bandar Pasir adalah nama sebuah tempat yang berada di pinggiran hulu Sungai Silau yang menjadi pusat perdagangan pada masa Portugis dan Belanda, dan tempat ini merupakan suatu jalan menuju ke Ibukota kecamatan pada waktu itu, yaitu Bandar Pulau. Sedangkan Mandoge merupakan singkatan dari Manurung Dohot Gellengna (Manurung dan keturunannya), hal ini merujuk dari Tuan Pojim Manurung yang diakui sebagai orang pertama yang membuka lahan di Mandoge.

diwilayah tersebut.

7

Desa Bandar Pasir Mandoge adalah sebuah desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Seperti petani cengkeh, pala, karet,kelapa dan kelapa sawit. Masyarakat di desa ini awalnya menempati lahan-lahan hutan yang berada di kaki deretan Bukit Barisan. Mereka menebang hutan dan menanami lahan tersebut dengan tanaman yang dibutuhkan pasar. Awalnya mereka menetap di lahan yang terpisah dari masyarakat yang lain. Mereka masih bertempat tinggal di sekitar

5Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat BP Mandoge, yaitu Bapak Santo Manurung,

Bandar Pasir Mandoge, 15 November 2014.

6

Sebutan Untuk Penguasa Dalam Satu Desa/Kampung

7

Hasil Wawancara dengan Bapak. Alamsyah Dolok Saribu, beliau mengatakan cerita itu diturunkan dari orangtuanya. Bandar Pasir Mandoge, 21 November 2014.

(6)

lahan yang mereka tanami. Di desa ini juga terdapat beberapa aliran sungai yang panjang seperti Sungai Silau, Sungai Piasa, dan Sungai Si Pul-pul. Dahulu kala masyarakat menyusuri pinggiran sungai untuk menuju kesebuah tempat sperti bandar yang dinamakan pekan. Di pekan tersebutlah masyarakat saling bertukar hasil tanaman mereka dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

Setelah masuknya Perusahaan ke wilayah Bandar Pasir Mandoge, yaitu PTP VII, banyak tanah-tanah masyarakat yang diambil alih oleh perkebunan dan mau tidak mau masyarakat dipindahkan ke daerah yang baru sesuai dengan ganti rugi lahan. Akhirnya masyarakat kebanyakan mendapatkan lahan yang berdekatan dengan sarana jalan umum. Tipe pemukiman penduduknya kemudian menyebar mengikuti panjangnya jalan. Di Desa ini juga terdapat berbagai macam suku diantaranya Suku Batak, Suku Karo, Suku Jawa, Suku Melayu, Suku Aceh dan lain-lain.

Awalnya PTP VII menginginkan masyarakat setempat atau putra daerah untuk dipekerjakan di perkebunan. Namun, sebagian besar masyarakat banyak yang menolak dengan alasan mereka memiliki banyak tanah, sehingga tidak mau bekerja sebagai buruh kebun. Sehingga perkebunan mengambil langkah kebijakan untuk mendatangkan buruh kebun dari Pulau Jawa. Sehingga sampai sekarang pun Suku Jawa mendominasi daftar karyawan di PTP VII yang bekerja di unit Bandar Pasir Mandoge (sekarang PTPN IV).

(7)

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge berdiri secara Adminisstrative8 pada tahun 1964, yang dimekarkan dari Kecamatan Bandar Pulau, yang mana Kecamatan Bandar Pulau Saat ini berbatasan dengan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge bagian Selatan. Camat pertama adalah Tumbuk Bangun dengan jabatan Asisten Wedana, dimana Ibukota Kecamatan pada waktu itu masih berada di Bandar Pulau.9

Desa ini berjarak 45 KM dari pusat pemerintahan Kabupaten Asahan yaitu Kota Kisaran, dan berjarak 65 KM dari Kota Pematang Siantar. Jalur desa ini menjadi jalur alternatif untuk menuju Jalur Lintas Sumatera dari Jalur Lintas Barat Sumatera. Kehidupan masyarakat saat ini sangat heterogen dengan berbagai profesi di masyarakat, akan tetapi didominasi oleh petani sawit. Sarana transportasi baik itu jalan ataupun sarana pendidikan dan kesehatan juga berkembang pesat dalam

Setelah adanya pemekaran wilayah dari Kecamatan Bandar Pulau sesuai keputusan DPRD-GR Tk. II Asahan, Kecamatan B.P. Mandoge terdiri dari 4 desa yaitu Desa Bandar Pasir Mandoge, Huta Bagasan, Huta Padang dan Silau Jawa. Desa Bandar Pasir Mandoge dipilih sebagai Ibukota Kecamatan. Setelah dibentuknya pemerintahan kecamatan di Desa Bandar Pasir Mandoge, kemudian diperkuat dengankeputusan Menteri Dalam Negeri tentang wilayah kerja Pembantu Bupati Asahan, kemudian di lanjutkan dengan pembangunan infrastruktur pendukung baik itu untuk pemerintahan, sosial, budaya dan sarana transportasi seperti jalan dan juga jaringan listrik.

8Adminisstrative, pencatatan berkas dilakukan oleh perwakilan yang ditunjuk langsung oleh

Camat pada masa itu, dengan menunjuk langsung asisten Wedana yang bernama Tumbuk Bangun untuk bertugas di Kec. Bandar Pasir Mandoge.

(8)

beberapa tahun terakhir. Hal ini tampak seperti adanya Puskesmas dan dibangunnya SMA dan SMK Negeri di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam penelitian. Akar permasalahan sangat penting karena didalamnya telah terdapat konsep yang akan dibawa dalam penelitian dan menjadi alur penulisan.

Sesuai dengan judulnya “Pengaruh Penetapan Ibukota Kecamatan Terhadap

Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1998”. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk

mempermudah penulis dalam melakukan penlitian ini, maka penulis perlu membatasi masalah yang dibahas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana awalnya keadaan kehidupan masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge sebelum ditetapkannya Desa Bandar Pasir Mandoge sebagai Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge?

2. Bagaimana proses penetapan Desa Bandar Pasir Mandoge menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge?

3. Bagaimana perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge setelah menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge kurun waktu 1964-1998?

(9)

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

Setelah mengetahui apa yang menjadi pokok permasalahan yang akan ditulis, maka yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini serta manfaat apa yang bisa dipetik.

Adapaun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan bagaimana awal kehidupan masyarakat Desa Mandoge sebelum ditetapkan Desa mandoge sebagai ibu Kota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

2. Untuk menjelaskan proses terpilihnya Desa Bandar Pasir Mandoge menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

3. Menguraikan perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge setelah menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge kurun waktu 1964-1998.

Adapun manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge, semoga untuk kedepannya masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge bisa lebih maju dan makmur lagi, sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam tubuh desa itu sendiri. 2. Bagi pemerintah, semoga penelitian ini dapat menambah bahan referensi

bagi pemerintah daerah untuk perkembangan Desa dan dapat menjadi bahan rujukan dalam mengungkap kendala serta memajukan sektor

(10)

pembangunan desa. Diharapkan juga dengan akan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan dan menambah pengetahuan pembaca mengenai sejarah lokal khususnya perkembangan desa.

3. Sebagai perbandingan dan masukan bagi peneliti lain yang berkaitan tentang perkembangan Desa di masa yang akan datang.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya. Untuk itu penulis menggunakan beberapa literatur yang dapat mendukung tulisan ini dalam bentuk tinjauan pustaka. Buku-bukunya adalah sebagai berikut :

Soedjito dalam bukunya yang berjudul : Aspek Sosial Budaya Dalam

Pembangunan Pedesaan (1987), menjelaskan tentang bagaimana kehidupan desa

pada zaman penjajahan yang akhirnya meninggalkan bekas-bekas kebudayaan yang ada pada masyarakat pedesaan. Sehinggga memberikan pengaruh yang begitu besar pada masyarakat pedesaan. Dari buku ini juga dapat dilihat persoalan-persoalan mengenai proses perubahan dalam masyarakat pedesaan serta memiliki kesamaan yang akan diteliti oleh penulis.

Buku terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seminar Sejarah

(11)

Memberikan gambaran tentang ciri-ciri masyarakat desa di Indonesia. Menunjukkan persamaan dan juga perbedaan gejala yang timbul dibeberapa desa. Berbeda melalui adat-istiadat, kerukunan beragama, dan konflik yang terjadi dalam kaitannya terhadap pertumbuhan atau kemunduran suatu desa.

Buku Robert Chambers yang berjudul Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang (1996), menceritakan tentang bagaimana perjalanan sebuah desa yang berawal dari keterbelakangan hingga nantinya berubah menjadi desa yang berkembang. Pembangunan yang terjadi dimulai dari kehidupan desa yang diawal terbentuknya hingga memberikan perbandingan bagi desa yang mulai menunjukkan perkembangan. Perubahan yang terjadi didesa dipengaruhi oleh pemuka dan penggerak yang ada di desa tersebut dengan dukungan dan dorongan mereka dapat memberikan perubahan yang positif bagi masyarakat, tanpa harus membedakan akibat dari tujuan yang berbeda-beda. Pembangunan desa yang didukung dari kerjasama yang baik antara penduduk dan pemerintahan desa dapat menghasilkan desa yang maju dan berkembang.

Buku yang berjudul Participatory Rural Appraisal : Memahami Desa Secara

Partisipatif (1996) oleh Robert Chambers, mengkaji tentang partisipasi dan

tanggapan masyarakat dalam upaya membangun desa. Dari sini dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui tingkat kerjasama masyarakat dalam menanggapi,

(12)

menanggulangi, dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan kepentingan bersama dalam merancang pembangunan desa tersebut.

Koentjaraningrat dalam buku Beberapa Pokok Antropologi Sosial (1967), menjelaskan bagaimana batasan-batasan kajian yang terdapat dikehidupan sosial masyarakat. Dalam buku menjelaskan perjalanan kehidupan penduduk dari zaman hanya mengandalkan fasilitas seadanya saja hingga nantinya berkembang menggunakan fasilitas yang lebih memadai.

Penulis juga menggunakan rujukan dari Skripsi Handoko dengan judul “Perkembangan Desa Meranti Pasca Menjadi Ibukota Kecamatan Di Kabupaten

Asahan Tahun 1982-1990”, yang menceritakan bagaimana keadaan Desa Meranti

sebelum ditunjuk sebagai ibukota kecamatan, bagaimana proses perkembangannya hingga manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Meranti itu sendiri setelah ditetapkan sebagai Ibukota Kecamatan Meranti.

Lega Lestari Sinaga, dalam Skripsi Pemberdayaan Pemerintahan Desa

Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Desa : Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang (2010). Desa merupakan Institusi Otonom yang tradisi, adat

istiadat dan hukumnya sendiri dan relatif mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi. Dalam tulisan ini juga dijelaskan tentang perkembangan pemerintahan desa di Indonesia, pemberdayaan pemerintahan desa dalam kerangka otonomi desa demi tercapainya desa yang mandiri.

(13)

1.5 Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.10

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilalukan untuk mencari sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field

research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi

lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis akanmenggunakan metode wawancara yang terbuka. Wawancara ini akan ditujukan kepada orang-orang asli penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge yang berumur minimal 45 Tahun dan juga para pendatang yang masuk ke Desa Bandar Pasir Mandoge pada awal Tahun 1970an.Studi kepustakaan juga dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

10

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: IU Press, hal. 32

(14)

sebagainya. Contohnya buku-buku tentang perkembangan desa dan juga perundang-undangan desa, otonomi daerah dan pemerintahan desa.

2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, merupakan tahap untuk menafsirkan fakta lalu membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada tahap ini subjektivitas penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar analisis menjadi lebih akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat objektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang mengandung unsur sejarah seperti waktu, tempat dan manusia.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

kan?”Katanya.”I,,iya,kamu kok bisa tahu nama aku?”Tanyaku heran.”Kenalin,aku Ryu Natsu murid di kelas 2-D,kamu pasti heran kenapa aku bisa kenal sama

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti menyarankan agar penelitian lanjutan: mengkombinasikan metode

Adalah Gajah Kalimantan yang diklaim merupakan spesies yang berbeda dari gajah Asia serta Sumatera yang saat ini masih.. menghidupi kawasan hutan

Jadi, jika Anda mempunyai koneksi internet dan ingin koneksinya bisa di-sharing, koneksi internet dari ISP yang diterima modem atau AP-Client akan masuk ke router, selanjutnya

● Data dokumen yang perlu dicermati adalah: (1) rancangan program, (2) data latar belakang sosial ekonomi masyarakat, (3) program jangka panjang (jika

Penelitian ini telah menghasilkan aplikasi panic button laka lantas berbasis android yang khusus digunakan untuk melaporkan terjadinya kasus kecelakaan lalu

7 Tatag Yuli Eko Siswono, Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa melalui Pemecahan Masalah Tipe What’s Another Way , (Surabaya, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA