• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DASAR HUKUM PRAKTIK PERALIHAN WALI NASAB. KE WALI HAKIM di KUA KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV DASAR HUKUM PRAKTIK PERALIHAN WALI NASAB. KE WALI HAKIM di KUA KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

58

KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 – 2013

Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disebut KUA Kecamatan sebagai koordinator dan administrator kegiatan keagamaan ditingkat kecamatan, juga menjadi ujung tombak pemerintah (Kementerian Agama) Kabupaten/Kota.1 Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor : 517 Tahun 2001 dimana KUA memiliki kedudukan sebagai pelaksana sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dibidang Urusan Agama Islam di wilayah Kecamatan. Maka tugas KUA meliputi melaksanakan pelayanan Nikah dan Rujuk, Kemasjidan, Ibadah sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah dan Kependudukan.

Memperhatikan pelayanan KUA Kecamatan sebagaimana tersebut di atas yang begitu berat maka KUA Kecamatan harus mempunyai pemimpin dan pegawai yang handal agar dapat melaksanakan tugas pelayanan dengan sebaik-baiknya.

Dalam pelaksanaan hukum perkawinan di Indonesia, eksistensi seorang penghulu yang bertugas di Kantor Urusan Agama sangatlah penting. Oleh karenanya Penghulu sangat identik dengan Kantor Urusan Agama (KUA). Pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terkait dalam perkawinan yang dilakukan

1 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman

(2)

oleh seorang Penghulu, menyebabkan perkawinan itu bisa dilaksanakan atau tidak. Penghulu bisa menggagalkan perkawinan dan menolak untuk mencatatnya manakala hasil pemeriksaanya terhadap pihak-pihak yang terkait dalam perkawinan ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum perkawinan.

Menurut Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 474 tentang Pencatatan Nikah, Penghulu adalah Pegawai Negeri Sipil sebagai Pegawai Pencatat Nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan. Tugas pokok penghulu adalah: melakukan perencanaan kegiatan kepenghuluan, pengawasan pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/rujuk, penasehatan dan konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk dan pelayanan fatwa hukum munakahat dan bimbingan mu’amalah.2

Bagi seorang penghulu, Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)3 adalah sumber utama pelaksanaan hukum

2

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Tanya

Jawab Seputar Kepenghuluan. (Jakarta: 2003), hlm.1.

3 Kompilasi Hukum Islam adalah fiqh Indonesia yang mengarah kepada univikasi mazhab

dalam hukum Islam. Ia disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat islam Indonesia. Hukum Islam yang dimaksud adalah aturan-aturan hukum yang ada dalam kitab-kitab fiqh yang banyak didalamnya terdapat perbedaan pendapat, kemudian dicoba diunivikasikan ke dalam bentuk kompilasi. Lihat Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang: Angkasa Raya, 1993), cet. 2, hlm 25. Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) disahkan melalui Instruksi Persiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni. Kemudian ditindaklanjuti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 tahun 1991 tanggal 22 juli 1991, dan disebarluaskan melalui Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Nomor: 3694 / EV / HK.003 / AZ / 91 tanggal 25 juli 1991. Lihat A. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Hlm. 51.

(3)

perkawinan Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya seorang penghulu harus berpegang kepada aturan-aturan yang ada dalam UUP, KHI dan aturan-aturan lain yang berhubungan dengan kepenghuluan. Dalam hukum Administrasi Negara dijelaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang, yang kemudian dikenal dengan istilah asas legalitas. Oleh karena itu, undang-undang dijadikan sebagai sendi utama penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, dengan kata lain, asas legalitas memiliki kedudukan sentral sebagai suatu fondamen dari Negara hukum. Untuk itu, penghulu sebagai aparatur pemerintah juga harus tunduk dengan aturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya. 4

Pada umumnya masyarakat awam dalam hal urusan pernikahan tidak terlalu memperhatikan aturan-aturan yang dipakai oleh penghulu. Yang mereka ketahui hanya pernikahan sebaiknya dicatat di KUA. Hal ini secara tidak langsung biasanya masyarakat lebih cenderung menyerahkan sepenuhnya semua urusan pernikahan pada penghulu (dalam istilah jawa dikenal dengan istilah “pasrah bongkoan”). Mereka hanya menginginkan bahwa pernikahannya sah menurut agama dan Negara.

Sebagai masyarakat ilmiah tentu tidak mudah menerima begitu saja aturan yang diterapkan oleh penghulu dalam menghukumi suatu permasalahan, tetapi perlu mengkaji pendapat yang sudah diterapkan oleh penghulu tersebut. Seperti dalam halnya kasus-kasus yang sedang marak terjadi yaitu penggunaan wali hakim.

4

(4)

Sebagaimana telah dijabarkan dalam bab III , di KUA Kecamatan Wonopringgo terdapat kasus-kasus perpindahan wali nikah dari wali nasab ke wali hakim. Pada tahun 2012 tercatat ada 462 peristiwa nikah. Dari 462 peristiwa tersebut, 17 peristiwa diantaranya menggunakan wali hakim. Dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 514 peristiwa dengan 17 peristiwa menggunakan wali hakim.5 Dengan demikian dapat diketahui dari tahun 2012 sampai 2013 terdapat 34 kasus wali hakim dari 976 peristiwa nikah.

Dari 34 kasus wali hakim tersebut, ditinjau dari segi sebabnya menurut hemat penulis dapat di klasifikasikan menjadi 4 kelompok. Yaitu : kasus yang pertama sebab wali habis/tidak ada, kasus yang kedua sebab anak yang lahir kurang dari 6 bulan dari pernikahan orang tuanya, kasus yang ketiga sebab wali mafqud (wali hilang/tidak diketahui keberadaanya), dan kasus yang ke empat sebab wali adhol (wali mogok/enggan).

Dari kasus yang diklasifikasikan menjadi empat sebab/alasan tersebut diatas, KUA Kecamatan Wonopringgo menggunakan dasar hukum yang akan dirinci sebagai berikut:

No

Tanggal Pelaksanaan

Nikah

Nama Sebab/

Alasan Dasar Hukum 1 07/02/2012 M. Mukhlisin Anik Afifah Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 2 09/03/2012 Haristyawan Eka Yuliyanti Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 3 26/04/2012 Adi Winarto

Isrotun Nisa Mafqud

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 4 15/05/2012 Murdiyanto Wali nasab PMA No 2 Tahun1987

5

(5)

Riskiyah habis Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 5 29/05/2012 M. Zidna Zidan

Dewi Kurniasih Mafqud

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 6 30/05/2012 Dayoso Mujenah Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 7 17/06/2012 Sukatno

Arina Hidayah Mafqud

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 8 26/06/2012 Winto Tia Kurniawati Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 9 02/07/2012 Rosadi Yatimul Maulida Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 10 18/07/2012 Subaidi Eka Lestari Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 11 30/08/2012 M. Nasikhun Ani Santiani Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 12 30/08/2012 M. Zainul Wimarasih Mafqud PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 13 30/08/2012 Darmanto Nur Istiqomah Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 14 30/08/2012 Sugono Winda Prasetian Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 15 09/11/2012 Bukit Nirmala Titin Setyowati Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 16 14/11/2012 Wahyudin

Nur Azizah Adhol

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 17 23/12/2012 Maulana Ervina Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 18 06/03/2013 Daryanto

Sri Baitin Mafqud

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 19 08/03/2013 M. Samsul Huda Imroatul Azizah Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 20 08/04/2013 Palal Kasturah Mafqud PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1)

(6)

21 30/04/2013 Samiri Sakdiyah Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 22 12/05/2013 Kasdiyono Siti Khulaiyah Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 23 04/06/2013 Ikhsan Ahyadi Rokhmawati Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 24 17/06/2013 Khusaini Dewi Purnawati Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 25 15/08/2013 Hadi Purwanto Umaroh Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 26 19/08/2013 Khundori Yuni Marystuti Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 27 25/08/2013 Dwi Agus Kurnia

Dewi endang p

Wali nasab habis

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 28 29/08/2013 Waryani Murni Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 29 16/10/2013 Eko Susilo Susi Wijayanti Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 30 22/10/2013 Agus Musyafak

Yatimah Wali nasab habis

PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 31 30/10/2013 Wahyudin Rochana Aprilia Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1) 32 21/12/2013 Rosyi Maula Diaun Nurfinda Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 33 31/12/2013 Dedi Harwanto Dwi Anggraini Kurang 6 bulan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 23 ayat (1) KHI Pasal 100 34 31/12/2013 Madrois Muamalah Wali nasab habis PMA No 2 Tahun1987 Pasal 2 ayat (1) KHI Pasal 23 ayat (1)

Kasus yang pertama, sebab wali habis/tidak ada, kasus seperti ini di KUA Kecamatan Wonopringgo terjadi sebanyak 18 kasus dari 34 kasus yang menggunakan wali hakim.

(7)

Sebagai contoh pasangan IA dan R. Pada dasarnya yang paling berhak menjadi wali nikah pasangan ini adalah wali nasab dari kelompok pertama terlebih dahulu yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas. Ayah R beserta kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas sudah tidak ada (meninggal dunia), kemudian beralih pada kelompok kedua yaitu kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Pada kelompok kedua ini, R tidak memiliki saudara laki-laki kandung, dan R juga tidak mempunyai saudara dari kelompok ketiga yaitu kelompok kerabat paman, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Maka dari itu setelah wali nasab ditelusuri sudah habis semua, maka walinya otomatis berpindah kepada wali hakim.

Hal ini ditetapkan oleh Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo dengan menggunakan dasar hukum PMA Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) dan KHI Pasal 23 ayat (1).

Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa sebab-sebab perpindahan dari wali nasab ke wali hakim, antara lain :

1. Tidak mempunyai wali nasab yang berhak 2. Wali nasabnya tidak memenuhi syarat 3. Wali nasabnya mafqud

4. Wali nasabnya berhalangan hadir 5. Wali nasabnya adhol 6

6

(8)

Kompilasi Hukum Islam Pasal 23 ayat (1) juga menyebutkan sebab-sebab yang senada dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 diatas, hanya berbeda sedikit redaksinya. Yaitu : “Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghoib atau adhol atau enggan.” 7

Menurut pendapat Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo, jika salah seorang calon mempelai wanita tidak mempunyai wali baik dikarenakan wali nasab telah habis atau dikarenakan sebab-sebab tertentu, maka yang berhak menjadi walinya adalah wali hakim. Salah satu dasar hukum adanya wali hakim adalah sebagaimana yang terdapat dalam hadits berikut ini yang berbunyi :

تناق ةشئاع هع

:

مهسو هُهع للها ًهص للها لىسز لاق

يدهاشو ٍنىب لاا حاكولا

هن ًنو لا هم ٍنو ناطهسناف اوسجاشت ناف لدع

Artinya: “Dari Aisyah ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, tidak

sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil. Jika wali-wali itu enggan (berkeberatan) maka hakimlah yang menjadi wali orang yang tidak mempunyai wali.” (HR. Daruqutni)

Kasus yang kedua, yaitu sebab anak yang lahir kurang dari 6 bulan dari pernikahan orang tuanya, kasus seperti ini di KUA Kecamatan Wonopringgo terjadi sebanyak 9 kasus dari 34 kasus yang menggunakan wali hakim.

Seperti kasus yang dialami oleh pasangan RH dan DA, walaupun sebenarnya ayah DA yang bertindak sebagai wali nasab masih ada, pasangan ini menikah dengan wali hakim sebab DA (calon pengantin wanita) adalah anak hasil dari hubungan luar nikah. Menurut penjelasan dari Pegawai Pencatat Nikah jarak

7

(9)

antara pernikahan orang tua DA dengan lahirnya DA hanya 5 bulan 14 hari. Dasar hukum yang dipakai oleh penghulu/kepala KUA Kecamatan Wonopringgo dalam kasus yang kedua (sebab anak yang lahir kurang dari 6 bulan) ini adalah: Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) dan KHI pasal 100.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) yang berbunyi bahwa anak yang dilahirkan diluar pernikahan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,8 sedangkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 menyebutkan bahwa anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.9

Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo dalam menetapkan penggunaan wali hakim ini mempunyai pertimbangan bahwa hal ini sesuai dengan pandangan jumhur ulama’, apabila bayi yang lahir kurang dari 6 bulan sejak masa perkawinan maka anak tersebut tidak dapat dihubungkan kekerabatannya dengan bapaknya meskipun lahir dalam perkawinan yang sah. Dengan demikian fiqih menegaskan bahwa seorang anak supaya dapat dianggap sebagai anak yang sah dari suami ibunya, anak itu harus lahir sekurang-kurangnya 6 bulan sesudah pernikahan atau di dalam tenggang iddah selama 4 bulan 10 hari sesudah perkawinan terputus. Apabila bayi lahir kurang dari 6 bulan sejak masa perkawinan maka anak tersebut tidak dapat dihubungkan kekerabantanya dengan bapaknya meskipun anak tersebut lahir dalam perkawinan yang sah, ia hanya

8 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat (1) 9

(10)

memiliki hubungan nasab dengan ibunya saja.10 Maka dari itu sang bapak tidak berhak menjadi wali nikah anak perempuannya sehingga wali nikahnya adalah wali hakim.

Khusus untuk pelaksanaan perpindahan wali nasab (anak ibu) ke wali hakim ini, KUA Kecamatan Wonopringgo memiliki beberapa kendala seperti ketika penghulu memutuskan harus menggunakan wali hakim, maka penghulu perlu lebih berhati-hati menyampaikan hal ini kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Agar tidak ada pihak yang tersinggung terutama ayah dari calon pengantin putri.11

Kasus yang ketiga, yaitu sebab wali mafqud (tidak diketahui keberadaanya). Kasus seperti ini di KUA Kecamatan Wonopringgo terjadi sebanyak 6 kasus dari 34 kasus yang menggunakan wali hakim.

Sebagaimana contoh pasangan D dan SB. Pada dasarnya yang paling berhak menjadi wali nikah pasangan ini adalah wali nasab dari kelompok pertama terlebih dahulu yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas. Ayah SB beserta kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas sudah tidak ada (meninggal dunia), kemudian beralih pada kelompok kedua yaitu kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Pada kelompok kedua ini, SB tidak memiliki saudara kandung karena anak tunggal. Akan tetapi SB masih mempunyai saudara laki-laki seayah dari ibu yang berbeda

10 Al Syairazi, Al Muhazzab, Juz II (Beirut: Dar al Fikr, tt), hlm. 130 11

Menurut Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo, hal ini perlu diperhatikan sebab ia pernah menikahkan seorang wanita yang lahir dari peristiwa nikah hamil orang tuanya. Keputusan ini ia ambil setelah melakukan pemeriksaan sebelum hari pernikahan. Dari hasil pemeriksaan akhirnya diputuskan bahwa wali nikah calon mempelai putri adalah wali hakim. Pada awalnya sang bapak tidak bisa menerima keputusan tersebut, namun setelah diberi penjelasan akhirnya bisa menerimanya. Wawancara dilakukan pada tanggal 1 Desember 2014.

(11)

yaitu K. Maka dalam pernikahan pasangan D dan SB yang berhak menjadi wali adalah K. Sedangkan K sendiri setelah dicari keberadaannya tidak ada yang mengetahui (mafqud).

Dasar hukum yang dipakai oleh penghulu/kepala KUA Kecamatan Wonopringgo dalam kasus yang ketiga (sebab wali mafqud) ini adalah: PMA Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) dan KHI Pasal 23 ayat (1).

Adapun bunyi Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) adalah: sebab-sebab perpindahan dari wali nasab ke wali hakim antara lain :

1. Tidak mempunyai wali nasab yang berhak 2. Wali nasabnya tidak memenuhi syarat 3. Wali nasabnya mafqud

4. Wali nasabnya berhalangan hadir 5. Wali nasabnya adhol 12

Sedangkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 23 ayat (1) berbunyi : “Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghoib atau adhol atau enggan.” 13

Penetapan penggunaan wali hakim untuk kasus sebab wali mafqud ini menurut Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo bahwa hal ini senada dengan pendapat ulama yang tertera dalam kitab I’anah al Thalibin, yang berbunyi :

12 PMA No.2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) 13

(12)

اره هنىق

:

مكاح هتىمب مكحَ من نا ٍنىنا دقف دىع ٍضاقنا جَوصت هم سكذ ام ٌا

ٍضاقنا اهجوصَ لاو دعبلان ةَلاىنا تهقتوا هب مكح ناف

Artinya: Seseorang dinikahkan pejabat (wali hakim) ketika wali (nasabnya)

mafqud apabila hakim tidak menghukumi walinya meninggal. Jika wali mafqud itu dihukumi meninggal maka kewalian berpindah kepada wali ab’ad (wali nasab yang lebih jauh) dan tidak boleh dinikahnkan oleh pejabat (wali hakim).14

Kasus yang terakhir, yaitu sebab wali adhol (wali enggan/mogok). Kasus seperti ini di KUA Kecamatan Wonopringgo jarang terjadi, terbukti dari 34 kasus yang menggunakan wali hakim hanya terdapat 1 kasus saja.

Yaitu kasus yang dialami oleh pasangan W dan NA, pasangan tersebut melakukan pernikahan dengan wali hakim walaupun sebenarnya wali nasabnya masih ada. Karena faktor tidak direstui oleh walinya (dalam hal ini yang menjadi wali adalah kakak kandung NA karena ayah kandung NA sudah meninggal dunia), sehingga mereka nekat nikah tanpa menggunakan wali nasab. Keadaan inilah yang memaksa kedua pasangan tersebut (W dan NA) untuk melaksanakan pernikahan karena mereka sudah saling mencintai dan sudah hidup bersama dalam satu rumah.

Dasar hukum yang dipakai oleh penghulu/kepala KUA Kecamatan Wonopringgo dalam kasus yang terakhir (sebab wali adhol) ini adalah: PMA Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) dan KHI Pasal 23 ayat (1).

14

Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyati, I’anah al-Thalibin. Juz 3, (Semarang: Thoha Putra), hlm. 362

(13)

Adapun bunyi Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) adalah: sebab-sebab perpindahan dari wali nasab ke wali hakim antara lain :

1. Tidak mempunyai wali nasab yang berhak 2. Wali nasabnya tidak memenuhi syarat 3. Wali nasabnya mafqud

4. Wali nasabnya berhalangan hadir 5. Wali nasabnya adhol 15

Sedangkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 23 ayat (1) berbunyi : “Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghoib atau adhol atau enggan.” 16

Kepala KUA Kecamatan Wonopringgo berpendapat penggunaan kedua dasar hukum tersebut sesuai dengan pendapat ulama’ seperti yang tertera dalam kitab Mughnil Muhtaj, yang berbunyi :

اهجوصت هم عىتما يا اسبجم ىنو بَسقنا بسىنا مضع اذا ناطهسنا جوصَ اركو

امصج دعبلان ةَلاىنا مقتىت لاو مكاحنا ًنا هعفز هئافو هم اىعىتما اذإف

Artinya: “Demikian pula dikawinkan oleh hakim bila wali nasabnya adhol, walaupun dengan paksa/enggan mengawinkannya selanjutnya dikatakan kalau mereka enggan mengawinkannya, maka hakimlah yang mengawinkannya.”17

Begitu juga disebutkan dalam kitab al Muhazzab, yaitu :

15 PMA No.2 Tahun 1987 tentang wali hakim Pasal 2 ayat (1) 16 KHI Pasal 23 ayat (1)

17

Muhammad Khotib Sarbani, Mughnil Muhtaj. (Beirut, Libanon: Dar Kutub al-ilmiyah), hlm.3

(14)

ناطهسنا اهجوش ًنىنا اههضعف ؤفك ًنا ةحىكىمنا تعد ناو

Artinya: “Apabila seorang perempuan yang layak nikah minta dinikahkan dengan laki-laki yang seimbang derajatnya lalu wali nikahnya menolak, maka pemerintahlah yang akan menikahkannya.”18

Meskipun perpindahan wali nasab (karena adhol) ke wali hakim ini terlihat mudah, akan tetapi untuk pelaksanaan perpindahannya terdapat syarat yang harus dipenuhi, seperti sebelum berpindah ke wali hakim, wali nasab yang enggan menikahkan itu harus dibujuk terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil maka baru boleh berpindah menggunakan wali hakim namun dengan catatan harus ada putusan dari Pengadilan Agama setempat.

18 abu ishaq Ibrahim, al-Muhadzab, Juz II. (Beirut, libanon: Dar al Kutub al Ilmiyah,

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa laporan keuangan Bank Jabar Banten Syariah KCP Sumedang terjadi permasalahan selama kurun waktu dua tahun, periode

Secara umum karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya menginginkan penghargaan atas hasil performa kinerja baik yang dilakukannya, memiliki hubungan yang baik dengan rekan

1) Wearpack lama tidak nyaman saat digunakan. Sebanyak 26% operator mengatakan bahwa wearpack nyaman digunakan, 33% operator mengatakan biasa-biasa saja dan 41% operator

Peneliti sungguh bersyukur bahwa pada akhirnya skripsi yang berjudul Asertivitas remaja akhir ditinjau dari Jenis Kelamin pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKWMS yang Berasal

tersebut, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DKI Jakarta memiliki khasanah arsip dalam wujud dan bentuk media rekam yang beragam, salah satunya adalah arsip foto, dalam rangka

Pada mulanya yang bisa bermukim di tanah magersari haruslah seorang abdi dalem yang karena jasanya diperbolehkan untuk menempati sultan ground yang belum di

Permasalahan permukiman penduduk perkotaan, dengan demikian harus dipecahkan dengan melibatkan penduduk setempat, pemerintahan kota, kelompok-kelompok interest, dengan

bahwa berdasarkan pada ketentuan Pasal 285 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan sesuai Surat Komisi Pemilihan Umum Republik