• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Sekolah

Masa anak-anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak, menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang termasuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak tersebut berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja awal, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap. Menurut Lucas (2004), anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6–12 tahun. Sedangkan menurut Endres et al. (2004), anak usia sekolah berawal dari umur 6 tahun dan berakhir pada permulaan dari puberitas.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah

Kebutuhan zat gizi anak usia sekolah tidak jauh berbeda dengan usia sebelumnya yang berbeda adalah selera makannya. Anak usia sekolah lebih banyak melakukan aktivitas jasmani, misalnya belajar di sekolah, olah raga, bermain dan kegiatan sosial lainnya sehingga waktu untuk beristirahat hanya sedikit. Selain itu anak–anak mengalami pertumbuhan tulang, gigi, otot dan darah, sehingga anak–anak memerlukan jumlah dan jenis makanan yang lebih banyak. Ada tiga fungsi makanan bagi anak-anak antara lain sebagai bahan bakar untuk aktivitas muskular, sebagai suplai unsur dan senyawa kimia yang perlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yang rusak serta memberikan kesenangan dan kepuasaan bagi anak-anak (Villavieja et al. 1987).

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan makanan bagi anak usia sekolah selain kandungan zat gizi adalah yaitu palatabillity, kepuasan/rasa kenyang, nilai emosi dan sosial. Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana yang disukai (Villavieja et al. 1987).

Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah

Kebutuhan energi anak usia sekolah ditentukan oleh usia, metabolisme bassal dan aktivitas. Untuk anak usia 7–9 tahun, tanpa membedakan jenis

(2)

kelamin, kebutuhan energinya adalah 1800 kkal. Anak laki–laki dan wanita berusia 10–12 tahun memerlukan energi sebesar 2050 kkal (WNPG 2004).

Kebutuhan energi bervariasi dengan tingkat aktivitas, semakin banyak aktivitas anak–anak memerlukan tambahan energi sebaliknya dengan anak– anak yang hanya duduk terus–terusan (sedikit aktivitas). Anak-anak di daerah pedesaan (di negara berkembang) biasanya lebih aktif dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, intake energi anak–anak harus seimbang dengan aktivitas fisik (FAO 2001).

Kekurangan energi dapat terjadi bila asupan energi dari makanan lebih rendah dibanding energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi keseimbangan energi negatif. Akibatnya, terjadi penurunan berat badan. Bila terjadi keseimbangan energi negatif pada bayi dan anak–anak dalam jangka panjang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan rentan penyakit infeksi. Pada tahap berat bayi dan anak–anak menderita marasmus dan bila disertai kekurangan protein disebut kwashiokor (WNPG 2004).

Kelebihan energi dapat terjadi bila intake energi tinggi dari energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi kesembangan energi positif. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh dan akibatnya adalah penambahan berat badan. Kegemukan dapat terjadi karena intake energi yang berlebih atau rendahnya energi yang dikeluarkan tubuh (kurangnya aktivitas fisik tubuh) (WNPG 2004).

Kebutuhan Protein Anak Usia Sekolah

Kebutuhan protein menurut WHO (2007), yaitu konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau menyusui. Kebutuhan asam amino dan protein untuk anak–anak dapat ditentukan dengan menghitung kebutuhan pemeliharaan tubuh.

Pada anak–anak kebutuhan protein relatif lebih tinggi bila dikaitkan dengan berat badan daripada orang dewasa. Kebutuhan yang tinggi untuk periode pertumbuhan yang cepat. Konsumsi protein yang memadai merupakan hal yang penting, yaitu harus mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk anak–anak 7–9 tahun sebanyak 45 g/hari, sedangkan untuk anak laki–laki dan perempuan untuk usia 10 – 12 tahun 50 g/hari (WNPG 2004).

(3)

Kebutuhan protein per kilogram dari berat badan menurun kira–kira 1,1 gram pada masa anak–anak awal sampai 0,9 g pada masa anak–anak akhir. Walaupun jumlah protein adalah kira–kira 5–6% dari energi DRI, dilaporkan bahwa intake dari survei nasional (di Amerika Serikat) menunjukan intake protein sangat tinggi pada range 10–16% dari kilokalori. Akibat kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashikor. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang disebut marasmus. Gabungan antara dua jenis kekurangan ini dinamakan Kurang Energi Protein (WHO 2007).

Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah membutuhkan makanan dasar yang sama dengan ketika mereka remaja, tetapi penyajiannya berbeda disesuaikan dengan selera; jenis dan jumlahnya meningkat untuk menjaga kebutuhan tubuh yang lebih besar dan kebutuhan psikologikal. Anak usia sekolah memerlukan zat gizi yang baik untuk kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan dan agar anak resist pada penyakit infeksi (Ralston et al. 2008).

Anak–anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan mereka mulai berpartisipasi di klub, organisasi olahraga dan program rekrasi (untuk anak–anak usia sekolah di Amerika), sedangkan untuk anak–anak di Indonesia biasanya menghabiskan waktu 4–7 jam di sekolah. Hampir semua masalah perilaku berhubungan dengan makanan telah dipecahkan pada usia ini dan anak–anak menikmati makan untuk mengurangi lapar dan memperoleh kepuasan sosial (Ralston et al. 2008).

Anak usia sekolah bisa berpartisipasi dalam program makan siang sekolah atau membawa bekal makan siang dari rumah. The National School Lunch Program, dibentuk pada 1946 dan diadministrasikan oleh USDA, menyediakan kira–kira 1/3 dari DRI untuk anak sekolah. Selain program makan siang sekolah juga ada program sarapan pagi sekolah. Sarapan pagi dan makan siang di sekolah menyediakan tidak boleh lebih dari 30% kalori dari lemak dan 10% kalori dari lemak jenuh, seperti juga untuk memenuhi vitamin A, vitamin C, besi, kalsium dan kalori yang sesuai dengan rekomendasi (DRI). USDA menganalisa murid sekolah yang berpartisipasi pada program ini menunjukan bahwa murid yang berpartisipasi pada program ini mengkonsumsi gula, soda dan minuman buah yang manis lebih sedikit, mengkonsumsi lebih banyak susu dan sayuran dan intake yang lebih tinggi dari beberapa vitamin dan nutrisi

(4)

dibandingkan dengan murid di sekolah yang tidak berpartisipasi (Ralston et al. 2008).

Studi pada anak–anak menunjukan bahwa pola makan telah mengalami perubahan pada tahun–tahun terakhir. Mereka meminum lebih banyak susu rendah lemak dan non lemak, mengkonsumsi sedikit whole milk dan telur, makan lebih banyak camilan dan lebih suka mengkonsumsi makanan di lingkungan lain dibandingkan di rumah. Pada Tabel 1 menunjukan suatu rekomendasi pola makan yang mencukupi kebutuhan zat gizi untuk anak berusia 6–10 tahun. Pola makan ini merupakan petunjuk untuk memilih makanan agar cukup zat gizi, diet rendah lemak (Ralston et al. 2008).

Tabel 1 Rekomendasi asupan makanan menurut kelompok pangan dan ukuran rata–rata penyajian (usia 6 – 10 tahun)*

Kelompok pangan Porsi/hari Porsi rata-rata 1. Sayuran

(terutama sayuran hijau dan kuning) 3 – 5 0,5 gls

2. Buah-buahan (sumber vitamin C) 2 – 4 0,5 gls

3. Roti dan serealia Roti

Sereal siap saji, olahan serealia seperti makaroni, spagetti, nasi (murni atau diperkaya)

6 – 11 1 iris 1 ons 4. Susu dan produk olahannya

Whole atau 2 % milk (1.5 oz cheese = 1 c milk)

(c= 8 oz or 240 g) 3 – 4

0,5 gls 1 gls 5. Daging dan alternatif pengganti daging

Daging tanpa lemak, ikan, unggas, telur, mentega kacang/kedelai, Olahan/segar polong-polongan, kacang-kacangan

3 – 4 2 2 – 1 3 ons 4 sdm 0,5 gls 1 ons 6. Lemak dan minyak

Mentega, margarin, mayonnaise, minyak 3 1 sdm

*(Ralston et al. 2008)

Penyelenggaraan Makanan di Sekolah

Penyelenggaraaan makanan adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah besar. Pengelolaan makanan mencakup anggaran belanja, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan/pembelian bahan makanan, penerimaan dan pencatatan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyajian dan pelaporan. Secara garis besar pengelolaan makanan mencakup perencanaan menu, pembelian, penerimaan, dan persiapan pengolahan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pendistribusian/penyajian makanan dan pencatatan serta pelaporan (Nursiah 1990).

(5)

Perencanaan Menu

Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting dalam sistem pengelolaan makanan, karena menu sangat berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya dalam sistem tersebut seperti anggaran belanja, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan dan varisi bahan makanan. Menu seimbang perlu untuk kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Nursiah 1990).

Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam dan jenis serta kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah mengumpulkan data mengenai jumlah pasien yang diberi makan, jumlah dan macam makanan yang diberikan, menghitung taksiran persediaan bahan makanan, menghitung kebutuhan bahan makanan untuk satu periode tertentu hingga diperoleh taksiran bahan makanan. Tujuannya adalah menetapkan kebutuhan bahan makanan sesuai dengan menu yang telah direncanakan serta jumlah pasien yang akan dilayani (Mukrie dan Nursiah 1983).

Pembelian, Penerimaan dan Persiapan Pengolahan Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian proses penyediaan bahan makanan melalui prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar tersedia bahan makanan dengan jumlah dan macam serta kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Cara pembelian bahan makanan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang tersedia. Mutu hidangan yang dimasak tergantung dari keadaan fisik dan kualitas bahan makanan yang dibeli. Prosedur pembelian dapat dilakukan secara tender maupun penunjukkan langsung (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981).

Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penimbangan, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan mengenai jumlah bahan makanan menurut permintaan atau pesanan (Mukrie dan Nursiah 1983). Dalam penerimaan diperhatikan juga jumlah, jenis, ukuran kualitas bahan dan batas waktu kadaluarsa (Moehyi 1992).

(6)

Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu yang siap untuk dimasak sesuai dengan standar resep. Ditjen Pelayanan Kesehatan (1981) menetapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan persiapan bahan makanan adalah (1) melakukan persiapan bahan makanan berdasarkan tertib kerja dan metode teknik persiapan bahan makanan dalam standar resep, (2) merencanakan persiapan bahan makanan dengan memperhatikan waktu dan menu yang digunakan, (3) peralatan, bahan makanan, dan bumbu-bumbu dikumpulkan sesuai dengan menu yang akan diolah dan diatur secara baik sehingga memudahkan dalam melakukan pekerjaan, (4) mempergunakan peralatan yang sesuai dengan pekerjaan, (5) perlengkapan dan peralatan disusun sedemikian rupa dalam daerah pekerjaan sesuai dengan tugas, (6) mempergunakan peralatan dengan baik dan benar untuk menghindari kecelakaan kerja, (7) memperhatikan urutan langkah-langkah kerja sesuai dengan metode teknik persiapan, (8) meja kerja, perlengkapan dan peralatan segara dibersihkan dan disusun setelah digunakan.

Memasak adalah suatu pengetahuan dan seni yang sudah dikenal sejak zaman dahulu, untuk mengahasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi selera konsumen. Makanan yang disajikan harus dapat merangsang kelenjar ludah, mata, lidah dan perasaan sehingga makanan yang diproduksi sedap dipadang dan mempunyai citarasa yang yang lezat. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan mengahasilkan makanan tidak menarik. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi memerlukan persiapan dan diolah dengan cara yang tepat, proporsi bahan penyusun yang seimbang, bervariasi disajikan dengan menarik serta standar sanitasi yang tinggi (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981).

Dalam pengolahan bahan makanan terdapat dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah dan Briawan 1994). Persiapan sebaiknnya dilakukan dengan baik agar bahan makanan kelihatan menarik, nilai gizi tidak berkurang. Tujuan pemasakan bahan makanan adalah mempertahankan nilai gizi makanan, meningkatkan mutu cerna, mempertahankan dan menambah cita rasa, memperindah rupa, warna dan tekstur makanan.

(7)

Pendistribusian/Penyajian

Dalam menerapkan proses distribusi, di kenal dua cara pendistribusian makanan klien, yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi (Moehyi 1992). Cara sentralisasi yaitu cara pendistribusian yang semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat (centralized). Sebelum memilih cara ini, maka manajer/penangung jawab penyediaan makanan harus memperhatikan konsekuensi yang harus diadakan seperti luas tempat, peralatan, tenaga dan kesiapan manajemen yang menyeluruh. Sistem sentralisasi ini sesuai untuk institusi besar yang memiliki tenaga terbatas. Pegawai hanya diperlukan di dapur dan di ruang makan saja, karena klien bisa langsung mengambil makanan ke ruang makan tidak perlu diantar ke tiap ruang klien. Sehingga pegawai untuk pendistribusian atau pengantar makanan tidak ada.

Cara yang kedua adalah desentralisasi. Fokus cara ini adalah masih tetap berada di unit pembagian utama, kemudian langkah selanjutnya adalah menata makanan dan alat-alat makan perorangan yang telah disediakan di pantry/dapur ruangan. Sistem ini jelas membutuhkan patry/pos pelayanan makan sementara yang berfungsi untuk menghangatkan kembali makanan, membuat minuman/sejenisnya, menyiapkan peralatan makan bersih, menyajikan makanan sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan ke klien.

Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data kegiatan pengelolaan makanan dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilai kegiatan pelayanan makanan. Kegiatan pencatatan pelaporan diperlukan agar semua pekerjaan atau kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna. Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Depkes 2003b).

Sanitasi dan Higiene

Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk

(8)

melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Prabu 2009b).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan (Prabu 2009b). Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2003b).

Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah 1) permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan, 2) lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan, 3) Bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam bnerat beracun yang membahayakan, 4) wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup sempurna dan 5) kebersihannya ditentukan dengan angka kuman sebanyak-banyaknya 100/cm3 permukaan dan tidak ada kuman E-Coli (Depkes 2003a).

Healthy Eating Index (HEI)

Instrument yang digunakan untuk menilai kualitas diet secara menyeluruh dan memonitor pola konsumsi pangan adalah Healty Eating Index (HEI). HEI merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Center for Nutrition Policy and

Promotion USDA yaitu untuk mengukur kepatuhan konsumsi pangan

dihubungkan dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan. Healthy Eating Index (HEI) sudah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990 untuk menyediakan suatu kesimpulan pengukuran kualitas diet. HEI ditujukan untuk

(9)

mengevaluasi kualitas diet pada waktu tertentu dan juga sebagai metode untuk memonitor perubahan pola makan (USDA 2008).

HEI terdiri dari 10 komponen (Gambar 1) yaitu 5 komponen pertama berdasarkan 5 kelompok pangan utama pada USDA Food Guide Pyramid 1992 yaitu gandum, buah-buahan, sayuran, daging dan susu. Komponen ke 6 sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam Dietary Guidelines for American tahun 1995 yaitu total lemak, total lemak jenuh, kolesterol, sodium dan keragaman (Kennedy 2008).

Gambar 1 Komponen HEI (Kennedy 2008)

Setiap komponen HEI diberikan skor antara 0 sampai dengan 10 sehingga interval total skor HEI memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Kriteria untuk skor maksimal dan minimal ditentukan berdasarkan angka kecukupan yang dianjurkan per hari. Jika konsumsi atau intake seseorang memiliki jumlah diantara kriteria maksimal dan minimal maka skor ditentukan secara proporsional (Kennedy 2008). Rincian komponen, interval skor dan kriteria maksimum dan minimum HEI disajikan pada Table 2 berikut ini:

Tabel 2 Rata-rata skor HEI (Kennedy 2008)

Komponen Skor1 Kriteria untuk skor maksimum (10) Kriteria untuk skor minimum (0)

Konsumsi gandum 0 – 10 6-11 porsi2 0 porsi

Konsumsi sayur 0 – 10 3-5 porsi2 0 porsi

Konsumsi buah 0 – 10 2-4 porsi2 0 porsi

Konsumsi susu 0 – 10 2-3 porsi2 0 porsi

Konsumsi daging 0 – 10 2-3 porsi2 0 porsi Intake lemak total 0 - 10 < 30% total energi dari lemak > 45% total energi dari lemak Intake lemak jenuh 0 - 10 < 10% total energi dari lemak jenuh > 15% total energi dari lemak jenuh Intake kolesterol 0 - 10 < 300 mg > 450 mg

Intake sodium 0 - 10 < 2400 mg > 4800 mg Keragaman 0 – 10 > 8 jenis per hari < 3 jenis per hari

1Skor untuk orang yang konsumsi/intake antara nilai maksimum dan minimum ditentukan secara proporsional 2Jumlah porsi tergantung pada Angka kecukupan Gizi per hari yang dianjurkan.

(10)

Pada Gambar 2 berikut disajikan ilustrasi distribusi skor HEI yang menggambarkan sampel populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor HEI dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu skor 51 – 80 dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement), skor > 80 dikategorikan baik (good), dan skor < 50 dikategorikan buruk (poor).

Gambar 2 Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 Kualitas diet orang Amerika tahun 1999-2000 disajikan pada Gambar 3 dibawah ini disajikan skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor terendah adalah 3.8 pada kelompok buah-buahan. Interval skor komponen HEI adalah 5.9 – 7.7. Rata-rata total skor HEI adalah 62 – 64.

Gambar 3 Skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 (Kennedy 2008)

Berdasarkan data statistik mengindikasikan bahwa pada level populasi akan sulit untuk memperbaiki skor HEI dalam waktu yang singkat. Data tahun 1994–1996 digunakan untuk memvalidasi HEI. HEI berkorelasi positif dengan

(11)

intake zat gizi dan juga sebagai tambahan HEI berhubungan dengan persepsi orang terhadap dietnya. Kemudian orang yang menilai dietnya buruk atau sedang memiliki skor HEI yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang menilai dietnya baik/bagus (Kennedy 2008).

Pada tahun 2005 Amerika melakukan perbaikan terhadap komponen HEI dengan mengacu pada The 2005 Dietary Guidelines for Americans, sehingga terdapat perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan panduan yang lebih baru, adapun skor HEI yang dikembangkan pada tahun 2005 disajikan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Skor HEI Amerika Tahun 2005(Kennedy 2008)

Komponen MaxSkor 1 skor maksimum Kriteria untuk skor minimum Kriteria untuk

Total buah (termasuk juice) 5 ≥ 0.8 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total buah segar utuh 5 ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total sayuran 5 ≥ 1.1 cup equivalen per 1000 kkal 0 Sayuran hijau tua, oranye, Legum 5 ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total gandum 5 ≥ 3.0 oz equivalen per 1000 kkal 0 Gandum utuh 5 ≥ 1.5 oz equivalen per 1000 kkal 0 Susu 10 ≥ 1.3 oz equivalen per 1000 kkal 0 Daging dan kacang-kacangan 10 ≥ 2.5 oz equivalen per 1000 kkal 0

Minyak 10 ≥ 12 g per 1000 kkal 0

Lemak jenuh 10 ≤ 7% energi ≥ 15% energi Sodium 10 ≤ 0.7 g per 1000 kkal ≥ 2 g per 1000 kkal Kalori dari lemak jenuh, alkohol,

dan gula tambahan 20 ≤ 20% energi ≥ 50% energi

Tabel 4 Sistem Skor HEI Amerika Tahun 2005 (USDA 2008)

Komponen maks Skor Kriteria Pembagian skor

Skor 0 Skor maks

Total buah 5 intake = 0 > 0.8 gls/1000 Kal (5/0.8) x (total buah/(energi/1000) Buah utuh 5 intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal (5/0.4) x (buah utuh/(energi/1000)) Total sayuran 5 intake = 0 > 1.1 gls/1000 Kal (5/1.1) x (total sayuran/(energi/1000)) Sayuran hijau dan

kuning, legum 5 intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal (5/0.4) x (sayuran/(energi/1000)) Total Serealia 5 intake = 0 > 3 ons/1000 Kal (5/3) x ( total serealia/(energi/1000)) Serealia utuh 5 intake = 0 > 1.5 ons/1000 Kal (5/1.5) x (serealia utuh/(energi/1000) Susu 10 intake = 0 > 1.3 gls/1000 Kal (10/1.3) x (susu/(energi/1000)) Daging dan kacang 10 intake = 0 > 2.5 ons/1000 Kal (10/2.5) x (daging/(energi/1000)) Minyak 10 intake = 0 > 12 g/1000 Kal (10/12) x (minyak/(energi/1000)) Lemak jenuh 10 > 15% Kal < 7% Kal Untuk lemak jenuh antara min dan maks

jika > 10 maka HEI = 8-(8/5 x (%lemak jenuh-10)) jika < 10 maka HEI = 10-(2/3 x (%lemak jenuh-7))

Sodium 10 > 2 g/100

Kal < 0.7 g/1000 Kal Untuk sodium antara min dan maks : jika > 1100 maka HEI = 8-(8 x (sodium-1100)/900)) jika < 1100 maka HEI = 10-(2 x sodium-700)/400)) Kalori dari SoFAAS 20 > 50% Kal < 20% Kal jika %kalori dari SoFAAS < 50 : HEI =

(12)

HEI di Negara Asia Tenggara

Negara di Asia Tenggara yang sudah mengembangkan HEI adalah Thailand dengan dasar piramida makanan Thailand. THEI terdiri dari 11 komponen dimana masing-masing komponen merepresentasikan aspek diet sehat yang berbeda-beda, adapun komponen itu antara lain 1) komponen 1-5 mengukur derajat diet/konsumsi terhadap kecukupannya untuk 5 kelompok pangan utama yaitu serealia dan pati, sayuran, buah-buahan, susu (susu,

yoghurt dan keju), daging (daging, unggas, ikan, dry beans, telur dan nuts), 2) komponen 6,7, dan 8 mengukur total lemak, lemak jenuh, konsumsi gula,

terhadap persentase total asupan energi, 3) komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium dan 4) komponen 11 untuk mengukur keragaman diet (Sunard, Pinitchun & Pachotikarn 2008).

Pada Tabel 5 di bawah ini menyajikan secara rinci THEI. Penilaian HEI menggunakan sistem skor. Kriteria skoring THEI berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang direkomendasikan oleh Thailand. Setiap komponen diberi skor maksimum 10 dan skor minimum 0. Skor diantaranya dihitung secara proposional. Skor maksimal menunjukan asupan mendekati anjuran dan sebaliknya. Skor total THEI dikategorikan menjadi 3 level yaitu skor THEI > 66 dikategorikan baik, skor THEI antara 55-66 dikategorikan memerlukan perbaikan, dan skor THEI lebih dari 55 dikategorikan buruk ( Sunard et al. 2008)

Tabel 5 Komponen Thai Healthy Eating Index (THEI) dan sistem skoringnya

Interval skor Kriteria untuk skor maksimum (10) Kriteria untuk m skor minimum (0)

1. Konsumsi nasi-pati 0 – 10 8 – 12 porsi sendok nasi 0 dan 14 – 18 porsi sendok nasi

2. Konsumsi sayur 0 – 10 4 – 6 porsi sendok nasi 0

3. Konsumsi buah 0 – 10 3 – 5 porsi 0

4. Konsumsi susu 0 – 10 1 – 2 gelas 0

5. Konsumsi daging 0 – 10 6 – 12 sdm 0 dan 12 – 18 sdm

6. Intake lemak total 0 – 10 < 20% total energi > 35% total energi

7. Intake lemak jenuh 0 – 10 < 10% total energi > 15% total energi

8. Intake gula tambahan < 6% total energi > 10% total energi

9. Intake kolesterol 0 – 10 < 300 mg > 400 mg

10. Intake sodium 0 – 10 < 2400 mg > 3300 mg

(13)

Gambar 4 Piramida makanan Thailand

HEI di Indonesia

Indonesia sampai saat ini belum mengembangkan HEI, namun sebagai pedoman gizi seimbang Indonesia sudah mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang, pada tahun 1992 telah diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang sebagai upaya untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal. Salah satu rekomendasi penting dari kongres itu adalah anjuran kepada setiap negara agar menyusun pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Di Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna pada tahun 1950 dan sampai sekarang pedoman ini masih dikenal oleh sebagian anak sekolah dasar. Slogan 4 sehat 5 sempurna saat itu sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi PUGS (Soekirman 2008).

Dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat 13 (tiga belas) pesan yang perlu diperhatikan yaitu 1) makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengatur (vitamin dan mineral), 2) makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber utama, yaitu karbohidrat, protein dan lemak, 3) makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok per hari. Seyogyanya sekitar 50-60% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks atau setara dengan 3-4 piring nasi,

(14)

4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner, 5) gunakan garam beriodium untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). GAKI dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan anak, penyakit gondok, dan kretin (kerdil). Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari. Pesan ke 6 makanlah makanan sumber zat besi untuk mencegah anemia. Sumber yang baik adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging.

Pesan ke 7 berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 4 bulan. Pemberian ASI secara eksklusif ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga umur 4 bulan, setelah itu perlu diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Pesan ke 8 biasakan makan pagi (sarapan) untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja. Pesan ke 9 minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya, yaitu minimal 2 liter atau setara dengan 8 gelas setiap harinya, agar proses faali dalam tubuh dapat berlangsung dengan lancar dan seimbang. Pesan ke 10 lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur untuk mencapai berat badan normal dan mengimbangi konsumsi energi yang berlebihan. Pesan ke 11 hindari minum minuman beralkohol. Pesan ke 12 makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, yaitu bebas dari cemaran bahan kimia dan mikroba berbahaya, yang dapat menyebabkan sakit, dan pesan ke 13 bacalah label pada makanan yang dikemas, untuk mengetahui komposisi bahan penyusun (ingridien), komposisi gizi, serta tanggal kedaluarsa (Soekirman 2008).

(15)

Penjabaran Angka Kecukupan Gizi ke dalam Makanan

Angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan makanan bagi keluarga, kelompok maupun nasional. Untuk keperluan tersebut AKG perlu dijabarkan ke pada tingkat bentuk komoditi makanan. Dalam Repelita VI penjabaran AKG ke bentuk komoditi pangan didasarkan pada kebutuhan energi rata-rata per orang per hari yaitu 2000 kkal (tingkat konsumsi) dan 2200 kkal (tingkat ketersediaan) serta kebutuhan protein rata-rata per orang per hari yaitu 52 gram (tingkat konsumsi) dan 57 gram (tingkat ketersediaan).

Penjabaran di atas berdasarkan asumsi bahwa bila kebutuhan energi dan protein terpenuhi maka kebutuhan zat gizi lain juga terpenuhi. Kemudian angka kecukupan gizi tersebut dijabarkan pada kelompok komoditi makanan yaitu 1) beras/serealia (360 gram), 2) umbi-umbian (150 gram), 3) pangan hewani sepert ikan, susu, telur dan daging (60 gram), 4) minyak nabati (50 gram), 5) kacang-kacangan (30 gram), 6) sayuran (100 gram), 7) buah (150 gram), dan 8) gula (35 gram). Selanjutnya, jabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari, berdasarkan kelompok umur (Soekirman 2008).

Gambar

Tabel 1  Rekomendasi  asupan  makanan menurut kelompok pangan dan ukuran              rata–rata penyajian (usia 6 – 10 tahun)*
Gambar 1  Komponen HEI (Kennedy 2008)
Gambar 2  Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000  Kualitas diet orang Amerika tahun 1999-2000 disajikan pada Gambar 3  dibawah ini disajikan skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun  1999-2000
Tabel 4  Sistem Skor HEI Amerika Tahun 2005 (USDA 2008)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Banyak kajian mendapati mendapati siswazah di negara ini kurang kompeten dalam kemahiran teknikal yang diperlukan oleh industri disamping lemah dalam kemahiran insaniah

Walau bagaimanapun, masih terdapat di kalangan guru-guru yang tidak bersedia terhadap penggunaan BBM dalam P&amp;P mereka di sekolah dari aspek amalan, kemahiran dan sikap

Hubungan Berat Dan STABILITAS DAN KEKUATAN TANAH KLASIFIKASI REMBESAN AIR DALAM TANAH (5) Berat Dan Volume 3... POKOK BAHASAN POKOK

(engan membuat garis lurus, siswa dapat berlatih keseimbangan dengan disiplin. 2ola dari kertas atau bahan lain yang lunak... an'as, kuas, palet, cat air, dan cat minyak

Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh perceived network exernality dan motivasi affiliasi

Analisis uji hipotesis asosiatif meliputi analisis uji hipotesis hubungan variabel independent dengan variabel dependent dengan menggunakan regresi linier

Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu faktor dengan faktor lainnya dalam menentukan bobot prioritas terhadap Strategi Pemasaran dalam Promosi

Untuk mengetahui sifat fisik asap cair grade I dari Limbahkernel kelapa sawit Hasil penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan dan memberikan informasi tentang rendemen