• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Profesi Guru

Suatu pekerjaan dapat menjadi profesi guru harus memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang melekat dalam pribadinya sebagai tuntutan melaksanakan profesi tersebut (Saondi, 2010: 10). Agar dikatakan profesional setiap profesi memiliki ketentuan-ketentuan yang telah dibuat, seperti halnya profesi guru. Guru memiliki prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan, senada dengan yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Pasal 7, ayat 1 bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c. Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

(2)

Kesimpulan dari pendapat di atas adalah guru dikatakan profesional apabila guru dapat memenuhi tuntutan profesinya yaitu mampu memberikan semua kebutuhan siswa dalam pendidikan, dan melaksanakantugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. Guru yang profesional adalah yang bekerja sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan, tidak seenaknya sendiri.

2. Kompetensi Guru

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (dalam Syah, 2010: 229), ialah The ability of a teacher to

responsibly perform his or her duties appropriately. Artinya, kompetensi

guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Artinya, guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional. Senada dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Kesimpulannya bahwa guru yang berkompeten adalah guru yang memiliki kreatifitas tinggi dalam pembelajaran, dan dapat menimbulkan keaktifan yang tinggi bagi siswanya. Guru memiliki beberapa kompetensi yang harus dikuasai sebagai penunjang profesinya. Standar kompetensi

(3)

juga tidak terlepas sebagai penentu keberhasilan dari pelaksanaan kurikulum yang digunakan oleh sekolah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 20 dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akadernik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Kesimpulan dari yang telah disebutkan mengenai kewajiban guru di atas adalah sebagaimana tugas guru yang telah ditentukan, maka harus dilaksanakan sesuai peraturan. Salah satu peraturan yang telah dibuat seperti yang tertera dalam Undang-Undang tentang kewajiban seorang guru yaitu mempersiapkan segala kebutuhan dari proses pembelajaran. Seorang guru adalah pribadi yang berkembang maka dituntut untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Seorang guru harus bisa mengkondisikan siswanya baik dalam pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran, guru juga harus bertindak adil. Sikap seorang guru akan menjadi panutan bagi siswanya, maka guru harus memperhatikan perilakunya. Guru menanamkan sikap

(4)

kesatuan dan persatuan sejak dini kepada siswa agar siswa selalu bersikap damai.

Selanjutnya adanya guru asisten juga memiliki kewajiban sebagaimana yang telah dijelaskan kewajiban guru asisten adalah menjadi teladan bagi pembentukan karakter anak, membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran, membantu mengelola kegiatan bermain sesuai dengan tahapan dan perkembangan anak, membantu dalam melakukan penilaian tahapan perkembangan anak (Peraturan Mendiknas Nomor 58 Tahun 2009). Adanya guru asisten juga memiliki kompetensi yang telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini pasal 26, ayat 2 yang berbunyi kompetensi guru asisten mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sebagaimana terdapat pada lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Adapun indikator kompetensi guru asisten yang akan dikembangkan dan ditingkatkan yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial.

Tabel 2.1.

Indikator Kompetensi Guru asisten dalam Penelitian

Kompetensi/Sub kompetensi Indikator

1. Kompetensi Kepribadian 1.1 Bersikap dan berperilaku

sesuai dengan kebutuhan psikologis anak.

1.1.1 Menyayangi anak secara tulus. 1.1.2 Berperilaku sabar, tenang,

ceria, serta penuh perhatian. 1.1.3 Memiliki kepekaan, responsif

dan humoris terhadap perilaku anak.

(5)

1.1.4 Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bijaksana.

1.1.5 Berpenampilan bersih, sehat, dan rapi.

1.1.6 Berperilaku sopan santun, menghargai, dan melindungi anak.

1.2 Bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma agama, budaya dan keyakinan anak.

1.2.1 Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, budaya, dan jender.

1.2.2 Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

1.2.3 Mengembangkan sikap anak didik untuk menghargai agama dan budaya lain.

1.3 Menampilkan diri sebagai pribadi yang berbudi pekerti luhur.

1.3.1 Berperilaku jujur.

1.3.2 Bertanggungjawab terhadap tugas.

1.3.3 Berperilaku sebagai teladan. 2. Kompetensi Profesional

2.1 Memahami tahapan perkembangan anak.

2.1.1 Memahami kesinambungan tingkat perkembangan anak usia 0 – 6 tahun.

2.1.2 Memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak.

2.1.3 Memahami bahwa setiap anak mempunyai tingkat kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda.

2.1.4 Memahami faktor penghambat dan pendukung tingkat

pencapaian perkembangan. 2.2 Memahami pertumbuhan dan

perkembangan anak.

2.2.1 Memahami aspek-aspek perkembangan fisikmotorik, kognitif, bahasa, sosial-emosi, dan moral agama.

2.2.2 Memahami faktor-faktor yang menghambat dan mendukung aspek-aspek perkembangan di atas.

(6)

kelainan pada tiap aspek perkembangan anak.

2.2.4 Mengenal kebutuhan gizi anak sesuai dengan usia.

2.2.5 Memahami cara memantau nutrisi, kesehatan dan keselamatan anak.

2.2.6 Mengetahui pola asuh yang sesuai dengan usia anak. 2.2.7 Mengenal keunikan anak. 2.3 Memahami pemberian

rangsangan pendidikan, pengasuhan, dan

perlindungan.

2.3.1 Mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan secara umum.

2.3.2 Memiliki keterampilan dalam melakukan pemberian

rangsangan pada setiap aspek perkembangan.

2.4 Membangun kerjasama dengan orang tua dalam pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak.

2.4.1 Mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, sosial ekonomi keluarga, dan sosial kemasyarakatan yang

mendukung dan menghambat perkembangan anak.

2.4.2 Mengkomunikasikan program lembaga (pendidikan,

pengasuhan, dan perlidungan anak) kepada orang tua. 2.4.3 Meningkatkan keterlibatan

orang tua dalam program di lembaga.

2.4.4 Meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga. 3. Kompetensi Pedagogik 3.1 Merencanakan kegiatan program pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan.

3.1.1 Menyusun rencana kegiatan tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian.

3.1.2 Menetapkan kegiatan bermain yang mendukung tingkat pencapaian perkembangan anak.

3.1.3 Merencanakan kegiatan yang disusun berdasarkan

kelompok usia. 3.2 Melaksanakan proses

pendidikan, pengasuhan,

3.2.1 Mengelola kegiatan sesuai dengan rencana yang disusun

(7)

dan perlindungan. berdasarkan kelompok usia. 3.2.2 Menggunakan metode

pembelajaran melalui bermain sesuai dengan karakteristik anak.

3.2.3 Memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan kegiatan dan kondisi anak. 3.2.4 Memberikan motivasi untuk

meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan.

3.2.5 Memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan anak. 3.3 Melaksanakan penilaian

terhadap proses dan hasil pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan.

3.3.1 Memilih cara-cara penilaian yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

3.3.2 Melalukan kegiatan penilaian sesuai dengan cara-cara yang telah ditetapkan.

3.3.3 Mengolah hasil penilaian. 3.3.4 Menggunakan hasil-hasil

penilaian untuk berbagai kepentingan pendidikan. 3.3.5 Mendokumentasikan hasil-hasil penilaian. 4. Kompetensi Sosial 4.1 Beradaptasi dengan lingkungan.

4.1.1 Menyesuaikan diri dengan teman sejawat.

4.1.2 Menaati aturan lembaga. 4.1.3 Menyesuaikan diri dengan

masyarakat sekitar.

4.1.4 Akomodatif terhadap anak didik, orang tua, teman sejawat dari berbagai latar belakang budaya dan sosial ekonomi.

4.2 Berkomunikasi secara efektif 4.2.1 Berkomunikasi secara empatik dengan orang tua peserta didik.

4.2.2 Berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, verbal maupun non verbal. (Peraturan Mendiknas Nomor 58 Tahun 2009).

Berdasarkan pelaksanaan kurikulum 2013 saat ini

(8)

dalam pelaksanaan kurikulum 2013 juga memiliki kompetensi sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pedoman peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2014 tentang Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan tentang kriteria pendamping bahwa pendamping pada dasarnya wajib memiliki kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang didampingi agar memiliki kepercayaan diri dalam proses pendampingan serta tidak menimbulkan resistensi pada yang didampingi yang ditunjukkan dengan portofolio. Syarat yang perlu dipenuhi untuk menjadi seorang pendamping adalah (1) memiliki pemahaman mengenai konsep dan jiwa Kurikulum 2013, (2) memiliki kemampuan menjelaskan persoalan dan berkomunikasi secara baik dengan pihak yang didampingi, (3) berjiwa membimbing (tidak menggurui) demi terciptanya rasa nyaman pada pihak yang didampingi, serta (4) dapat memberikan bimbingan teknis bila diperlukan terkait dengan proses pembelajaran dan penilaian sesuai dengan Kurikulum 2013.

3. Peran Guru Pendamping

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Pasal 1 yang berbunyi, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

(9)

pendidikan menengah. Undang-undang di atas menyebutkan bahwa guru adalah tenaga yang profeional dengan beberapa tugasnya yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya. Senada dengan yang disampaikan oleh (Saondi, 2010: 2) bahwa pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Kesimpulan dari yang telah dijelaskan di atas bahwa seorang guru tidak hanya memberikan pembelajaran secara kognitif saja, namun guru juga memberikan berbagai pembelajaran secara afektif baik di sekolah maupun di luar sekolah kepada masyarakat yang membutuhkan profesinya. Memberikan pelayanan, pelatihan dan bimbingan di luar jam sekolah kepada masyarakat luas adalah tugas guru yang juga harus dipenuhi. Berikut beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yang tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Pasal 52 Ayat 1, yakni:

a. Merencanakan pembelajaran b. Melaksanakan pembelajaran c. Menilai hasil pembelajaran

d. Membimbing dan melatih peserta didik, dan

e. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.

Sadtyadi (2014:291) mengatakan bahwa berdasarkan tugas pokok dan fungsi guru sekolah dasar, yang relatif berbeda dengan guru yang

(10)

lainnya, guru sekolah dasar khususnya guru kelas memiliki peran yang lebih komplek dibanding dengan guru pada jenjang pendidikan lainnya.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru dalam proses pembelajaran tidak hanya mengajar dan menyampaikan materi di depan kelas, terutama dengan tugas guru di kelas rendah. Siswa kelas rendah memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelas tinggi, pada kelas I sekolah dasar guru harus selalu memperhatikan setiap perkembangan siswanya, karena siswa kelas I adalah masa peralihan dari TK ke SD, jadi akan selalu membutuhkan arahan dan bimbingan terutama ketika siswa sedang mengalami kesulitan belajar. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam proses pembelajaran. Guru dituntut mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar, maka untuk memudahkan dan membantu guru kelas dalam proses pembelajaran diadakanlah guru asisten. Guru asisten di sini adalah seorang guru honorer yang membantu guru kelas dalam proses pembelajaran di sekolah dasar non inklusi. Adanya guru asisten ini lebih banyak dibutuhkan untuk membantu pembelajaran di kelas rendah, terutama di kelas I sekolah dasar yang karakteristik siswanya membutuhkan pendampingan dalam proses pembelajaran.

Salah satu sekolah dasar non inklusi yang menggunakan adanya peran guru asisten ini adalah SD UMP. Berdasarkan Bapak Sunhaji kepala sekolah SD UMP yang mengatakan bahwa tujuan diadakannya

(11)

guru asisten ini adalah untuk membantu proses pembelajaran, memaksimalkan pembelajaran, agar target-target pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan, kemudian juga guru asisten ini suatu saat dapat menggantikan guru kelas untuk mengajar, apabila guru kelas sedang berhalangan atau tidak bisa mengajar. Berikut tugas yang dilakukan oleh guru asisten:

a. Membantu tugas guru kelas ketika berlangsungnya proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.

b. Mengawasi siswa saat kegiatan pembelajaran.

c. Membantu siswa yang mengalami kesulitan saat belajar. d. Mengetahui perkembangan dan kemampuan siswa.

e. Mengkondisikan kelas saat kegiatan pembelajaran berlangsung. f. Membantu proses evaluasi

Penjelasan di atas mengenai peran guru asisten di sekolah dasar non inklusi tersebut berbeda dengan peran guru pendamping. Guru pendamping ini diadakan di sekolah-sekolah yang memiliki siswa berkebutuhan khusus dan sekolah-sekolah tertentu yang biasa disebut dengan sekolah inklusi. Tujuan adanya guru pendamping tersebut untuk membantu melayani kebutuhan pendidikan siswa berkelainan dan kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan guru asisten diadakan di sekolah dasar non inklusi. Tujuannya tidak untuk siswa berkebutuhan khusus, akan tetapi untuk membantu siswa yang mengalami keterlambatan dalam belajar.

Berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum 2013 saat ini peran guru pendamping tidak hanya diselenggarakan di sekolah inklusi saja, pelaksanaan kurikulum 2013 pada pendidikan dasar non inklusi juga

(12)

menyediakan pendampingan. Adanya guru pendamping di sekolah dasar non inklusi tersebut juga memiliki tugas yang telah tercantum dalam pedoman peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2014 tentang Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

4. Proses Pembelajaran

Belajar adalah key term (istilah kunci) yang palig vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan (Syah, 2010: 93). Belajar juga diartikan sebagai suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini juga disampaikan oleh (Solichin, 2006:145) bahwa guru sebagai subjek memegang peranan penting dalam proses pembelajaran untuk menjadikan siswa lebih baik melalui kegiatan belajar yang diberikan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses dari pendidikan untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui atau belum diketahui, sehingga dengan belajar membuat yang tidak tahu menjadi tahu, dengan belajar akan terjadi perubahan perilaku pada seseorang. Belajar juga dapat meningkatkan kemampuan seseorang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

Tujuan pembelajaran itu tiada lain dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa.

(13)

Kompetensi yang harus dicapai dirumuskan dalam bentuk perubahan perilaku yang terukur. Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Keputusan-keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri. Jadi dalam melaksanakan proses pembelajaran tentu guru harus mengetahui karakteristik setiap siswa. Berikut beberapa karakteristik perkembangan anak usia sekolah dijelaskan oleh (Yusuf, 2011: 59) yang harus diketahui oleh guru yaitu: a. Perkembangan fisik-motorik

Fase atau usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Motorik yang lincah adalah tanda perkembangan fisik yang normal. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu penentu kelancaran proses belajar. b. Perkembangan intelektual

Fase ini guru sudah memberikan dasar-dasar keilmuan, karena pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mereaksi apa yang guru sampaikan. Fase ini menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.

c. Perkembangan bahasa

Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata.

d. Perkembangan emosi

Emosi merupakan faktor dominan yang memengaruhi tingkah laku individu, termasuk pula perilaku belajar. Jadi guru harus melatih emosional anak dari sedini mungkin, agar perkembangan emosi anak dapat tumbuh dengan stabil dan sehat.

e. Perkembangan sosial

Perkembangan sosial ini adalah fase untuk melatih anak agar dapat berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya, dan dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral

(14)

agama. Guru dapat melatihnya dengan memberikan tugas kelompok, dan proses belajar dengan teman sebaya.

f. Perkembangan kesadaran beragama

Fase ini guru membukakan kesadaran anak akan fungsi agama baginya. Guru harus menanamkan nilai-nilai agama melalui pendidikan yang diterima anak.

Selain guru mengetahui karakteristik siswa sebelum melakukan proses pembelajaran, guru juga hendaknya merencanakan program pengajaran, membuat persiapan pengajaran yang hendak diberikan. Suatu kegiatan apabila direncanakan lebih dahulu maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Perencanaan itu dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya.

William H. Newman (Majid, 2011: 15) mengemukakan hal yang senada bahwa “Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Membuat suatu perencanaan tentu harus dengan tujuan yang pasti agar rencana yang dibuat juga maksimal, sama halnya dalam membuat rencana untuk pembelajaran. Perencanaan Pembelajaran adalah merupakan panduan bagi guru dan siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) (Sukirman, 2006: 3).

Beberapa pendapat para ahli di atas yang menjelaskan tentang perencanaan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah bagian dari proses pembelajaran. Suatu upaya untuk merancang dan mengembangkan setiap unsur pembelajaran, sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh, terkait, dan saling menentukan tujuan

(15)

pembelajaran. Perencaan pembelajaran merupakan awal dari proses pembelajaran, berupa rangkaian atau langkah-langkah, prosedur yang harus dilakukan sebelum melaksanakan proses pembelajaran.

Menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dilakukan, maka perlu adanya kegiatan untuk menilai hasil belajar. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari tujuan yang ditetapkan. Penilaian dalam proses belajar mengajar tersebut dilakukan melalui evaluasi.

Pengertian evaluasi dalam lingkup sekolah pun diambil dari batasan yang diberikan oleh Bloom (Silverius, 1991: 4) sebagai berikut.

“Evaluation, as we see it, is the systematic collection of evidence to determine whether in fact certain changes are taking place in the learners as well as to determine to amount or degree of change in individual students.”

Evaluasi, sebagaimana kita lihat, adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabiltas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya terhadap peserta didik, lembaga,

(16)

dan program pendidikan. Menurut pendapat di atas evaluasi merupakan suatu alat untuk menilai sebuah proses yang telah dilakukan. Tidak semua perilaku dapat dinyatakan dengan alat yang sama, karena evaluasi mempunyai fungsi yang bervariasi. Evaluasi harus dilakukan secara sistematis agar guru dapat mengetahui setiap kemampuan siswa dari setiap proses tersebut.

Kesimpulan pendapat di atas bahwa evaluasi sebagai tindakan untuk menilai berbagai sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Berbagai proses dalam pendidikan tersebut dinilai dengan evaluasi, diharapkan dapat memberikan perubahan dalam pendidikan. Evaluasi juga digunakan untuk menilai pribadi siswa dari proses hasil belajarnya. Evaluasi dilakukan untuk memberikan penetapan tingkat perubahan pada diri siswa setelah melakukan evaluasi.

B. Penelitian Relevan

Berdasarkan hasil penelitian (Giangreco, 2013:5) tentang “Teacher

Assistant Supports In Inclusive Schools: Research, Practices And Alternatives” hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu masalah

konseptual dan praktis yang paling mendasar terkait dengan ketergantungan berat pada asisten guru untuk mendukung kebutuhan akademik dan sosial siswa cacat adalah kebenaran yang sederhana bahwa kita menugaskan personil paling memenuhi syarat untuk siswa yang hadir paling kompleks

(17)

tantangan belajar (Brown, Farrington, Knight, Ross, & Ziegler, 1999; Rutherford, 2011).”

Fenomena ini mudah dijelaskan oleh fakta bahwa (a) ada banyak asisten guru lebih dari guru pendidikan khusus, dan (b) rata-rata asisten yang tants menghabiskan persentase yang lebih besar dari waktu mereka dalam instruksi. Hampir 70% dari guru tersebut asisten telah melaporkan bahwa mereka membuat keputusan kurikuler dan instruksional tanpa pengawasan profesional (Giangreco & Broer, 2005). Hal ini tidak mengherankan, mengingat kecil jumlah pengawasan yang tersedia yang mereka terima, dan lebih menyoroti keterkaitan yang variabel pelayanan beberapa praktek. Tidak hanya pendekatan seperti menentang logika yang biasanya akan diterapkan untuk siswa tanpa cacat, menyajikan ekuitas serius kekhawatiran bagi siswa penyandang cacat, dan menimbulkan pertanyaan apakah tugas tersebut mencerminkan status mendevaluasi dari beberapa siswa penyandang cacat menyamar dalam jubah membantu.

(Suleymanov, 2016: 93) dalam penelitiannya tentang “Relationship

Between Teacher Assistant Support And Academic Achievements Of Exceptional Students In Inclusive Education” dengan menggunakan

pendekatan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literatur yang relevan menunjukkan bahwa ketika asisten guru dimanfaatkan untuk mendukung instruksi set dasar praktek dasar harus di tempat. Pertama, setiap instruksi potensi yang diberikan oleh asisten guru harus menjadi tambahan, tidak primer atau eksklusif. Kedua, asisten

(18)

guru harus bekerja dari rencana profesional siap dikembangkan oleh guru atau pendidik khusus berdasarkan pendekatan berbasis bukti, sehingga tidak menempatkan asisten guru dalam peran yang tidak pantas membuat keputusan pedagogis. Ketiga, asisten guru harus dilatih untuk melaksanakan rencana guru-dikembangkan ini dengan kesetiaan prosedural. Keempat, asisten guru harus dilatih untuk secara konstruktif mengelola dan menanggapi menantang perilaku siswa yang mungkin timbul selama instruksi. Kelima, asisten guru harus menerima pemantauan dan pengawasan dari para profesional yang memenuhi syarat - tidak dibiarkan berjuang sendiri.

Setelah mengkaji beberapa penelitian di atas, yang menjelaskan mengenai tugas dari asisten guru, peneliti bermaksud untuk menggali lebih dalam lagi mengenai peran dan tugas asisten guru. Selaras dengan hal tersebut terdapat sekolah dasar non inklusi yang juga menggunakan guru asisten dalam proses pembelajarannya, maka dilakukan penelitian tentang peran dan tugas guru asisten dalam proses pembelajaran, perencanaan pembelajaran, dan evaluasi di SD UMP dengan kategori sekolah dasar normal (non inklusi). Selain itu juga dilakukan penelitian di sekolah dasar non inklusi yang tanpa menggunakan guru asisten dalam proses pembelajarannya, yaitu di SD Negeri 4 Dukuhwaluh.

Referensi

Dokumen terkait

Guru atas nama: Susilowati, S.Pd lahir di Surabaya, 12 Juni 1976 pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 aktif melaksanakan tugas sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran ....

“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum

Bila lokasi gua hanya dinikmati secara sepintas/ ada satu lagi yang hilang dari sejarah gua selarong/ yakni sebagai penghasil jambu biji// Simbah-simbah yang menjajakan dagangannya

Bawang putih merupakan terna yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-.. 60 cm dan membentuk rumpun.Sebagaimana kelompok monokotiledon, akarnya

b) Mampu memahami konsep dasar pusaka dan pelestarian melalui studi literature dan pengamatan ke lapangan (fieldwork). c) Mampu memahami berbagai fenomena dunia

Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan jenis kesalahan dan penyebab kesalahan yang dilakukan oleh siswa yaitu jenis kesalahan dan penyebab kesalahan yang

Layanan Dial-Up merupakan jasa akses internet yang memanfaatkan jaringan telepon biasa dan modem dial up, pelanggan diharuskan berlangganan ke Internet Service Provider

Echo digunakan untuk menampilkan tulisan seperti ditunjukkan pada gambar 3.13 yang dapat disisipkan tag HTML, atau menampilkan variabel seperti ditunjukkan pada gambar 3.14.