• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

532

ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK “SUKAMAJU II” DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI,

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN)

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Mei 2014 melibatkan Kelompok Tani Ternak Sukamaju II. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kelayakan usaha penggemukan sapi betina PO afkir. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi pendapatan usahatani dan rasio R/C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis keuntungan, usaha penggemukan sapi betina PO afkir selama 4 bulan mendapat keuntungan sebesar Rp. 10.160.000 sedangkan rasio R/C menunjukkan angka 1,05. Hal ini berarti usaha ini layak untuk diusahakan oleh peternak. Namun disarankan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan sapi betina afkir agar diperoleh berat badan yang maksimal sehingga nilai jual sapi juga meningkat.

Kata kunci: analisis usaha, sapi betina afkir, sapi Peranakan Ongole.

ABSTRACT

The study was conducted at Purwodadi Village, District of Tanjung Sari, South Lampung in May 2014 involving Livestock Farmers Group “Sukamaju II”, aimed to analyze the feasibility of fattening culled PO cows. Data were collected and analyzed include farm income and the R/C. The results showed that based on profit analysis, the fattening of culled PO cows for four months provide benefits of IDR 10.16 million and the R/C indicates the ratio of 1.05. This means that the fattening of culled cows is feasible to be developed by farmers. However it is advisable to farmers to improve the fattening management of culled cows in order to obtain maximum weight and selling price.

Keywords: analysis of farming, culled cows, Ongole Cross cow

PENDAHULUAN

Peningkatan populasi penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya protein bagi pertumbuhan dan kesehatan, menyebabkan permintaaan produk peternakan terutama daging dan susu untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Usaha peternakan merupakan jawaban dari tuntutan kebutuhan tersebut. Salah satu

(2)

533

produk peternakan yang telah lama dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani adalah daging sapi.

Sapi potong berpotensi besar dalam penyediaan protein hewani secara nasional. Ditinjau dari jumlah populasi ternak sapi di Indonesia, pada tahun 2013 angka sementara sebesar 16.607.000 ekor, dengan jumlah pemotongan yang dilaporkan sebanyak 1.421.319 ekor dan produksi daging sebesar 545.621 ton (BPS RI, 2014). Untuk Provinsi Lampung, populasi ternak sapi tahun 2012 sebesar 778.050 ekor dengan produksi daging sebesar 9.226 ton. Kabupaten dengan populasi sapi tiga terbesar terdapat di Kabupaten Lampung Tengah (294.430 ekor), kemudian di Kabupaten Lampung Timur (159.779 ekor) dan Lampung Selatan (116.954 ekor) (BPS Provinsi Lampung, 2013).

Kebutuhan daging sapi meningkat dari tahun ke tahun, demikian pula impor terus bertambah dengan laju yang makin tinggi, baik impor daging maupun sapi bakalan. Indonesia merupakan negara importir produk peternakan, termasuk daging sapi. Kondisi demikian menuntut para pemangku kepentingan (stakeholders) menetapkan suatu strategi pengembangan peternakan sapi potong nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor, dan secara bertahap mampu berswasembada dalam menyediakan kebutuhan daging nasional.

Salah satu ternak potong yang berpotensi untuk dioptimalkan pengembangannya adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO sudah banyak dikembangkan dan dikenal oleh petani ternak di pedesaan, merupakan sapi tipe kerja yang baik, dapat bertahan hidup dengan pemberian pakan sederhana, cocok dikembangkan di daerah tropis, serta mampu merespon dengan baik pada pemberian pakan berkualitas untuk menghasilkan karkas yang baik.

Saat ini sapi PO murni mulai sulit ditemukan. Untuk mendukung pemurnian sapi PO, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan membentuk UPT Balai Pembibitan Sapi Peranakan Ongole (UPT BPSPO) yang berlokasi di Desa Wawasan, Kecamatan Tanjung Sari sebagai pusat pertumbuhan dan kecamatan lainnya sebagai wilayah pengembangan. Dari hasil seleksi proses pemurnian ini akan diperoleh betina afkir yang jumlahnya cukup banyak. Menurut Anonim (2012), pengafkiran adalah proses pengeluaran ternak yang tidak memenuhi persyaratan teknis sesuai standar yang berlaku. Kriteria

(3)

534

yang dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan afkir meliputi berbagai aspek antara lain umur, pertimbangan kesehatan hewan dan reproduksi, produksi serta kondisi fisik. Betina afkir ini bila dipelihara terus menerus tanpa menghasilkan pedet tentu akan menimbulkan kerugian bagi peternak. Salah satu kelompok tani ternak yang berada di Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan berinisiatif untuk melakukan suatu usaha penggemukan sapi betina PO afkir pada kandang milik kelompok. Akan tetapi kelayakan dari usaha penggemukan ini belum dianalisa. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kelayakan usaha penggemukan sapi betina PO afkir di Kabupaten Lampung Selatan.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Mei 2014 di Kelompok Tani Ternak Sukamaju II. Sistem pemeliharaan sapi PO di Kecamatan Tanjung Sari yang dilakukan oleh kelompok yaitu sapi kereman (ternak sapi dikandangkan selama pemeliharaan).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada responden dan pengamatan lapangan untuk mendapatkan data primer mengenai jumlah ternak sapi, biaya modal dan biaya pemeliharaan ternak, sedangkan data sekunder diperoleh melalui instansi terkait. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknis analisis Revenue

Cost Ratio (R/C Ratio), dengan rumus sebagai berikut:

R/C ratio = Total output Total input dengan kriteria:

1. Jika R/C >1 kegiatan usahatani menguntungkan dan layak dilaksanakan. 2. Jika R/C <1 kegiatan usahatani tidak efisien dan tidak layak diusahakan. 3. R/C=1 kegiatan usahatani berada pada kondisi impas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dimasa depan. Hal ini terbukti dengan semakin banyak

(4)

535

diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil, menengah maupun swasta atau komersial. Penggemukan sapi pada dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan input pakan serta sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang ekonomis.

Hasil analisis usaha penggemukan sapi betina PO afkir yang dilakukan oleh Kelompok Tani Ternak Sukamaju II, Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Total biaya yang dikeluarkan oleh peternak selama 1 periode penggemukan (4 bulan) sebesar Rp. 205.580.000. Pengeluaran terbesar adalah untuk pembelian sapi betina afkir yang rata-rata berharga Rp.10.000.000/ekor. Untuk pakan rata-rata dikeluarkan biaya sebesar Rp.250.000/ekor/bulan sedangkan tenaga kerja diberikan kepada satu orang dengan biaya Rp. 1.000.000/bulan yang bertugas untuk memberi pakan dan minum, membersihkan kandang dan lainnya terkait dengan pemeliharaan ternak. Untuk biaya penyusutan kandang dan peralatannya, diasumsikan bahwa penyusutannya sebesar 20% per tahun dari total biaya pembuatan kandang dan pembelian peralatan kandang sehingga penyusutan untuk satu periode penggemukan 4 bulan menjadi sebesar 7%.

Tabel 1. Analisis usaha penggemukan sapi betina PO afkir pada kelompok tani ternak Sukamaju II, Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan selama 4 bulan periode penggemukan

Uraian Jumlah Biaya (Rp)

A. INPUT

1. Biaya tidak tetap:

- Pembelian sapi betina afkir (18 ekor) 180.000.000

- Obat-obatan 480.000

- Pakan 18.000.000

- Biaya tenaga kerja (memberi makan sapi,

membersihkan kandang dll) 4.000.000

2. Biaya Tetap

- Penyusutan kandang dan peralatan 3.100.000

Total Input 205.580.000

B. OUTPUT

- Penjualan sapi 213.580.000

- Penjualan kotoran sapi 2.160.000

Total Output 215.740.000

C. Pendapatan 10.160.000

(5)

536

Dari Tabel 1 terlihat bahwa total penerimaan yang diperoleh selama 1 periode penggemukan sebesar Rp. 215.740.000,- yang berasal dari penjualan 18 ekor sapi betina PO afkir yang telah digemukkan dan penjualan kotoran sapi. Pendapatan/keuntungan yang diperoleh oleh kelompok tani ternak Sukamaju II sebesar Rp. 10.160.000.- Hasil analisis menunjukkan bahwa secara finansial usaha penggemukan sapi betina PO afkir masih layak untuk diusahakan karena nilai R/C>1. Ini berarti bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk usaha penggemukan sapi betina PO afkir memperoleh pendapatan sebesar Rp 1,05. Keuntungan yang tidak begitu besar yang diterima oleh peternak ini dikarenakan sapi yang digunakan sebagai bakalan pada awal penggemukan adalah sapi betina afkir yang pertumbuhannya tidak sebaik sapi muda dan sapi jantan karena laju pertumbuhan dan penimbunan daging sapi jantan lebih cepat dari sapi betina. Umur sapi betina afkir yang digemukkan rata-rata diatas 5 tahun dengan berat badan awal penggemukan yang rendah dan tidak seragam. Selain itu usaha ini baru pertama kali dilakukan oleh peternak sehingga belum berpengalaman dalam mengelolanya. Peternak pada umumnya hanya membudi-dayakan/pembibitkan sapi dengan cara tradisional dengan pakan seadanya. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Tomaszewska et al. (1993) yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik.

Selain itu, harga jual sapi betina lebih rendah dari pada sapi jantan. Hasil wawancara dengan peternak menunjukkan bahwa pembeli memberi harga yang lebih rendah pada sapi betina dikarenakan karkas yang dihasilkan oleh sapi betina lebih sedikit dari sapi jantan karena proporsi organ reproduksi betina yang cukup besar dan kandungan lemak yang cukup tinggi. Syafrial et al. (2007) menyatakan bahwa beberapa faktor yang sangat mempengaruhi sistem penggemukan pada ternak sapi adalah teknik pemberian pakan/ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan, serta lama penggemukan.

Lebih lanjut Syafrial et al. (2007) menambahkan bahwa untuk pemberian pakan pada sapi penggemukan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan ternak, baik dari segi kuantitas maupun nilai gizinya. Pakan hijauan sebaiknya diberikan pada sapi sebanyak 10–12% dan pakan konsentrat sebanyak 1–2% dari bobot badan ternak. Pada usaha penggemukan ini, peternak memberikan

(6)

537

konsentrat yang dibuat sendiri oleh kelompok peternak dengan rata-rata pemberian sebanyak 27 kg/ekor/hari sedangkan hijauan baik berupa rumput maupun leguminosa tidak diberikan pada ternak sapi. Bahan pakan yang digunakan pada pembuatan ransum sapi untuk kebutuhan selama 10-13 hari sebagai berikut: kulit singkong 15 kg, onggok 840 kg, kulit kopi 100 kg, tumpi jagung 180 kg, bungkil sawit 120 kg, mineral 3 kg, molases 20 kg, urea 2 kg, garam dapur 5 kg dan premix 2 kg.

Perbaikan manajemen pemeliharaan sapi, baik dari segi pemberian pakan dan kebersihan kandang sebaiknya lebih diperhatikan dan ditingkatkan oleh peternak sehingga akan diperoleh sapi dengan bobot badan yang maksimal dan nilai jualnya juga menjadi meningkat.

KESIMPULAN

Penggemukan sapi betina PO afkir di Desa Purwodadi, Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan dari segi ekonomi layak untuk diusahakan dengan R/C sebesar 1,05. Namun disarankan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan sapi betina afkir agar diperoleh berat badan yang maksimal sehingga nilai jual sapi juga meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2012. Pembibitan. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah. http://117.121.205.200/?page_id=13.

Badan Pusat Statistik (BPS) RI. 2014. http://www.bps.go.id/tab_ sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=12.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. Lampung Dalam Angka 2013. Bandar Lampung.

Syafrial, E. Susilawati, dan Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan

Penggemukan Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Tomaszewska, M. W., J. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surabaya. Sebelas Maret University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat lainnya dikemukakan Wina Sanjaya, pembelajaran jigsaw adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai

beralamat dijl. Panglima Sudirman no. Apotek ini dipilih karena dalam pencatatan penyediaan barang dan obat-obatan masih dilakukan secara manual dan pengadaan yang tidak

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesiab. Tahun 2OO4 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan selama tiga siklus, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan kemampuan

Rendahnya nilai hasil belajar IPA siswa kelas IV yang terjadi dikarenakan beberapa faktor penyebab, antara lain: (1) Siswa kurang berpartisipasi dan lebih banyak diam

Dari seluruh proses pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo dari tahun 2010 sampai dengan 2015, secara umum telah dicapai

Pada kategori penerapan SOP didapatkan hasil perhitungan persentase sebesar 84,3% artinya sebagian besar karyawan sudah menerapkan SOP yang diberikan

Berdasarkan pada tujuan penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) tidak ada kontribusi