• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-XV/2017"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 28/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PEMOHON (VI)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 28/PUU-XV/2017

PERIHAL

Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 110] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Hans Wilson Wader 2. Meki Elosak

3. Jemi Yermias Kapanai alias Jimi Sembay, dkk. ACARA

Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (VI)

Selasa, 22 Agustus 2017 Pukul 11.15 – 12.37 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 4) Manahan MP Sitompul (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota)

6) Suhartoyo (Anggota)

7) Wahiduddin Adams (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Judianto Simanjuntak 2. Azhar Nur Fajar Alam 3. Latifah Anum Siregar 4. Iwan Niode

5. Yunita

6. Yusman Conoras

B. Ahli dari Pemohon:

1. Melkias Hetharia D. Pemerintah: 1. Hotman Sitorus 2. Mia Amiati 3. Saida Hotmaria 4. Ninik Hariwanti 5. Wahyu Jaya

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 28/PUU-XV/2017 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Saya cek kehadirannya, Pemohon yang hadir siapa? Silakan.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: AZHAR NUR FAJAR ALAM

Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Pemohon hadir diwakilkan oleh Para Kuasa Hukum, saya sendiri Azhar Nur. Di samping saya, Judianto Simanjuntak, Iwan Niode, ada Yunita, ada Ibu Latifah Anum, dan Pak Yusman. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Dari DPR tidak hadir, dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.

4. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah hadir dari Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM. Dari Kejaksaan, Ibu Mia Amiati dan Ibu Saida Hotmaria. Dari Kementerian Hukum dan HAM, Ibu Ninik Hariwanti, saya Hotman Sitorus, dan Wahyu Jaya. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Terima kasih. Pemohon mengajukan ahli, sudah hadir di persidangan.

6. KUASA HUKUM PEMOHON: AZHAR NUR FAJAR ALAM

Ya, Yang Mulia.

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Prof. Dr. Melkias Hetharia, S.H., M.A., M.Hum. Saya persilakan untuk maju diambil sumpahnya terlebih dahulu. Silakan. Beliau

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.15 WIB

(5)

beragama Kristen, Yang Mulia Pak Manahan, mohon untuk memandu sumpah.

8. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Kepada Ahli, Prof. Dr. Melkias Hetharia agar mengikuti lafal yang saya tuntunkan.

"Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya."

9. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.

10. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Terima kasih.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Silakan kembali ke tempat. Sebelum memberikan keterangan, Prof, saya akan menanyakan untuk mengesahkan bukti tambahan yang diajukan oleh Pemohon. Pemohon mengajukan bukti tambahan tertulis di sini, tidak ada daftarnya, tapi tertulis P-5, P-8, dan P-9, betul?

12. KUASA HUKUM PEMOHON: AZHAR NUR FAJAR ALAM

Betul, Prof.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Ya, disahkan bukti tambahan P-5, P-8, dan P-9.

Saya persilakan, Prof. Dr. Melkias untuk memberikan Keterangan Ahli, waktunya 15 menit, nanti kita akan lanjutkan dengan tanya-jawab dan merespons apa yang sudah disampaikan. Silakan di podium.

(6)

14. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi dan Yang Terhormat Para Pemohon, Pemerintah, Pihak Terkait, serta Para Ahli dan Saksi yang mungkin hadir. Keterangan yang saya, Ahli sampaikan dalam rangka memberikan pendapat terhadap masalah beberapa pengujian pasal makar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu Pasal 114, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 110 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengingat Ahli saat ini dihadirkan dalam posisi sebagai ilmuwan yang mendalami kajian filsafat hukum, maka Keterangan Ahli ini akan dititikberatkan pada teori-teori hukum yang menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah ini. Berdasarkan nilai-nilai atau … dan/atau asas-asas hukum yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan pasal-pasal yang menjadi masalah dalam rangka pengujian pasal-pasal tersebut.

Dari perspektif filsafat, maka masalah tersebut ditinjau dari sudut pandang asal mula, sejarah pasal-pasal itu, keberadaan, dan tujuan dibuatnya pasal-pasal tersebut dan bukan pada persoalan norma pada pasal-pasal itu sendiri. Yang pertama, dari teori Hukum Kodrat yang dikemukakan oleh Thomas Aquinas, yang menjelaskan HAM sebagai pemberian Tuhan dan bersumber dari Tuhan. Hukum Kodrat yang dikemukakan oleh Thomas Aquinas mempostulatkan bahwa Hukum Kodrat itu merupakan bagian dari hukum abadi Tuhan yang sempurna yang dapat diketahui manusia melalui penggunaan nalar atau rasio.

Sebagian isi Hukum Kodrat yang terdahulu adalah ide bahwa posisi masing-masing orang dalam kehidupan ditentukan oleh Tuhan, tetapi semua orang maupun statusnya tunduk pada otoritas Tuhan.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa bukan hanya kekuasaan raja yang dibatasi oleh aturan-aturan Illahi, aturan Tuhan, tetapi juga bahwa semua manusia dianugerahi identitas individu yang unik, yang terpisah dari negara. Malahan aspek Hukum Kodrat terakhir ini dapat dipandang sebagai mengandung benih ide hak kodrati yang menyatakan bahwa setiap orang adalah individu yang bebas dan otonom.

Hukum Kodrat tersebut merupakan dasar keberlakuan hukum positif. Isi daripada Hukum Kodrat berupa prinsip-prinsip atau asas-asas hukum moral yang seharusnya diformulasikan ke dalam hukum positif menjadi kaidah yang mengikat. Berdasarkan pemikiran tersebut, terlihat bahwa letak HAM dalam kerangka Hukum Kodrat berada pada hukum moral dan bukan pada konstitusi.

Teori John Locke melalui teori perjanjian masyarakat yang terkenal itu, John Locke berpendapat bahwa dalam keadaan alamiah dalam status naturalis, manusia hidup rukun dan tenteram sesuai dengan hukum akal yang mengajarkan bahwa seluruh manusia yang

(7)

menginginkan dirinya berada dalam keadaan setara dan bebas. Tidak ada manusia yang akan mengganggu dirinya, kesetaraannya, kemerdekaannya, atau pun kepemilikannya, sehingga manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik dari sesamanya.

Namun demikian, ketika itu yang kurang hanya satu, dan yang satu itu adalah organisasi yang ... organisasi yang akan mengatur kehidupan mereka. Sebab tidak mustahil bahwa pada suatu ketika individu dengan hak-hak kekuasaannya yang sederajat, itu akan menimbulkan benturan-benturan, sehingga menjadi anarkis atau kacau. Oleh karena itu, manusia membentuk organisasi yang disebut negara dengan suatu perjanjian atau pactum bersama melalui dua fase.

Fase pertama disebut Pactum Unionis yang antar ... yang antarindividu mengadakan perjanjian untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara dengan konstruksi sebagai berikut.

Manusia ditakdirkan oleh alamnya dalam keadaan bebas, sederajat, dan merdeka. Seorang pun tidak dapat dikeluarkan dari keadaan ini dan digunakan untuk kekuatan politik dari orang lain tanpa persetujuannya, yang berdasarkan persetujuannya dengan orang lain untuk bergabung dan bersatu ke dalam suatu komunitas untuk tujuan kehidupan mereka yang nyaman, aman, dan damai. Antara lain di dalam kebahagiaan yang terjamin dalam hal kepemilikan mereka dan keamanan yang lebih besar terhadap hal-hal yang ber ... bertentangan dengan ini.

Fase kedua disebut Pactum Subjectionis, yaitu perjanjian antarindividu untuk membentuk negara tersebut menimbulkan kewajiban kepada mereka untuk menaati negara yang terbentuk itu. Akan tetapi, negara yang terbentuk itu tidak dapat mengambil hak-hak yang melekat pada individu, seperti hak hidup, kebebasan, dan hak milik. Sebabnya ialah karena hak-hak ini merupakan hak kodrati yang dimiliki manusia sejak ia hidup dalam keadaan alamiah. Dengan perkataan lain, hak-hak ini mendahului adanya perjanjian masyarakat yang dibuat kemudian dan sebab itu hak-hak tersebut tidak bergantung pada perjanjian atau pactum yang dibuat.

Dengan demikian, menurut Locke, fungsi utama perjanjian masyarakat adalah untuk menjamin dan melindungi hak-hak kodrati dan hak asasi manusia tersebut. Teori perjanjian masyarakat John Locke ini menghasilkan konstruksi negara konstitusional, dimana negara dalam menjalankan kekuasaannya dibatasi oleh hak asasi manusia.

Kita masuk ke konsep negara hukum. Konsep negara hukum ini awal mulanya dikenal di Eropa Kontinental. Artinya bahwa negara berdasar atas hukum yang upayanya untuk membatasi dan mengatur kekuasaan. Negara hukum ini lahir sebagai reaksi terhadap sistem pemerintahan absolut, absolutisme negara yang tidak menghargai eksistensi HAM. Kemudian paham ini lahir dan berkembang di

(8)

negara-negara Anglo-Saxon, khususnya, di Inggris, dengan sebutan The Rule of Law yang ... atau negara yang kekuasaannya dibatasi oleh hukum.

Walaupun mempunyai latar belakang yang berbeda, namun pada dasarnya kedua konsep tersebut berkenaan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak kebebasan sipil warga negara dan hak dasar manusia.

Ada suatu pakar Eropa Kontinental, yaitu A. V. Dicey, yang di dalam karyanya menegaskan bahwa unsur utama suatu pemerintahan yang kekuasaannya di bawah hukum negara, yaitu pertama, supremasi dari hukum. Artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara adalah hukum.

Persamaan yang kedua, persamaan dalam kedudukan ... persamaan dalam kedudukan hukum bagi setiap orang.

Yang ketiga, konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi, itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi.

Yang berikut, saya masuk ke sejarah singkat dari pembentukan KUHP kita. Sudah kita ketahui bersama bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di negara kita tercinta ini adalah hasil terjemahan dari Wetboek van Strafrecht yang berbahasa Belanda itu. Yang mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht for Nederlandsch-Indie. WvSNI diberlakukan Indonesia pertama kali berdasarkan asas konkordansi dengan Koninklijk Besluit, Nomor 33, tanggal 15 Oktober 1915, dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918.

Walaupun KUHP kita ini turunan dari Belanda, namun pemerintah kolonial saat itu menerapkan asas konkordansi sebagai pemberlakuan WvS di negara jajahannya. Sehingga beberapa pasal disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas wilayah jajahan. Karena terjadi pemberontakan melawan Belanda di Indonesia, maka baru pada tahun 1930 istilah aanslag dicantumkan dalam WvSNI. Jadi sebelum tahun 1930, tidak ada istilah aanslag dalam WvSNI itu.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945, untuk mengisi kekosongan hukum pidana yang diberlakukan di Indonesia, maka dengan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, WvSNI ditetapkan … tetap diberlakukan. Pemberlakuan WvSNI menjadi hukum pidana Indonesia ini ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia.

Asas konkordansi … konkordansi yang memberlakukan WvS Belanda di Indonesia dalam konteks penjajahan atau kolonisme, tidak meninggalkan wataknya di era kemerdekaan. Sehingga pasal-pasal makar digunakan oleh penegak hukum dengan mental penjajahan untuk memberangus para warga negara yang hendak mengkritik dan melakukan perlawanan pasif terhadap pemerintah, yang bersifat diktator dan totaliter.

(9)

Melalui sejarah penindasan HAM dalam era orde baru, telah memunculkan kesadaran rakyat Indonesia terhadap HAM-nya. Situasi historis ini telah mendorong dirumuskannya HAM secara lebih lengkap dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 perubahan kedua, yang menjamin HAM warga negara. Namun perubahan konstitusi kita itu belum diikuti dengan perubahan KUHP yang masih bernuansa kolonial.

Keadaan ini dapat membahayakan penagakan HAM di Indonesia apabila watak kolonial KUHP tidak segera disesuaikan dengan alam kemerdekaan. Dan terlebih lagi, dengan adanya kesadaran warga negara Indonesia untuk memperjuangkan HAM-nya di era reformasi ini.

Tindak pidana makar. Makar merupakan tindak pidana yang diatur dalam buku kedua, bab I tentang kejahatan terhadap keamanan negara. Khususnya tertuang dalam Pasal 104, 106, 107, 108, dan 110 yang diperkarakan. Tindak pidana makar pada dasarnya merupakan tindak pidana yang dimaksudkan untuk melakukan perbuatan jahat terhadap kepala negara, pemerintahan, dan wilayah Republik Indonesia, oleh rongrongan sekelompok orang yang ingin melakukan perbuatan yang dapat membahayakan kepala negara, pemerintah, dan/atau wilayah negara.

Istilah makar dalam KUHP kita diterjemahkan dari istilah Belanda aanslag. Dalam kamus Indonesia-Belanda, karya Kramers Woordenboek, kata aanslag diartikan ‘striking’, penyerangan atau attempt of … attempt on man’s live (mencoba membunuh). Istilah aanslag dalam KUHP Belanda yang kemudian disalin menjadi KUHP Indonesia dipengaruhi oleh sejarah revolusi Rusia. Pada tahun 1917, terjadi revolusi Bolshevik komunis di Rusia, dipimpin oleh Lenin.

Tzar Nicholas II dan seluruh keluarganya dibantai oleh komunis pada tanggal 17 Juli 1918. Tzar Nicolas II Rusia ini masih memiliki hubungan keluarga dengan Ratu Inggris, yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Raja Belanda. Maka seluruh Eropa yang pada umumnya masih berbentuk kerajaan termasuk Belanda, diserahkan … diresahkan dengan peristiwa revolusi itu.

Belajar dari pengalaman revolusi Rusia itu, maka salah satu partai politik di Belanda, yaitu Partai Anti Revolusi mendorong pemerintah Belanda untuk segera membuat Undang-Undang Anti Revolusi. Yang bernama Anti Revousi Wet, dan disahkan pada 28 Juli 1920. Isinya ialah percobaan membunuh raja, menggulingkan pemerintah, kudeta, dan memberontak terhadap negara.

Dalam Undang-Undang Anti Revolusi 1920 ini, istilah aanslag diterjemahkan kemudian dengan makar dalam KUHP Indonesia.

Pasal-pasal makar ini digunakan dalam zaman orde baru sehingga apabila

hanya ada satu unsur niat atau maksud saja, maka yang bersangkutan dapat ditangkap dan diajukan ke pengadilan dengan tuduhan makar atas kerja intelijen yang canggih. Ini kebanyakan terjadi di Papua.

(10)

Apabila tujuan dari dibuatnya pasal makar itu adalah untuk mencegah dan memberantas para pelaku kudeta atau revolusi terhadap pemerintah negara yang sah. Tujuan ini sungguh mulia. Namun pasal makar itu apabila diterapkan, maka akan bertentangan dengan HAM yang dilindungi dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga mengguncang sendi-sendi keadilan. Karena pasal makar tersebut selain ditafsirkan keliru atau luas, juga digunakan untuk menindak perbuatan yang belum memenuhi kualifikasi percobaan, termasuk permufakatan jahat yang seharusnya berada dalam wilayah moral yang tidak boleh disentuh oleh hukum pidana. Mengingat pasal-pasal makar tersebut, semula dibuat untuk ... oleh Pemerintah Belanda untuk melindungi pemerintahan dan negara Belanda terhadap serangan kudeta dan revolusi berdasarkan pengalaman revolusi Rusia yang pada prinsipnya telah melanggar HAM, khususnya hak kebebasan berpikir dan berekspresi.

Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Berdasarkan paparan di atas, Ahli sampai pada kesimpulan. Bahwa pemberlakuan KUHP Belanda di Indonesia berdasarkan asas konkordansi yang kemudian disahkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tidak mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan filsafat bangsa Indonesia.

Sejarah pembentukan pasal-pasal makar dalam KUHP Belanda yang menjadi KUHP Indonesia yang tidak mempertimbangkan aspek hak asasi manusia, khususnya hak kebebasan berpikir dan berekspresi. Sehingga penerapan pasal-pasal makar tersebut menindas kepribadian manusia, sekaligus mencederai rasa keadilan.

Istilah makar pada pasal-pasal tersebut dalam Bahasa Indonesia telah diartikan sangat luas dan tidak sejalan dengan arti aanslag seperti yang dimaksudkan dalam bahasa Belanda yang artinya serangan, yang sudah tentu menggunakan kekuatan penuh untuk merebutkan ... untuk merebut kekuasaan.

Berdasarkan kesimpulan itu, Ahli berpendapat bahwa apabila istilah makar pada pasal-pasal tersebut dimaknai bukan sebagai aanslag atau serangan, maka pasal-pasal makar itu memang bertentangan dengan HAM yang dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Demikian, keterangan yang dapat Ahli sampaikan. Terima kasih.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Prof. Silakan duduk. Dari Pemohon, ada yang akan direspons?

(11)

16. KUASA HUKUM PEMOHON: AZHAR NUR FAJAR ALAM

Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kami sampaikan kepada Prof.

Terima kasih, Prof. Melkias Hetharia. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kami sampaikan. Yang pertama, secara aspek filsafat hukum, secara futuristik, paling tidak hukum itu harus menjangkau kemanfaatan, kepastian, dan keadilan. Selama perjalanan Prof, khususnya di daerah Papua sana, apakah penerapan pasal-pasal makar ini sudah bisa menjamin ketiga hal tersebut? Dan bagaimana seharusnya penerapan pasal makar ini dalam rancangan ... dalam KUHP kita sekarang? Terima kasih, Prof.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ada lagi?

18. KUASA HUKUM PEMOHON: JUDIANTO SIMANJUNTAK

Dilanjutkan, Majelis Hakim.

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, silakan.

20. KUASA HUKUM PEMOHON: JUDIANTO SIMANJUNTAK

Saudara Ahli, tadi menyampaikan bahwa penerapan pasal makar ini bertentangan dengan hak asasi manusia, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang perlu mungkin kami menegaskan Saudara Ahli menyatakan hal seperti itu, di mana letak dari posisinya? Sehingga, Saudara Ahli menyatakan bahwa penerapan pasal makar ini bertentangan dengan hak asasi manusia, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan juga hubungannya dengan konsepsi negara hukum. Terima kasih, itu saja.

21. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya. Cukup, ya. Dari Pemerintah?

22. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

(12)

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan.

24. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Terima kasih, Yang Mulia. Ahli Yang Terhormat, di angka 6, Ahli menyatakan, “Tujuan ini sungguh mulia. Namun, pasal makar itu apabila diterapkan, maka akan bertentangan dengan sendi-sendi HAM.”

Tujuan mulia apabila diterapkan. Sehingga pertanyaannya, Prof., apakah mulia itu di norma? Kemudian, ada penerapan yang kurang pas dari makna ini. “Tujuan ini sungguh mulia. Namun pasal makar, apabila diterapkan, maka akan bertentangan dengan HAM.” Dalam penerapan mana yang bertentangan dengan HAM?

Pertanyaan kedua adalah sepakat warga membentuk negara ... sepakat warga membentuk negara seperti yang disampaikan Ahli tadi. Sehingga ketika warga kemudian ingin keluar dari negara tersebut dan negara kemudian menyatakan itu sebuah tindak pidana, apakah ada pertentangan nilai-nilai dasar di situ? Mana yang harus dijamin oleh negara, eksistensi sebuah negara, ataukah membebaskan rakyat untuk menyampaikan apa saja? Sehingga, bisa menggoncang sendi-sendi kita bernegara.

Demikian, Yang Mulia, terima kasih.

25. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Dari meja Hakim? Pak Suhartoyo, silakan. Ya ... oh, masih ada, ya? Silakan.

26. PEMERINTAH: MIA AMIATI

Mohon izin, Yang Mulia.

Saudara Ahli, tadi Ahli menjelaskan bahwa pada intinya pengertian makar ini tidak bisa diterapkan sebagai sesuatu yang bersifat serangan, bertentangan dengan apa yang Saudara kemukakan.

Menurut hemat kami dari sini, Pemerintah menganggap bahwa

istilah makar dapat dipahami sebagai persekongkolan dengan maksud

hendak melakukan perbuatan penyerangan terhadap pemerintahan. Dan pasal-pasal a quo yang saksi … Ahli kemukakan di sini adalah justru menurut hemat kami adalah memberikan jaminan adanya kepastian hukum bagi setiap warga negara dan termasuk warga negara asing … negara asing bahwa setiap tindakan yang mencoba menggulingkan pemerintahan yang sah kepada Republik Indonesia ini adalah suatu tindakan kejahatan.

(13)

Dan di sini, delik terhadap keamanan negara ini adalah bentuk perwujudan adanya perlindungan hukum bagi keamanan dan keselamatan negara, khususnya terhadap kehidupan kenegaraan … ketatanegaraan.

Jadi, dari sudut pandang mana Ahli melihat atau menilai bahwa sangat bertentangan dengan hak asasi manusia atau bertentangan dengan apa yang Ahli kemukakan tadi dalam uraian kesak … keahlian tadi yang diuraikan oleh Ahli? Mohon penjelasan.

27. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya.

28. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Demikian, Yang Mulia, terima kasih.

29. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Yang Mulia Pak Suhartoto, saya persilakan.

30. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Pak Profesor (...)

31. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Melkias (...)

32. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Melkias. Ada beberapa hal yang ingin saya mintakan pandangan Bapak. Yang pertama, kalau Bapak berkesimpulan bahwa seharusnya makar ini dimaknai sebagai serangan dan serangan itu sifatnya harus berkekuatan penuh dan utuh, apakah kemudian yang Bapak maksudkan adalah serangan itu sendiri harus menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari sub-sub yang ada di serangan itu sendiri? Misalnya dalam sebuah delik, nanti harus ada anasir-anasir itu, apakah itu menjadi satu kesatuan yang … yang secara singkatnya Anda tidak sepakat bahwa di dalam serangan, itu tidak mengenal adanya percobaan. Yang ketiga, kemudian Bapak tadi akhirnya membawa sebuah contoh yang ada di Papua, itu bahwa banyak masalah-masalah di Papua, kasus-kasus yang orang baru punya niat, ya kan? Sudah ditangkap.

(14)

Nah, pertanyaan saya adalah apakah kemudian kalau ini pemakaian atau penggunaan kata serangan untuk menggantikan makar, yang sebenarnya dari bahasa Belanda di sana seharusnya memang ma

… harus serangan begitu? Apakah kemudian sudah bisa di … di …

diberikan sebuah jaminan, garansi bahwa memang nanti pure bahwa itu tidak bisa dipisah-pisah? Artinya bahwa tidak mengenal lagi yang namanya poging atau percobaan sesuai dengan apa yang menjadi statement Bapak tadi harus kekuatan penuh merupakan satu kesatuan itu. Paham, enggak ya, Pak? Bapak paham, ya?

33. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Siap, Pak.

34. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Satu.

Kemudian yang kedua begini, Bapak. Bapak dalam kalimatnya me

… mengatakan begini bahwa asas konkordansi yang memberlakukan

MvS dan seterusnya ini, di era kemerdekaan … eh, tidak meninggalkan wataknya di era kemerdekaan. Wataknya tadi Bapak sampaikan adalah penjajahan atau kolonialisme itu. Sehingga pasal-pasal makar digunakan oleh penegak hukum dengan mental penjajahan untuk menindas para warga negara yang hendak mengkritik atau melakukan perlawanan dan seterusnya.

Saya tertarik dengan kalimat Bapak ini karena sangat … bagi saya sangat tajam ini … anu … ini yang Bapak maksudkan apakah kemudian para penegak hukum di era sekarang, di era kemerdekaan ini yang memberlakukan pasal-pasal makar itu, itu persoalannya ada pada normanya? Atau pada … memang pada penerapan oleh pelaku-pelaku pele … penegak hukumnya? Bapak … yang Bapak maksudkan di sini seperti apa? Apakah penegak hukum itu kemudian menjadi latah karena mengikuti norma peninggalan Belanda yang sebenarnya semangatnya masih bau kolonialisme itu? Ataukah memang penerapan para penegak hukum sekarang yang seharusnya memang tidak lagi mengikuti semangat yang dulu itu yang … saya minta pandangan Anda karena kalimat ini sangat menggelitik bagi saya.

Kemudian yang terakhir, Pak Ali, Pak Prof. Melkias. Kalau Bapak minta bahwa serangan itu harus dipakai untuk menggantikan makar, kalau saya kaitkan dengan permohonan Pemohon ini ada di Pasal 104,

106, 107, 108, dan 110. Di situ yang menggunakan kata makar, tidak

semuanya, hanya 104, kemudian 107, dan 106. Kalau 108 dan 110 kan tidak, seperti yang disampaikan oleh Kuasa dari Pemerintah tadi bahwa ada semacam pemufakatan jahat untuk Pasal 110 dan yang lain kan, 108 ... apa … artinya tidak didahului dengan makar. Apakah kemudian

(15)

serta-merta bahwa yang dua ini pun juga harus dimaknai juga serangan? Kalau begitu, mau ditempatkan di mana serangan itu sendiri? Karena di situ enggak ada anasir delik yang menempatkan serangan atau makar di norma di Pasal 108 dan 110 itu. Minta pendapatnya, Bapak. Terima kasih, Pak Ketua.

35. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Prof. Aswanto, silakan.

36. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Prof. Hetharia, pasal yang diminta untuk diuji oleh Para Pemohon itu adalah Pasal 104, antara lainnya 104, 106, 107, 139B … 139A dan 139B.

Nah, kalau kita melihat bahwa seseorang atau subjek hukum itu bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap apa yang dilakukan ketika ada pertemuan antara actus reus dan mens rea, artinya bahwa suatu norma pidana, suatu norma pidana yang berkonsekuensi pada pertanggungjawaban pidana adalah ketika dua elemen tadi itu terwujud.

Nah, pertanyaan saya. Kalau kita lihat Pasal 104 misalnya, yang bunyinya, “Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.”

Nah, menurut Prof, apakah rumusan Pasal 104 itu, itu menyalahi konsep actus reus dan mens rea di sana? Artinya, mengapa ada pertimbangan bahwa untuk makar itu tidak perlu ada poging, tidak perlu ada percobaan. Artinya bahwa tanpa … apa namanya … tanpa terwujudnya delik atau tanpa terwujud secara sempurna delik itu, ketika ada mens rea, maka mau, tidak mau, harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku. Terutama kalau perbuatannya itu tidak terlaksana secara sempurna di luar keinginan pelaku. Itu yang pertama dan pasal-pasal lain juga mungkin kita bisa lihat, Pasal 16, Pasal 17 [sic!], gitu.

Nah, yang kedua. Menarik apa yang Prof sampaikan bahwa sebenarnya konsep hak asasi manusia itu adalah … atau hak asasi manusia itu adalah pemberian Allah kepada makhluknya atau pemberian Tuhan kepada manusia sehingga ketika diimplementasikan dalam hukum negara, maka hukum negara juga harus menjamin hak asasi manusia.

Nah, pertanyaan saya. Kalau kita melihat rumusan-rumusan pasal yang … apa namanya … rumusan-rumusan pasal yang diminta untuk diuji oleh Para Pemohon, apakah di dalamnya tidak ada perwujudan hak atau tidak ada jaminan hak asasi manusia? Misalnya makar dengan maksud untuk membunuh. Artinya kalau tidak ada maksud untuk

(16)

membunuh atau tidak ada unsur, tidak ada elemen niat yang kemudian diwujudkan dalam tindakan permulaan atau tindakan perbuatan, maka mestinya orang yang dituduh atau didakwa untuk melakukan itu kan, sebenarnya harus dijamin haknya.

Yang saya maksud adalah makna frasa atau makna kata maksud

di situ, apakah itu bukan jaminan hak asasi manusia, gitu? Ya, mungkin bisa saja ada yang terbunuh, tetapi kemudian karena tidak ada mens rea-nya, tidak ada maksudnya, sehingga dia tidak boleh diminta pertanggungjawaban pidana. Nah, pertanyaan saya, saya ulang kembali. Apakah kata maksud itu tidak bermakna sebagai suatu perlindungan hak asasi manusia bagi warga negara yang diberikan oleh negara? Itu saja, Prof. Mohon penjelasan Prof. Terima kasih.

37. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Prof. Aswanto. Pak Palguna, silakan.

38. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Saya satu pertanyaan saja, Pak Ketua, terima kasih. Prof. Melkias, kritik utama yang ditujukan kepada teori perjanjian masyarakat yang dilakukan oleh John Locke, khususnya ketika berbicara pada fase kedua, yaitu Pactum Unionis adalah tidak jelasnya pembatasan kapan individu-individu yang menundukkan diri kepada negara itu, dia harus menaati kesepakatan yang mereka buat? Subjek? Kapan? When, dia harus subjek kepada kesepakatan yang mereka buat itu?.

Nah, ini menjadi lebih bermas ... itu, itu, saya kira kritik klasik yang ditujukkan kepada teori ini, ya, tidak pernah jelas ada pembatasan itu, kapan dia harus ini? Dan kapan dia harus dibebaskan atas nama lex naturalis. Subjek yang sudah menyatakan penundukan dirinya itu.

Padahal atas dasar Pactum Subjectionis inilah, maka negara diberikan

yang namanya hak-hak istimewa yang disebut sebagai exorbitante rechten.

Nah, ini menjadi lebih bermasalah lagi ketika dijadikan dasar oleh Ahli untuk … justru untuk anukan makar. Nah, sehingga apakah tidak sebaliknya? Justru karena adanya Pactum Subjectionis inilah, maka serangan yang ditujukan terhadap negara, yang notabenenya sudah mereka sepakati itu, itu menjadi tindak pidana.

Ini bagaimana? Nah, oleh karena itu, maka pertanyaanya kemudian ... mungkin jadi mirip-mirip dengan Pemerintah jadi sebenarnya. Sehingga, sesungguhnya apakah konsep apa … penerapannya dari pasal inikah yang bermasalah atau gagasannya sendiri sebenarnya sesuai justru dengan Pactum Subjectionis itu?

Nah, sehingga maka gagasan apa ... teori perjanjian masyarakat,

(17)

justru itu adalah yang memberikan … apa namanya ... landasan, legitimasi bagi negara untuk melakukan tindakan memaksa subjeknya untuk taat kepada aturan yang mereka sepakati sendiri berdasarkan hukum rasio, itu. Karena ini kan berkembangnya abad pertengahan ya, Prof., ya, ini, ya, khususnya teori hukum alam fase kedua? Yang ketika mulai penggunaan rasio digunakan untuk menerima bahwa apa yang diberikan oleh Yang Illahi itu, kemudian diterima secara rasional, lalu itu dijadikan dasar untuk pembentukan hukum. Atas dasar itulah, kemudian mereka taat. Sucject to the law. Ya, yang dibuat oleh negara itu.

Nah ini bagaimana, Pak? Apakah bukan sebaliknya? Justru atas dasar Pactum Subjectionis itulah, maka serangan yang ditujukan kepada negara itu menjadi bertentangan dengan perjanjian yang mereka buat. Karena mereka sudah sepakat untuk taat itu. Sehingga dengan demikian persoalannya, apakah ini normanya yang keliru kalau dikaitkan dengan dogmatika hukumnya sekarang, masalah yang nyata ini. Dogmanya yang keliru atau ke praktiknya? Terima kasih, Pak Ketua.

39. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Ya, silakan, Yang Mulia Pak Wahiduddin.

40. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Saya ingin … karena dikutip istilah makar itu terjemahan dari

aanslag dan dari Kamus Inggris-Belanda, Kramers Woordenboek. Itu ada hal yang mungkin nampaknya tidak dikutip oleh Prof. Bahwa di dalam kamus itu disebutkan ... nah, ini akan nanti pertanyaan bahwa aanslag is dus wijder dan poging. Artinya, aanslag itu lebih luas dari percobaan. Nah, ini minta ketegasan apakah pasal-pasal a quo yang dimohonkan ini, ini sudah sesuai dengan sebetulnya pengertian aanslag itu harus lebih luas dari poging atau menjadi lebih sempit terjemahan ini? Sehingga, bisa dilihat bahwa terjemahan ini apa ... ketika dimasukkan ke KUHP kita, terlepas dari ini sejarahnya. Ini sudah menjadi lebih sempit. Padahal menurut apa ... kamus yang dikutip ini yang mungkin tidak tercatat di sini bahwa itu lebih luas dari sekadar poging, gitu. Nah, itu saja pertanyaan saya. Terima kasih.

41. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, terima kasih. Silakan, Ahli untuk merespons mulai dari Pemohon sampai dengan Para Hakim. Cukup banyak.

(18)

42. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Saya mau memulai dari yang pertama dari Pemohon. Mengenai bagian … bagaimana pasal makar dalam ... mengenai hukum harus menjaga kepastian, ya. Tujuan hukum itu sendiri, keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, atau kegunaan.

Jadi, kalau kita melihat pasal-pasal makar yang ada dari sisi kepastian hukum, sudah jelas. Bahwa ada kepastian hukum dari sisi normatif. Bahwa pasal-pasal itu sudah ditetapkan menjadi undang-undang yang harus ditaati oleh seluruh warga negara. Namun, dari sisi keadilan, ini terusik karena ketaatan terhadap pasal-pasal makar itu dipaksakan, dipaksakan agar mereka bisa menaati itu. Padahal di dalam definisi kita tentang keadilan, bagaimana seseorang itu dari status naturalis memiliki kebebasan-kebebasan yang harus dijamin di dalam hukum. Jadi dengan demikian, sebenarnya pasal-pasal makar yang ada walaupun di satu sisi memberikan jaminan kepastian, tetapi dari sisi yang lain sudah mencederai rasa keadilan itu sendiri.

Oleh sebab itu, bagaimana ini? Tujuan hukum seperti apa yang harus kita tempuh agar supaya pasal-pasal makar ini bisa menjamin keadilan sekaligus kepastian itu sendiri?

Oleh sebab itu, maka saya melihat bahwa alangkah baiknya pasal-pasal makar yang ada di dalam ini karena telah mencederai keadilan, maka perlu untuk direvisi sedemikian rupa, sehingga benar-benar keadilan bisa dapat tercapai dan kepastian juga pada akhirnya bisa ditegakkan.

Jadi, saya melihat bahwa masalah kepastian dan keadilan, ini tidak perlu kita pertentangkan sebenarnya, itu tidak perlu dipertentangkan. Sebab apabila tujuan keadilan bisa tercapai, maka kepastian pun akan mengikutinya. Tetapi kalau kepastian yang kita dahulukan, maka sulit sekali, ya, bisa dijamin bahwa keadilan itu bisa ... bisa tercapai.

Mengenai bagaimana pasal-pasal makar dalam KUHP kita sekarang ini? Saya melihat bahwa alangkah baiknya pasal-pasal makar yang ada ini jangan sampai terlalu jauh masuk ke area hukum moral. Yang saya maksudkan dengan hukum moral di sini adalah bagaimana warga masyarakat yang ada ini dijamin kebebasannya. Jaminan terhadap kebebasan ini sangat penting karena hanya dengan kebebasan itulah manusia dapat mengembangkan dirinya secara maksimal. Tetapi kalau kita memberangus kebebasannya itu, maka sudah tentu manusia tidak bisa mengembangkan dirinya secara maksimal.

Nah, pasal makar yang ada ini, itu telah ditafsirkan terlalu luas dari aanslag yang dimaksudkan di dalam KUHP Belanda ini. Maksud saya yang terlalu luas itu adalah bahwa pasal-pasal makar ini termasuk di dalamnya perbuatan dengan maksud, perbuatan dengan maksud itu.

(19)

Indonesia. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia itu ada tiga definisi tentang makar. Yang pertama, itu pemikiran yang jahat, tipu muslihat. Lalu yang kedua, itu yang berkaitan dengan perbuatan dengan maksud untuk melakukan kejahatan. Dan yang ketiga, itu bagaimana suatu perbuatan untuk menggulingkan negara.

Jadi kalau kita menggunakan pengertian ini, maka tentu pengertian ini sudah terlalu luas, tidak seperti yang dimaksud di dalam

istilah Belanda, aanslag itu. Ini yang saya katakan bahwa pengertian

makar di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini sudah memberangus hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan berekspresi. Sedangkan hak ini dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Oleh sebab itu, ya, memang kita melihat bahwa pasal makar ini diberlakukan di Belanda dan kemudian di Indonesia, itu dengan maksud untuk memberantas, memberangus orang-orang yang memang mau melakukan revolusi itu. Tetapi kalau sudah diartikan secara luas sampai masuk ke dalam apa yang ada di dalam pikiran akal manusia, ini saya kira sudah tidak cocok lagi hukum pidana seperti itu. Jelas bahwa hukum pidana tidak bisa menghukum pikiran, kebebasan pikiran, dan kebebasan pendapat.

Jadi kalau orang ngomong-ngomong, ya, di dalam ruangan tertutup ini, mari kita rencanakan permufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintah. Baru ngomong-ngomong saja, belum melakukan sesuatu, apakah sudah harus langsung dianggap sebagai makar? Keadaan seperti ini banyak terjadi di Papua sebelum reformasi.

Jadi kalau di Papua di sana, ya, orang-orang di sana begitu takut mengatakan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Diucapkan saja berbahaya, apalagi kalau ada langkah-langkah untuk mewujudkan itu. Jadi, istilah di sana, dinding itu memiliki mata dan telinga, jangan berbicara sembarang karena memang permainan intelijen pada waktu itu juga cukup canggih sehingga itulah yang terjadi, mereka ditangkap dan dijerat dengan pasal makar ini. Mengapa? Karena pengertian makar ini terlampau luas, termasuk dengan apa yang sedang dipikirkan atau dibicarakan oleh manusia yang jahat, yang katanya menentang negara. Mungkin dari perspektif Pemerintah, itu menentang negara, tapi bagi mereka, “Ini hak saya yang harus dijamin,” kemungkinan seperti itu.

Nah, ini mengenai pertanyaan yang kedua, penerapan pasal makar bertentangan dengan HAM? Di mana letak posisi sehingga bertentangan? Bagaimana kaitannya juga dengan negara hukum? Tadi saya sudah menegaskan itu, ya. Posisinya yang bertentangan dengan HAM adalah ketika kebebasan berpikir itu sendiri diberangus oleh istilah

makar ini yang kita kenal di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia itu,

hanya berpikiran jahat saja.

Mungkin kita di sini, duduk di sini ada pikiran jahat yang timbul terhadap seseorang, mungkin saja itu, belum terwujud di dalam ekspresi yang lebih lagi. Tapi apakah dengan berpikiran jahat itu langsung kita

(20)

harus ditangkap dan ditahan? Saya kira ini sesuatu yang tidak bisa diterima, aturan hukum pidana seperti ini yang menjangkau terlalu dalam, hal-hal yang telah diatur dengan hukum moral itu, saya kira tidak patut. Biarlah hukum moral, hati nuraninya yang menuduh dirinya sendiri bahwa kau telah melakukan membuat suatu pemikiran yang jahat di dalam pikiranmu, biarlah itu porsi dari Hukum Kodrat, hukum moral yang menghakimi dirinya sendiri.

Jadi, tidak perlu hukum pidana masuk sampai ke melihat bahwa makar ya, dengan memikirkan sesuatu atau apalagi mengungkapkan sesuatu, lalu harus ditangkap dan ditahan. Jadi, yang saya menegaskan bahwa itu bertentangan dengan HAM adalah dari penerapan pasal tersebut dalam pengertian bahwa makar termasuk di dalamnya pemikiran-pemikiran jahat tadi.

Yang berikut dari Pemerintah mengenai tujuan yang sungguh mulianya, saya sudah tulis di dalam bagian yang keenam ini. Apabila diterapkan, penerapan mana yang bertentangan dengan hak asasi manusia? Di dalam poin 6 ini, memang negara harus dilindungi, pemerintah, presiden, wakil Presiden harus dilindungi.

Kita lihat, kita punya Pasal 30 dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu kan berkaitan dengan pertahanan negara dan keamanan negara, tapi tidak tahu nanti dirumuskan keamanan negara itu, berkaitan dengan keamanan Presiden dan Wakil Presiden atau tidak? Saya kira itu masih di dalam bentuk rancangan undang-undang, ya, belum dibahas lebih lanjut.

Jelas bahwa pemerintah negara harus dilindungi, presiden harus dilindungi, dan memang itu terjadi kalau kita lihat dari sisi teori Hukum Kodrat John Locke, ada kesepakatan masyarakat bersama untuk membentuk negara, ada pemerintahnya di sana yang berkuasa, ada perjanjian yang dibuat, tentu perjanjian yang dibuat itu untuk melindungi semua pihak di dalam perjanjian itu, baik pemerintah maupun masyarakat. Masyarakat dilindungi hak asasinya, tetapi pemerintah yang sah, harus juga mendapat perlindungan hukum sehingga tidak boleh ada serangan-serangan yang dilakukan terhadap pemerintah yang sah.

Bagaimana kalau pemerintah itu bertindak diktator, misalnya? Apabila pemerintah itu bertindak dengan memberangus hak asasi manusia itu sendiri, ingat bahwa pemerintah yang dipilih oleh masyarakat itu tidak selamanya bersifat manis. Di dalam sejarah perjalanan negara-negara yang ada, ada juga pemerintah yang begitu kejam terhadap rakyatnya. Bagaimana caranya hak asasi dipertahankan di situ? Ada hak rakyat untuk melawan negara/pemerintah yang bertindak diktator itu, harus diturunkan bagaimana caranya sesuai dengan mekanisme demokrasi yang ada. “Sudahlah nanti lima tahun ke depan tidak usah pilih orang itu lagi,” misalnya. Tetapi kalau di dalam keadaan gawat, darurat, ya, rakyat mempunyai hak perlawanan. Yang

(21)

saya tulis di sana hak perlawanan pasif dimana rakyat boleh mengerahkan kekuatan power … power people untuk menggulingkan pemerintahan yang diktator itu. Tapi kalau pemerintahan melayani masyarakat dengan baik, kenapa kita harus tidak mendukung pemerintahan itu.

Jadi, saya katakan bahwa tujuan dibuatnya pasal makar itu memang punya tujuan untuk melindungi pemerintah yang sah ini. Tetapi kalau pemerintah sendiri memberangus hak asasi manusia seperti kita kenal di dalam Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Pak Harto, dia harus digulingkan dengan people power itu.

Saya kira Presiden Venezuela, Maduro, sudah mengalami hal yang sama. Tapi kelihatannya di Venezuela sana sudah terjadi ke arah yang anarkis dan itu yang tidak boleh dibenarkan.

Saya setuju bahwa revolusi atau perlawanan aktif dalam hal ini tidak boleh dilakukan karena revolusi sudah tentu akan menyebabkan korban yang begitu banyak. Jangan harena … hanya karena … apa namanya … tujuan yang baik ke depan untuk generasi yang akan datang, maka generasi ini harus dihukum. Jadi, revolusi memang harus ditolak.

Berikut dari Pemerintah juga, makar atau serangan persekongkolan dengan maksud jahat. Dari sudut pandang mana ada pertentangan makar ini dengan hak asasi manusia? Saya kira sudah saya jelaskan tadi. Bahwa bertentangan dengan hak asasi manusia, makar itu ketika ditafsirkan bahwa makar itu termasuk dengan pikiran-pikiran jahat. Orang punya kebebasan untuk memikirkan jahat dan baik, biar hati nurani saja yang menghukum pikiran-pikiran yang jahat itu.

Yang berikut dari Bapak Hakim Yang Mulia Pak Suhartoyo. Makar itu harus diartikan sebagai serangan kalau tidak salah, ya. Saya memandang seperti ini, kalau makar itu diartikan sebagai serangan, yang bisa diterima adalah serangan atau perlawanan di dalam arti positif, dalam arti pasif. Tetapi kalau serangan itu, ya, kalau kita lihat arti serangan, ada serangan darat, ada serangan laut, ada serangan udara, berarti ada kekuatan yang digunakan dengan tujuan supaya sesuatu, ya, kekuasaan itu bisa digulingkan. Kalau makar diartikan sebagai serangan itu, ya, saya sangat setuju. Tapi makar tidak bisa diartikan termasuk dengan pemikiran-pemikiran jahat.

Nah, bagaimana dengan perbuatan … percobaan, ya? Saya melihat bahwa justru lebih baik, ya, kita melihat makar itu dalam pengertian termasuk di dalamnya percobaan. Artinya bahwa tiga unsur itu terpenuhi, ada niat, ada permulaan pelaksanaan, dan ada suatu perbuatan yang tidak terjadi bukan karena kehendaknya sendiri. Jadi, percobaan ini, ya, kalau dilihat dari satu kesatuan, ya, kita melihat makar itu secara utuh, ya. Secara utuh. Jadi, ada pemikiran jahat, ada pemikiran, ada niat, ada maksud, lalu ada ya, yang tiga unsur tadi, itu justru jauh lebih baik.

(22)

Oleh karena itu, mungkin kita … saya berpandangan bahwa makar lebih baik diartikan saja sebagai percobaan ini. Ini jauh lebih baik dalam rangka penegakan terhadap hak asasi manusia itu sendiri. Jadi, orang yang berpikiran jahat mempunyai maksud jahat, lalu diungkapkan di dalam perbuatan permulaan, lalu nampak lagi di dalam suatu perbuatan yang gagal untuk dilaksanakan. Tapi kalau hanya sampai pada niat, maksud saja, saya kira ini sudah bertentangan dengan kebebasan berpikir itu.

Berikut mengenai asas konkordansi ini. Ya, kita tahu bahwa pada waktu itu di dalam keadaan yang terdesak, ya, pemerintah harus mengisi kekosongan hukum yang ada, maka harus ada asas ini yang diberlakukan.

Tetapi, kalau kita lihat dalam keadaan darurat sudah sekitar 72 tahun, ya, sudah 72 tahun kita merdeka ini masih dikatakan keadaan darurat lagi. Saya kira, tidak. Itu artinya bahwa terjemahan, ya, aanslag kepada makar ini sudah harus ditinjau, entah itu dengan percobaan untuk menggulingkan pemerintahan atau bagaimana.

Ya, jadi, ini bagaimana ini? Saya kira ini di dalam sistem, ya, sistem penegakan hukum ini. Sistem hukum, ya. Sistem hukum itu kita tahu bahwa ada ... ada normanya, lalu ada lembaga institusinya, dan lalu ada budayanya.

Nah, asas konkordansi tidak meninggalkan wataknya yang kolonialisme itu bagaimana ini? Ini dalam penerapannya atau ada di dalam rumusan itu? Saya lihat dua-duanya. Karena di dalam rumusan juga sudah terjadi terjemahan yang tidak cocok antara aanslag dan makar. Makar dalam pengertian, ya, pikiran-pikiran jahat itu, maksud-maksud jahat itu.

Jadi, jelas bahwa ada persoalan pada tataran penormaan pasal-pasal itu sendiri. Lalu, ada juga pada tataran pelaksanaan. Ketika dilaksanakan, ya, para penegak hukum ini biasanya mau menegakkan hukum pemerintah dan apa yang ada di sana harus diterapkan, harus dilaksanakan. Oleh karena itu, tentu mereka akan menggunakan kekuatan, ya, paksaan untuk menegakkan aturan itu. Apa pun yang terjadi harus dibawa ke pengadilan. Apalagi ada falsafah lain, kita mempertahankan negara ini walaupun hak-hak asasi manusia sudah diberangus, khususnya di dalam pemerintahan Orde Baru pada waktu itu.

43. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sebentar, Pak Ketua, mohon izin. Begini, Prof, maksudnya kan apa yang Bapak sampaikan contoh-contoh tadi bahwa kalau Bapak sepakat tentang makar itu adalah percobaan, tentunya harus dibedakan dengan tegas, niat yang baru diucapkan dengan niat yang diikuti dengan perbuatan, meskipun perbuatan mungkin dalam bentuk persiapan atau

(23)

perbuatan pelaksanaan di awal permulaan yang tidak selesai karena bukan kemauannya sendiri.

Jadi karena ini persidangan terbuka untuk umum dan kalau tidak salah kan, Pemohon juga mengajukan contoh-contoh ada beberapa personal yang kemudian ditangkap oleh penegak hukum karena … nah, itu supaya kemudian jangan ada salah kaprah bahwa apakah ya, kalau orang baru mengucapkan, kemudian sudah diciduk?

Kalau yang disampaikan Prof tadi di era sebelum reformasi, itu juga saya juga ... di konteks yang sekarang, ini kasus-kasus yang ini kan, terangkatnya kan kemarin ada peristiwa yang baru-baru ini, Prof. Nah, supaya jangan kemudian secara kelembagaan, penegak hukum ini sebenarnya yang disalahkan, padahal belum tentu bahwa yang kemudian dilakukan tindakan oleh penegak hukum yang baru-baru ini adalah baru sekadar niat dan ucapan. Apakah itu yang kemudian Prof tegaskan bahwa itu pun sebenarnya juga sudah ada tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak diperbolehkan? Meskipun contoh itu sebenarnya belum tentu ... apa ... linier dengan keadaan yang sebenarnya. Karena apa, ya? Kan mestinya penegak hukum tidak sembarangan seperti itu. Kalau belum ada pub ... perbuatan permulaan atau perbuatan pelaksanaan di awal yang Prof dikatakan bahwa masuk area poging (percobaan), mestinya kan belum bisa. Ya, kan? Tapi apa benar itu kalau mereka-mereka itu kemudian dilepas, dibiarkan saja, apakah nanti tidak sampai pada titik seperti perbuatan itu selesai?

Nah, ketika itu kemudian dilakukan tindakan oleh petugas, penegak hukum, nah itulah perbuatan itu tidak selesai bukan karena kemauannya yang bersangkutan. Itulah titik di mana poging itu kemudian teridentifikasi, kan begitu. Ya, kan, Prof? Tapi, ya (...)

44. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ya.

45. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Saya minta anu saja. Supaya ini kan persidangan ditonton khalayak, terima kasih.

46. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ya, jadi saya sangat setuju dengan itu, ya. Bahwa suatu perbuatan harus memenuhi ketiga unsur itu, baru dapat dipidana. Merupakan suatu perbuatan makar, makar itu ya, persoalannya sudah diistilahkan. Saya kira kita perlu luruskan kamus dulu. Kamus kita, pengertian kita tentang makar itu.

(24)

Nah, persoalannya di dalam Undang-Undang Hukum Pidana ini istilahnya disebut di sana makar. Nah, orang tentu akan mengacu

kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia itu bahwa ada pemikiran jahat.

Nah, kalau ada pemikiran jahat, orang ngomong-ngomong saja, lalu ditangkap, makar. Dan itulah yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Jadi kalau dirumuskan, nah, percobaan dengan … percobaan dengan maksud untuk melakukan kejahatan terhadap negara, oke, itu sesuatu yang harus dihukum. Saya kira begitu. Baik, Yang Mulia, saya lanjut kepada pertanyaan dari Bapak Hakim Yang Mulia Profesor Aswanto.

47. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Agak dipersingkat, waktunya tinggal 7 menit, maksimal.

48. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ya. Makar dengan maksud membunuh kepala negara, ini dengan maksud ini. Jadi, orang punya maksud saja, yang ada di dalam pikirannya, dia berpikir, dan ada maksud, dan dia mau melakukan itu. Tetapi ya ketika dia menyiapkan segala peralatan untuk itu, tetapi dia tidak … tidak melakukan itu. Peralatan itu dia simpan di rumah, maka ini berarti unsur … unsur kedua saja yang memenuhi.

Saya melihat seperti ini, alangkah baiknya kita menegaskan secara tegas saja bahwa percobaan dengan maksud untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, itulah yang harus dipidana. Tapi kalau hanya makar dengan maksud, itu berarti di dalam pikiran saja, itu harus dipertanggungjawabkan secara pidana.

Istilah pertanggungjawaban itu sendiri juga adalah merupakan area daripada Hukum Kodrat, hukum moral dalam hal ini. Orang yang melakukan perbuatan, maka dia harus bertanggung jawab. Itu prinsip di dalam hukum moral. Jadi, saya kira ya perbuatan nyata saja. Kalau itu terjadi, maka dia harus bertanggung jawab. Hukum pidana memiliki pengertian seperti itu.

Tapi kalau dia tidak melakukan, hanya berpikir, atau merencanakan sesuatu yang jahat, tidak melakukan apa-apa, apakah itu merupakan suatu perbuatan pidana? Saya kira tidak. Jadi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jangan sampai masuk terlalu jauh memberangus hak-hak kebebasan manusia yang memang sudah diatur di dalam konstitusi kita.

(25)

49. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Sedikit, Prof. Kalau kita lihat di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kan, makar itu bisa berarti akal busuk, tipu muslihat, kemudian perbuatan, atau usaha. Nah, kalau kita coba gadaikan dengan

kata maksud, misalnya kita menggunakan pengertian makar itu adalah

perbuatan, atau usaha sehingga kalau disambung menjadi usaha dengan maksud untuk membunuh, gitu.

Nah, usaha dengan maksud membunuh, apakah ini tidak … apa … tidak sama dengan hakikat mens rea bahwa mens rea yang bisa dipertanggungjawabkan itu adalah mens rea memang yang tidak hanya angan-angan, tetapi mens rea dalam arti yang sudah ada perbuatan permulaan gitu, Prof. Apa tidak seperti itu pemaknaannya?

50. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ada perbuatan pelaksanaan. Jadi, misalnya seseorang berpikir untuk menggulingkan pemerintahan, lalu dia menyusun rencana, mengadakan rapat-rapat, dan berbicara di dalam rapat-rapat itu. Tentu rapatnya tertutup karena banyak intelijen. Lalu mereka mulai membuat gerakan-gerakan untuk mewujudkan maksud mereka itu. Meyiapkan tank-tank dan sebagainya.

Lalu mengambil tindakan untuk bergerak. Saya kira sampai kepada mengambil tindakan untuk bergerak, itu baru masuklah hukum pidana di sana. Tetapi hanya rapat-rapat dan merencanakan segala sesuatu yang jahat itu, biarlah hukum moral yang mengadili mereka.

Ada suara hati, landasan utama dari hukum moral itulah yang menghakimi mereka. “Itu jahat, jangan kalian melakukan itu.” Tetapi ketika mereka bergerak untuk mewujudkan maksud mereka itu, hukum pidana masuk di sana untuk bereaksi.

51. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Persoalannya begini, Prof. Misalnya ... mohon maaf, Pak Ketua. Misalnya tadi gambarannya, Prof. Mereka sudah menyiapkan peralatan dan sebagainya, tapi ketika itu tidak dilakukan tindakan, maka tidak tertutup kemungkinan akan terwujud. Misalnya, mereka berniat untuk menghilangkan nyawa presiden. Mereka sudah mempersiapkan ... apa namanya ... peralatan dan sebagainya, bagaimana teknik melakukan perbuatan itu, tapi kemudian karena kita dibatasi bahwa itu belum ... belum masuk tindakan pidana, aparat penegak hukum belum bisa bergerak. “Kita tunggu saja setelah dia menuju ke Merdeka Barat, baru kita tahan di sana,” gitu.

(26)

Nah, ini tidak tertutup kemungkinan bahwa presiden bisa meninggal, baru bisa ditindaklanjuti kalau gitu, Prof. Kira-kira gimana kalau gitu, Prof?

52. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Ya. Jadi, saya memandang bahwa ya memang ini antara hukum moral dan hukum pidana ini agak sulit. Kita tahu bahwa hukum positif kita ini banyakan, ya, masuk mengambil alih ... apa namanya ... wilayah-wilayah dari rezim-rezim hukum lain, misalnya hukum adat, ya. Ada hukum positif yang hendak mengambil wilayah hukum adat. Begitu juga dengan hukum agama, ada rezim hukum positif yang mau mengasung ... mengatur apa yang memang sudah diatur di dalam hukum agama. Begitu juga wilayah hukum moral yang sedang kita perdebatkan ini. Hukum pidana, hukum publik, hukum negara ini mau masuk ke wilayahnya hukum moral. Dan ini yang saya khawatir nanti suatu saat ada hukum pidana yang bisa masuk ke kamar tidur lagi. Ini yang sangat berbahaya.

Jadi, biarlah rezim hukum moral itu dengan dasar suara hati, itu bisa menghukum secara moral, pikiran-pikiran manusia yang jahat. Ketika mereka bertindak untuk melaksanakan itu, maka sudah tentu itu wilayah dari hukum pidana yang harus ditegakkan. Nah, di sini saya kira permainan intelijen harus kuat. Saya kira di situ saja. Terima kasih.

Lalu, berikut pertanyaan dari Yang Mulia Prof. I Dewa Gede Palguna mengenai Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis ini. Jadi, rakyat dengan persetujuan bersama membentuk negara dan itu adalah kehendak rakyat. Negara diberikan mandat oleh rakyat untuk menjalankan aturan-aturan untuk melindungi, mengatur, dan membatasi kebebasan mereka supaya jangan ada kebebasan yang bisa saling berhadap-hadapan, yang pada akhirnya akan menghancurkan masyarakat itu sendiri. Jadi, memang hadirnya negara ini adalah untuk mengatur rakyatnya sedemikian rupa agar tertib, agar teratur, supaya masyarakat, manusia di dalam negara itu dapat mengembangkan dirinya dan maju. Itu tuntutan daripada Hukum Kodrat ini.

Nah, tentu bahwa John Locke menegaskan bahwa tidak seluruh hak asasi manusia itu diserahkan kepada negara. Kebebasan boleh diatur oleh negara, tetapi ada kebebasan tertentu yang mendasar, yang tidak bisa diserahkan kepada negara, yaitu hak hidup, hak milik, dan hak untuk mencapai kebahagiaan. Itu hak-hak dasar. Memang ada kritikan banyak terhadap John Locke, ya. Bahwa pemikirannya ini sangat liberal, ya. Tapi saya kira, dia bisa menjelaskan hal-hal tertentu bagi kita untuk bisa mengerti dan memahami di mana hak asasi kita di satu pihak dan bagaimana kewenangan negara untuk mengatur dan mengarahkan ketertiban agar supaya kebebasan itu tidak saling bertabrakan satu dengan yang lain.

(27)

Jadi, berkaitan dengan kesepakatan mereka ini, tentu bahwa di dalam pemerintahan modern saat ini, ada perwakilan, ya, dengan DPR yang ada itu bersepakat dengan pemerintah menetapkan aturan-aturan yang menertibkan perilaku manusia. Dan manusia yang ada di dalam negara itu memang harus taat dan tunduk pada hukum itu, tetapi hukum

yang mana dulu? Ini persoalan. Istilah hukum juga, ya kadang kita

berpikir, ya, mungkin kita di dalam ruangan ini akan berpikir bahwa hukum itu, ya hukum positif, hukum negara. Negara hukum, itu ya negara hukum positif, hukum negara. Tetapi, ada juga hukum-hukum yang lain, hukum adat, hukum agama, dan hukum kodrat.

Apakah yang lain itu bukan termasuk hukum? Nah, ini persoalan di dalam filsafat hukum. Jadi, kalau kita katakan itu negara hukum, maka hukum yang dibuat oleh negara itu, harus betul-betul merupakan hukum yang baik karena ada hukum positif yang tidak baik juga.

Mungkin saya mau berkata begini bahwa pasal-pasal makar di dalam KUHP ini merupakan hukum positif yang tidak baik. Mengapa? Karena unsur-unsur, asas-asas moral kebaikan itu, tidak di … terdapat di dalam pengertian makar yang ada di dalam KUHP kita.

Kalau memang ini hukum positif yang tidak baik, mengapa kita tidak keluarkan itu saja? Karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Biarlah percobaan saja yang menjadi hal penting bagi kita, percobaan melakukan tindakan menggulingkan negara, itu harus diancam. Dan saya kira, Belanda terlalu tergesa-gesa untuk memproteksi, memproteksi pemerintah, penguasa yang ada karena Revolusi Rusia itu.

Jadi, mungkin hanya Belanda dan Indonesia saja yang punya pasal ini di dalam KUHP. Itulah sebabnya saya katakan asas korkon … konkordansi itu tidak memerhatikan nilai-nilai murni yang ada di dalam Hukum Kodrat itu yang notabene adalah hak asasi manusia.

Saya kira itu saja yang perlu saya sampaikan di dalam kesempatan ini, saya kembalikan (...)

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik (...)

54. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Kepada Yang Mulia.

55. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Terima kasih, Pak Melkias. Bapak Melkias yang sudah menyampaikan keterangan di Mahkamah, kita waktunya juga sudah

(28)

lebih 5 menit. Sekali lagi terima kasih, Prof, yang sudah memberikan keterangan di persidangan ini.

56. AHLI DARI PEMOHON: MELKIAS HETHARIA

Terima kasih.

57. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Pemohon, sudah selesai, ya, semua Ahli yang diajukan? Dari Pemerintah, mengajukan?

58. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Tidak, Yang Mulia.

59. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tidak. Cukup, ya?

60. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Cukup, Yang Mulia (...)

61. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Berarti seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara Nomor 28/PUU-XV/2007 [sic!] sudah selesai. Yang terakhir adalah penyerahan kesimpulan dari para pihak, baik Pemohon maupun Pemerintah, paling lambat tujuh hari kerja sejak sidang ini berakhir. Itu jatuh pada hari Rabu, 30 Agustus 2017, pada pukul 10.00 WIB, sudah tidak ada persidangan lagi, langsung diserahkan di Kepaniteraan, ya.

Saya ulangi, paling lambat Rabu, 30 Agustus 2017, pada pukul 10.00 WIB di Kepaniteraan, ya. Selewatnya dianggap tidak menyerahkan kesimpulan, ya. Pemohon cukup, ya? Baik dari Pemerintah, cukup? Cukup.

(29)

Sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 22 Agustus 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari

NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 12.37 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

Mahasiswa juga belum terbiasa melakukan pembelajaran dengan metode penugasan kelompok sehingga masih banyak mahasiswa yang berdiskusi dengan teman dari kelompok

Hasil penelitian ini, yaitu perbedaan kelas sosial yang ada pada cerpen “Perkawinan Mustaqimah” karya Zulfaisal Putera yang terbagi menjadi dua, yaitu golongan sangat

Dengan adanya modul pengembangan bimbingan kelompok untuk mencegah perilaku seks bebas pada peserta didik, diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan

Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini dilakukan dengan fokus

Untuk kegiatan sholat wajib dhuhur dan ashar berjamaah siswa berada di tanggung jawab pihak sekolah karena setiap waktunya sholat dhuhur dan sholat ashar siswa di

zingiberi asal Temanggung dan Boyolali yang telah disimpan dalam medium tanah steril selama enam tahun masih tumbuh dengan baik pada medium PDA dan memenuhi cawan Petri setelah

Pengkajian transtivitas terhadap pidato kampanye Ahok pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menghasilkan tiga simpulan, yakni 1) seluruh tipe transitivitas