• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Unjuk Kerja Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 dengan Bahan Bakar Cair (Campuran Solar dan Bioetanol)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Unjuk Kerja Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 dengan Bahan Bakar Cair (Campuran Solar dan Bioetanol)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Unjuk Kerja Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 dengan

Bahan Bakar Cair (Campuran Solar dan Bioetanol)

Abdul Aziz, Eka Prasetya Kusuma dan Djuang Marhendra

Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok 16424 Indonesia ra_qaz@yahoo.com

Abstrak

Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 merupakan pembangkit skala mikro yang sedang dikembangkan dengan menggunakan energi terbarukan yaitu bioetanol yang didapat dari tebu, gandum, umbi dan jagung. Bioetanol sangat cocok digunakan sebagai energi alternatif karena bahan baku pembuatannya mudah tumbuh subur di iklim tropis Indonesia. Dalam penelitian ini, bioetanol digunakan sebagai bahan campuran solar untuk digunakan sebagai bahan bakar pada Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rasio campuran terbaik dari solar dan bioetanol, dimulai dari penambahan bioetanol 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 20%, 30% dan 40%. Unjuk kerja pada turbin gas dianalisa untuk mengetahui efek yang terjadi dari penambahan bioetanol ini. Dari hasil penelitian ini didapatkan penambahan bioetanol sampai 10% masih menunjukkan performa yang cukup baik jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar solar murni yaitu dengan putaran turbin mencapai 38.000 rpm. Putaran turbin mengalami penurunan pada penambahan bioetanol diatas 10%. Selain itu, penambahan bioetanol diatas 10% menghasilkan campuran yang kurang homogen dan terjadi endapan sehingga menjadi kendala pada saat pengoperasian Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2.

Kata kunci: MGT, Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2, pencampuran solar, bioetanol.

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan meningkatnya pembangunan dan perkembangan ekonomi mengakibatkan kebutuhan dan pemenuhan akan energi listrik semakin meningkat. Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saat ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa sektor pengguna energi terbesar, diantaranya sektor industri yang mencapai 44,2%, konsumsi terbesar berikutnya yaitu sektor transportasi 40,6%, kemudian diikuti sektor rumah tangga 11,4% dan sektor komersial sebesar 3,7% [1].

Untuk meningkatkan pengadaan energi tersebut, maka dilakukan penelitian-penelitian terkait pembangkit energi terbarukan, selain untuk memenuhi kebutuhan energi juga didorong oleh harga bahan bakar fosil yang terus meningkat dan ketersediannya yang semakin menipis.

Zero Energy Building merupakan sebuah konsep

yang sedang dikembangkan dengan tujuan utama yaitu untuk dapat menghasilkan energi terbarukan. Konsep ini tidak hanya bersifat teknis tetapi juga ekonomis, safety dan healthy. Pengembangan yang sedang dilakukan saat ini yaitu membuat Turbin Gas Mikro (MGT) yang merupakan salah satu pembangkit daya alternatif dengan kapasitas dibawah 200kW.

Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 adalah

prototype dari Turbin Gas skala mikro dengan konsep Zero Energy Building. Turbin gas ini dikembangkan

untuk dapat beroperasi dengan menggunakan bahan bakar alternatif yaitu dengan menggunakan bahan bakar bioenergy. Penelitian yang dilakukan saat ini yaitu dengan menggunakan bahan bakar campuran antara bahan bakar solar dengan bioetanol dengan

rasio persentase tertentu. Pada akhirnya hasil analisa ini adalah mendapatkan faktor apa saja yang berpengaruh akibat penambahan bioetanol pada solar dan rasio terbaik yang dapat menghasilkan efisiensi terbaik untuk digunakan pada alat tersebut..

2. TINJAUAN PUSTAKA

Turbin Gas adalah sebuah mesin panas pembakaran dalam yang memanfaatkan gas sebagai fluida kerja. Turbin gas umum digunakan pada power

plant dan pesawat terbang. Proses pembakaran pada

turbin gas terjadi secara terus-menerus dimana energi kimia dari proses pembakaran dikonversikan menjadi energi mekanik berupa putaran yang menggerakkan poros turbin sehingga menghasilkan daya. Sistem turbin gas yang paling sederhana terdiri dari tiga komponen yaitu kompresor, ruang bakar dan turbin gas.

Kompresor berfungsi untuk menghisap dan menaikkan tekanan udara masuk sehingga terjadi peningkatan temperatur.

Ruang bakar sebagai tempat terjadinya proses pembakaran dengan cara mencampurkan udara bertekanan dengan bahan bakar.

Turbin berfungsi untuk mengkonversi energi panas hasil pembakaran (gas panas) menjadi energi mekanik pada poros tubin.

Proses kerja pada turbin gas yaitu udara di hisap masuk melalui saluran masuk udara (inlet) ke dalam kompresor dan dikompresi sehingga terjadi kenaikan temperatur. Kemudian udara bertekanan ini masuk kedalam ruang bakar, bercampur dengan bahan bakar yang sudah disemprotkan. Campuran bahan bakar

(2)

udara bertekanan kemudian dinyalakan dan terjadi proses pembakaran. Proses pembakaran tersebut berlangsung dalam keadaan tekanan konstan sehingga dapat dikatakan ruang bakar hanya untuk menaikkan temperatur. Gas hasil proses pembakaran berekspansi pada turbin, terjadi perubahan dari energi panas menjadi energi putaran poros turbin, sebagian gas pembakaran menjadi gaya dorong. Setelah memberikan sisa gaya dorongnya, gas tersebut akan dibuang keluar melalui saluran buang (exhaust). Dari proses kerja turbin tersebut, dihasilkan daya yang digunakan untuk memutar kompresor, menghasilkan daya dorong (digunakan pada pesawat terbang) dan memutar beban lainnya seperti pompa, dll.

Ruang Bakar

Proses pembakaran pada turbin gas terjadi di ruang bakar yang merupakan rekayasa perangkat yang komplek dicirikan oleh berlangsungnya serangkaian proses physicochemical, yaitu berlangsungnya dinamika gas nonstasioner, pembakaran turbulen dari berbagai jenis bahan bakar, panas dan pertukaran massa, dan pembentukan oksida NOx, CO dan lain-lain [2]. Proses pembakaran pada ruang bakar turbin gas jika digambarkan adalah sebagai berikut

Gambar 1 Ruang bakar dan Proses pembakaran turbin gas [3]

Proses pembakaran pada turbin gas mirip dengan pembakaran pada mesin diesel yaitu proses pembakarannya terjadi pada tekanan konstan. Prosesnya adalah sebagai berikut, udara bertekanan yang masuk ke ruang bakar terbagi menjadi dua, yaitu udara primer yang berada satu tempat dengan nozzle dan udara sekunder yang lewat selubung luar ruang bakar. Udara primer masuk ke ruang bakar melalui

swirler, sehingga alirannya berputar. Bahan bakar

kemudian disemprotkan dari nozzle ke primary zone, setelah keduanya bertemu terjadilah pencampuran. Aliran udara primer yang berputar akan membantu proses pencampuran, hal ini menyebabkan campuran lebih homogen dan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna.

Udara sekunder yang masuk melalui lubang-lubang pada selubung luar ruang bakar akan membantu proses pembakaran pada intermediate

zone. Jadi, intermediate zone akan menyempurnakan

pembakaran dari primary zone. Disamping untuk membantu proses pembakaran pada intermediate

zone, udara sekunder juga membantu pendinginan

pada ruang bakar. Ruang bakar harus didinginkan, karena dari proses pembakaran dihasilkan temperatur yang tinggi yang dapat merusak material ruang bakar.

Maka, dengan cara pendinginan udara sekunder, temperatur ruang bakar terkontrol dan tidak melebihi dari yang diizinkan.

Dari gambar 1, terlihat zona terakhir adalah zona pencampuran atau dilution zone yaitu zona pencampuran gas pembakaran bertemperatur tinggi dengan sebagian udara sekunder. Fungsi udara sekunder pada zona ini adalah untuk mendinginkan gas pembakaran yang bertemperatur tinggi menjadi temperatur yang aman apabila mengenai sudu-sudu turbin ketika gas pembakaran berekspansi. Disamping itu, udara sekunder juga akan menambah massa dari gas pembakaran sebelum masuk turbin, dengan massa yang lebih besar maka energi potensial gas pembakaran juga bertambah.

Unjuk Kerja Ruang Bakar

Pressure loss pada ruang bakar dapat dihitung

dengan rumusan sebagai berikut :

dimana :

= Pressure loss

= Tekanan masuk ruang bakar (bar) = Tekanan keluar ruang bakar (bar)

Rasio antara massa udara dengan massa bahan bakar (A/F) diperoleh dari rumus

dimana :

= Laju massa bahan bakar (kg/s) = Laju massa udara (kg/s) Temperatur Nyala Adiabatik

Temperatur nyala adiabatik adalah temperatur maksimum nyala bahan bakar yang terjadi pada pembakaran bahan bakar dimana tidak terjadi perpindahan panas ke sekeliling dan tidak ada kerja dari luar yang dilakukan.

Perhitungan suhu nyala adibatik didasarkan atas persentase massa dari kandungan karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen.

Berdasarkan Yunus A. Cengel (Thermodynamic

an engineering approach) persamaan suhu nyala

adiabatik diturunkan dari persamaan [4] :

Dimana :

Q = Heat transfer ke sistem lingkungan W = Work energy transfer yang disebabkan

oleh perbedaan temperatur = Molar produk

= Molar reaktan

= Entalpy pembentukan [kJ/kmol] = Entalpy pada temperatur adiabatik

(3)

= Entalpy pada temperatur tertentu [kJ/kmol] Karena tidak ada heat loss dan tidak ada kerja ke lingkungan sehingga Q = 0 dan W = 0, maka nilai entalpy adalah :

Dimana:

= Entalpy produk [kJ/kmol] = Entalpy reaktan [kJ/kmol]

Perhitungan temparatur nyala adiabatik terbagi menjadi dua jenis yaitu constant volume adiabatic

temperature dan constant pressure adiabatic temperature. Jika dilihat dari siklus brayton, tekanan

pada combustion chamber diasumsikan dalam keadaan konstan, maka persamaan temperatur nyala adiabatik adalah sebagai berikut.

Persamaan untuk suhu adiabatik dengan tekanan konstan adalah : (2.6) Dimana : = Perubahan entalpy q = Kalor reaksi Cp = Kapasitas panas = Kalor pembentukan

= Temperatur nyala adiabatik Dari hukum termodinamika 1 pada bahasan sebelumnya :

(2.7) Karena tekanan konstan maka :

Karena reaktan (bahan bakar dan udara) tidak mengalami kenaikan suhu sebelum dibakar maka :

Dimana untuk nilainya adalah :

Maka persamaannya menjadi :

Sehingga Dimana nilai untuk gas :

Untuk nilai a, b, c dan d dapat dilihat pada table A2 pada Yunus A. Cengel “Thermodynamic an

Engineering Approach” [4].

Kemudian persamaaan yang digunakan untuk nilai temperatur rata-rata panas spesifik adalah :

Bioetanol

Bioetanol merupakan alkohol yang di produksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung dan sagu. Dari jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi etanol. Produksi bioetanol dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Proses pembuatan glukosa dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzim.

Saat ini hidrolisis enzim lebih banyak dikembangkan, sedangkan hidrolisis asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian dengan hidrolisis enzim lebih banyak digunakan. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzim, kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan

yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses

produksi bioetanol secara sederhana disajikan pada reaksi berikut :

H2O + (C6H10O5)n  N C6H12O6

(C6H12O6)n  2 C2H5OH + 2 CO2

Bioetanol juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa,. Secara singkat teknologi proses produksi bioetanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakarifikasi dan fermentasi. Reaksi pembuatan etanol dengan fermentasi sebagai berikut :

Bioetanol fuel grade memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan bakar alternatif lain, diantaranya adalah :

 Dapat langsung dicampur dengan solar dalam tangki bahan bakar untuk kemudian diinjeksikan ke ruang bakar [5].

 Bahan baku pembuatan bioetanol berasal dari sumber daya terbarukan berupa tanaman atau biomassa yang mengandung gula, pati atau selulosa [5].

(4)

 Dapat menurunkan kadar kepekatan emisi gas buang (particulate matter) [6] dan menekan emisi gas rumah kaca (CO2) [5].

 Memperkuat ekonomi pertanian dan menciptakan lapangan kerja baru serta dapat mengurangi tingkat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan melestarikan sumber energi komersial utama.

Selain banyaknya keunggulan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti maupun pencampur pada solar, campuran solar-etanol juga memiliki kekurangan dibandingkan solar murni yaitu :

 Diperlukannya aditif untuk memastikan tercampurnya kedua bahan bakar secara homogen [5].

Campuran tersebut memiliki kemampuan pelumasan yang rendah sehingga meningkatkan resiko keausan pada komponen pompa bahan bakar dan umumnya akan menurunkan nilai setana solar [7].

Tabel 1. Spesifikasi bahan bakar [8-13]

3. METODOLOGI PENELITIAN

Skema pengujian Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2

Gambar 2 Skema pengujian Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2

Gambar 3 Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 tampak depan (kiri) dan tampak belakang (kanan)

Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan adalah campuran solar dan bioetanol 2,5% sampai 40%, dengan massa jenis campuran bioetanol 2,5% (0,8274 g/mL), 5% (0,8326 g/mL), 7,5% (0,8382 g/mL), 10% (0,8389 g/mL), 20% (0,8401 g/mL), 30% (0,8427 g/mL) dan 40% (0,8453 g/mL).

Gambar 4 Campuran solar dan bioetanol 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 20%, 30% dan 40% (dari kiri ke kanan)

Campuran diatas 10% menghasilkan larutan yang kurang homogen dan mengandung endapan.

Gambar 5 Campuran solar + Bioetanol 20% setelah didiamkan beberapa jam

Kondisi Pengujian

Data pengujian yang dibutuhkan dalam analisa ruang bakar yaitu :

1. Tekanan inlet ruang bakar 2. Tekanan outlet ruang bakar

(5)

3. Temperatur inlet ruang bakar 4. Temperature outlet ruang bakar 5. Debit aliran bahan bakar 6. Debit aliran udara Proses pengujian

Sebelum melakukan pengujian ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah :

 Pastikan pompa oli pada posisi ON dan pelumasan telah bekerja

 Pastikan bahan bakar telah berada pada tangki dan semua katup dari tangki menuju pompa telah dibuka

 Persiapkan alat ukur yang akan digunakan dan pastikan dalam kondisi baik

 Pastikan tidak ada kebocoran dan kondisi area telah aman

Jika hal diatas telah terpenuhi, maka pengujian dapat dilakukan.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam melakukan pengujian ruang bakar pada Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 :

1. Masukkan spiritus ke dalam Swirler

2. Nyalakan busi untuk membakar spiritus sebagai proses awal pembakaran.

3. Tunggu hingga temperatur outlet pada ruang bakar mencapai ±140°C kemudian nyalakan blower dan pompa bahan bakar.

4. Atur katup bahan bakar hingga suhu turbin mencapai ±400°C dan putaran turbin diatas 17000 rpm, dimana putaran ini merupakan putaran minimal untuk kompresor mencapai suction (kondisi penghisapan optimal)

5. Jika telah mencapai suction dan stabil maka pencatatan tekanan, temperatur, debit bahan bakar, putaran turbin dan debit udara dapat segera dilakukan.

6. Jika pengambilan data telah selesai, matikan mesin dengan cara menutup katup bahan bakar dan matikan pompa bahan bakar. Biarkan blower tetap bekerja untuk membantu proses pendinginan ruang bakar.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Grafik

Grafik laju massa bahan bakar vs putaran turbin

Gambar 6 Grafik laju massa bahan bakar Vs putaran turbin

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa penambahan bioetanol sampai 10% masih menunjukkan performa yang cukup baik yaitu dengan putaran turbin mencapai 38.000 rpm. Putaran turbin mengalami penurunan pada penambahan bioetanol diatas 10% dan terjadi fluktuatif pada kenaikan rpmnya, hal ini disebabkan karena pada campuran tersebut menghasilkan larutan yang kurang homogen dan terjadi endapan.

Grafik laju massa bahan bakar vs TIT (Turbine Inlet Temperature)

Gambar 7 Grafik laju massa bahan bakar Vs temperatur turbin inlet

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa untuk campuran bioetanol 30% dan 40% memiliki temperatur yang lebih rendah dibandingkan yang lain, hal ini disebabkan karena endapan yang dihasilkan lebih banyak sehingga pembakarannya kurang sempurna dan panas yang dihasikan lebih kecil dari pada campuran yang lain.

Dari gambar 6 dan 7 dapat disimpulkan bahwa penambahan laju massa bahan bakar berbanding lurus dengan kenaikan putaran turbin dan temperatur pada inlet turbin atau outlet ruang bakar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi laju massa bahan bakar akan meningkatkan energi kalor yang dihasilkan, sehingga temperatur dan putaran turbin pun meningkat, hal tersebut sesuai dengan persamaan 4.1.

Q = m.Cp.∆T (4.1)

Grafik laju massa bahan bakar vs rasio

tekanan outlet kompresor dan lingkungan

Gambar 8 Grafik laju massa bahan bakar Vs rasio tekanan outlet kompresor dan lingkungan

Dari gambar 8 menunjukkan bahwa penambahan laju massa bahan bakar berbanding lurus dengan kenaikan rasio tekanan outlet kompresor dan lingkungan. Hal

(6)

tersebut disebabkan karena penambahan laju massa bahan bakar akan meningkatkan putaran turbin (dapat dilihat pada gambar 6), sehingga tekanan yang dihasilkan kompresor akan meningkat juga.

Grafik laju massa bahan bakar vs AFR (Air Fuel Ratio)

Gambar 9 Grafik laju massa bahan bakar Vs AFR

Dari gambar 9 dapat dikatakan penambahan laju massa bahan bakar tidak terkompensasi dengan kenaikan laju massa udaranya sehingga terjadi penurunan nilai AFR. Namun dengan menurunnya nilai AFR tersebut menunjukkan pembakaran yang terjadi semakin baik, hal ini dapat dilihat dari gambar 8 dimana terjadi peningkatan temperatur outlet ruang bakar akibat penambahan laju massa bahan bakar.

Grafik fraksi bioetanol vs putaran max turbin

Gambar 10 Grafik fraksi bioetanol Vs putaran max turbin

Dari gambar 10 menunjukkan terjadi penurunan kecepatan maksimum dari turbin akibat fraksi bioetanol yang ditambahkan pada bahan bakar solar. Maka dapat dikatakan bahwa fraksi volume bioetanol yang terdapat pada bahan bakar mempengaruhi kinerja dari pembakaran yang dihasilkan. Hal ini juga dibuktikan dari penurunan nilai temperatur nyala adiabatik akibat fraksi bioetanol yang ditambahkan pada bahan bakar solar.

Grafik fraksi bioetanol vs laju massa bahan bakar rata-rata

Pada gambar 10 menunjukkan bahwa campuran bioetanol 5% memiliki konsumsi bahan bakar rata-rata paling sedikit dibandingkan yang lain. Dan dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan fraksi volume bioetanol mengakibatkan kecenderungan kenaikan konsumsi bahan bakar rata-rata.

Gambar 11 Grafik fraksi bioetanol Vs laju massa bahan bakar rata-rata

Compressor Performance

Dengan mengambil nilai rasio tekanan kompresor dan laju aliran massa udara pada putaran maksimum maka didapat

:

Tabel 2. Data Compressor Performance Fraksi Bioetanol Nmax (rpm) ṁ udara (lbs/min) P1/P0 2,5% 38410 11.004 1.14 5% 38220.3 10.86 1.14 7,5% 37399.3 10.686 1.134 10% 38127.6 11.298 1.14 20% 37318 10.728 1.13 30% 34854 11.202 1.12 40% 34544.8 11.004 1.115

Dari data pada table dapat diperoleh efisiensi dari kerja kompresor dengan menggunakan Compressor

Performance Map.

Gambar12. Grafik Compressor Performance Map

Jika dilihat dari data yang ada, untuk fraksi bioetanol mulai dari 2,5% s/d 40% memiliki nilai yang berdekatan sehingga sulit dibedakan jika diplot pada Compressor Performance Map. Namun dari grafik diatas dapat diambil kesimpulan bahwa putaran maksimum turbin/kompresor dengan bahan bakar campuran solar dan bioetanol dengan persentase 2,5% s/d 40% memiliki efisiensi kompresor dibawah 55% dan masih diluar surge line.

(7)

Temperatur Nyala Adiabatk

Dari hasil perhitungan untuk campuran solar dan bioetanol didapat :

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 2,5%

Nilai Tf yang didapat 2135,66 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 5%

Nilai Tf yang didapat 2122,813 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 7,5%

Nilai Tf yang didapat 2107,887 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 10%

Nilai Tf yang didapat 2093,635 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 20%

Nilai Tf yang didapat 2031,694 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 30%

Nilai Tf yang didapat 1954,558 oC

 Persamaan reaksi Campuran Solar + Bioetanol 40%

Nilai Tf yang didapat 1863,824 oC

Jika dilihat dari nilai temperatur nyala adiabatik yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan bioetanol pada solar akan menurunkan nilai temperatur nyala adiabatiknya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Unjuk kerja terbaik dari Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2 akibat penambahan bioetanol sebagai campuran bahan bakar jika dilihat dari putaran turbin adalah campuran solar dan bioetanol 2,5% dengan putaran turbin mencapai 38410 rpm dengan konsumsi bahan bakar 0,8939 g/s. Namun jika dilihat dari jumlah penambahan bioetanol yang digunakan, campuran solar dan bioetanol 10% masih menunjukkan performa yang cukup baik jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar solar murni yaitu dengan putaran turbin mencapai 38127 rpm dengan konsumsi bahan bakar 0,8894 g/s, temperatur nyala adiabatik sebesar 2093,635 oC dan pressure loss pada ruang bakar sebesar 6,33%. Putaran turbin mengalami penurunan pada penambahan bioetanol diatas 10%. Selain itu, penambahan bioetanol diatas 10% menghasilkan campuran yang kurang homogen dan menghasilkan endapan yang lebih banyak sehingga menjadi kendala pada saat pengoperasian Turbin Gas Bioenergi Mikro Proto X-2. Efisiensi kompresor yang didapat dari putaran turbin maksimum dengan bahan bakar campuran solar dan bioetanol mulai dari 2,5% s/d 40% memiliki efisiensi dibawah 55% dan masih diluar surge line. Saran

Adapun saran yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif adalah

1. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bakar tambahan (suplemen) pada turbin gas.

2. Perlu dikembangkan lebih lanjut penggunaan bioetanol dengan kadar yang berbeda-beda dan penggunaan additif untuk memastikan tercampurnya kedua bahan bakar secara homogen.

3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pembakaran yang terjadi dari penggunaan

nozzle.

4. Karena sifat dari bioetanol yang mudah mengikat air maka diperlukan standar penggunaan atau penanganan khusus untuk penggunaannya.

5. Perlu dilakukan uji ketahanan (durability) untuk melihat pengaruh penggunaan campuran solar dan bioetanol pada turbin gas dalam jangka panjang karena sifat pelumasan (lubrication) bioetanol yang rendah sehingga meningkatkan resiko keausan.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara dan Steven Darmawan ST., MT selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan banyak waktu membantu dan membimbing pembuatan jurnal ini dan juga seluruh teman-teman satu bimbingan; Mas Aldo, Djuang Marhendra dan Eka Prasetya Kusuma.

DAFTAR ACUAN

1. http://infobanknews.com, diakses Desember 2012;

2. Lysenko D. A., Solomatnikov A. A., Numerical

Modeling of Turbulent Heat Exchange in The Combustion Chambers of Gas-Turbine Plants With The Use of The Fluent Package, Journal of

Engineering Physics and Thermophysics, Vol. 76, No. 4, 2003, Plenum Publishing Corporation, 1062-0125/03/7604-0888$25.00;

3. Suryawan, Bambang. 2006. Materi Kuliah Mesin

Konversi Energi, Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik Unversitas Indonesia, Depok; 4. Cengel, Yunus A. and Boles, Michael A,

“Thermodynamics An Engineering Approach. Third edition. New York: Mc Graw Hill,1998; 5. Lei, J. Shen, L. Bi, Y. Chen, H., “A Novel

Emulsifier for Ethanol–Diesel Blends and its Effect on Performance and Emissions of Diesel Engine,” Fuel, 93, 305-311, 2012;

6. Song. C, et al. “Carbonyl Compound Emissions from a Heavy-Duty Diesel Engine Fueled With Diesel Fuel and Ethanol–Diesel Blend,”

Chemosphere 79: 1033-1039, 2010;

7. D.C. Rakopoulos, C.D. Rakopoulos, R.G. Papagiannakis, D.C. Kyritsis, "Combustion Heat Release Analysis of Ethanol or n-Butanol Diesel Fuel Blends in Heavy Duty DI Diesel Engine,”

Fuel, 90, 1855-1867, 2011;

8. http://www.pertamina.com/index.php/detail/read /minyak-solar, diakses 12 Juli 2012;

9. “Laporan Hasil Analisis,” No. Ref.0077-F/ULJAK/V/2011, Pusat Penelitian Kimia-LIPI, 2011;

10. Park S.H, Yun I.M, Lee C.S, "Influence of Ethanol Blends on the Combustion Performance and Exhaust Emission Characteristic of a Four-Cylinder Diesel Engine at Various Engine Loads and Injection Timings," Fuel, 90, 748-755, 2011; 11. Z. Guo, Tianrui Li, J. Dong, R. Chen, Peijun Xue, X. Wei, "Combustion and Emission Characteristics of Blends of Diesel Fuels and Methanol-to-Diesel," Fuel, 90, 1305-1308, 2011;

12. Lapuerta. M, Armas. O, R.G. Contreras, "Stability of Diesel-Ethanol Blends for use in Diesel Engines," Fuel, 86, 1351-1357, 2007; 13. “5. Alcohol and Cotton Oil as Alternative Fuels

For Internal Combustion Engines,”

www.fao.org/docrep/T4470E, diakses 04 Mei 2011;

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa sistem pengelolaan administrasi dan sirkulasi bahan bacaan perpustakaan yang terdapat pada SMP Negeri 1 Tenggarong Seberang

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

Any person desiring to permanently export a firearm without payment of the transfer tax must submit ATF Form 9 (5320.9), in to the Director, Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms

Sebaliknya bila udara pembakaran masuk ke ruang bakar melalui saluran udara primer, sekunder dan tersier secara lebih merata, menghasilkan laju pembakaran yang lebih rendah

 Usia yang lebih tua saat onset dan rigiditas / hipokinesia awal dapat digunakan untuk memprediksi: (1) tingkat perburukan motorik yang lebih cepat pada pasien dengan

13) transducer pengirim adalah suatu alat yang mengubah sinyal elektronik yang dibangkitkan oleh alat perum gema menjadi sinyal akustik yang diarahkan ke dasar;.

Renstra RSUD Waluyo Jati Kraksaan dapat ditinjau kembali dan dilakukan.

Jika Pendapatan differensial (tambahan pendapatan dengan diterimanya pesanan khusus) tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan biaya differensial (tambahan biaya karena menerima