• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAHASIA KEHIDUPAN KIMA: III. KELANGSUNGAN HIDUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RAHASIA KEHIDUPAN KIMA: III. KELANGSUNGAN HIDUP"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XVI, Nomor 2 : 35-45 ISSN 0216-1877

RAHASIA KEHIDUPAN KIMA: III. KELANGSUNGAN HIDUP oleh

Lily M.G. Panggabean1) '

ABSTRACT

THE SECRET OF GIANT CLAMS LIFE : III. LIFE SPAN. Tridacnids are

long-lived bivalves. The population is characterised by a fast growing of larvae and juveniles with an enormous mortality and long plateau of adult growth with a low mortality. Natural population comprises a high proportion of individuals which reach adulthood normally reach old age. Recruitment to the reef of juvenile giant clams appears to be erratic or poor, despite the high number of eggs produced. An enormous adult mortality caused by commercial fishing on the large specimens of giant clams, particularly Tridacna gigas and T. derasa might lead to the extinction of the species.

PENDAHULUAN

Kima merupakan sumberdaya perikan-an yperikan-ang bernilai ekonomi sperikan-angat tinggi. Dagingnya selain dikonsumsi oleh penduduk setempat, juga otot aduktornya diperdagang-kan di pasaran Asia. Harga otot aduktor kima per kilogram berat kering dapat men-capai 150 dolar AS. Otot ini dihidangkan sebagai campuran sup di rumah makan-ru-mah makan mewah di Hong Kong, Singapu-ra, Taiwan, Jepang dan Iain4ain.

Di dunia ini telah diketahui ada tujuh jenis kima yang tersebar luas di perairan terumbu karang Indo—pasiflk (ROSEWA-

TER 1965, 1980). Pada dua dekade terakhir ini, dilaporkan populasi kima menurun drastis di perairan terumbu karang Indo— Pasiflk Barat, dimulai dari perairan Sumatra di bagian barat sampai Vanuatu di bagian timur, terutama dari jenis-jenis yang besar seperti Tridacna gigas dan T. derasa (HAR-DY & HAR(HAR-DY 1969; HESTER & JONES 1974; BRYAN & MC CONNEL 1976; PEARSON 1977; HIRSHBERGER 1980; MC KOY 1980; SALM 1981; TANIERA 1988; ZANN & AYLING 1988). Bahkan diduga Tridacna gigas sudah punah di be-berapa tempat di Indonesia seperti Jawa dan Sumatra (SALM 1981).

1) Balai Penelitian dan Pengembangan lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi - LIPI.

(2)

Kelangsungan hidup jenis kima raksasa seperti T. gigas dan T. derasa sudah mulai terancam di beberapa perairan Indo—Pasi-fik. Hal ini disebabkan oleh karena day a tarik komesial dari kima yang menyebabkan cara panenan yang melebihi daya dukung dari populasi kima ditempat tersebut. Pe-ngetahuan tentang beberapa aspek biologi kima yang berhubungan dengan kelangsung-an jenis hewkelangsung-an tersebut diharapkkelangsung-an dapat memberi wawasan kepada masyarakat awam agar pengelolaan sumber daya kima dilaku-kan dengan lebih bijaksana. Beberapa aspek kehidupan kima disajikan dalam tulisan ini, antara lain : daur hidup, pertumbuhan dan kelulus hidupan serta peremajaan kima.

DAUR HIDUP

Kima dapat hidup selama puluhan sampai ratusan tahun hingga mencapai ukur-an yukur-ang sukur-angat besar. Setelah mencapai ke-dewasaan pada umur sekitar 5 tahun (HES-LINGA & FITT 1987) atau setelah mencapai ukuran lebih dari 20 cm (LA BARBERA 1975; HESLINGA 1984) kima siap untuk menghasilkan keturunan dan berreproduksi. Kima bersifat "protandrous hermaphrodite" (WADA 1954). artinya, setiap individu kima dilengkapi oleh sel-sel telur dan sperma namun pemijahannya selalu didahului oleh pengeluaran sperma, kemudian baru diikuti oleh pelepasan telur-telur. Telur-telur kemu-dian menyebar terbawa arus dan dapat me-rangsang induk-induk kima yang lain untuk memijah secara serempak atau simultan. Me-nurut WADA (1954), telur kima masak yang dipijahkan mengandung zat yang dapat me-rangsang pemijahan kima lain dari jenis yang sama. Mekanisme ini dapat menghin-dari keadaan yang tidak diinginkan, yaitu fertilisasi atau pembuahan-sendiri (self-ferti-

lization). Kalau toh terjadi pembuahan-sendiri, maka akan dihasilkan keturunan yang inferior dibandingkan dengan "ketu-runan campuran". Di lingkungan terumbu yang masih perawan atau yang belum ter-jamah, kima yang sejenis biasanya hidup membentuk kelompok-kelompok sehingga memungkinkan terjadinya pembuahan secara optimal.

Jumlah telur-telur yang dipijahkan oleh seekor induk kima berkisar antara ju-taan untuk kima jenis kecil seperti T. crocea sampai ratusan juta untuk jenis yang besar seperti T. gigas. Pembuahan terjadi secara eksternal yaitu di air. Telur-telur dari seekor induk kima akan dibuahi oleh sperma dari kima yang lain. Telur-telur kima dengan dia-meter sekitar 100 mikron akan menetas menjadi larva trokofor kira-kira 12 jam sete-lah fertilisasi. Telur kemudian akan berkem-bang menjadi veliger atau larva (burayak) yang dilengkapi dengan velum yang dike-lilingi oleh bulu-bulu getar. Pada umur 2 had setelah fertilisasi panjang veliger kira-kira 160 um, dan sudah mempunyai cang-kang transparan yang berbentuk "D", se-hingga disebut juga D-veliger (Gambar 1A). Setelah berumur 1 - 2 minggu, veli-ger akan mengalami metamorfose (perubah-an bentuk), y(perubah-ang kemudi(perubah-an mempunyai kaki jalan yang berfungsi untuk mencari subs-trat tempat menempelkan diri. Bentuk se-perti ini juga disebut pediveliger (Gambar IB). Setelah memperoleh substrat penempel yang "aman", velum kemudian menghilang dan pediveliger berubah menjadi spat atau kima muda yang akan menempel pada ka-rang mati dengan bantuan benang-benang byssus (Gambar 1C). Spat kima yang baru mengalami metamorfose panjangnya kira-kira 200 um.

(3)

Gambar 1. Larva dan postlarva Tridacna maxima, A. Veliger 2 hari; B. Pediveliger ; C. Spat (Kima muda).

(Sumber : JAMESON, 1976).

(4)

Selain kehidupan sebagai planktonik, veliger kima bersifat "lecitotrophic", yaitu hidup tergantung dari persediaan kuning telurnya sendiri (HESLINGA 1988, 1989). Burayak kima hampir mirip dengan burayak bivalvia pada umumnya karena tidak atau belum melakukan kegiatan simbiose dengan zooxanthella (PANGGABEAN 1990). Berbe-da dengan burayak karang batu dimana zoo-xanthella sudah ada sejak di dalam telur. Pada kima zooxanthella belum tumbuh, meskipun kemungkinan besar dapat terma-kan olehnya. Zooxanthella yang termaterma-kan oleh burayak kima tidak dicernakan sampai pada waktu selesai metamorfosis. Sesudah metamorfosis zooxanthella kemudian pindah ke jaringan mantel kima dan baru memulai kegiatan simbiose dengan inangnya (HES-LINGA & FITT 1987).

PERTUMBUHAN DAN KELULUS-HIDUPAN

Kima termasuk hewan berumur pan-jang dan umurnya dapat mencapai ratusan tahun (COMFORT 1957). Awal kehidupan kima sangat rawan terhadap predator. Mor-talitas burayak dan spat kima sangat tinggi. Menjelang kehidupan dewasa, mortalitasnya berangsur-angsur turun sampai rendah sekali. Setelah melewati kedewasaan, kelulus-hidup-an kima dapat mencapai 96% (MUNRO 1988) sehingga kima dapat berumur panjang.

Laju pertumbuhan kima berbanding terbalik dengan kelulus-hidupan kima. Per-tumbuhan awal kima relatif sangat cepat. Kehidupan burayak lecitotrophic kima ha-nya berlangsung antara 7 — 14 hari (JAME-SON 1976; GWYTHER & MUNRO 1981). Hal ini mungkin merupakan mekanisme un-tuk mengimbangi mortalitas yang amat ting-gi karena predator. Hasil pengamatan MC MICHAEL (1974) dan BECKVAR (1981)

menunjukkan bahwa laju pertumbuhan kima pada beberapa tahun pertama relatif sangat cepat, kemudian semakin menurun setelah kima dewasa (Gambar 2, Tabel 1). Gambar yang disusun oleh MC MICHAEL (1974) berdasarkan pada hubungan panjang dan umur T. maxima menunjukkan kurva yang semakin mendatar setelah kima mencapai ukuran maksimum setelah berumur 40 ta-hun (Gambar 2). Ternyata T. maxima belum mencapai ukuran maksimum setelah ber-umur 40 tahun, walaupun pertambahan panjang cangkang kima selanjutnya sangat kecil sekali. Ukuran tengah (modal size) dari T. maxima dicapai setelah kima ber-umur 10 — 17 tahun.

Laju pertumbuhan kima sangat berva-riasi menurut jenisnya. bahkan perbedaan laju pertumbuhan sangat nyata pada setiap individu kima yang berasal dari satu induk. Ternyata jenis kima dengan ukuran maksi-mum lebih besar mempunyai laju pertum-buhan lebih cepat dibandingkan dengan jenis kima dengan ukuran maksimum lebih kecil (BECKVAR 1981). T. gigas (panjang maksimum 137 cm) mempunyai laju per-tumbuhan tertinggi diantara kima yang lain. Proyeksi pertumbuhan/tahun untuk T. gigas,

T. derasa, Hippopus-hippopus dan T. squa-mosa berturut-turut adalah 8 — 12 cm/

tahun; 3 — 6 cm/tahun; 3 — 5 cm/tahun dan 2 - 4 cm/tahun (Tabel 1). Laju per-tumbuhan sesaat (=K, instantaneous growth rate) untuk kima pada Tabel 1 dihitung berdasarkan kenaikan panjang cangkang se-lama beberapa bulan dengan rumus :

K = 1 n L 2 - l n L 1 / T 2 - T 1 dimana LI dan L2 adalah panjang cangkang kima berturut-turut pada bulan Tl dan T2. Nilai K yang diperoleh diproyeksikan untuk menghitung proyeksi pertumbuhan kima/ tahun.

(5)
(6)
(7)

Variasi yang sangat besar dari pertum-buhan setiap individu kima dijelaskan oleh MUNRO (1988) berdasarkan pengamatan pertumbuhan T. gigas dari suatu kohort di terumbu Michaelmas (Great Barrier Reef) selama 8,3 tahun (Tabel 2). Koefi-sien pertumbuhan (K) setiap individu T.

gigas bervariasi sampai 75% diatas atau

di-bawah rata-rata sedangkan ukuran asimtot Ln bervariasi sekitar 25%. Bastisitas laju pertumbuhan kima kemungkinan besar ka-rena faktor genetik (MUNRO 1988).

PEREMAJAAN KIMA

Beberapa pengalaman di lapangan me-nunjukkan bahwa peremajaan alami dari kima muda di terumbu karang dalam keada-an "normal" skeada-angat tidak sebkeada-anding dengkeada-an

fekunditas telur yang sangat tinggi (PEAR-SON 1977; MC MICHAEL 1974). Kima muda amat jarang ditemukan di bebera-pa tembebera-pat di terumbu karang. Kima terkecil dari jenis T. gigas yang pernah dijumpai di terumbu karang berukuran 2,5 cm, sedang-kan jenis T. crocea hanya berukuran bebe-rapa mm.

Populasi kima bercirikan kima muda yang langka dan kebanyakan terdiri dari kima dewasa adalah akibat dari mortalitas kima dewasa yang sangat rendah. Demikian pula karena pertumbuhan kima dewasa yang lambat namun waktu muda cepat dan peremajaan kima muda yang sangat lambat dan jarang. Sifat populasi kima yang demi-kian dapat terancam punah apabila terjadi mortalitas yang sangat tinggi terhadap kima dewasa karena "panen habis" terhadap sekelompok kima dewasa. Kima bersifat menetap dan mengelompok di suatu terumbu karang, sehingga mendorong orang men-jadi sangat bernafsu untuk membabat habis seluruh populasi kima. Hal ini terutama ba-nyak terjadi pada kima dari jenis yang besar seperti T. gigas dan T. derasa. Suatu peker-jaan yang mudah dengan hasil yang lumayan. Akibatnya harus dibayar mahal : kima ter-ancam punah.

Dalam keadaan "normal", peremajaan kima muda sudah sangat lambat, apalagi keadaan yang "rusak" sebagai akibat dari pembabatan massal. Populasi kima yang tertinggal hanya terdiri dari hewan-hewan muda yang belum siap untuk berkembang biak, selanjutnya kima yang sempat tumbuh menjadi dewasa sudah sangat jarang sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pem-buahan pada musim pemijahan. Disamping itu keragaman genetik dari sisa populasi kima sudah menurun dan tidak menjamin "fitness" dari populasi kima.

(8)
(9)

Tabel 2. Estim

a

si

p

ertumbuhan dan mortalitas stok

kima Tridacna g ig as di terumbu Michaelm

as (Great Barrier Reef).

(10)

Untuk mempertahankan kelestarian kima atau kelangsungan jenisnya, MUNRO (1989) menganjurkan cara penangkapan ki-ma pada ukuran tertentu secara berselang seling. Disamping itu MUNRO (1989) ju-ga menju-ganjurkan untuk mengelompokkan kembali populasi kima yang sudah jarang dari berbagai tempat ke suatu kawasan konservasi supaya dapat berfungsi kembali sebagai stok induk (broodstock). Usaha yang terakhir dapat dikembangkan lagi dengan mengumpulkan stok induk untuk produksi bibit kima secara budidaya di "hatchery" dan selanjutnya meremajakan kembali te-rumbu karang yang sudah terancam punah (baca serial berikutnya).

DAFTAR PUSTAKA

BECKVAR, H. 1981. Cultivation, spawning and growth of the giant clams Tridacna

gigas, T. derasa and T. squamosa in Palau,

Caroline Islands. Aquaculture 24 (1) :

11 - 20.

BRYAN, P.G. and D.B. MC CONNEL 1976. Status of giant clam stocks (Tridacnidae) on Helen Reef, Palau, Western Caroline Islands, April 1975. Mar. Fis. Rev. 38 (4): 15- 18.

COMFORT, A. 1957. The duration of life in molluscs. Proc. Malacol. Soc. London. 3 2 ( 6 ) ; 2 1 9 - 2 4 1 .

HARDY, J.T. and S.A. HARDY 1969. Eco-logy of Tridacna in Palau. Pac. Sci. 23 : 467 - 472.

HESLINGA, G.A. and W.K. FITT 1987. The domestication of reef-dwelling clams.

Bioscience 37 (5) ; 332 - 339.

HESLINGA, G.A., F.E. PERON and 0. ORAK 1984. Mass culture of giant clams (F. Tridacnidae) in Palau. Aquaculture 3 9 : 1 9 7 - 2 1 5 .

HESTER, F.J. and E.C. JONES 1974. A survey of giant clams, Tridacnidae, on Helen Reef, a Western Pacific atoll. Mar. Fish. Rev. 3 6 : 1 7 - 2 2 .

HIRSCHBERGER, W. 1980. Tridacnid clam stocks on Helen Reef, Palau, Western Caroline Islands, Mar. Fish. Rev. 42 (2): 8 - 1 5 .

JAMESON, S.C. 1976. Early life history of the giant clams Tridacna crocea LA-MARCK, Tridacna maxima (RODING) and Hippopus hippopus (LINNAEUS).

Pac. Set 30 (3) : 219-233.

LA BARBERA, M. 1975. Larval and post larval development of the giant clams

Tridacna maxima and Tridacna squamosa

(Bivalvia : Tridacnidae). Malacologia 1 5 ( 1 ) : 6 7 - 7 9 .

MC KOY, J.L. 1980. Biology, exploitation and management of giant clams (Tri-dacnidae) in the Kingdom of Tonga. Fish.

Bull. Tonga 1 : 61 p.

MC MICHAEL, D.F. 1974. Growth rate, population size and mantle coloration in the small giant clams, Tridacna maxima (RODING), at One Tree Island, Capri-corn Group, Queenslands. Proc. second

Int. Coral Reef Symp. 1 : 241 - 253.

MUNRO, J.L. 1988. Growth, mortality and potential aquaculture production of

Tri-dacna gigas and T derasa. In : Giant clams in

Asia and the Pacific (J.W. COPLAND and J.S. LUCAS eds.). ACIAR monograph 9 : 218 - 220.

MUNRO, J.L. 1989. Fisheries for giant clams (Tridacnidae : Bivalvia) and pros-pects for stock enhancement. In : Marine Invertebrate Fisheries : Their Assessment and Management (J.F. CADDY ed.). John Wiley & Sons, Inc. pp 541 - 558.

(11)

MUNRO, J.L. and J. GWYTHER 1981. Growth rates and maricultural potential of tridacnid clams. Proc. Fourth Inter.

Coral ReefSymp., Manila 2 : 633 - 636.

PANGGABEAN, L.M.G. 1990 Rahasia Ke- hidupan Kima : I. Swasembada pangan

Oseana 15 (4): 157-163.

PEARSON, R.G. 1977. Impact of foreign vessels poaching giant clams. Aust. Fish.

J . 3 6 ( 7 ) : 8 - 1 1 . ROSEWATER, J.

1965. The family Tri-

dacnidae in the Indo-Pacific. Indo-Paci- fic Mollusca 1 : 347-396.

ROSEWATER, J. 1982. A new species of Hippopus hippopus (Bivalvia : Tridac- nidae) Nautilus 96 : 3 — 6.

SALM, R.V. 1981, Heads we wins, tails we lose. Cons. Indonesia 5 (3 — 4): 12 — 14. TANIERA, T. 1988. Status of giant clams in Kiribati. In : Giant clams in Asia and the Pacific (J.W. COPLAND and J.S. LUKAS eds.). ACIAR Monograph 9 : 47 - 48. WADA, S.K. 1954. Spawning in the

tridacnid clams. Jep. J. Zool. 11 : 273 -285.

ZANN, L.A. and A.M. AYLING 1988. Sta-tus of giant clams in Vanuatu. In : Giant clams in Asia and the Pacific (J.W. COPLAND and J.S. LUKAS eds.).

ACIAR monograph 9 : 60 - 63.

Gambar

Gambar 1.     Larva dan postlarva Tridacna maxima, A. Veliger 2 hari; B. Pediveliger ;   C
Tabel 2. Estimasi pertumbuhan dan mortalitas stok kima Tridacna gigas di terumbu Michaelmas (Great Barrier Reef).

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Sejarah. Fakultas Pendidikan

Dengan suara yang keras, pohon

Penelitian ini bertujuan untuk menguji fotostabilitas produk imobilisasi ekstrak pigmen bixin pada bentonit yang diawali dengan aktivasi bentonit dengan larutan

1) Mendefiniskan masalah dan menentukkan solusi dari masalah. Masalah yang timbul pada sistem pembayaran perkuliahan di Ukrida adalah pertimbangan mahasiswa dalam

Memudah pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana aksi kegiatan serta pelaksanaan kewajiban Izin Usaha Pertambangan dalam 5 aspek yang menjadi fokus kegiatan Koordinasi dan

Tingkat kesulitan dari penggunaan OCS memang berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain, tetapi kebanyakan orang akan lebih memilih cara yang le- bih sederhana

Warga desa saling menghargai nilai- nilai solidaritas, nilai sosial keagamaan dan toleransi antar kelompok, menjaga hubungan baik antar suku, terutama terkait