• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur

Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus

MORA YANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

MORA YANTI. Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus. Dibimbing oleh ENDANG NURHAYATI.

Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical

waikavirus (RTSV) yang ditularkan terutama oleh wereng hijau Nephotettix virescens secara semipersisten. Gejala utama pada tanaman yang terinfeksi virus

tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan penurunan jumlah anakan. Penggunaan varietas tahan virus tungro merupakan salah satu komponen pengendalian penyakit tungro. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan (GH) terhadap Rice tungro virus. Varietas padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah HIPA4, galur-galur harapan F-13-1-1, F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, IPB120-F-92-1-1, dan sebagai pembanding IR64 (rentan) dan Tukad Petanu (tahan). Padi IR64 digunakan untuk perbanyakan wereng N. virescens dan perbanyakan inokulum virus tungro. Isolat

virus tungro berasal dari padi IR64 yang terserang virus tungro di daerah Situ Gede, Bogor. Penularan virus tungro pada tanaman padi menggunakan vektor N.

virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae). Pengamatan dilakukan terhadap tipe

gejala yang muncul, masa inkubasi penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi, tinggi tanaman, dan masa berbunga. Pengamatan penyakit tungro di lahan Situ Gede dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus tungro. Infeksi virus tungro menunjukkan tingkat ketahanan yang beragam pada tanaman padi yang diuji. Galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB102-F-92-1-1, dan varietas HIPA 4 menunjukkan tingkat ketahanan yang moderat terhadap infeksi virus tungro, sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1 menunjukkan tingkat ketahanan yang sama dengan varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang peka terhadap penyakit tungro yaitu rentan. Perbedaan gejala infeksi virus tungro menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara patogen, inang, dan lingkungan di rumah kaca dan di lapangan.

(3)

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur

Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus

Mora Yanti

A34062996

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul : Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus

Nama : MORA YANTI NRP : A34062996

Disetujui Pembimbing

Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. NIP. 19610430 198603 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata'ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Mei sampai November 2010, dengan judul Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, bantuan, masukan, dan arahan dalam merencanakan, melaksanakan, dan menyusun laporan akhir ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan bimbingan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu dan bimbingan yang diberikan selama menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Bunda atas kasih sayangnya, doanya, dukungan semangatnya yang selalu diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, yang telah menyediakan benih padi untuk digunakan dalam penelitian saya. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman di Proteksi Tanaman terutama kepada teman seperjuangan Lara Hikmahayati dan Atrie Yuni Sonia, juga kepada teman-teman saya lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang selalu memberikan bantuan, semangat selama pelaksanaan tugas akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada anggota laboratorium Virologi Tumbuhan yang selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian serta Pak Saefudin dan Bapak-bapak pengurus Rumah Kaca yang atas bantuannya di Rumah Kaca Cikabayan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan tugas akhir ini. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa pun yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011 Mora Yanti

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simpanggambir, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada tanggal 25 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Muhammad Tohar dan Ibu Ratna Wati.

Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis pernah magang di PT. BISI Malang, Jawa Timur dan menjadi pengurus organisasi Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal (IKMAMADINA) tahun 2006-2007.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Tanaman Padi ... 4

Botani dan Morfologi Padi ... 4

Taksonomi Padi ... 5

Varietas Padi ... 5

IR64 ... 6

Tukad Petanu ... 7

HIPA 4 ... 7

Padi Tipe Baru ... 7

Tungro ... 9

Penyakit Tungro ... 9

Gejala Penyakit Tungro ... 9

Virus Tungro ... 10

Penularan Virus Tungro ... 11

Resistensi (ketahanan) Tanaman ... 12

BAHAN DAN METODE ... 14

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Persiapan Tanaman Padi ... 14

Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens) ... 14

Persiapan Isolat Virus Tungro ... 15

Perbanyakan Isolat Virus Tungro ... 15

Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus Tungro ... 15

Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro ... 16

Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede sebagai Pembanding ... 17

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca ... 18

(8)

Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode

Inkubasi ... 19

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit dan Indeks Penyakit ... 20

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman .... 21

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Masa Berbunga ... 25

Hasil Pengamatan Infeksi Virus Tungro pada Dua Varietas Padi di Lahan Situ Gede ... 26

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala ... 26

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit dan Indeks Penyakit ... 27

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman .... 27

Respon Ketahanan Varietas Hibrida dan beberapa Galur Padi terhadap Infeksi Virus Tungro ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Skala keparahan penyakit tungro ... 16 2. Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada

varietas hibrida dan beberapa galur padi ... 20 3. Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan

indeks penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi ... 21 4. Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap pertambahan tinggi

dan penghambatan tinggi tanaman pada varietas hibrida dan

beberapa galur padi ... 24 5. Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan masa

berbunga pada verietas hibrida dan beberapa galur padi ... 25 6. Kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada tanaman padi

di lahan Situ Gede ... 27 7. Respon ketahanan sembilan jenis padi terhadap infeksi virus

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi ... 10 2. Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi ... 18 3. Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan tinggi

tanaman pada varietas hibrida dan galur padi pada 1-8

minggu setelah inokulasi virus (MSIV) di rumah kaca ... 22 4. Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi

di lahan Situ Gede ... 26 5. Pengaruh infeksi virus tungro terhadap penghambatan tinggi

tanaman padi pada 1-4 minggu setelah tanam (MST)

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis ragam untuk pengaruh inokulasi virus tungro terhadap

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebaran penyakit tungro tidak hanya di Indonesia tetapi di beberapa negara Asia lainnya seperti India, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling 1979).

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus yaitu Rice tungro bacilliform

badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Kedua virus

tersebut ditularkan secara semipersisten terutama oleh wereng hijau Nephotettix

virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tanaman padi yang

terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala perubahan warna pada daun muda menjadi kuning-oranye dimulai dari ujung daun, tanaman kerdil, jumlah anakan sedikit, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Berat dan ringannya gejala yang ditimbulkan menunjukkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman yang terinfeksi virus tungro. Tingkat keparahan penyakit tergantung pada tingkat ketahanan varietas padi dan umur tanaman pada saat terinfeksi. Tanaman muda lebih rentan terhadap infeksi virus tungro dibandingkan tanaman tua (Said dan Widiarta 2007).

Penyakit tungro menyebabkan kerugian yang cukup tinggi pada pertanaman padi bila dibandingkan penyakit lainnya. Pada tahun 1972/1973 terjadi ledakan penyakit tungro mencapai 43.151 ha yang tersebar di Kabupaten Pinrang, Sidrap, Luwu, dan Polmas, Sulawesi Selatan (Halteren dan Sama 1973). Selanjutnya pada tahun 1988/1999 ledakan penyakit tungro mencapai 15 ha di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (Widiarta dan Daradjat 2000). Pada akhir tahun 1995 di wilayah Surakarta, Jawa Tengah ledakan penyakit tungro mengakibatkan sekitar 12.340 ha sawah puso, dan nilai kehilangan hasil akibat penyakit tersebut diperkirakan setara dengan Rp 25 milyar. Secara nasional pada periode 1996-2002, luas ledakan virus tungro pada tanaman padi rata-rata 16.477 ha sawah dan menyebabkan tanaman puso seluas 1.027 ha. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan menyebutkan bahwa penyakit yang seringkali merusak tanaman padi

(13)

dalam kurun waktu 10 tahun terakhir salah satunya penyakit tungro dengan luas serangan mencapai 12.078 ha/tahun (BBPT Padi 2008b).

Penggunaan varietas tahan virus tungro/Rice tungro virus (RTV) merupakan salah satu komponen pengendalian penyakit tungro (Widiarta 2011). Varietas tahan penyakit tungro dikelompokkan sebagai varietas yang tahan terhadap wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen dan tahan terhadap virus yang merupakan patogen penyebab penyakit tungro (Said dan Widiarta 2007).

Penggunaan varietas unggul telah menyebar cukup luas di Indonesia. Penyebaran varietas unggul diperkirakan sekitar 90% areal tanaman padi di Indonesia telah ditanami dengan varietas unggul (Swasti et al. 2008). Beberapa varietas unggul yang berproduksi tinggi telah dikembangkan namun rentan terhadap virus tungro maupun wereng hijau. Varietas tersebut apabila ditanam di daerah endemis akan tertular tungro dan akan menyebabkan kehilangan hasil (Yasin dan Bastian 2008).

Perkembangan teknologi pertanian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul padi mampu mendorong peningkatan produksi beras, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil berswasembada beras. Walaupun demikian dalam beberapa tahun terakhir produktivitas padi cenderung menurun. Hal ini diakibatkan antara lain oleh menurunnya ketahanan varietas yang ada untuk berproduksi maksimal (Bastian et al. 2006). Varietas unggul padi yang berdaya hasil tinggi sangat penting dalam peningkatan produksi padi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan terutama beras (Aswidinnoor et al. 2008). Peningkatan produktivitas padi nasional dapat dilakukan melalui pengembangan dan perakitan galur harapan padi tipe baru (PTB) (Halimah 2010).

Pembentukan dan pengembangan varietas unggul padi merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan untuk mendapatkan suatu varietas yang berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit utama, dan berkualitas. Varietas unggul padi dihasilkan dari pembentukan dan pengembangan PTB yang berupa adaptasi galur-galur harapan yang kemudian dilepas menjadi varietas baru (Abdullah et al. 2008).

Namun pengembangan dan perakitan varietas padi unggul tersebut kadang tidak disertai dengan teknologi untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap

(14)

penyakit tungro. Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat ketahanan padi hibrida dan galur harapan terhadap virus tungro sangat bermanfaat sebagai sumber informasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan (GH) terhadap Rice tungro virus.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi mengenai tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan (GH) terhadap Rice tungro virus sehingga dapat digunakan untuk membantu menyusun strategi pengendalian RTV.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Tanaman padi menurut para sejarahwan diduga berasal dari India. Tanaman ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia bagian timur, seperti Philipina, Jepang, dan kepulauan-kepulauan di lautan Pasifik. Malaysia merupakan negara pertama penaman padi di sebelah selatan India. Tanaman padi masuk ke Indonesia sekitar tahun 1500 sebelum masehi (SM) (Siregar 1981). Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang, China sudah dimulai pada 3000 tahun SM (Purwono dan Purnamawati 2007).

Padi merupakan tanaman pangan dan makanan pokok utama bagi lebih dari sepertiga penduduk dunia. Padi yang diproduksi dan dikonsumsi lebih dari 90% terpusat di Asia. Padi yang diperkirakan sebanyak 20 spesies tersebar di daerah tropik Afrika Selatan, Asia Tenggara, China Selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan (De Datta 1981).

Tanaman padi dengan faktor lingkungan sangat berkaitan erat, dan antar faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya faktor fisik seperti tanah, iklim, faktor sarana produksi (pupuk dan pestisida) yang diberikan oleh manusia dan faktor biotik seperti serangga, cendawan, bakteri, virus, dan lain-lain. Pada keadaan tertentu bila salah satu faktor lebih dominan pengaruhnya dari faktor-faktor yang lainnya sehingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit (Siregar 1981).

Botani dan Morfologi Padi

Padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae (rumput-rumputan) dari genus Oryza (Purwono dan Purnamawati 2007). Padi merupakan tumbuhan dengan batang yang beruas-ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong yang pada kedua ujungnya ditutupi oleh buku. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Sedangkan buku bagian atas, ujung daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana

(16)

cabang terpendek menjadi lidah daun atau ligula dan bagian yang terpanjang dan terbesar disebut daun kelopak. Daun kelopak terdapat dua embelan sebelah kiri dan kanan yang disebut auricle. Daun kelopak yang membalut ruas paling atas dari batang disebut daun bendera (flag-leaf). Tepat pada lidah daun dan daun bendera teratas muncul ruas yang menjadi bulir padi. Bulir ini terdiri dari ruas-ruas yang pendek. Pada tiap ruas-ruas kiri dan kanan timbul cabang-cabang bulir, dan pada tiap-tiap ujung cabang bulir tedapat bunga padi (Siregar 1981).

Tumbuhan ini bersifat merumpun yaitu satu bibit yang ditanam membentuk satu rumpun dengan 20-30 anakan atau lebih. Bagian-bagian tanaman dibagi menjadi dua yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun. Bagian generatif terdiri dari malai, bunga, dan gabah (Siregar 1981).

Taksonomi Padi

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dengan urutan secara taksonomi (Siregar 1980):

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Class : Liliopsida (Monocotyledons) Subclass : Commelinidae

Order : Cyperales Family : Poaceae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Varietas Padi

Varietas padi merupakan segolongan tanaman yang satu sama lain mempunyai sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan olah tanaman tersebut kepada keturunannya. Suatu varietas padi dikatakan unggul apabila varietas tersebut mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki

(17)

oleh varietas padi lainnya. Sifat-sifat unggul tersebut antara lain seperti daya hasil yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, lebih tahan terhadap tumbangnya pertanaman, mutu beras, dan rasa nasi yang lebih enak (Siregar 1981).

Oryza memiliki 25 sepesies. Jenis yang lebih dikenal adalah Oryza sativa dengan dua spesies yaitu Japonica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis dan indica (padi cere) yang ditanam di Indonesia. Varietas unggul padi yang banyak ditanam saat ini berasal dari hasil silangan International Rice Research Institute (IRRI) atau silangan dalam negeri. Varietas hasil silangan IRRI biasanya diawali dengan IR, seperti IR48, IR64, IR65, IR70, IR72, dan IR74. Varietas hasil silangan dalam negeri biasanya didasarkan pada nama Sungai, Orang, antara lain Cisadane, Cisanggarung, Cisantana, Cisokan, Citanduy, Citarum, Fatmawati, Sintanur, Winongo, dan Yuwono. Varietas padi hibrida saat ini mulai dikembangkan antara lain Batang Kampar, Batang Samo, serta Hibrindo 1 dan 2 (Purwono dan Purnamawati 2007).

IR64

Varietas padi IR64 merupakan padi tipe indica dengan umur tanaman 115 hari. IR64 dikeluarkan oleh IRRI (1985-1989) dengan masa berbunga 87 hari. Varietas padi ini rentan terhadap virus tungro tetapi resisten terhadap wereng hijau (Hibino 1987). IR64 merupakan hasil persilangan antara IR 5657-33-2-1/IR 2061-465-1-5-5. Rataan hasil varietas tersebut mencapai kurang lebih 5 ton/ha. Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak dengan tinggi lebih kurang 85 cm, warna batang hijau, permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping dan panjang berwarna kuning bersih, tidak mudah rontok, dan kerebahannya tahan. Jumlah anakan maksimum yang dapat dihasilkan oleh padi IR64 adalah 25 anakan per tanaman, sedangkan jumlah anakan produktif terbanyak yang dapat dihasilkan adalah 22-23 anakan per tanaman (BBPT Padi 2008a).

(18)

Tukad Petanu

Varietas padi Tukad Petanu merupakan padi sawah golongan padi cere dengan umur tanaman 115-125 hari. Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak dengan tinggi berkisar antara 115-120 cm, warna batang hijau, permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping berwarna kuning jerami,

mudah rontok, dan kerebahannya agak tahan. Anakan produktif sekitar 17-20 batang, potensial hasil dapat mencapai 7 ton/ha dengan rata-rata hasil 4 ton/ha. Varietas ini hasil persilangan IR52256-84-2-3/IR72//2*IR1561-228-3/Utri Merah. Varietas ini tahan terhadap penyakit tungro, agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain VIII, dan agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3. Tukad petanu memiliki tekstur nasi yang pulen. Varietas ini baik ditanam di daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat (BPPP 2009).

HIPA 4

Varietas padi HIPA 4 merupakan padi sawah golongan padi cere, kadang-kadang berbulu yang memiliki umur 114-116 hari. Varietas ini hasil persilangan antara IR62829A/MTU9992, dilepas secara komersil sejak tahun 2004. Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak, tinggi 86-95 cm, warna batang hijau, permukaan daun kasar, posisi daun tegak, leher malai keluar, bentuk gabah ramping berwarna kuning jerami, mudah rontok, kerebahan tahan, dan tekstur nasi pera. Anakan produktif sekitar 16-24 batang, potensial hasil dapat mencapai 10 ton/ha dengan rata-rata hasil 8 ton/ha. Varietas ini agak tahan terhadap penyakit tungro dan terhadap hawar daun bakteri strain IV dan VIII, dan agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 (BBPT Padi 2009).

Padi Tipe Baru

Padi tipe baru (PTB) merupakan salah satu hasil pemuliaan yang dicirikan dengan karakter agronomi malai yang lebat dan panjang (Halimah 2010). Galur-galur harapan merupakan hasil pemuliaan PTB menjadi varietas tanaman melalui perakitan varietas baru. Program perakitan PTB sejak tahun 1989 diinisiasi oleh

(19)

IRRI merupakan hasil persilangan antara padi indica dan japonica (Las et al. 2003).

Tahun 1995 pembentukan PTB dimulai di Indonesia oleh Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa). Selama perkembangannya telah dihasilkan varietas dan sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi (Las et al. 2003).

Pembentukan PTB di Indonesia diarahkan pada PTB yang memiliki ciri-ciri jumlah anakan yang sedang tetapi semuanya produktif (12-18 batang), jumlah gabah per malai 150-250 butir, persentase gabah bernas 85-95%, bobot 1000 butir gabah 25-26 g, batang kokoh dan pendek (80-90 cm), daun tegak, sempit berbentuk huruf V, berwarna hijau sampai hijau tua, 2-3 daun terakhir tidak cepat luruh, akar banyak dan menyebar dalam, gabah langsing, mutu beras baik, serta tahan terhadap hama dan penyakit utama (Abdullah et al. 2008).

Halimah (2010) melaporkan bahwa galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, IPB120-F-91-2-1, dan IPB120-F-92-1-1 dihasilkan dari tetua persilangan antara Fatmawati x IPB6-d-10s-1-1-1. Galur-galur ini dihasilkan oleh Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umur galur-galur tersebut berkisar antara 106-118 hari. Ciri galur-galur tersebut antara lain tinggi tanaman berkisar antara 108-136 cm, panjang malai 30-36 cm, jumlah gabah total 241-3030 butir/malai, jumlah gabah isi 175-268 butir/malai, semua anakan produktif (9-13 batang), bobot 1000 butir

gabah sebesar 24-29 g, bentuk daun tegak, lebat, dan berwarna hijau. Nilai produksi gabah kering giling (GKG) galur-galur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Ciherang dan IR64 dari dua lokasi pengujian yaitu Bogor dan Kulon Progo sehingga dapat diusulkan untuk pelepasan varietas. Lokasi pengujian berpengaruh terhadap keragaman beberapa karakter agronomi galur-galur yang diuji, misalnya adanya interaksi antar genetik dengan lingkungan pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan total, panjang malai, bobot 1000 butir gabah dan produksi GKG (ton/ha).

(20)

Tungro Penyakit Tungro

Tungro yang berarti ‘pertumbuhan terhambat’ untuk pertama kali ditemukan di Philiphina pada tahun 1963 dan merupakan penyakit yang sangat merugikan. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan wereng daun terutama

Nephotettix virescens (Semangun 1991).

Penyakit tungro dikenal dengan beberapa nama seperti penyakit merah di Malaysia, accep na pula di Philipina, dan yellow orange leaf di Thailand (Ling 1972). Penyakit tungo merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara (Cabautan et al. 1995).

Di Indonesia, penyakit tungro mula-mula hanya terbatas penyebarannya di daerah tertentu seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat (Said et al. 2007). Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Pada awal tahun 1970-an ledakan penyakit tungro dilaporkan terjadi di beberapa daerah sentra produksi padi di Indonesia (Ou 1985). Kini, penyakit tungro hampir ditemukan di seluruh daerah penghasil padi (Said et al. 2007).

Penyakit tungro pada padi secara ekonomi merupakan penyakit yang sangat penting karena menimbulkan kerugian yang sangat besar. Pada tahun 2005/2006, virus tungro menyerang tanaman padi di NTB dan Manokwari dengan tingkat serangan sedang sampai berat. Selanjutnya pada musim tanam tahun 2010 produksi padi menurun hingga lebih dari 10% di Bengkulu (Bengkulu Express 2010). Kehilangan hasil akibat serangan virus tungro di Indonesia diperkirakan rata-rata 12.000 ha/tahun atau kerugiannya senilai Rp 48 miliar/tahun (asumsi harga gabah Rp 1.000/kg) (Puslitbangtan 2007).

Gejala Penyakit Tungro

Gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan penurunan jumlah anakan (Hibino et al. 1978).

(21)

Gambar 1 Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi. Warna daun menguning (oranye) dimulai dari ujung daun dan berkembang sejajar dengan tulang daun (http://www.agrilands.net)

Virus tungro yang menginfeksi tanaman juga menyebabkan helaian dan pelepah daun memendek, dan jumlah anakan sedikit. Pada bagian bawah helai duan muda terjapit oleh pelepah daun sehingga daunnya terpuntir dan menggulung. Daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro kadang terlihat ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selanjutnya infeksi virus tungro menyebabkan malai pendek, gabah tidak terisi sempurna atau kebanyakan hampa dan terdapat bercak-bercak coklat yang menutupi malai (Ling 1972).

Penurunan jumlah anakan sangat tinggi bila infeksi terjadi pada stadium pertumbuhan sangat awal. Jumlah anakan tanaman padi dipengaruhi umur tanaman dan jumlah anakan mungkin akan meningkat apabila infeksi virus tungro terjadi setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Namun jumlah anakan akan tetap sedikit jika selama infeksi terjadi penghambatan pertumbuhan pada tanaman padi (Ling 1972).

Ukuran atau tinggi tanaman akan menurun tajam dengan bertambahnya umur tanaman pada saat terjadi infeksi. Semakin tua tanaman yang terinfeksi maka reduksi ukuran tanaman yang terjadi akan semakin rendah. Semakin muda daun tanaman yang terinfeksi maka reduksi tanaman akan semakin tinggi (Ling 1972).

(22)

Virus Tungro

Tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda, yaitu

Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus

(RTSV) (Hibino et al. 1978). Kedua virus tersebut tidak mempunyai hubungan kekerabatan karena secara morfologi dan genom keduanya tidak mempunyai kesamaan (Dahal et al. 1997). Kedua virus tersebut hidup bebas di dalam tanaman padi, RTSV terbatas hanya di dalam jaringan floem dan RTBV terdapat pada jaringan xylem dan floem (Azzam dan Choncellor 2002). Menurut Hibino (1987) partikel virus tungro ditemukan di daun, akar, jaringan parenkim, floem, dan sitoplasma.

RTBV termasuk famili Caulimoviridae, genus Badnavirus. Bentuk partikel

RTBV adalah bacilliform dengan diameter 30-35 nm dan panjang kira-kira 100-300 nm yang bervariasi antara isolat (Hibino et al. 1978). Asam nukleat RTBV adalah DNA utas ganda dan bulat lebih kurang 8 kb (kilo base). Asam nukleat tersebut mengandung dua daerah yang tidak bersambung yang merupakan hasil dari proses replikasi oleh reverse transcriptase dan mempunyai empat open

reading frames (ORFs) (Hull 1996)

RTSV termasuk kedalam famili Sequiviridae, genus Waikavirus. RTSV mempunyai genom poliadenil ssRNA, unipartit, terbungkus partikel isometrik dengan diameter 30 nm (Hibino et al. 1978). Genom RNA RTSV kira-kira 11 kb dan protein selubungnya terdiri dari dua jenis molekul protein (Agrios 1997).

Penularan Virus Tungro

Virus tungro dapat ditularkan oleh wereng daun yang terdiri dari dua genus yaitu Nephotettix dan Recilia. Spesies dari genus Recilia yang dapat menularkan virus tungro yaitu Recilia dorsalis. Genus Nephotettix yang dapat menularkan virus tungro terdiri dari 4 spesies, yaitu N. virescens, N. nigropictus, N. parvus,

dan N. malayanus. Virus tungro ditularkan terutama oleh wereng hijau

N. virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tingkat serangan N. virescens dalam mentransmisikan virus mencapai 85-100%, diikuti oleh N. nigropictus kurang dari 35%, R. dorsalis kurang dari 5%, N. parvus dan N. malaynus 1-2% (Ling 1979).

(23)

Sifat hubungan virus tungro dengan vektornya adalah semipersisten (lamanya virus ditahan dalam vektor hanya beberapa hari). Vektor makan pada jaringan floem tanaman yang sakit untuk memperoleh virus dan membutuhkan waktu yang agak panjang. Virus yang telah diperoleh hanya dapat bertahan untuk beberapa hari dan daya tularnya akan hilang pada saat pergantian kulit (Bos 1990). Lama waktu yang dibutuhkan vektor untuk memperoleh virus berkisar antara 5-30 menit. Vektor yang telah mendapatkan virus dapat segera menularkan virus secara terus-menerus sampai vektor tersebut kehilangan kemampuan untuk menularkannya. Periode retensi atau masa terlama vektor untuk menularkan virus adalah 6 hari (Wathanakul dan Weerapat 1969 dalam Widiarta 2005). Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menularkan virus berkisar antara 7-30 menit (Ling 1968 dalam Widiarta 2005).

Cabautan dan Hibino (1984) menyatakan bahwa wereng hijau dapat menularkan RTSV dari tanaman padi yang hanya terinfeksi RTSV, tetapi tidak mampu menularkan RTBV dari tanaman yang hanya terinfeksi RTBV. RTBV dapat ditularkan oleh wereng hijau yang telah terinfeksi RTSV. Dalam penularan virus tungro, RTBV merupakan virus dependent sedangkan RTSV berfungsi sebagai virus pembantu.

Wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro adalah pada fase nimfa, imago jantan dan betina, namun tidak bisa melalui telur. Faktor lain seperti tanah, air, polen dan biji padi tidak dapat menularkan virus tungro. Virus tungro juga tidak dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis atau kontak antar tanaman (Hibino 1987).

Ketahanan Tanaman

Ketahanan merupakan kemampuan inang dalam mempertahankan diri terhadap virus dengan berbagai cara, antara lain membatasi penyebaran virus dan memelihara kenormalan proses pertumbuhan. Dalam tanaman yang tahan, virus tidak menyebabkan timbulnya gejala dan virus tidak bereplikasi. Mekanisme ketahanan inang dapat berupa ketahanan statis yaitu pertahanan struktural, anatomikal, dan morfologikal, dan pertahanan dinamis yang menghasilkan

(24)

senyawa yang dapat menekan dan menginaktifkan virus (Grec 1992 dalam Sariningsih 2005).

Agrios (1997) menyatakan bahwa mekanisme katahanan inang terhadap patogen berupa pertahanan struktural dan pertahanan biokimia. Pertahanan struktural inang merupakan pertahanan melalui hambatan fisik yang dapat menekan patogen mulai dari masuk sampai menyebar ke dalam tubuh tanaman. Sedangkan pertahanan biokimia adalah pertahanan reaksi biokimia sel dan jaringan tanaman dengan memproduksi substansi. Substansi dalam reaksi tersebut bersifat toksik terhadap patogen yaitu dengan menciptakan kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan patogen di dalam tanaman.

Matthews (1992) menyebutkan bahwa faktor genetis menjadikan inang seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap infeksi virus, yaitu (1) imun, dimana tanaman tidak terinfeksi dalam berbagai keadaan, (2) resisten terhadap penyakit, (3) hipersensitif atau tanpa adanya penyebaran virus lebih lanjut, (4) toleran, dimana virus dapat memperbanyak diri dan menyebar luas di dalam tubuh tanaman tetapi gejala yang terlihat sangat lemah atau tidak berarti.

Ketahanan tanaman terhadap virus tungro dan wereng hijau dikendalikan oleh beberapa gen yang independen. Berdasarkan gen tahan yang dimiliki suatu varietas dapat digolongkan menjadi empat varietas, yaitu T0-T4. Varietas yang termasuk golongan T0 (tidak memiliki gen tahan) adalah varietas IR5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi. Varietas yang tergolong T1 (Glh1) adalah IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh, dan Begawan Solo. Varietas yang tergolong T3 (Glh5) adalah IR50, IR48, IR54, IR52, dan IR64. Varietas yang tergolong T4 (Glh4) adalah IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun, dan Klara (Widiarta et al. 2004).

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di lahan tanaman padi petani di Situ Gede. Penelitian dilakukan dari Mei sampai November 2010.

Persiapan Tanaman Padi

Padi yang digunakan untuk pengujian terdiri dari HIPA 4 yang didapat dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, Subang, Jawa Barat, dan galur-galur harapan IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB120-F-92-1-1 yang didapat dari Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai pembanding varietas padi yang rentan terhadap penyakit tungro adalah IR64 yang diperoleh dari BBPT Padi, dan sebagai pembanding varietas padi yang tahan terhadap penyakit tungro adalah Tukad Petanu yang diperoleh dari Kebun Percobaan Rumah Kaca Muara, Bogor, Jawa Barat.

Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1, kemudian diisikan ke dalam ember yang berdiameter 25 cm sampai penuh serta disiram air hingga tergenang. Sebelum disemai benih padi direndam dengan air selama 24 jam atau sampai berkecambah. Kemudian benih tersebut disemai pada media kompos lembab dalam baki. Kompos yang digunakan tersebut diperoleh dari Toko Pertanian. Benih padi yang telah disemai dipindahkan pada media ember yang digunakan untuk perbanyakan N. virescens, perbanyakan virus tungro, dan persiapan tanaman uji.

Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens)

Perbanyakan N. virescens dilakukan dengan mengikuti prosedur Heinrichs

et al. (1985 dalam Azzam et al. 2000). Imago N. virescens jantan dan betina

diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika (BBPP Biogen). Wereng hijau dewasa tersebut diletakkan

(26)

pada tanaman padi varietas IR64 yang rentan terhadap wereng hijau di dalam kurungan yang berukuran 90x60x60 cm. Wereng hijau ini dibiarkan makan dan berkembang biak pada tanaman padi tersebut sampai jumlah imagonya cukup untuk menularkan virus tungro ke tanaman perbanyakan dan tanaman uji. Pemeliharaan wereng hijau dilakukan dengan mengganti tanaman padi yang telah kering dengan yang segar.

Persiapan Isolat Virus Tungro

Isolat virus tungro pada tanaman padi sakit diperoleh dari pertanaman padi di daerah Situ Gede, Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Semua tanaman padi yang bergejala tungro ini digunakan sebagai sumber inokulum untuk perbanyakan virus tungro yang selanjutnya digunakan untuk pengujian.

Perbanyakan Isolat Virus Tungro

Perbanyakan isolat virus tungro dilakukan pada tanaman padi IR64 sehat berumur 7-10 hari dengan cara ditularkan dengan N. virescens (Azzam et al. 2000). N. virescens diletakkan pada tanaman padi sakit selama 3-4 hari untuk makan akuisisi. Selanjutnya wereng hijau yang telah mendapatkan virus (viruleferous) sebanyak 2-3 wereng diletakkan pada tanaman padi dalam ember yang disungkup untuk menularkan virus selama 1 hari. Tanaman yang terinfeksi dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada pengujian selanjutnya.

Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus Tungro Tanaman uji yang diinokulasi virus tungro berumur 7 hari. Cara penularan diakukan sama seperti pada perbannyakan inokulum. Penularan terhadap tanaman uji terdiri dari dua perlakuan yaitu yang diinokulasi virus tungro dan yang tidak diinokulasi virus tungro. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Pada saat padi berumur 4 MST (Minggu Setelah Tanam) dilakukan pemupukan yang terdiri dari pupuk UREA, SP-18, dan KCl dengan dosis berturut-turut 2,5 g/tanaman; 1,5 g/tanaman; 1,5 g/tanaman.

(27)

Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro

Pengamatan dilakukan terhadap tipe gejala yang muncul, masa inkubasi penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi, tinggi tanaman, dan masa berbunga. Dari data jumlah tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit (KP) dengan menggunakan rumus (Azzam et al. 2000):

Jumlah tanaman terinfeksi

KP = x 100%

Jumlah tanaman yang diinokulasi

Berdasarkan skala keparahan penyakit dapat diketahui indeks penyakit (IP) dengan rumus (Azzam et al. 2000):

n(1)+n(3)+n(5)+n(7)+n(9) IP =

tn Keterangan:

IP = Indeks penyakit tungro

n = Jumlah tanaman yang terinfeksi virus tungro dengan skala tertentu tn = Total rumpun yang diskor

Tingkat keparahan penyakit diketahui dengan menggunakan Standart Evaluation System (SES) for rice (INGER 1996 dalam Azzam et al. 2000) dengan skor sebagai berikut:

Tabel 1 Skala keparahan penyakit tungro Skala Gejala

1 0% tidak terdapat gejala

3 1-10% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala daun kuning yang jelas

5 11-30% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala daun kuning yang jelas

7 31-50% terjadi penghambatan tinggi tanaman, terdapat gejala daun kuning yang jelas

(28)

Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede sebagai Pembanding Pengamatan penyakit tungro di lahan tanaman padi petani di Situ Gede, Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat dilakukan untuk mendapatkan data pembanding dari data yang diperoleh di rumah kaca. Pengamatan penyakit tungro dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus tungro. Pengamatan ini diakukan terhadap jumlah tanaman terinfeksi, tipe gejala yang muncul, dan tinggi tanaman dari umur 1 MST sampai 4 MST. Dari data jumlah tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit (KP) dan dari data tinggi tanaman dan tipe gejala pada daun yang terinfeksi virus tungro dapat diperoleh indeks penyakit (IP) tungro berdasarkan rumus sebelumnya. Jumlah tanaman yang diamati pada masing-masing varietas adalah 15 tanaman yang terinfeksi virus tungro dan 15 tanaman kontrol.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor pembeda yaitu varietas tanaman dan perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus tungro (kontrol). Setiap perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus tungro terdiri atas 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 tanaman. Data hasil perlakuan dianalisis dengan menggunakan software SPSS 17. Perbedaan nilai rata-rata dan interaksi setiap perlakuan diuji dengan menggunakan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala

Gambar 2 menunjukkan variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro. Daun sehat atau daun tanaman yang tidak diinokulasi virus tungro tidak menunjukan adanya gejala (A). Gejala pada semua tanaman yang diinokulasi virus tungro tidak berbeda. Pada awalnya gejala yang terlihat pada daun muda yang terinfeksi virus tungro adalah mosaik (B) yang dicirikan bercampurnya warna putih dengan warna hijau yang normal pada daun atau strip putih-hijau yang memanjang sejajar tulang daun (C). Kemudian warna tersebut berubah menjadi kuning sampai oranye yang dimulai pada ujung dan pinggir daun yang memanjang sejajar tulang daun (D dan E).

A B C D E

Gambar 2 Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi. (A) daun tanaman sehat (HIPA 4), (B) mosaik dan (C) strip putih (HIPA 4), (D) strip kuning F-20-2-1), (E) strip kuning-oranye (IPB97-F-15-1-1).

Bentuk daun yang terinfeksi virus tungro menjadi tidak normal atau terlihat bergelombang serta permukaan daun menjadi tidak rata dibandingkan dengan daun yang sehat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Suparyono et al. (2003) bahwa daun muda yang terinfeksi virus tungro sering menunjukkan gejala belang atau mempunyai strip putih dan hijau yang berbatasan dan memanjang

(30)

sejajar tulang daun. Pada daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro juga menunjukkan bahwa daun padi menggulung keluar seperti spiral. Ling (1972) juga menyatakan bahwa biasanya daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro kadang terlihat ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selain itu infeksi virus tungro menunjukkan bahwa pada daun yang kuning berkembang bintik-bintik berwarna coklat gelap tidak beraturan dan kadang-kadang pada daun tanaman hijau bila infeksi terjadi pada bibit muda. Selain variasi gejala pada daun tanaman padi, respon tanaman terhadap virus tungro juga ditunjukkan oleh penghambatan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang sedikit. Hibino et al. (1978) menyebutkan bahwa gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan terjadi penurunan jumlah anakan.

Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode Inkubasi

Periode inkubasi virus tungro bervariasi pada semua tanaman uji yang diinokulasi virus tungro yang berkisar antara antara 8,13-13,99 HSIV (Hari Setelah Inokulasi Virus). Periode inkubasi virus tungro pada varietas Tukad Petanu sebagai pembanding varietas yang tahan terhadap penyakit tungro berbeda nyata dengan semua tanaman uji. Periode inkubasi virus tungro pada 5 galur harapan tidak berbeda nyata dengan IR64 sebagai pembanding varietas yang rentan terhadap penyakit tungro. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa periode inkubasi virus tungro paling cepat telihat pada galur IPB97-F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB97-F-13-1-1. Selanjutnya periode

inkubasi virus tungro paling lama terlihat pada HIPA 4 dan galur IPB102-F-92-1-1 (Tabel 2). Perbedaan periode inkubasi virus tungro pada semua

tanaman uji diduga karena galur dan varietas yang digunakan berbeda dan adanya perbedaan faktor genetis yang mempengaruhi tingkat ketahanan dari setiap jenis padi yang diuji. Menurut Walkey (1991) bahwa periode inkubasi dan tipe gejala yang muncul pada tanaman yang terinfeksi virus dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, dan faktor lingkungan. Periode inkubasi yang berbeda kemungkinan disebabkan oleh sifat virus dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan tanaman pada tingkat kerentanan tanaman yang berbeda. Dalam

(31)

tanaman yang rentan terhadap virus, infeksi menyebabkan terjadinya suatu gejala yang lebih cepat daripada tanaman yang tahan terhadap virus (Bos 1990).

Tabel 2 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada varietas hibrida dan beberapa galur padi

Jenis padi Periode inkubasi (HSIV)*

IR64 (pembanding rentan) 9,06ab

Tukad Petanu (pembanding tahan) 13,99d

HIPA 4 11,33c IPB97-F-13-1-1 8,73ab IPB97-F-15-1-1 9,73b IPB97-F-20-2-1 8,13a IPB97-F-31-1-1 8,86ab IPB97-F-44-2-1 8,86ab IPB102-F-92-1-1 11,66c * Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(uji selang berganda Duncan α 0,05)

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit dan Indeks Penyakit

Rata-rata kejadian penyakit (KP) pada semua tanaman uji adalah sama, yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua tanaman padi yang diinokulasi virus tungro terinfeksi virus tungro. Walaupun demikian nilai indeks penyakit (IP) bervariasi tergantung jenis varietas dan galur padi yang diuji. Indeks penyakit tungro berkisar antara 3,5%-9% (Tabel 3). Indeks penyakit tungro paling rendah yang diobservasi adalah pada varietas Tukad Petanu yang diketahui tahan. IR64 sebagai pembanding varietas yang rentan terhadap virus tungro menunjukkan nilai IP paling tinggi yaitu 9%. Nilai indeks penyakit tungro pada varietas HIPA 4 dan galur yang diuji berada diantara nilai indeks penyakit tungro Tukad Petanu dan IR64. Diantara galur yang diuji, IP galur IPB97-F-44-2-1 adalah paling rendah yaitu 4,5% yang berarti menunjukkan tingkat ketahanan yang paling tahan terhadap virus tungro. Indeks penyakit yang rendah menunjukkan tanaman padi pada perlakuan tersebut mempunyai skor yang rendah dalam persentase penghambatan tinggi tanaman dan tingkat keparahan gejala pada daun. Hal ini

(32)

berarti tanaman padi mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi dan keparahan gejala yang relatif ringan. Sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1 merupakan tanaman uji dengan nilai IP paling tinggi. Nilai indeks penyakit yang tinggi menunjukkan tingkat ketahanan tanaman padi yang rendah terhadap virus yang menginfeksi tanaman. Sehingga kedua galur tersebut merupakan jenis padi yang menunjukkan tingkat ketahanan yang paling rentan diantara semua tanaman uji. Menurut Matthews (1992) bahwa ketahanan suatu tanaman dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain.

Tabel 3 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan indeks penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi

Jenis padi Kejadian penyakit (%) Indeks penyakit

IR64 (pembanding rentan) 100 9

Tukad Petanu (pembanding tahan) 100 3,5

HIPA 4 100 6,5 IPB97-F-13-1-1 100 5 IPB97-F-15-1-1 100 7,5 IPB97-F-20-2-1 100 7,5 IPB97-F-31-1-1 100 5,5 IPB97-F-44-2-1 100 4,5 IPB102-F-92-1-1 100 6,5

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman

Infeksi virus tungro mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman dan menyebabkan penghambatan tinggi tanaman padi (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hibino et al. (1978) bahwa tanaman padi yang terinfeksi virus tungro menjadi kerdil atau mengalami penghambatan tinggi tanaman. Persentase penghambatan tinggi tanaman pada semua tanaman yang diinokulasi virus tungro berbeda setiap minggunya. Persentase penghambatan tinggi tanaman Tukad Petanu sebagai varietas yang tahan terhadap virus tungro menunjukkan persentase penghambatan tinggi tanaman yang paling rendah, sedangkan persentase

(33)

penghambatan tinggi tanaman paling tinggi ditunjukkan oleh varietas IR64 sebagai varietas yang rentan terhadap virus tungro. HIPA 4 dan galur-galur yang diuji menunjukkan persentase penghambatan tinggi tanaman berada diantara persentase penghambatan tinggi tanaman Tukad Petanu dan IR64. Galur IPB102-F-92-1-1 menunjukkan persentase penghambatan tinggi tanaman paling rendah. Hal ini berarti galur ini merupakan galur yang mempunyai tingkat ketahanan yang paling tahan. Pesentase penghambatan paling tinggi adalah IPB97-F-15-1-1 yang berarti mempunyai tingkat ketahanan yang paling rentan. Pada saat 1-2 minggu setelah inokulasi virus (MSIV) menunjukkan tingkat penghambatan tinggi tanaman paling tinggi pada tanaman yang diinokulasi virus tungro kecuali pada Tukad Petanu yang berarti bahwa pada saat tersebut tanaman uji dalam keadaan paling rentan (Gambar 3).

Gambar 3 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan tinggi tanaman pada varietas hibrida dan beberapa galur padi pada 1-8 minggu setelah inokulasi virus (MSIV) di rumah kaca

Hal ini diduga disebabkan konsentrasi patogen yang menginfeksi lebih tinggi pada saat umur tanaman masih muda. Penghambatan pertumbuhan yang berbeda diduga juga disebabkan oleh faktor genetis inang, tingkat ketahanan yang berbeda, respon tanaman terhadap infeksi virus. Faktor genetis inang menunjukkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan yang terdapat dalam masing-masing tanaman uji. Hal ini didukung oleh pernyataan

(34)

Agrios (1997) yang menyatakan bahwa genotipe suatu varietas tanaman dapat menentukan tipe gejala yang muncul dan variasi dalam kerentanan terhadap

patogen yang disebabkan karena adanya perbedaan jenis dan jumlah gen yang berperan mengatur ketahanan yang terdapat dalam masing-masing varietas.

(35)

Tabel 4 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap pertambahan tinggi dan penghambatan tinggi tanaman pada varietas hibrida dan beberapa galur padi

Jenis Padi Perlakuan Pertambahan tinggi (cm) dan persentase penghambatan (%) tinggi tanaman uji pada minggu setelah tanam (MST)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

IR64 (pembanding rentan) Inokulasi 18,03 18,4 18,05 19,73 23,2 24,25 34 40,93

Kontrol 21,95 36,4 53,75 60,1 70,58 87,75 101 110,2 17,86% 49,45% 66,42% 67,17% 66,99% 72,36% 66,34% 62,86%

Tukad Petanu (pembanding rentan) Inokulasi 20,75 34,23 53,38 60,08 72,8 82,75 89 97,03

Kontrol 26,48 37,75 54,33 65,5 77,95 93,25 107,5 116,5 21,64% 9,32% 1,75% 8,27% 6,61% 11,26% 17,21% 16,71% HIPA 4 Inokulasi 17,33 20,98 32,13 35,95 43,8 50 55 62,88 Kontrol 19,63 28,2 42,88 53,18 64,53 78 91,5 100,73 11,72% 25,6% 25,07% 32,4% 32,12% 35,9% 39,89% 37,57% IPB97-F-13-1-1 Inokulasi 21,83 26,18 37,25 47,78 56,95 65,5 76 86,03 Kontrol 24,78 35,6 50,08 61,48 76,2 102,5 115,5 126,23 11,9% 26,46% 25,62% 22,28% 25,26% 36,1% 34,2% 31,85% IPB97-F-15-1-1 Inokulasi 19,53 22,9 28,58 32,85 46,18 49,25 59,75 74,8 Kontrol 23,1 35,28 49,68 61,83 80,63 102,25 114,75 125,28 15,45% 35,1% 42,47% 46,87% 42,73% 51,83% 47,93% 40,29% IPB97-F-20-2-1 Inokulasi 19,2 23,08 30,48 38,6 46,6 55,75 71,25 86,05 Kontrol 24,48 37,3 49,85 63,75 79,35 105,75 118,25 128,28 21,57% 38,12% 38,86% 39,45% 41,27% 47,28% 39,75% 32,92% IPB97-F-31-1-1 Inokulasi 21,35 24,68 36,73 44,43 52,8 53,75 74 75,58 Kontrol 23,53 38,13 50,45 63,65 76,03 100 111 121,45 9,26% 35,27% 21,95% 30,2% 30,55% 46,25% 33,33% 37,77% IPB97-F-44-2-1 Inokulasi 23,75 26,75 42,23 49,85 60,73 69,5 75,5 84 Kontrol 24,63 35,53 49,68 60,58 72,8 91 104,5 114,73 3,57% 24,71% 14,99% 17,71% 16,58% 23,63% 27,75% 26,78% IPB102-F-92-1-1 Inokulasi 18,33 24,7 37,7 45,88 57,7 68,25 78,5 94 Kontrol 24,38 40,4 50,33 67,63 82,33 105,5 113 120,83 24,81% 38,86% 25,09% 32,16% 29,92% 35,31% 30,53% 22,2%

(36)

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Masa Berbunga

Secara umum rata-rata masa berbunga tanaman uji yang diinokulasi virus tungro berbeda dengan masa berbunga tanaman kontrol. Masa berbunga tanaman padi yang diinokulasi virus tungro relatif lebih lambat dibandingkan dengan tanaman padi yang tidak diinokulasi virus tungro. Tukad petanu sebagai sebagai pembanding varietas yang tahan terhadap penyakit tungro menunjukkan persentase penghambatan masa berbunga yang paling tinggi dibanding dengan varietas IR64. Persentase penghambatan masa berbunga tanaman HIPA 4 dan galur yang diuji berada di bawah persentase penghambatan masa berbunga Tukad Petanu dan IR64. Galur IPB97-F-31-1-1 menunjukkan persentase penghambatan masa berbunga yang paling rendah, sedangkan persentase penghambatan masa berbunga paling tinggi adalah IPB102-F-92-1-1 (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan masa berbunga pada varietas hibrida dan beberapa galur padi

Jenis padi

Masa berbunga Penghambatan masa berbunga

(%) Inokulasi Kontrol

IR64 (pembanding rentan) 89 80 10,11

Tukad Petanu (pembanding tahan) 96,25 84,25 12,46

HIPA 4 89,5 85,5 4,46 IPB97-F-13-1-1 84 81,5 2,97 IPB97-F-15-1-1 88 81,25 7,67 IPB97-F-20-2-1 87,75 82,75 5,69 IPB97-F-31-1-1 84 83 1,19 IPB97-F-44-2-1 85 80,5 5,29 IPB102-F-92-1-1 92,5 84 9,18

Keterlambatan pembentukan bunga akan menyebabkan masa pembentukan malai menjadi lebih lama. Keterlambatan masa berbunga diduga karena tingkat ketahanan tanaman yang diuji terhadap virus tungro. Keterlambatan masa berbunga ini disebabkan karena tanaman yang terinfeksi virus tersebut mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga tanaman mengalami penurunan produksi hormon pertumbuhan yang berhubungan dengan pembungaan. Masa berbunga

(37)

pada semua tanaman uji berbeda tergantung lamanya umur tanaman varietas dan galur tersebut. Menurut Agrios (1997) bahwa tanaman yang terinfeksi virus dapat menurunkan kadar hormon pertumbuhan dan juga merangsang sintesis zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Hasil Pengamatan Infeksi Virus Tungro pada Dua Varietas Padi di Lahan Situ Gede

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala

Gambar 4 menunjukkan variasi gejala penyakit tungro pada tanaman padi IR64 dan padi varietas Santana di lahan tanaman padi di Situ Gede. Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala daun kuning (A), kemudian warna tersebut berubah menjadi kuning sampai oranye yang dimulai pada ujung dan pinggir daun yang memanjang sejajar tulang daun (B) pada tanaman padi varietas IR64. Pada awalnya, gejala pada varietas IR64 terlihat bahwa daun muda menunjukkan gejala berupa mosaik yang dicirikan bercampurnya warna putih dengan warna hijau yang normal pada daun. Tanaman padi varietas Santana menunjukkan gejala kuning-orange yang menanjang sejajar tulang daun (C).

A B C Gambar 4 Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi di lahan Situ

Gede. (A) strip kuning (IR64), (B) strip kuning-oranye (IR64), (C) strip kuning-oranye (Santana).

Kedua tanaman padi yang diamati terlihat adanya perbedaan gejala yaitu pada tingkat perubahan warna daun. Pada tanaman padi varietas IR64 tingkat

(38)

keparahan gejala ditunjukkan adanya mosaik yang berubah menjadi kuning oranye, sedangkan pada varietas Santana ditunjukkan oleh warna daun yang menjadi oranye.

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Peyakit dan Indeks Penyakit

Tabel 6 menunjukkan nilai kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada padi varietas IR64 berbeda dengan padi varietas Santana. Kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada varietas Santana lebih rendah dibandingkan dengan kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada varietas IR64. Indeks penyakit yang rendah menunjukkan tanaman padi mempunyai skor yang rendah dalam penghambatan tinggi tanaman dan tingkat keparahan gejala pada daun yang terinfeksi virus tungro, demikian sebaliknya untuk indeks penyakit yang tinggi. Kejadian penyakit dan indeks penyakit yang berbeda menunjukkan tingkat ketahanan varietas yang berbeda dan faktor genetis inang dari kedua varietas. Menurut Bos (1990) bahwa pada tingkat kerentanan tanaman terhadap virus, sel tanaman yang menunjukkan ketahanan tidak akan menunjukkan reaksi apa-apa ketika jaringan tanaman diinfeksi virus. Namun, apabila sel tanaman tersebut rentan, virus yang menginfeksi jaringan tanaman akan menetap dalam metabolisme inang dan akan bereplikasi atau memperbanyak diri.

Tabel 6 Kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada tanaman padi di lahan Situ Gede

Varietas Kejadian penyakit (%) Indeks penyakit

IR64 100 4,06 Santana 60 2,73

Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman

Infeksi virus tungro menyebabkan penghambatan tinggi tanaman padi. Menurut Sastrahidayat (1990) bahwa virus umumnya menyebabkan penurunan jumlah senyawa pengatur pertumbuhan dengan memperbanyak senyawa-senyawa penghambat pertumbuhan. Pada varietas Santana persentase penghambatan tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan dengan varietas IR64. Hal ini menunjukkan

(39)

bahwa tinggi tanaman varietas Santana lebih tinggi daripada tinggi tanaman varietas IR64. Berdasarkan tingkat penghambatan tinggi tanaman pada kedua varietas, varietas Santana menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih tahan dan IR64 menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih rentan. Tingkat ketahanan yang berbeda diduga karena sifat katahanan yang terdapat pada kedua varietas tersebut (Gambar 5).

Gambar 5 Pengaruh infeksi virus tungro terhadap penghambatan tinggi tanaman padi pada 1-4 minggu setelah tanam (MST) di lahan Situ Gede.

Respon Ketahanan Varietas Hibrida dan beberapa Galur Padi terhadap Infeksi Virus Tungro

Respon ketahanan varietas hibrida dan beberapa galur padi terhadap infeksi virus tungro dapat dilihat pada tabel 7. Berdasarkan hasil penelitian respon beberapa tanaman terhadap infeksi virus tungro dikelompokkan menjadi tahan, moderat, dan peka. Pengelompokan respon ini berdasarkan gejala, periode inkubasi, indeks penyakit, penghambatan tinggi tanaman, dan penghambatan masa berbunga. Galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB102-F-92-1-1, dan varietas HIPA 4 menunjukkan tingkat ketahanan yang moderat terhadap infeksi virus tungro, Sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1 menunjukkan tingkat ketahanan yang sama dengan varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang rentan terhadap penyakit tungro yaitu peka. Tanaman padi yang diuji tidak ada yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tahan terhadap inveksi virus tungro. Perbedaan respon ketahanan diduga

(40)

disebabkan faktor genetis inang terhadap infeksi virus tungro. Menurut Matthews (1992) bahwa faktor genetis menjadikan inang seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap infeksi virus, yaitu (1) imun, dimana tanaman tidak terinfeksi dalam berbagai keadaan, (2) resisten terhadap penyakit, (3) hipersensitif atau tanpa adanya penyebaran virus lebih lanjut, (4) toleran, dimana virus dapat memperbanyak diri dan menyebar luas di dalam tubuh tanaman tetapi gejala yang terlihat sangat lemah atau tidak berarti.

Hasil pengamatan gejala penyakit tungro pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro yang telah dilakukan di rumah kaca dan lahan padi di Situ Gede menunjukkan adanya perbedaan tipe gejala, kejadian penyakit, indeks penyakit, dan tingkat penghambatan tinggi tanaman. Tipe gejala yang terlihat pada tanaman padi terinfeksi virus tungro di rumah kaca dan di lahan padi Situ Gede juga menunjukkan gejala yang bervariasi karena varietasnya berbeda. Perbedaan yang paling jelas terlihat pada kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada varietas Tukad Petanu di rumah kaca dan varietas Santana di lapangan padahal keduanya mempunyai sifat tahan. Pada varietas Tukad Petanu diketahui kejadian penyakit tungro 100% sedangkan varietas Santana kejadian penyakit tungro 60% yang berarti berpengaruh terhadap indeks penyakit tungro kedua varietas tersebut. Hal ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan antara di lapangan yang dipengaruhi oleh banyak faktor sedangkan di rumah kaca inokulasi dilakukan secara buatan. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara patogen, inang, dan lingkungan di rumah kaca dan di lapangan. Pengaruh petogen dan tingkat ketahanan tanaman inang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pengaruh keadaan lingkungan terhadap penyakit virus tersebut terutama terhadap inang. Menurut Bos (1990) bahwa penyakit diketahui sebagai hasil interaksi antara patogen, inang, dan lingkungan. Patogen dan inang bersifat variabel dari segi genetik, aksi, dan reaksi mereka dipengaruhi oleh lingkungan. Selain itu perbedaan yang terlihat diduga juga dipengaruhi oleh waktu infeksi pada tanaman di rumah kaca dan di lapangan tidak sama.

(41)

Tabel 7 Respon ketahanan sembilam jenis padi terhadap infeksi virus tungro

Keterangan:

Gejala - : tidak ada penampakan gejala

+ : gejala hanya berupa daun mosaik

++ : gejala berupa daun mosaik dan sedikit kuning +++ : gejala berupa daun berwarna kuning-oranye

Periode inkubasi - : tidak ada penampakan gejala sampai akhir pengamatan

+ : gejala muncul setelah hari ke-12-14

++ : gejala muncul setelah hari ke-10-12

+++ : gejala muncul pada hari ke-8-10

Penghambatan masa berbunga - : tidak ada penghambatan masa berbunga

+ : penghambatan berkisar 1-5%

++ : penghambatan lebih dari 5-9%

+++ : penghambatan lebih dari 9-13%

Penghambatan tinggi tanaman - : tidak terjadi penghambatan tinggi tanaman

+ : penghambatan berkisar 1-25%

++ : penghambatan lebih dari 25-49%

+++ : penghambatan lebih dari 49-73%

Indeks penyakit - : tidak ada keparahan penyakit

+ : keparahan penyakit 1-3

++ : keparahan penyakit 4-6 +++ : keparahan penyakit 7-9

Jenis padi Gejala inkubasi Periode penyakit Indeks

Penghambatan tinggi tanaman (%) Penghambatan masa berbunga (%) Respon IR64 (pembanding rentan) +++ +++ +++ +++ +++ Peka Tukad Petanu (pembanding tahan) ++ + + + +++ Tahan HIPA 4 ++ ++ ++ ++ + Moderat IPB97-F-13-1-1 + +++ ++ ++ + Moderat IPB97-F-15-1-1 ++ +++ +++ ++ ++ Peka IPB97-F-20-2-1 ++ +++ +++ ++ ++ Peka PB97-F-31-1-1 ++ +++ ++ ++ + Moderat PB97-F-44-2-1 ++ +++ ++ + ++ Moderat IPB102-F-92-1-1 ++ ++ ++ ++ +++ Moderat

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tanaman padi yang diuji menunjukkan tingkat ketahanan yang beragam terhadap infeksi virus tungro. Galur 13-1-1, 31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB102-F-92-1-1, dan varietas HIPA 4 menunjukkan tingkat ketahanan yang moderat terhadap infeksi virus tungro, sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1 menunjukkan tingkat ketahanan yang sama dengan varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang peka terhadap penyakit tungro yaitu rentan. Hasil pengamatan gejala infeksi virus tungro terhadap padi varietas IR64 dan Santana di lapangan (Situ Gede) menunjukkan bahwa gejala pada varietas IR64 lebih tinggi dibanding varietas Santana. Perbedaan gejala infeksi virus tungro menunjukkan adanya interaksi yang berbeda antara patogen, inang, dan lingkungan di rumah kaca dan di lapangan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lapangan untuk mengetahui tingkat ketahanan galur harapan padi yang belum dilepas sebagai varietas terhadap infeksi RTV.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B, Tjokrowidjojo S , Sularjo. 2008. Status, Perkembangan, dan Prospek Pembentukan Padi Tipe Baru di Indonesia. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan Inovasi Teknologi Tanaman Pangan: Penelitian dan Pengembangan Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengembangan dan Pengembangan Pertanian. Hal: 257-268.

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. 4th ED. New York: Academic Press Inc. Aswidinnoor H, Sabran, Masganti, Susilawati. 2008. Laporan Hasil Penelitian

Perakitan Varietas Unggul Padi Tipe Baru dan Padi Baru-ratun Spesifik Lahan Pasang Surut Kalimantan untuk Mendukung Teknologi Budidaya Dua Kali Panen Setahun. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Institut Pertanian Bogor dan Sekretariat Badan Benelitian dan Pengembangan Pertanian No: 692/LB.620/I.1/3/2008.

Azzam O, Cabunagan RC, Chancellor TCB. 2000. Method for Evaluating Resistance to Rice Tungro Disease. Discussion Paper. IRRI.

Azzam O, Chancellor TCB. 2002. The biology, epidemiology, and management of rice tungro disease in Asia. Plant Disease 86(2): 88-100.

[BBPT Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008a. Deskripsi padi varietas IR64. Puslittan. http://www.pustaka-deptan.go.id. [23 Oktober 2010]

[BBPT Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008b. Keragaman virus tungro. Puslittan. http://www.puslittan.bogor.net/2008/Nomor1/07/ keanekaragamanvirustungro.html. [25 Mei 2009]

[BBPT Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi padi hibrida varietas Hipa 4. Puslittan. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id. [23 Oktober 2010]

[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Tukad Petanu. Litbang. http://www.eproduk@litbang.deptan.go.id. [23 Oktober 2010] Bastian A, Yasin M, Abdullah A. 2006. Seleksi ketahanan galur-galur padi tipe

baru (PTB) terhadap penyakit tungro. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marginal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Hal: 177-180. http://sulteng.litbang.deptan.go.id. [23 November 2010]

Bengkulu Ekspress. 2010. Diserang tungro, panen turun 10 %. http://www.bengkuluekspress.com. [07 Maret 2010]

Bos L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan.Triharso, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres. Terjemahan dari: Introduction to Plant

Virology.

Cabautan PQ, Cabunagan RC, Koganezawa H. 1995. Biological varians of rice tungro virus in the Philippines. Phytopatholog 85: 77-81.

(44)

Cabautan PQ, Hibino H. 1984. Detection of spherical and bacilliform virus particles in tungro-infected plants by leafhopper transmission. IRRN 9: 18-19.

Dahal G, Hibino H, Aguiero VM. 1997. Population characteristic and tungro transmission by Nephotettic virescens (Hemiptera: Cicadellidae) on selected resistant rice cultivars. Bulletin of Entomological Research 87: 387-395. De Datta SK. 1981. Principles and Practies of Rice Production. Canada: John

Willey & Sons, Inc.

Halimah W. 2010. Keragaman galur harapan padi tipe baru (PTB) IPB Bogor dan Kulon Progo dalam rangka uji multilokasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Halteren, Sama S. 1973. Tungro di Sulawesi Selatan. Ditlin Tanaman Pangan. Dirjen Tanaman Pangan.

Hibino H. 1987. Rice tungro virus disease: current research and prospects. Di

dalam: Rice Tungro Virus. Proceedings of the Workshop on Rice Tungro

Virus: Ministry of Agriculture AARD-Maros Research Institute for Food Crops. Maros, 24-27 September 1986. Hlm 2-6.

Hibino H, Roechan, Sudarisman S. 1978. Association of two types of virus particles with penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia.

Phytopathology 68: 1412-1416.

Hull R. 1996. Moleculer biology of rice tungro bacilliform virus. Annual Review

Phytopathology 34: 275-297.

Las I, Abdullah B, Daradjat AA. 2003. Padi tipe baru dan padi hibrida mendukung ketahanan pangan. Puslitbangtan. http://www.litbang.deptan.go. id. [07 Maret 2010]

Ling KC. 1972. Rice Virus Diseases. Los Banos: IRRI. Ling KC. 1979. Rice Virus Diseases. Los Banos: IRRI.

Matthews REF. 1992. Fundamentals of Plant Virology. USA: Academic Press Inc. Ou SH. 1985. Rice Disease. 4th ED. England: Commonwealth Mycological

Institute.

Purwono dan Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta. Penebar Swadaya.

[Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Ekspose hasil penelitian lolot tungro. http://www.puslittan.bogor.net. [07 Maret 2010] [Puslittan] Pusat Penelitian Tanaman Pangan. 2008. Keragaman virus tungro. Bogor. Puslittan. http://www.puslittan.bogor.net/2008/Nomor1/07/keragam an virustungro.html. [25 Mei 2009]

Said MY, Widiarta IN. 2007. Petunjuk teknis pengendalian penyakit tungro terpadu. Puslitbangtan. http://www.pangan.litbang.deptan.go.id. [23 November 2010]

(45)

Sariningsih I. 2005. Tingkat ketahanan lima spesies cucurbitaceae terhadap

Zucchini yellow mosaik potyvirus (ZYMV) [Skripsi]. Bogor: Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sastrahidayat IR. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Brawijaya bekerja sama dengan Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun H. 1991. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Siregar H. 1980. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta. Sastra Hudaya. Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta. Sastra Hudaya. Suparyono, Catindig JLA, Cabauatan PQ, Troung HX. 2003. Rice Tungro.

http://www.knowledgebannk.irri.org/riceDoctor_MX/Fact_Sheets/Diseases/ Tungro.html [25 Mei 2009].

Swasti E, Syarief AA, Suliansyah I. 2008. Potensi Varietas Lokal Sumatera Barat sebagai Sumber Genetik dalam Pemuliaan Tanaman Padi. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan Inovasi Teknologi Tanaman Pangan: Penelitian dan Pengembangan Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengembangan dan Pengembangan Pertanian. Hal: 409-414.

Walkey DSA. 1991. Applied Plant Virology. Edisi ke-2. London: Chapman and Hall.

Widiarta IN. 2005. Wereng hijau (Nephotettix virescens Distant): dinamika populasi dan strategi pengendaliannya sebagai vektor penyakit tungro.

Jurnal Litbang Pertanian 24(3):85-91.

Widiarta IN. 2011. Variasi efisiensi koloni wereng hijau Nephotettix virescens Distant dan virulensi inokulum tungro. Balitpa Sukamandi. http://www.pangan.litbang.deptan.go.id. [25 Januari 2011]

Widiarta IN, Daradjat AA. 2000. Daya tular tungro daerah endemis terhadap varietas tahan. Berita Puslitbangtan.

Widiarta IN, Burhanuddin, Daradjat AA, Hasanuddin A. 2004. Status dan program penelitian pengendalian terpadu penyakit tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September.

Yasin M, Bastian A. 2008. Pengaruh Pencampuran Varietas terhadap Penularan Virus Tungro pada Tanaman Padi. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan Inovasi Teknologi Tanaman Pangan: Penelitian dan Pengembangan Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengembangan dan Pengembangan Pertanian. Hal: 306-311.

(46)
(47)

Lampiran 1 Analisis ragam untuk pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada varietas hibrida dan beberapa galur padi Sumber

keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung Nilai P

Perlakuan 8 145,553 18,194 18,78 0,000

Galat 36 34,870 0,969

Total 45 4720,914

Gambar

Gambar 1     Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi. Warna daun       menguning (oranye) dimulai dari ujung daun dan berkembang  sejajar dengan tulang daun (http://www.agrilands.net)
Gambar 2 menunjukkan variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman  padi yang terinfeksi virus tungro
Tabel 2  Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada varietas      hibrida dan beberapa galur padi
Tabel 3   Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan indeks      penyakit  pada varietas hibrida dan beberapa galur padi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan dari segi sensoris, mie kering yang disukai panelis baik dalam segi rasa, aroma, warna, tekstur, dan tingkat kesukaan adalah mie kering dengan tepung pisang Tanduk 25%

Segala puji dan ungkapan syukur teruntuk Alloh SWT atas limpahan kasih sayang dan cinta-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul

Kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan proses pekerjaan baik di Departemen Teknik maupun Departemen Produksi saat ini terutama dalam melakukan pekerjaan administrasi

Berdasarkan hasil pengujian sistem yang telah dibuat, maka selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) S istem kontrol portal irigasi sawah berbasis Internet

Dari beberpa konsep tersebut di atas, maka dapat disimpuklan bahwa model Citizen’s Charter adalah suatu model pendekatan yang memuat kesepakatan berdasarkan masukan dari pelanggan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tutupan karang hidup di lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL), yakni di Kampung Nusi Inarusdi Pulau Nusi dan Kampung Wundi

Atau dengan kata lain, secara statistik terbukti bahwa sektor pertanian memiliki peran yang signifikan dalam menghadapi kesenjangan perekonomian antar kabupaten/kota

negatif terhadap yield spread, sedangkan variabel tenor berpengaruh signifikan ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, LIKUIDITAS OBLIGASI,RATING OBLIGASI, DAN RETARN