• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Program TB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Program TB"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis menyebabkan 5000 kematian per hari, atau hampir 2 juta kematian per tahun di seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan penyebab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena TB berhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per tahun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan dengan komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009a).

Sepertiga dari populasi total dunia (sekitar 2 milyar orang) terinfeksi TB. Karena daya tahan tubuh, hanya 10% dari orang yang terinfeksi TB akan menjadi sakit dengan tanda dan gejala TB aktif di perjalanan hidupnya. Setiap kasus TB merupakan faktor risiko penyakit TB karena jika tidak diobati dengan tepat, setiap kasus TB aktif menginfeksi 10 hingga 15 orang setiap tahun. Orang dengan HIV memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami TB aktif karena kerusakan sistem imunitas (WHO, 2009a)

Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada 2007 (WHO, 2009a). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY) WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia, dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID, 2008).

(2)

1.2 Tujuan

 Menemukan penyebab utama rendahnya cakupan penemuan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam.

 Menemukan upaya pemecahan masalah dan alternatif pemecahan masalah agar cakupan penemuan suspek TB dan BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam dapat mencapai target yang ditetapkan Puskesmas Tanah Garam.

Menyusun Plan of Action dalam upaya peningkatan penjaringan pasien baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan Suspek tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam.

1.3 Manfaat

Plan of Action diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak Puskesmas dalam melaksanakan upaya peningkatan penemuan pasien baru suspect tuberculosis dan BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam.

Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisa permasalahan dan memberikan solusi pada permasalahan yang ditemui di Puskesmas Tanah Garam.

1.4 Ruang Lingkup

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberculosis

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).

2.2 Epidemiologi Tuberculosis

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis.

Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberculosis pada tahun 2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab

(4)

laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orangpenderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.

2.3 Etiologi Tuberculosis

Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).

2.4 Patogenesis

(5)

2.5 Gejala Tuberculosis Gejala sistemik/umum:

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul

 Penurunan nafsu makan dan berat badan

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah Gejala khusus:

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.

 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

(6)

2.6 Cara dan Resiko Penularan Cara penularan

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko penularan

 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

 ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

 Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

(7)

Gambar 2. Skema faktor resiko kejadian TB Risiko menjadi sakit TB

 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

 HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

(8)

 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

 o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular 2.7 Diagnosis Tuberkulosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. * Pemeriksaan fisik.

* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). * Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

* Rontgen dada (thorax photo). * Uji tuberkulin.

Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Tabel. 1 Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB pada anak

(9)

Catatan :

• Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

• Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

• Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

• Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan.

• Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak • Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari

(10)

• Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

• Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

• S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. • S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

(11)

Gambar 3. Skema alur diagnosis TB Paru Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).

(12)

• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Diagnosis TB Ekstra Paru

• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening TB”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:

(13)

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

2.8 Klasifikasi Tuberkulosis

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;

3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.

2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:

1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi

(14)

2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 3. Mengurangi efek samping

A . Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

(15)

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:

• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

(16)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

2.9 Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: • Rifampisin

• INH

• Pirazinamid • Streptomisin • Etambutol

(17)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) • Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat • Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT

• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu Dosis intermiten 600 mg / kali

• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali • Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu

• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali • Streptomisin:15mg/kgBB atau • Kombinasi dosis tetap

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, Penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.

(18)

Tabel 3. Efek samping berat dari OAT

Panduan Anti Tuberculosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat

(19)

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

 TB Paru (kasus baru), BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal b. TB di luar paru kasus ringan

• TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduanobat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB) • TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 – 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.

 Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)

(20)

 Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

 Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru TB Paru kasus lalai berobat

 Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual

- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan OAT STOP

2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

TB Paru kasus kronik

 Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid

 Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

 Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

 Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

(21)

Gambar 4. Penatalaksanaan TB Paru 2.10 Upaya Pengendalian Tuberculosis

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu :

1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya

3. Pengobatan yang standar, dengan supervise dan dukungan bagi pasien

4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif

5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

2.11 Tujuan dan Target Tujuan

(22)

Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan drajat kesehatan masyarakat.

Target

Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB/100.000 penduduk dari 235 menjadi 224, persentasi kasus baru TB Paru (BTA Positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90% dan persentasi kasus baru TB paru ( BTA Positif yang disembuhkan dari 85% menjadi 88%. Keberhasilan yang dicapai pada RPJMN 2010-2014 akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.

Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan disesuaikan dengan target pada RPJMN II dan harus disinkronkan dengan target GLOBAL TB Strategy Pasca 2015 dan Target SDGs (Sustainable Development Goals). Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2% pertahun menjadi 3-4% pertahun dan penurunan angka mortalitas lebih dari 4-5% pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015.

2.12 Kegiatan Pengendalian TB di Indonesia 1. Tatalaksana TB Paripurna

a. Promosi tuberculosis b. Pencegahan tuberculosis c. Penemuan pasien tuberculosis d. Pengobatan pasien tuberculosis e. Rehabilitasi pasien tuberculosis

2. Manajemen Program TB

(23)

b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian tuberculosis c. Pengelolaan logistic program pengendalian tuberculosis

d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian tuberculosis e. Promosi program pengendalian tuberculosis

3. Pengendalian TB Komprehensif

a. Penguatan layanan laboratorium tuberculosis b. Public – Private Mix Tuberculosis

c. Kelompok rentan : pasien DM, Ibu hamil, Gizi buruk d. Kolaborasi TB-HIV

e. TB anak

f. Pemberdayaan masyarakat dan pasien TB

g. pendekatan praktis pendekatan paru (Praticle Aproach to Lug Health = PAL)

h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) i. Penelitian tuberculosis

(24)

3.1 Puskesmas Tanah Garam a. Profil Puskesmas

Puskesmas Tanah Garam berdiri tahun 1975, terletak di Kelurahan VI Suku, Kec. Lubuk Sikarah. Rencana pembangunan awal Puskesmas Tanah Garam adalah dikelurahan Tanah Garam, namun adanya tanah hibah dari masyarakat kelurahan VI suku, maka di bangunlah Puskesmas di Kelurahan VI suku, tetapi nama tetap Puskesmas Tanah Garam. Puskesmas Tanah Garam dibangun dengan luas tanah 1010 m2.

Topografi Kota Solok, yaitu sungai batang lembang, sungai batang gawan dan sungai batang air binguang. Suhu udara berkisar dari 26,10C sampai 28,90C. Dilihat dari jenis tanah 21,76% tanah di Kota Solok merupakan tanah sawah dan sisanya 78,24% berupa tanah kering.

Hasil registrasi penduduk Kota Solok tahun 2008 tercatat sebanyak 59.172 jiwa, terdiri atas 28.989 laki – laki dan 30.173 perempuan, dengan sex ratio sebesar 0,96. Ini berarti setiap 1.000 perempuan berbanding 960 laki-laki. Dengan luas wilayah 5.764 km2, kepadatan penduduk Kota Solok adalah sebanyak 1.026 jiwa/km2. Kecamatan Tanjung Harapan adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 1.223 jiwa/km2.

Batas wilayah Puskesmas Tanah Garam adalah Utara Kecamatan Nagari Tanjuang Bingkuang, Aripan dan Kuncir Kabupaten Solok. Untuk tingkat pendidikan yang paling besar adalah Universitas 9,68%, SLTA 33,64%, SLTP 18,94% dan tamat SD/MI 15,78%, namun masih ada 16,68% penduduk tidak/ belum tamat SD.

Sementara itu, penduduk Kota Solok dihuni oleh suku Minang, Jawa, Batak, tetapi yang lebih dominan adalah suku Minang.Upacara- upacara keagamaan di Kota Solok masih ada, seperti acara tolak bala, adat dalam kematian, upacara adat perkawinan Solok.

(25)

b. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam

Gambar 5. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam c. Visi dan Misi Puskesmas

1. Visi

Terwujudnya Puskesmas Tanah Garam yang informatif dengan pelayanan pada masyarakat secara profesional dan bermutu di bidang pelayanan kesehatan dasar dalam rangka menuju Puskesmas terbaik di Indonesia tahun 2020.

2. Misi

1. Memperlancar kegiatan proses pelayanan kesehatan dasar yang bermutu bagi perorangan (Private Goods) serta pelayanan kesehatan masyarakat (Public Goods)

2. Meningkatkan efektivitas dan effesiensi proses layanan kesehatan dasar di Puskesmas melalui perbaikan yang berkesinambungan

(26)

3. Memastikan akurasi data pasien dan pelanggan melalui sistem pendokumentasian yang di validasi dan abdating data

4. Menghasilkan produk-produk layanan kesehatan dasar yang berinovasi.

5. Mensosialisasikan tentang kegiatan layanan kesehatan prima dan kepuasan pelanggan

6. Meningkatkan pemberdayaan potensi dan sumber daya organisasi 7. Merencanakan dan melaksanakan setiap program dengan bersumber pada evidence base (data berdasarkan fakta)

d. Sarana dan Prasarana serta Keadaan Tenaga Fasilitas Puskesmas

a. Gedung Puskesmas

1 buah gedung Puskesmas Tanah Garam yang terletak di kelurahan VI Suku Kec.Lubuk Sikarah, Kota Solok.

b. Puskesmas Pembantu dan Poskeskel

Puskesmas Tanah Garam mempunyai 5 Puskesmas Pembantu dan 3 Poskeskel yaitu :

1) Pustu Payo

2) Pustu Bandar Pandung 3) Pustu Gurun Bagan 4) Pustu Sawah Piai 5) Pustu Bancah

6) Poskeskel Tanah Garam 7) Poskeskel Gurun Bagan 8) Poskeskel Sinapa Piliang

c. Transportasi Puskesmas Tanah Garam berupa : 1) Kendaraan roda 4 : 2 unit

2) Kendaraan roda 2 : 21 unit d. Keadaan Tenaga Puskesmas

Tabel 4. Tenaga kerja Puskesmas Tanah Garam

No. JENIS TENAGA JUMLAH KETERANGAN

1 S2 Kesehatan Masyarakat 1

2 Dokter Umum 5

3 Dokter Gigi 1

4 Sarjana Kesehatan Masyarakat 3

(27)

6 Dokter Spesialis Anak 1 7 D3 Bidan 22 8 D3 Kesling 1 9 D3 Gizi 3 10 D3 Labor 2 11 D3 Gigi 1 12 D3 Apikes 1 13 D3 Refraksi 1 14 D3 Fisioterapi 2 15 D3 Atem 1 16 D1 Kebidanan 5 17 Perawat SPK 2 18 Perawat Gigi 1 19 Asisten Apoteker 2 20 Analis Labor 1 21 SMF 2 22 D3 Perawat 19 23 Sopir 3

24 Petugas Jaga Malam 2

25 Kebersihan 3

26 Apoteker 1

JUMLAH 89

e. Sarana Pendukung di Luar Puskesmas 1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja puskesmas adalah ( PAUD, 4 taman kanak-kanak, 2 SLB Autis, 13 Sekolah Dasar, 3 SLTP/MTsN, 4 SMU/SMK, 1 Akper.

2. Sarana Kesehatan

Data Sarana dan Prasarana KesehatanDi Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2015

 Rekam Medik  Poli Umum  Poli Gigi  UGD 24 jam  Laboratorium Klinik  Farmasi

(28)

 Klinik Sanitasi

 Klinik TB, VCT dan IMS  Poli Ibu

 Poli Anak  Poli KB  PolI Imunisasi  Klinik PKPR

 Klinik Tumbuh Kembang  Rawatan Ibu dan Anak  Rawatan Dewasa

f. Sasaran

1. Data Kependudukan

Jumlah Penduduk : 21942 orang Jumlah Bulin : 415 orang Jumlah Buteki : 396 orang Jumlah Bayi : 4383 orang Jumlah Anak Balita : 1206 orang Jumlah PUS : 3628 pasangan Jumlah Bumil : 458 orang

Jumlah WUS : 5114 orang

Jumlah Anak Remaja Sekolah: 3444 orang 2. Peran Serta Masyarakat

Jumlah Posyandu : 23 buah Jumlah Kader Posyandu : 92 orang Jumlah TOGA : 3 kelurahan

Jumlah POD : -

Jumlah Posyandu Lansia : 9 buah Jumlah Kelompok Dana Sehat: -

Jumlah UKK :

(29)

3.2 Program Kerja Puskesmas Tanah Garam

Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas Tanah Garam terdapat 2 program puskesmas yaitu program wajib dan program pengembangan, dimana pencapaian target pada masing-masing program wajib di tahun 2014 adalah:

1. KIA dan KB

Kegiatan Program Kesehatan Ibu : a. Kelas Ibu Hamil

b. Pelayanan ANC

c. Kunjungan Bumil Resti d. Kunjungan Nifas

e. Pemantauan Stiker P4K/ANC Berkwalitas f. otopsi verbal

g. Pembinaan BPS h. Pembinaan GSI

Kegiatan Program Kesehatan Anak a. DDTK

b. Kelas Ibu Balita

c. Kunjungan rumah balita bermasalah d. LBI

Keluarga Berencana Kegiatan :

1. Pelayanan dan konseling

2. Penanganan komplikasi ringan Tabel 5. Target pencapaian program KIA

N O Progra m Kegiatan Pencapaian (%) Target (%) 1 KIA K 1 72 95

(30)

K4 51 94

Persaalinan oleh Nakes 54 90

Kunjungan Nifas 53 89

Deteksi resti Ibu Hamil oleh Nakes

31 20

Deteksi resti Ibu hamil oleh masyarakat

1 20

Kematian ibu hamil atau bersalin atau nifas

1 -2 Anak Jumlah KN 1 51 90 Jumlah KN Lengkap 48 88 DDTK 4 kali/tahun 51 90 Pelayanan bayi 51 87 DDTK 2 kali/tahun 48 90

Yankes anak balita 87,98 83

Jumlah kematian neonatus 2

-Jumlah kematian bayi 3

-Jumlah kematian balita -

-PWS KB Tabel 6. PWS KB NO Keluraha n Jumla h PUS

Peserta KB baru Peserta KB Aktif Bl n lal u Bl n ini Kum Bln lalu Bln ini Kum Jml % Jml % 1. Tn.Gara m 2475 12 8 114 4,6 % 1.752 1750 1.750 70,7 2. VI Suku 968 4 4 90 9,2 689 686 686 70,8 3. Sinapa Piliang 227 0 1 7 3,0 161 162 162 71,3 Total 3670 16 13 211 5,7 2.602 2598 2598 70,7 2.Gizi Masyarakat Kegiatan :

(31)

b. Pengukuran Status Gizi Murid TK/PAUD c. Pengukuran Status Gizi Siswa SLTP & SLTA

d. Pemantauan Status Gizi Sekolah yg mendapat PMT-AS

e. Kunjungan rumah Balita Gizi kurang dan buruk serta Bumil KEK f. Pemantauan Posyandu

g. Pemberian PMT Pemulihan h. TFC

i. Pengambilan sampel garam RT untuk Survey GAKY j. Kelas Gizi

Kegiatan rutin seperti : - Pemberian vit A - Pemberian tablet Fe

- Pemantauan pertumbuhan balita

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 49.7 84.1 50.4 43.4 45.1 52.3 49.3 37.2 76.3 44.5 49.2 33.3 48.5 50.6 61.2 55.8 54.4 43.5 49.7 47.6 35.4 46.6 79.7 48.9 45.2 41.8 50.8 48.8 Tanah Garam VI Suku Sinapa Piliang puskesmas

Gambar 6. Cakupan D/S bulan Januari s/d Juli 2015 3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

(32)

Program Imunisasi Program P2P Program P2PM a. Pelayanan Imunisasi b. BIAS c. TT WUS d. Sweeping e. Pelacakan KIPI a. Sosialisasi P2P dan Surveilans b. Survey dan Pemetaan wilayah TB c. Penyegaran Kader TB d. Penyuluhan HIV – AIDS,IMS & TB untuk pemuda e. Survey Epidemiologi f. PTM g. Posbindu Kegiatan Program TB a. Pelacakan Kasus Kontak b. PMO Program Rabies a. Pelacakan Kasus DBD :

 Sosialisasi DBD

 Pemantauan Jentik

 PE

Pneumonia : penemuan dan penanganan kasus

Kusta : penemuan dan penanganan kasus

HIV/AIDS & IMS:Penjaringan

Hasil Kegiatan

Tabel 8. Hasil kegiatan program P2M

No Program Kegiatan Pencapaian Target (%)

1. P2M Penemuan Kasus BTA (+) 8 80

Angka bebas jentik (ABJ) 83,7 95

Penemuan kasus Pneumonia 15 75

Pengobatan Diare 100 100

Penangan Kasus DBD 100 100

Jumlah Kasus DBD 17

-Penemuan Kasus Kusta -

-Rabies : Kasus Gigitan 28

-Pemberian VAR/SAR 18/-

-IVA :Diperiksa hasil (+) 44

-HIV/AIDS - -Kunjungan 262 -HIV (+) 1 -14. Imunisas i Imunisasi Lengkap 94,5 85 HB O 175 org BCG 61,4 % 9

(33)

Pol 1 61,4 % 95 DPT + Hb+HiB 1 62,1 % 90 Polio 2 62,3% 90 DPT –HB- HiB 2 60% 90 Polio 3 60% DPT – Hb – HiB 3 59,3% -Polio 4 59,3% -Campak 58,2%

-Campak (booster) 76 org

DPT – HB – HiB (booster) 147 org 4.Kesehatan Lingkungan

Kegiatan :

- Inspeksi sanitasi dasar - Rumah sehat

- Pemeriksaan TTU-TPM - STBM

- Pengelolaan sampah RT

- Pembinaan dan Pengawasan kwalitas air - Penyuluhan Hygiene sanitasi ke sekolah - Penyuluhan kawasan sehat

Hasil Kegiatan

Tabel 9. Hasil kegiatan program kesehatan lingkungan

No Program TG VI SUKU SNP Pencapaian Target (%) 1 Akses Air Bersih 100 100 100 100 100 2 Jamban Keluarga 67,91 85,75 100 84,6 100 3 Pengel. Limbah 57,16 56,92 57,69 57,12 100 4 Pengel. Sampah 57,86 55,19 52,56 56,53 100 5 Rumah Sehat 69,55 80,98 83.65 74,55 95 6 TTU - - - 100 80 7 TPM - - - 86,67 85

(34)

5.Promosi Kesehatan Kegiatan ;

a. Penyuluhan ke Sekolah b. Penyuluhan di Posyandu c. Penyuluhan Keliling

d. Pembinaan Kelurahan model PHBS e. KTR

f. Pelaksanaan kegiatan Kelurahan Siaga 6. Program Pengembangan

Tabel 10. Program Pengembangan No Program

1 UKS

 Skrining murid kelas 1

 SD/SLTP/SLTA

 Pembinaan Sekolah Sehat

 Pelatihan Dokter Kecil/KaderKesehatan

2. Perkesmas

Asuhan keperawatan pada keluarga

 Kunjungan rumah KK Resti

3 Kesehatan Jiwa

 penemuan dini dan penanganan kasus jiwa

 rujukan kasus jiwa

4 Kesehatan Indra Mata &Telinga

 penemuan dan penangan kasus

 rujukan

(35)

 pelayanan di dalam dan luar gedung

 pembinaan kelompok Lansia

 Senam lansia

 Penyuluhan Kesehatan Lansia

 Deteksi Dini Kesehatan Lansia

6. PKPR

 Pelatihan kader PKPR

 Penyuluhan & konsultasi ke sekolah

 Konsultasi bagi remaja 7. Kesehatan Gigi % Mulut

 Dalam Gedung :

 Pelayanan kedaruratan Gigi

 Pelayanan Kesehatan Gigi dan mulut dasar

 Pelayanan medik gigi dasar  Luar Gedung :

 UKGS

 UKGM

3.3 Program Tuberculosis

Data program tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di :

a. Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan

UPK (puskesmas, Rumah sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir

 Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiks dahak SPS (TB.06)

 Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)

 Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)

 Kartu identitas pasien TB (TB.02)

 Register TB UPK (TB.03 UPK)

(36)

 Register laboratorium TB (TB.04)

Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TB dapat disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia. b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut :

 Register TB kabupaten (TB.03)

 Laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB (TB.07)

 Laporan Triwulan hasil pengobatan (TB.08)

 Laporan Triwulan hasil konversi dahak akhir tahap intensif (TB.11)

 Formulir pemeriksaan sediaan untuk uji silang dan analisis hasil uji silang kabupaten ( TB.12)

 Laporan OAT (TB.13)

 Data situasi ketenagaan program TB

 Data situasi public-private mix (PPM) dalam pelayan TB c. Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi

Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut :

 Rekapitulasi penemuan dan pengobatan pasien TB per kabupaten/kota

 Rekapitulasi hasil pengobatan per kabupaten/kota

 Rekapitulasi hasil konversi dahak per kabupaten/kota

 Rekapitulasi analisis hasil uji silang propinsi per kabupaten/kota

 Rekapitulasi laporan OAT per kabupateb/kota

 Rekapitulasi data situasi ketenagaan program TB

 Rekapitulasi data situasi Public-Private Mix (PPM) dalam pelayanan TB Indikator Program TB

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara nasional ada 2 yaitu :

a. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Perkiraan jumlah

(37)

pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk.Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 80%.

b. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR). No Indikator Sumber

data

Periode Pemanfaatan indikator PK Kab/kota Propinsi Pusat

1 2 3 4 5 6 7 8 1 Proporsi suspek diperiksa TB-06 Bulanan 2 Proporsi penderita TBC paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya TB-06 Bulanan 3 Proporsi penderita TBC paru BTA positif diantara seluruh penderita TBC paru TB-01 TB-03 TB-07 Triwulan 4 Angka konversi TB-01 TB-03 TB-11 Triwulan 5 Angka kesembuha TB-01 TB-03 Triwulan

(38)

6 Error rate TB-12 Triwulan 7 Case Notification rate TB-07 Data kependudu kan Tahunan 8 Case Detection Rate TB-07 Data perkiraan jumlah penderita baru Tahunan

Tabel 11. Indikator yang dapat digunakan di berbagai tingkatan Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut di atas, yaitu:

1. Angka penjaringan suspek

Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

Rumus : perkiraanjumla h suspekyangadajumla h suspekyangdiperiksa x 100

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB.06). UPK yang tidak mempunyai wilayah kerja, misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini sulit dianalisa, indikator ini tidak dapat dihitung

2. Proporsi penderita BTA positif diantara suspek

Proporsi penderita BTA positif diantara suspek adalah Persentase penderita yang ditemukan BTA positif diantara seluruh suspek yang diperiksa sputumnya. Angka ini menggambarkan proses penemuan sampai diagnosis penderita, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek

(39)

Rumus : jumlah seluru h suspekyangdiperiksajumlah penderitaBTApositif x 100

Biasanya ditemukan angka sekitar 10%.Bila angka ini terlalu kecil, misalnya 3%, mungkin disebabkan karena penjaringan suspek terlalu longgar.Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium.

Bila angka ini terlalu besar, misalnya 30%, mungkin disebabkan penjaringan/kriteria suspek terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (false positive terlalu tinggi).Keadaan ini bisa menyebabkan banyaknya penderita yang tidak terdeteksi atau lolos.

3. Proporsi penderita TBC paru BTA positif diantara semua penderita TBC paru tercatat

Proporsi penderita TBC paru BTA positif diantara semua penderita TBC paru adalah Persentase penderita TBC paru BTA positif diantara semua penderita TBC paru tercatat

Indikator ini menggambarkan kegiatan penemuan penderita TBC yang menular diantara seluruh penderita TBC paru yang diobati

Rumus:

jumla h p enderitaTBBTApositif (baru+kambu h)

jumlah penderitaTBBTApositif (baru+kambuh)+ jumlah penderitaTBBTAnegatif x 100 Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih

rendah, itu berarti kualitas diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan penderita yang menular (penderita BTA positif)

4. Angka Konversi ( Conversion Rate)

Angka konversi adalah persentase penderita TBC paru BTA positif yang mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif.

Angka konversi dihitung tesendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe penderita, BTA positif baru dengan pengobatan kategori-1, atau BTA positif

(40)

pengobatan ulang dengan kategori-2.Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat kecendrungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

Contoh perhitungan untuk penderita baru BTA positif :

Rumus : jumlah penderitabaruBTApositifyangdikonversijumla h penderitabaruBTApositifyangdiobati x 100 Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu penderita TB.01, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu penderita baru BTA positif yang mulai berobat dalm 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan).

Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari laporan TB.11.

Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. Angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain dihitung angka konversi penderita baru TBC paru BTA positif, perlu dihitung juga angka konversi untuk penderita TBC paru BTA positif yang mendapat pengobatan dengan kategori 2.

5. Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan adalah: angka yang menunjukkan persentase penderita TBC BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita TBC BTA positif yang tercatat.

Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk penderita baru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2.Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan program dan masalah potensial.

Contoh perhitungan untuk penderita baru BTA positif dengan pengobatan kategori 1

Rumus : jumla h penderitabaruBTApositifyangsembu hjumlah penderitabaruBT Apositifyangdiobatix 100

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu penderita TB.01, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu penderita baru BTA positif yang mulai

(41)

berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh, setelah selesai pengobatan.

Di tingkat Kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari laporan TB.08. angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.

Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada informmasi dari hasil pengobatan lainnya yaitu berapa penderita yang digolongkan sebagai pengobatan lengkap, default (drop out atau lalai), gagal, mmeninggal, dan pindah keluar.

Angka default tidak boleh lebih dari 10%, sedangkan angka gagal untuk penderita baru BTA positif tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.

Selain dihitung angka kesembuhan penderita baru TBC paru BTA positif, perlu dihitung juga angka kesembuhan untuk penderita TBA paru BTA positif yang mendapat pengobatan ulang dengan kategori 2.

6. Error Rate

Error rate atau angka kesalah baca adalah : angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium lain.

Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama.

Rumus :

jumlah sediaanpositifpalsu+ jumlah sediaannegatifpalsu jumlah seluru h sediaanyangdicrossc h eck x 100

Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%.Error Rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di cross check (uji silang) relatif sedikit.Pada dasarnya error rate dihitung pada

(42)

Kabupaten/kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksa yang ada diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisa error rate per PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung.

7. Case Notification Rate

Case Notification Rate (CNR) adalah : angka yang menunjukkan jumlah penderita yang ditemukan dan tercata dalam TB.07 diantara 100.000 penduduk di wilayah tertentu.

Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecendrungan penemuan kasus dari tahun ke tahun wilayahnya tersebut. Rumus:

jumlah penderitaTBC(semuatipe)yangdilaporkandalamTB .07

jumla h penduduk x 100

Angka ini berguna untuk menunjukkan “trend” atau kecendrungan meningkat atau menurunnya penemuan penderita pada wilayah tersebut. 8. Case Detection Rate

Case detection rate (CDR) adalah : persentase jumlah penderita baru BTA positif yang ditemukan dibanding jumlah penderita baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.

Case detection rate menggambarkan cakupan penemuan penderita baru BTA positif pada wilayah tersebut

Rumus :

jumlah penderitabarupositifyangdilaporkandalamTB.07 perkiraanjumla h penderitabaruBTApositif x 100

Angka perkiraan nasional penderita baru BTA positid adalah 110/100.000 penduduk (100-200 per 100.000 penduduk)

Target case detection rate program penanggulangan TBC nasional : 80% pada tahun 2005, dan tetap dipertahankan pada tahun-tahun selanjutnya.

(43)

Tabel 12. Data sasaran TB Puskesmas Tanah Garam Kota Solok 2015

3.3.1 Angka Penjaringan Penyakit Tuberculosis

Program tuberculosis pada poli TB di Puskesmas Tanah Garam terdapat satu orang petugas kesehatan yang menangani kasus khusus TB. Upaya penjaringan dari poli TB di Puskesmas Tanah Garam terdapat dua cara: a. Dalam Gedung

Penjaringan TB dari dalam gedung dilakukan upaya penjaringan dari dalam gedung dengan rujukan dari bebrapa poli seperti poli umum, anak, ibu dan remaja jika terdapat keluhan yang menjurus ke TB. Seperti jika terdapat keluhan batuk lebih dari 2 minggu disertai penurunan nafsu makan serta berat badan yang menurun drastis.

Poli Ibu Poli Remaja Poli Anak Poli Umum

Keluhan : Batuk > 2 minggu Berat badan menurun

drastic

Nafsu makan menurun Menggigil di malam hariBTA (+++)

Poli TB Konselin

g

Pemeriksaan Dahak SPS (Sewaktu Pagi

(44)

Gambar 7. Alur pelayanan program TB di Puskesmas Tanah Garam b. Luar Gedung

Upaya penjaringan TB diluar gedung dapat dilakukan diposyandu, posbindu, puskeskel, dan lain-lain. Upaya penjaringan ini dilakukan dengan memberi penyuluhan pada masyarakat atau dengan hasil anamnesa yang mempunyai keluhan seperti gejala TB kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ke Puskesmas Tanah Garam di poli TB.

3.3.2 Identifikasi masalah

Proses identifikasi masalah melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program di puskesmas, kader-kader posyandu, dan masyarakat. Masalah yang didapatkan di Puskesmas Tanah Garam yaitu rendahnya penemuan atau penjaringan kasus baru TB Paru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam.

Penemuan kasus baru TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tanah garam merupakan salah satu usaha untuk menanggulangi permasalahan TB karena dengan menemukan penderita TB dapat dilakukan berbagai upaya penanganan yang optimal. Angka penjaringan penyakit tuberculosis baik dengan suspect tuberculosis maupun dengan hasil BTA yang positif belum di poli TB pada puskesmas Tanah Garam belum mencapai target setiap tahunnya. Pada wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam target yang harus dicapai untuk suspect TB per tahunnya adalah sebanyak 340 kasus. Selama bulan Januari sampai bulan Juni target penjaringan suspect tuberculosis di Tanah Garam seharusnya sebanyak 170 kasus. Pencapaian kasus penjaringan suspect tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Tanah garam sejak bulan Januari sampai Juni 2015 adalah sebanyak 59 kasus.

Untuk hasil BTA positif pada wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam target yang harus dicapai per tahunnya adalah sebanyak 34 kasus. Selama bulan Januari sampai bulan Juni target penjaringan tuberculosis dengan BTA positif di Tanah Garam seharusnya sebanyak 17 kasus. Namun pencapaian kasus penjaringan tuberculosis dengan hasil BTA yang positif di wilayah kerja

(45)

Puskesmas Tanah garam sejak bulan Januari sampai Juni 2015 adalah sebanyak 8 kasus.

3.4 Prioritas masalah

Setelah dilakukan analisis, masalah tersebut adalah di wilayah kerja puskesmas Tanah Garam di dapatkan 8 penemuan kasus TB BTA Positif dari target pencapaian yang seharusnya 17 kasus untuk 2 triwulan. Dalam penetapan prioritas masalah teknik yang digunakan yaitu Teknik Kriteria Matrix, dengan rumus :

P = I x T x R P : Prioritas masalah

I : Pentingnya masalah (Importance) T : Kelayakan teknologi ( Technology) R : Sumber daya yang tersedia (Resources) 1. Pentingnya masalah (I), pemberian nilai untuk I

Nilai 5 : Sangat penting Nilai 4 : Penting

Nilai 3 : Agak penting Nilai 2 : Kurang penting Nilai 1 : Tidak penting

2. Kelayanan teknologi (T), pemberian nilai untuk T Nilai 5 : Sangat mudah

Nilai 4 : Mudah Nilai 3 : Agak mudah Nilai 2 : Kurang mudah Nilai 1 : Tidak mudah

3. Sumber daya yang tersedia (R), pemberian nilai untuk R Nilai 5 : Sangat tersedia

Nilai 4 : Tersedia Nilai 3 : Agak tersedia Nilai 2 : Kurang tersedia

(46)

Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Tanah Garam

N

O

MASALAH KRITERIA MASAL AH (1) Penemua n kasus BTA (+) Rendah MASAL AH (2) Balita bawah garis merah MASALA H (3) Penemuan kasus Gizi kurang diusia pertumbuh an MASAL AH (4) Rumah tanpa jamban MASALA H (5) Cakupan imunisasi pentavale n sangat rendah 1 Tingkat Urgensi (U) 4 2 3 2 4 2 Tingkat Keseriuasan (S) 4 4 4 3 4 3 Tingkat Perkemban gan (G) 3 2 3 2 3 U X S X G 48 16 36 12 48

3.5 Penyebab Masalah Penjaringan Tuberculosis

Metode Manusia Kurangnya pengetahuan masyarakat Penjaringan suspek yang masih kurang masih kurang Rendahnya angka penjaringan penyakit tuberculosis dengan BTA positif sebanyak 8 dari target 170 kasus dan suspek tuberculosis sebanyak 59 dari target 170 kasus di wilayah Kerja puskesmas Tanah Garam

dari target yang kurangnya kerja sama

dg

pustu/puskeskel/dokter Kadertidak aktif Kurangnya

sosialisasi dan penyuluhan TB masih kurang

Tidak diantar kembali pot yg diberikan

Lokasi yang jauh

Tidak ada biaya untuk petugas pustu atau Kurangnya

pemanfaatan media

(47)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penetapan Alternatif Pemecahan Masalah Tabel 13. Alternatif Pemecahan Masalah

No Variabel Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah Faktor Penyebab Penyebab Masalah Kurangnya dukungan keluarga Tidak ada biaya

untuk kader mengantar sputum Sarana Lingkung an Dana

(48)

1. Manusia  Kekurangan kader P2 TB dalam melaksanakan program penemuan kasus baru TB

 Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru dan program penanggulangan TB paru di Puskesmas.

 Masih rendahnya pengetahuan suspek TB paru tentang cara pengambilan sampel dahak yang benar dan tidak dikembalikannya pot yang telah diberikan oleh petugas

 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang guna pemeriksaan sputum

 Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit TB Paru dan program penanggulangan TB paru di Puskesmas.

 Memberikan penyuluhan kepada suspek TB paru

tentang cara

pengambilan sampel dahak yang benar.

 Menambah jumlah kader P2TB.

Membentuk kelompok masyarakat peduli TB

2 Metode  Kurangnya penyuluhan di dalam dan luar gedung mengenai penyakit TB Paru, cara pengambilan sampel dahak yang benar, program penanggulangan TB Paru di Puskesmas

 Kurang optimalnya kerja sama lintas program dalam hal alur rujukan antara petugas di Balai Pengobatan dengan petugas P2 TB

 Kurangnya pelaporan dari Praktek Dokter swasta dan Bidan swasta yang

 Mengadakan penyuluhan dengan menggunakan sarana audiovisual dalam penyuluhan-penyuluhan tentang TB

 Membuat alur rujukan suspek TB paru yang benar dari Balai Pengobatan ke program P2TB

 Membuat format

pelaporan yang jelas kepada Dokter praktek swasta dan Bidan praktek swasta yang

(49)

menangani pasien TB Paru kepada Puskesmas

menemukan suspek TB paru sehingga dapat membantu Puskesmas dalam meningkatkan penjaringan suspek TB Paru

3. Material Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru

 Kurangnya alokasi dana tambahan untuk pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus baru TB

 Penyebaran dan

penempelan pamflet dan poster mengenai penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam.

4. Dana Tidak ada biaya untuk petugas Pustu /Puskeskel

 Tidak ada biaya untuk kader yang mengantar sputum

 Memaksimalkan

penggunaan sumber dana Puskesmas yang ada

dengan cara

menambahkan alokasi dana jamkesmas untuk program P2TB

5 Lingkungan  Kurangnya dukungan keluarga penderita dalam pengobatan

 Lokasi rumah yang jauh dari puskesmas

 Memberikan penyuluhan tentang TB dan guna pemeriksaan sputum tidak hanya penderita tetapi melibatkan anggota keluarga..

(50)
(51)

4.2 Plan of Action

RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN

Table 14. Rencana Kegiatan

N O

KEGIATAN TUJUAN SASARAN LOKASI PENANGGU NG JAWAB PELAKSA NAAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 12 1 Memberika n penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit TB Paru dan program penanggula ngan TB Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB Paru dan program penanggulang an TB paru di Puskesmas. Pengunju ng puskesma s Puskesma s Tanah Garam dan posyandu, serta posbindu. Di puskesmas, posyandu, posbindu, dan puskeskel Petugas pemberantas an penyakit TB (P2TB) dan petugas promosi kesehatan. Penyuluhan personal dan massal X X X X

(52)

Puskesmas. 2 Memberika n penyuluhan kepada suspek TB paru tentang cara pengambila n sampel dahak yang Untuk mengetahui cara pengambilan sampel dahak yang benar Suspek TB Paru Puskesmas tanah garam Petuga s pembe rantas an penya kit TB (P2TB ) Merekrut kader baru dan memberika n pelatihan kepada kader baru tersebut. X X X X

(53)

benar. 3 Menambah jumlah kader P2TB. Bertambah jumlah kader P2TB sehingga tiap posyandu mempunyai 1 orang kader P2TB Kader program TB Puskesmas Tanah Garam Kepala puskesmas Merekrut kader baru dan memberika n pelatihan kepada kader baru tersebut. X 4 Membentuk kelompok masyarakat peduli TB Membentuk kelompok masyarakat peduli TB sehingga dalam satu kelompok Kelompo k Masyarak at Puskesmas Tanah Garam Kepala Puskesmas, Petugas pemberantasan penyakit TB (P2TB) dan petugas Merekrut anggota kelompok masyarakat dan memberikan pelatihan x

(54)

mengerti dan dapat memberikan penyuluhan TB kesehatan mengenai TB 5 Penyebaran dan penempelan pamflet dan poster mengenai penyakit tuberkulosis di Puskesmas Tanah Garam Tersebarnya pamflet dan poster kepada masyarakat di Puskesmas, posyandu, dan tempat-tempat umum. Masyarak at di wilayah kerja puskesma s Tanah Garam Puskesm as, Posyand u dan tempat-tempat umum. Petugas Promosi Kesehatan, petugas P2TB Penyebaran pamflet sewaktu penyuluhan di Posyandu dan penyebaran pamflet pada pengunjung Puskesmas. X X X X 6 Mengadaka n Lebih menarik Masyarak at di Di puskesmas Petugas Promosi Penyuluhan menggunaka X X X X

(55)

penyuluhan dengan menggunak an sarana audiovisual dalam penyuluhan-penyuluhan tentang TB perhatian masyarakat dan memudahkan masyarakat mengerti inti penyuluhan dengan efektif. masyarakat mengerti inti penyuluhan dengan efektif. masyarakat mengerti inti penyuluhan dengan wilayah kerja puskesma s dan posyandu Kesehatan, petugas P2TB, dan kader kesehatan. n sarana audiovisual

(56)

efektif. 7 Membuat format pelaporan yang jelas kepada Dokter praktek swasta dan Bidan praktek swasta yang menemukan suspek TB paru sehingga dapat membantu Puskesmas Diperolehnya laporan suspek TB Paru yang berobat ke DPS dan BPS Dokter praktek swasta dan Bidan praktek swasta Puskesmas Petugas program P2TB Format pelaporan suspek TB paru diberikan ke DPS dan BPS di wilayah kerja Puskesmas

(57)

dalam meningkatk an penjaringan suspek TB Paru

(58)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Pencapaian Puskesmas Tanah Garam untuk indikator Case Detection Rate (CDR) TB paru pada tahun 2015 mulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2015 adalah 59 kasus untuk suspek tuberculosis dimana target Dinas Kesehatan Kota Solok tahun 2015 adalah 170 kasus. Sedangkan kasus dengan BTA positif adalah 8 kasus dimana target Dinas Kesehatan Kota Solok tahun 2015 adalah 17 kasus untuk 2 triwulan. Case Detection Rate (CDR) TB paru di Puskesmas Tanah Garam ini sangat jauh dari target yang diharapkan. Hal-hal yang dapat menyebabkan Case Detection Rate (CDR) TB paru belum mencapai target adalah kurangnya jumlah kader P2 TB yang bertugas di setiap posyandu, masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru dan kurangnya penyuluhan TB paru ke masyarakat.

Masih rendahnya pengetahuan suspek TB paru tentang carap pengambilan sampel dahak yang benar dan tidak dikembalikannya pot yang telah diberikan oleh petugas. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang guna pemeriksaan sputum, kurangnya penyuluhan di dalam dan luar gedung mengenai penyakit TB Paru, cara pengambilan sampel dahak yang benar, program penanggulangan TB Paru di Puskesmas. Kurang optimalnya kerja sama antara lintas program dalam hal alur rujukan antara petugas di Balai Pengobatan dengan petugas P2 TB dan kurangnya pelaporan dari Praktek Dokter swasta dan Bidan swasta yang menangani pasien TB Paru kepada Puskesmas Tanah Garam

Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru. Kurangnya alokasi dana tambahan untuk pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus baru TB. Kurangnya dukungan keluarga penderita dalam pengobat serta lokasi rumah yang jauh dari puskesmas sehingga pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus baru TB paru ini juga akan menghambat penemuan TB paru positif di Puskesmas Tanah Garam.

(59)

5.2 Saran

 Mengaktifkan kader P2 TB dalam penemuan suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam

 Membentuk masyarakat peduli TB di masyarakat

 Meningkatkan penyuluhan tentang ppenyakit TB paru dan cara menanggulanginya kepada masyarakat

 Meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan dahak dan cara pengambilan sampel dahak yang benar

 Mengoptimalkan kerja sama antara lintas program dalam hal alur rujukan antara petugas di Balai Pengobatan dengan petugas P2 TB

 Meningkatkan pelaporan dari Praktek Dokter swasta dan Bidan swasta yang menangani pasien TB paru krpada Puskesmas

 Meningkatkan alokasi dana tambahan untuk pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus baru TB.serta perlunya dukungan keluarga penderita dalam pengobatan

Gambar

Gambar 1. Bagan patogenesis TB Paru
Gambar 2. Skema faktor resiko kejadian TB  Risiko menjadi sakit TB
Gambar 3. Skema alur diagnosis TB Paru Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Tabel 2. Efek samping ringan dari OAT
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ Karakteristik Penderita TB Paru Kategori 2 Rawat Jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Lubuk Alung, Sumatera Barat Tahun 2015- Juni 2016” ini beserta

Dari uji Chi Square memperoleh hasil x² = 0,05, p value 0,004, Ho ditolak, yang bertujuan untuk menguji hubungan antara masa kerja responden dengan praktik penemuan suspek TB

Menurut keterangan dari petugas pengelola TB paru Puskesmas Poriaha pada tahun 2015 jumlah pasien penyakit TB paru BTA + sebanyak 21 pasien , 21 pasien dinyatakan tahap

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA positif

pemeriksaan sputum pada suspek TB Paru Bulan Oktober tahun 2015 di Puskesmas Kamoning Kabupaten Sampang 55 Tabel 5.10 Identifikasi pengetahuan responden suspek TB Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan suspek TB paru dengan menggunakan metode GeneXpert dan mikroskopis terdapat perbedaan hasil dimana pada metode GeneXpert yang dapat

Cakupan penemuan kasus (CDR/case detection rate) penyakit TB paru BTA (+) per kecamatan...

2 Untuk mengetahui proses Komitmen Politis, penanggulangan TB paru dengan penjaringan suspek penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis, pemberian obat yang diawasi secara