• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJI EKSPERIMENTAL MATERIAL KOMPOSIT UNTUK DINDING PERAHU BERPENGUAT BAMBU DI LAPISI FIBER DAN RESIN SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIP POSISI SERAT VERTIKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJI EKSPERIMENTAL MATERIAL KOMPOSIT UNTUK DINDING PERAHU BERPENGUAT BAMBU DI LAPISI FIBER DAN RESIN SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIP POSISI SERAT VERTIKAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

KAJI EKSPERIMENTAL MATERIAL KOMPOSIT UNTUK DINDING PERAHU

BERPENGUAT BAMBU DI LAPISI FIBER DAN RESIN SEBAGAI MATERIAL

ALTERNATIP POSISI SERAT VERTIKAL

Doni Irfan,Duskiardi

1

,Iman Satria

1

1

Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta

Jl. Gajah Mada No. 19 Olo Nanggalo Padang 25143

Telp. 0751-7054257 Fax. 0751-7051341

Email :

donie.irfan09041@yahoo.com

ABSTRACT

With the times will be difficult to obtain good wood material in the market or in the forest, because the forest has been protected by the government and must be on guard sustainability, which businesses boat from ancient times until now dependent on wood as the main raw material in the manufacture of boats, so therefore we need to think of a raw material for boat walls are made of more modern material that is of composite, because the composite material means a combination of two or more different materials are combined or mixed macroscopic be a useful material. Composites in this study use of natural reinforcing fibers are Bambu Apus, as for the reason of using bamboo is a material that is sturdy, strong and lightweight and abundant materials commonly found tropical areas, especially in Indonesia and also bamboo has a tensile and bending properties are good, and coated glass fiber material Chooped Strand Mat, and Woven Roving, as the fiber coating in order matrix used is not brittle and fragile and improve the mechanical properties of bamboo of fragility, bermatriks Polyester Resin Yukalac type UPR-EX Series 157® BQTN mixed hardener, by doing study to examine the mechanical properties of the composite, ie Sceleroscope method Shore hardness testing, and Charpy Impact test. With the vertical position of the fiber, which is a composite test specimens layers I, II, and III, as a comparison, of each type of coating used bamboo size 5: 5 mm and 1: 5 mm, coated glass fiber material. After testing, the analysis of data obtained discussion of the results of the testing of composite types menedekati ideal and minimal value is influenced by factors that can reduce the mechanical properties of the composite that is contained in the composite layer II uses bamboo size 1: 5 mm with a hardness value of 66.6 shore, and the price impact is obtained 44.60 Nm, which is either used for the wall material alternatives boat as a substitute for wood.

Keywords: Bambu Apus, Polyester Resin, Fiber Glass, Composites, Materials alternatives, Wall boat.

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim. Negara yang sebagian besar daerahnya merupakan pulau - pulau yang terpisahkan oleh lautan. Perahu tradisional adalah sebagai alat angkutan utama, modal transportasi laut, dan alat utama bagi nelayan untuk menangkap ikan di laut serta memiliki nilai penting dalam perekonomian Indonesia, dan juga Indonesia maerupakan paru- paru dunia yang mana hutan – hutan di Indonesia adalah sumber utama oksigen dunia wajib di jaga kelestariannya dan dilindungi.

Berdasarkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah berkembang, kita telah mengetahui bahwa adanya ilmu tentang teknologi pembuatan komposit, Maka kita perlu merencanakan pembuatan bahan baku dinding Perahu terbuat dari komposit yang tahan korosi,

anti pecah, dan tahan terhadap benturan karang serta hempasan ombak laut, yaitu dengan cara mengatur komposisi dan karakterisasi dari bahan baku pembentukanya sebagai dinding Perahu. Bahan baku komposit dipilih pada bidang tersebut karena memiliki sifat ketahanan yang lebih baik, karakteristik yang dapat dikontrol serta berat yang lebih ringan dan biaya produksi yang murah. Penelitian ini focus pada perencanaan pembuatan dinding Perahu tradisional di Indonesia menggunakan serat alam dari Bambu Apus sebagai material alternatif dinding Perahu yang di lapisi dengan serat glass yaitu Chpped Strand Mat,

Woven Roving, dan Polymer menggunakan Resin Polyester serta Hardner sebagai penyatu antara

(2)

2

Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya (Schwartz, 1997 : Dalam Daniel Andri Porwanto, dkk 2011) :

1. Material Alternatif

Bambu Apus

Tanaman bambu sebagai salah satu tanaman yang jumlahnya melimpah di Indonesia, merupakan salah satu tanaman yang seratnya dapat digunakan sebagai bahan dasar material komposit. Bambu yang memiliki bentuk batang yang terdiri dari serat-serat panjang dan beruas-ruas memungkinkan bambu untuk dapat berdiri tegak. Hal inilah yang dapat membuat bambu merupakan suatu material yang kokoh, kuat sekaligus ringan.

Sifat Bambu Apus

Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis bambu apus telah diberikan oleh Ginoga (1977) : Didalam Daniel Andri Porwanto, dkk 2011, dalam taraf pendahuluan dan dilakukan pada bambu apus (Gigantochloa apusKurz.). Beberapa hal yang mempengaruhi sifat mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu. Hasil pengujian sifat fisis mekanik bambu apus terdapat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.

Sifat mekanik bambu apus (Richy, 2009 : Dalam Daniel Andri Porwanto, dkk 2011)

Sifat fisis bambu apus (Richy, 2009 : Dalam Daniel Andri Porwanto, dkk 2011)

2. Penelitian Komposit

Penelitian mengenai komposit yang mengabungkan antara matrik dan penguat yang berupa serat harus memperhatikan beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi performa fiber-matrik composites antara lain:

a. Faktor Serat b. Letak Serat c. Panjang Serat d. Bentuk Serat

e. Faktor Matrik

f. Faktor Ikatan Fiber-Matrik g. Katalis

h. Voids

3. Pengujian Sifat Mekanik Komposit

Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, kita tentu harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut, ada beberapa jenis uji coba yang bisa dilakukan, yaitu diantaranya uji impak dan uji kekerasan.

A. Pengujian Kekerasan

Kekerasan suatu material merupakan ketahanan permukaan material tersebut terhadap deformasi plastis akibat pembebanan. Metode pengujian yang dilakukan untuk menentukan kekerasan material adalah :

1. Metode Pembebanan Dinamik yang menyatakan kemampuan bahan menyerap energi pada pembebanan dinamik, misalnya pengujian Scleroscope. Metode Shore

 Contoh-Contoh Hasil Uji Kekerasan

1. Pengujian Kekerasan Matriks antara Pengaruh penambahan hardener terhadap kekerasan resin

unsaturated polyester. Dengan Pengujian Kekerasan Matriks di Campur Cu. (Hesti Wijayanti, FT UI, 2012)

Maka didapatkan nilai kekerasan optimum yaitu pada penambahan hardener sebanyak 1 wt% tetapi nilai tesebut tidak berbeda secara signifikan dengan penembahan jumlah hardener lainnya. Namun pada nilai kekerasan matriks di campur Cu yaitu nilai kekerasan optimum terdapat pada kandungan Cu 5 wt% dengan nilai sebesar 57, 15 HR

2. Pengujian kekerasan Rockwell Komposit Bahan Kampas Rem Dengan Penguat Fly Ash Batu Bara.( Pratama, 2011)

Penambahan persentase resin pada specimen menyebabkan terjadinya penurunan nilai kelenturan, pada komposisi 50% resin dan 50% fly ash terjadi peningkatan kelenturan yang paling tinggi yaitu 52,79 N/mm2, namun kemudian turun akibat dari penambahan resin sampai 60% dan fly ash 40% dengan nilai 35,07 N/mm2, untuk nilai kelenturan terendah terjadi pada komposisi 70% fly ash dan 30% resin, hal ini terjadi akibat jumlah fly ash yang lebih banyak dari yang lain sehingga mengurangi sifat lenturnya dan kemampuan membasahi (wettability) matrik seperti resin terhadap penguat fly ash yang rendah karena mempunyai sifat inert pada temperatur rendah. Wettability

(3)

3

yang kurang baik akan mempengaruhi sifat mekanik specimen tersebut.

Kemudian ditemukan bahwa penambahan resin dan pengurangan persentase

fly ash memberikan peningkatan terhadap nilai

kekerasannya. Untuk nilai kekerasan yang paling tinggi yaitu 94 HRB di komposisi 60 % resin dan 40 % fly ash dan nilai kekerasan terkecil 73.33 HRB pada komposisi 40 % resin dan 60 % fly ash. Pada pengujian kekerasan ini penambahan fly ash membuat nilai kekerasan spesimen kampas rem menjadi turun. Ini dikarenakan ikatan antar partikel berkurang, distribusi partikel tidak merata dan terjadi void pada spesimen yang mempengaruhi kekerasannya. Untuk itu memanfaatkan resin sebagai pengikat dalam bahan kampas rem maka diperlukan bahan penguat berupa fly ash yang dapat merekayasa sifat mekaniknya sesuai dengan nilai standar untuk pembuatan kampas rem dimana untuk nikai kekerasan kampas rem komposit yan ada dipasaran bernilai 70 – 90 HRB.

3. Pengujian Kekerasan dengan Komposisi Fly

Ash dan Resin. (Pratama, 2011)

Pengurangan MgO mulai dari 10%, 20%, sampai 60% dan penambahan fly ash mulai dari 50% sampai 0 % sampai menunjukkan kecendrungan penurunan nilai tegangan lentur. Nilai kekuatan lentur tertinggi dihasilkan pada komposisi 50% MgO, resin 40% dan 10% fly ash sebesar 44,41 N/mm2. Sedangkan pada pengujian kekerasan pada grafik 4. Dengan persentase resin yang sama nilai kekerasan yang bersifat fluktuatif. Ketika MgO dikurangi dari 60% menjadi hingga 10 % dan penambahan fly ash dari 10% sampai 60% menunjukkan kekerasannya justru menurun. Naiknya nilai kekerasan baru nampak kembali ketika MgO ditambahkan lagi sebesar 20% dan

fly ash dikurangkan menjadi 40% dan kemudian

turun lagi dan berikutnya kecenderungan turun dengan penambahan MgO 50% resin 40% dan

fly ash 10% dengan nilai kekerasan terendah

sebesar 46 HRB. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan sifat resin yang keras dan getas ditambahkan lagi dengan dan MgO yang memiliki nilai kekerasan yang baik dan berfungsi sebagai bahan abrasif dan fly ash yang dapat mengikat resin dan permeabilitas yang tinggi dimana mengisih celah-celah yang ada sehingga spesimen menjadi padat sehingga menjadikan specimen ini dapat menghasilkan sifat mekanik yang baik untuk pembuatan kampas rem.

B. Pengujian Impak

Pengujian Impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polymer (Tata dan Sinroku, 1995). Pengujian impak bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. (Callister, 2010).

 Contoh Hasil Pengujian Impak

1. Pengujian Impak Izod Komposit Skin GFRP. Dengan melakukan Pengujian energi patah dan kekuatan impak komposit GFRP variasi orientasi serat (Istanto, dkk, 2010).

Didapatkan Kekuatan impak tertinggi dimiliki oleh komposit skin dengan orientasi serat [(0/90)4]. Orientasi tersebut merupakan orientasi yang paling optimum. Orientasi serat 0o memberikan penguatan yang lebih dominan terhadap ketahanan impak. Komposit yang memiliki orientasi serat 0o memiliki energi patah dan kekuatan impak yang tertinggi (1,008 J dan 0,057 J/mm2).

2. Data hasil uji impak charpy komposit sandwich variasi tebal skin.(Istanto, dkk, 2010).

Pengujian impak komposit sandwich variasi tebal skin menunjukkan bahwa energi patah dan kekuatan impak meningkat seiring dengan penambahan jumlah layer (tebal skin). Peningkatan kekuatan impak komposit sandwich optimum pada skin 4 layer (0,065 J/mm2). Harga kekuatan tersebut meningkat 43,1 % dibandingkan dengan komposit

sandwich dengan skin 2 layer (0,037 J/mm2).

Kekuatan impak komposit sandwich dengan skin 6 layer (0,075 J/mm2) dapat dikatakan tidak terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kekuatan impak komposit sandwich dengan skin 4 layer (0,065 J/mm2). Dengan demikian, skin 4 layer dipandang lebih menguntungkan untuk diaplikasikan.

Namun pada komposit sandwich dengan tebal core 5 mm memiliki kekuatan impak yang lebih tinggi dari pada sandwich dengan tebal core 10, 15, dan 20 mm. Namun, energi patah komposit sandwich meningkat seiring dengan penambahan tebal core. Energi patah komposit sandwich dengan ketebalan core 10 mm semestinya lebih tinggi dari pada komposit sandwich dengan core 5 mm. Rendahnya energi patah komposit sandwich dengan core 10 mm dapat disebabkan oleh kurang kuatnya ikatan antara skin dengan core yang disebabkan oleh faktor manufaktur.

3. Data hasil uji impak Charpy komposit sandwich variasi tebal core.(Istanto, dkk, 2010).

Penampang patahan dari berbagai jenis struktur sandwich mengindikasikan bahwa kegagalan didominasi oleh faktor rendahnya

(4)

4

sifat mekanis core. Kegagalan tersebut disebabkan oleh rendahnya kekuatan tekan

core. Dengan demikian pola kegagalannya

berupa core shear dan indentation.

4. Pengujian Impact komposit dengan variasi panjang dan variasi volume serat pelepah kelapa menggunakan matrik resin polyester yaitu hubungan antara variasi volume serat pelepah kelapa terhadap ketangguhan impact spesimen komposit polyester dengan panjang serat 2 cm, 4 cm, dan 6 cm. sebagai pembanding hubungan antara variasi panjang serat pelepah kelapa terhadap ketangguhan

impact spesimen komposit polyester dengan

fraksi volume serat 5%, 10%, dan 15%. (Nasmi Herlina Sari, dkk, 2011),

Didapatakan nilai tertinggi kekuatan harga impak terdapat pada variasi panjang serat 6 cm dengan komposisi serat 10 % dengan nilai rata-rata ketangguhan impak (Kj/m2) 4057.50.

III. METODOLOGI PENELITIAN 1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 5. Persiapan Material dan Peralatan  Material Komposit

A. Jenis Serat

Menggunakan Bambu Apus sebagai penguat dan dilapisi dengan serat glass yaitu Chopped Strand Mat dan Woven Roving.

10:5 mm 5:5 mm Bambu Apus

B. Jenis Matriks (FiberGlass)

Matriks yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Resin Polyester dan hardener sebagai pendukung dalam polimer.

C. Peralatan

Pembuatan benda uji menggunakan cetakan yang terbuat dari papan triplex.

Cetakan Benda Uji

Untuk peralatan pendukun yaitu Pisau, Gergaji Besi, Jangka Sorong dan Mistar, Baskom dan Kuas

1. Pencetakan Komposit

1. Komposit Lapis I (B5-I) dan (B1-I)

Sketsa Komposit Lapis I (satu)

2. Komposit Lapis II (B5-II) dan (B1-II)

(5)

5

3. Komposit Lapis III (B5-III) dan (B1-III)

Sketsa Komposit Lapis III (tiga)

Didalam pencetakan komposit ada beberapa proses dan tahapan yang harus dilakukan diantaranya yaitu :

A. Proses Persiapan Material

1. Bambu di belah dengan ukuran ± 12 mm dan ± 7 mm.

2. Bambu di Raut sampai dengan ukuran lebar 10 mm, ketebalan 5 mm dan lebar 5 mm, ketebalan 5 mm

Meraut Bambu

3. Bambu yang sudah di raut dengan ukuran 5:5 mm dan 5:10 mm di potong-potong dengan ukuran 1000 mm, untuk cetakan benda uji. 4. Potong Chpped Strand Mat dengan ukuran

1000 mm2 Untuk lapis I 2 lembar, Lapis II 4 lembar, dan Lapis III 6 Lembar.

Pemotongan Chpped Strand Mat

5. Potong Woven Roving dengan ukuran 1000 mm2 Untuk lapis I sebanyak 2 lembar, Lapis II sebanyak 4 lembar, dan Lapis III sebanyak 6 Lembar.

6. Siapkan Resin untuk Lapisan I sebanyak 6 Tabung, Lapisan II sebanyak 10 tabung/, dan Lapisan III sebanyak 14 Tabung. (30 Tabung/1 Liter)

7. Siapkan Katalis ukuran 1 ons sebanding dengan Jumlah resin yang digunakan yaitu untuk Lapisan I sebanyak 6 Botol, Lapisan II sebanyak 10 Botol, dan Lapisan III sebanyak 14 Botol. (30 botol/1 ons)

Proses Pencetakan Komposit menggunakan Metode Hand Lay-up

B. Tahapan Pengerjaan

 Benda Uji Lapis I (B1-I) dan (B5-I)

1. Bambu disusun dalam cetakan dengan jarak 2 mm, adapun dalam cetakan benda uji pertama menggunakan bambu ukuran 5:5 mm dan 5:10 mm.

2. Resin ukuran 1 liter dituangkan ke dalam baskom kemudian di campur dengan katalis sebanyak 1 ons lalu di aduk-aduk sekitar ± 25 detik. hingga merata.

3. Resin yang telah di aduk lalu di oleskan ke bambu yang telah disusun dalam cetakan hingga rata.

4. Tempelkan Chpped Strand Mat dengan ukuran 1000 mm2 di atas bambu yang telah di oles dengan resin dicampur katalis.

5. Kemudian Aduk resin 1 liter dengan katalis 1 Ons dalam baskom selama ± 25 detik hingga rata lalu oleskan diatas Chpped Strand Mat hingga rata sesuai permukaan susunan bambu. 6. Tempelkan Woven Roving dengan ukuran

1000 mm2

7. Lalu Aduk resin 1 liter dengan katalis Woven

Roving hingga merata sesuai cetakan

8. Tunggu selama 2 jam bambu yang telah diberi resin yang di lapisi Chopped Strand Mat dan

Woven Roving hingga keras menggunanakan

suhu ruangan lalu di keluarkan dari dalam cetakan kemudian di balikkan bagian bawah ke atas setelah itu masukkan kedalam cetakan untuk proses selanjutnya.

9. Untuk proses pengerjaan selanjutnya, bambu yang telah dibalikkan mulai dari poin 2 hingga poin 7.

10. Begitupun proses pembuatan komposit lapis II dilakukan sebanyak dua kali dari proses lapis I sedangkan lapis III dilakukan sebanyak tiga kali dari proses lapis I.

C. Pemotongan Spesimen

Standar Pemotongan Spesimen Uji

Pemotongan specimen dengan menggunakan gergaji besi sesuai standar pengujian kekerasan, dan pengujian impak dengan standar ASTM D-638-03, dan ASTM E-23 (Hartono Yudo, Sukanto Jatmiko 2008), diantaranya yaitu :

1. Uji kekerasan Lapisan I, Lapisan II, dan Lapisan III Lebar 30 mm, panjang 400 mm.

(6)

6

Sketsa specimen uji kekerasan

Spesimen Uji Kekerasan

2. UJi Impak Lapisan I, Lapisan II, dan Lapisan III Lebar 10 mm, panjang 30,5 mm.

Sketsa specimen Uji Impak

Spesimen Uji Impak

A. Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian.

Adapun tempat penelitian dilangsungkan di Laboratorium Bahan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang ( UNP ). Pada tanggal 15 Desember 2014 untuk pengujian Impak sedangkan Pengujian Kekerasan dilakuakan tanggal 05 Januari 2015, Padang.

2. Alat Penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan yaitu alat Uji Kekerasan (Sceleroscope) dan Alat Uji Impak Charpy.

Jumlah specimen dalam pengujian ini yaitu dua puluh empat buah (24) terdiri dari :

Spesimen Pengujian

B. Metode Pengujian 1. Uji Kekerasan

Parameter yang digunakan dalam pengujian kekerasan hanya menggunakan hasil dari pengujian specimen dijadikan nilai rata-rata dan pembahasan berdasarkan pengamatan waktu pengujian serta grafik dari nilai rata-rata setiap jenis lapisan specimen uji.

2. Uji Impak

Dalam pengujian Impak Parameter yang digunakan yaitu :

Keterangan :

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A.Pembahasan Pengujian

Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan pada komposit serat alam dilapisi dengan material fiberglass dari jenis komposit lapisan I (satu) B1-I dan B5-I, untuk lapisan II (dua) B1-II dan B5-II, kemudian untuk lapisan III (tiga) B1-III serta B5-III, dengan cara melakukan pengujian dalam satu specimen sebanyak tiga titik, ukuran specimen uji yaitu panjang 400 mm, lebar 30 mm, jadi didalam satu jenis specimen uji didapatkan tiga macam nilai kekerasan, kemudian dijumlahkan, lalu dibagi tiga maka didapatkan nilai rata-rata dalam satu specimen uji. Adapun nilai rata-rata dari hasil pengujian kekerasan menggunakan metode

Shore.

Pengujian Impak

Dari pengujian ini di dapatkan sudut ayunan pendulum setelah terjadi gaya Impak (β) pada komposit serat alam yang dilapisi dengan material fiberglass yang disebut dengan komposit lapisan I (satu) B1-I dan B5-I, untuk lapisan II (dua) B1-II dan B5-II, kemudian untuk lapisan III (tiga) B1-III serta B5-III, barvariasi yaitu terdapat pada tabel 4.10. dengan beban impak 22 Kg dan sudut awal pendulumnya 1430,.

(7)

7

B. Analisa Data Hasil Pengujian

Analisa Data Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan hanya dapat dianalisa dari nilai rata-rata data hasil pengujian kekerasan melalui grafik komposit posisi Serat Vertikal dengan Grafik perbandingan Serat Vertikal vs Serat Horizontal.

Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Lapis I, II, & III Serat Vertikal (Shore)

Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Rata-Rata Menggunakan Bambu 1:5 vs 5:5 Pada Komposit

Lapis I, II, & III Serat Vertikal (Shore)

Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Rata-Rata Serat Horizontal vs Serat Vertikal Pada Komposit

Lapis I, II, & III (Shore)

Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan

Bambu (1:5) Lapis I, II, & III (Shore).

Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan

Bambu (5:5) Lapis I, II, & III (Shore).

 Analisa Grafik Kekerasan Serat Vertikal

(Shore)

1. Berdasarkan pengamatan pada Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Lapis I, II, & III Serat Vertikal (Shore) dapat dilihat nilai rata-rata pada tiap-tiap spesimen Serat alam menggunakan Bambu yang dilapisi material FiberGlass dengan komposit lapisan I, II, dan III, bahwa nilai kekerasan terbesar terjadi pada spesimen 2 lapis I sebesar 73,3 menggunakan penguat bembu 5:5 mm sedangkan nilai kekerasan terkecil terjadi pada spesimen 6 lapis III sebesar 64,0 menggunakan penguat bambu 5:5 mm.

2. Berdasarkan Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Lapis I, II, & III Serat Vertikal

(Shore) menunjukkan semakin kecil serat

penguat bambu yang digunakan semakin besar nilai kekerasan yang didapatkan. Namun pada komposit lapis III menunjukkan sebaliknya ini dikarenakan factor matriks dan banyaknya lapisan serat yang digunakan, bisa mengakibatkan adanya void (kekosongan) ini bisa membuat nilai kekerasan komposit menjadi rendah.

3. Pada Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Rata-Rata Menggunakan Bambu 1:5 vs 5:5 Pada Komposit Lapis I, II, & III Serat Vertikal

(Shore) menunjukkan pengaruh serat penguat

dengan serat pelapis sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik komposit.

 Analisa Grafik Perbandingan Nilai

Rata-Rata Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal (Shore)

1. Berdasarkan pengamatan dari Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Rata-Rata Serat Horizontal vs Serat Vertikal Pada Komposit Lapis I, II, & III (Shore), nilai kekerasan tertinggi pada komposit serat Horizontal terletak pada specimen 5 lapis III menggunakan bambu 1:5 mm, sedangkan nilai kekerasan tertinggi pada serat Vertikal terletak pada specimen 2 lapis I menggunakan bambu 5:5 mm, namun pada pengujian ini juga memiliki nilai kekerasan terendah, diantaranya pada serat Horizontal terletak pada specimen 2 komposit lapis I menggunakan bambu 5:5 mm, kemudian pada serat Vertikal terletak pada specimen 6 komposit lapis III menggunkan bambu 5:5 mm. 2. Pada Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata

Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan Bambu (1:5) Lapis I, II, & III

(Shore). menunnjukkan kekerasan serat

horizontal lebih tinggi dibandingkan dengan serat vertical.

3. Sedangkan Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan Bambu (5:5) Lapis I, II, & III (Shore). Menunjukkan sebaliknya pada

(8)

8

gambar 4.4. Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan Bambu (1:5) Lapis I, II, & III (Shore). Karena pada serat vertical menggunakan bambu 5:5 tren nilai kekerasannya sangat baik.

Jadi berdasarkan pengamatan tersebut nilai kekerasan tertinggi dan terendah serat Horizontal berbanding terbalik dengan nilai kekerasan serat Vertikal ini di akibatkan antara lain :

1. Pada serat Horizontal matrik polimernya lebih banyak dibandingkan dengan serat Vertikal yang mana pada serat Vertikal lebih banyak penguat (bambu) di banding dengan matrik polimernya.

2. Berdasarkan pengamatan pada waktu pengujian serat Horizontal titik-titik pengujian pada specimen uji lebih cendrung pada kekerasan matrik polimer dengan serat pelapisnya, sedangkan pada serat Vertikal titik-titik pengujian pada specimen uji lebih cendrung dengan kekerasan penguat (bambu) dengan serat pelapinya.

3. Pada serat Horizontal faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekanik dari specimen uji yang digunakan lebih minim dibandingkan dengan serat Vertikal sperti Faktor Serat, Faktor Matrik, Faktor Voids, Dll.

4. Kemudian sifat mekanik yang di alami pada serat Horizontal dengan pengujian kekerasan

Scleroscpe (Shore) terhadap kekerasan matrik

polimer sedangkan pada serat Vertikal sifat mekanik yang dialami yaitu kekerasan penguat menggunakan bambu dan serat pelapinya

(FiberGlass).

5. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perbandingan nilai serat vertikal dengan serat horizontal terlihat tidak terlalu signifikan perbedaannya, mungkin dikarenakan teknis pembuatan komposit yang kurang maksimal.

C. Grafik Hasil Analisa Uji Impak

Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Pada Komposit Lapisan I, II dan III. Serat

Vertikal

Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Menggunakan Bambu 5:5 vs 1:5 Pada

Komposit Lapisan I, II dan III. Serat Vertikal

Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata

Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal

Komposit Lapis I, II, & III.

Grafik Perbandingan Harga Impah Rata-Rata

Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal

Menggunakan Bambu 1:5 mm.

Grafik Perbandingan Harga Impah Rata-Rata

Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal

Menggunakan Bambu 5:5.

 Analisa Grafik Harga Impak Rata-Rata

Serat Vertikal

1. Berdasarkan pengamatan dari grafik harga impak rata-rata serat vertical, harga impak tertinggi terdapat pada specimen 5 lapis III menggunakan bambu 1:5 mm sedangkan harga impak terendah terdapat pada specimen 2 lapis I menggunakan bambu 5:5 mm.

2. Berdasarkan pengamatan pada Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Pada Komposit Lapisan I, II dan III. Serat Vertikal, pada komposit menggunakan penguat bambu ukuran lebar 1:5 mm harga impak yang

(9)

9

didapatkan lebih tinggi dibandingkan komposit menggunakan bambu ukuran lebar 5:5 mm. 3. Pada Grafik Perbandingan Harga Impak

Rata-Rata Charpy Menggunakan Bambu 5:5 vs 1:5 Pada Komposit Lapisan I, II dan III. Serat Vertikal bahwa harga impak rata-rata menggunakan penguat bambu ukuran 1:5 mm dengan bambu ukuran 5:5 mm menunjukkan tren harga impak rata-rata yang tidak terlalu jauh berbeda.

 Analisa Grafik Perbandingan Harga Impak

Rata-Rata Serat Horizontal dengan Serat Vertikal.

1. Berdasarkan pengamatan pada Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal Komposit Lapis I, II, & III. Harga Impak tertinggi pada komposit serat Horizontal terdapat pada specimen 5 menggunakan bambu 1:5 mm lapis III, sedangkan harga impak tertinggi pada serat Vertikal terdapat pada specimen 5 menggunakan bambu 1:5 mm lapis III. Namun pada pengujian ini juga memiliki harga impak terendah, diantaranya pada serat Horizontal terletak pada specimen 2 menggunakan bambu 1:5 mm dengan lapisan serat 1 lapis, kemudian pada serat Vertikal terletak pada specimen 2 menggunkan bambu 5:5 mm dengan lapisan serat 1 lapis.

2. Pada Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal Komposit Lapis I, II, & III. Menunjukkan harga impak rata-rata serat horizontal dengan serat vertical tidak terlalu jauh berbeda, tetapi pada serat horizontal harga impak rata-rata menggunakan bambu 1:5 mm lebih tinggi dibandingkan dengan serat vertical menggunakan bambu 1:5 mm.

3. Dari Grafik Perbandingan Harga Impah Rata-Rata Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan Bambu 1:5 mm. menunjukkan harga impak rata-rata serat horizontal tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan harga impak rata-rata serat vertical.

4. Sedangkan pada Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal Menggunakan Bambu 5:5. Harga impak rata-rata serat horizontal tidak terlalu jauh berbeda dibendingkan dengan harga impak rata-rata serat vertical yang membedakan hanya pada lapis II agak menurun harga impak yang didapatkan.

Berdasarkan pengamatan tersebut harga impak tertinggi dan terendah serat Horizontal sama dengan harga impak serat Vertikal ini di akibatkan antara lain :

1. Pada serat Horizontal matrik polimernya lebih banyak dibandingkan dengan serat Vertikal

yang mana pada serat Vertikal lebih banyak penguat (bambu) di bending dengan matrik polimernya.

2. Berdasarkan pengamatan pada waktu pengujian serat Horizontal pada specimen uji lebih cendrung pada harga impak matrik polimer dengan serat pelapisnya, sedangkan pada serat Vertikal specimen uji lebih cendrung dengan harga impak penguat (bambu) dengan serat pelapinya (fiberglass). 3. Pada serat Horizontal factor-faktor yang dapat

mempengaruhi sifat mekanik dari specimen uji yang digunakan lebih minim dibandingkan dengan serat Vertikal sperti Faktor Serat, Faktor Matrik, Faktor Voids, Dll.

4. Kemudian sifat mekanik yang di alami pada serat Horizontal dengan pengujian Impak Charpy terhadap harga impak matrik polimer sedangkan pada serat Vertikal sifat mekanik yang dialami yaitu harga impak penguat menggunakan bambu dan serat pelapisnya

(FiberGlass).

5. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perbandingan harga impak serat vertikal dan horizontal terlihat tidak terlalu jauh mungkin dikarenakan teknis pembuatan komposit yang kurang maksimal.

D. Pembahasan Gambar Spesimen Setelah Uji Impak

1. Spesimen Lapis I (B1-I) dan (B5-I)

Spesimen 1:1 Spesimen 5:1 Hasil specimen uji setelah dilakukan Uji Impak.

Menurut pengamatan dari gambar specimen hasil uji impak komposit lapis I (1:1) dengan jumlah specimen tiga buah, mengalami patah, pecah, serat serta polimernya lepas dan tidak putus, yang putus hanya sebagian pelapis satengah serat glass (1/2), sedangkan komposit lapis I (5:1) mengalami putus, pecah-pecah, dan serat pelapisnya sebagian lepas, ini disebabkan factor polimernya merata dengan baik, daya rekat polimer terhadap bambu kurang baik dan jenis serat serta jumlah pelapis yang digunakan.

(10)

10

2. Spesimen Lapis I (B1-II) dan (B5-II)

Lapisan 1:2 Lapis 5:2 Hasil Spesimen setelah dilakukan Uji Impak.

Menurut pengamatan dari gambar hasil uji impak komposit lapis II (1:2) dengan jumlah specimen tiga buah, mengalami patah, pecah, serat serta polimernya lepas dan dan satu specimen mengalami putus, yang putus hanya serat alam dan sebagian pelapis serat glass (1/2), sedangkan komposit lapis II (5:2) mengalami pecah-pecah, dan serat pelapisnya sebagian lepas, ini disebabkan factor polimernya merata dengan baik, daya rekat polimer terhadap bambu kurang baik dan jenis serat serta jumlah pelapis yang digunakan.

3. Spesimen Lapis III (B1-III) dan (B5-III)

Spesimen 1:3 Spesimen 5:3 Hasil Spesimen setelah dilakukan Uji Impak

Menurut pengamatan dari gambar hasil uji impak komposit lapis III (1:3) dengan jumlah specimen tiga buah, mengalami patah, pecah, serat serta polimernya lepas dan tidak putus, sedangkan komposit lapis III (5:3) mengalami putus pada bagian pelapis serat glass, pecah-pecah, dan serat pelapisnya sebagian lepas, ini disebabkan factor polimernya merata dengan baik, daya rekat polimer terhadap bambu kurang baik dan jenis serat serta jumlah pelapis yang digunakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan anlisa data hasil penelitian Komposit berpenguat Bambu Apus yang dilapisi dengan material FiberGlass posisi Serat Vertikal, melalui pengujian Kekerasan dan Uji Impak dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Segi Bahan Baku

1. Pada Uji Kekerasan dapat disimpulkan semakin kecil serat penguat bambu yang digunakan semakin tinggi nilai kekerasan yang didapatkan, sedangkan untuk Uji Impak dapat disimpulkan semakin besar serat penguat bambu yang

digunakan semakin tinggi harga impak yang dihasilkan. Jadi komposit yang baik digunakan untuk dinding perahu pada nilai kekerasan yang mendekati ideal terdapat pada komposit lapis II (dua) dan harga impak yang mendekati nilai ideal terdapat pada komposit lapis III (tiga), menggunakan bambu 1:5 mm, dengan nilai kekerasan 66,6 shore, pada harga impak 43,16 N.m.

2. Berdasarkan serat pelapis (FiberGlass) untuk uji impak dan uji kekerasan semakin banyak serat pelapis yang digunakan semakin banyak pula factor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekanik komposit. Seperti Nilai kekerasan, harga impak maupun factor-faktor yang dapat mengurangi nilai kekerasan dan harga impak pada waktu penelitian.

 Sigi Teknis

1. Pada penelitian ini dari segi teknis dapat disimpulkan bahwa memvariasikan ukuran serat penguat menggunakan bambu, serat pelapis dari material FiberGlass, Serat bambu bagian luar, dan factor-faktor yang dapat mepengaruhi sifat mekanik komposit seperti factor matrik, Voids (kekosongan) dalam komposit, yang disusun sejajar disebut serat Vertikal, memberikan pengaruh terhadap sifat mekanik dari komposit, Contonya nilai kekerasan, harga Impak, dan daya rekat resin terhadap bambu dari masing-masing specimen.

DAFTAR PUSTAKA

ASTM, E23, Standards and Literature References

for Composite Materials, “American Society for Testing and Materials”, Philadelphia,

PA. Callister. 2010, Materials Science and

Engineering an Introduction, Wiley & Sons.

Burmawi, Muhammad Ilham, 2014. ‘’Analisa Sifat

Mekanik Material Komposit Serat Kulit Durian Matriks Polimer’’. Jurusan Teknik

Mesin. Universitas Bung Hatta Padang. Calliester, W.D., 2010, ”Material Science And

Engineering”, Jhon Wiley & Sons,New

York.

Carli, S.A. Widyanto, dkk, 2010. Analisis kekuatan

tarik dan lentur komposit serat gelas jenis woven Dengan matriks epoxy dan polyester berlapis simetri Dengan metoda manufaktur hand lay- up. Jurusan Teknik Mesin,

Politeknik Negeri Semarang.

Daniel Andri Porwanto, dkk, 2011, Bahan Baku

Industri Komposit Berpenguat Serat Bambu dan Serat Gelass Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri. Jurusan Teknik Fisika FTI

ITS Surabaya.

Demollic, 2010, Pembuatan Bodi Mobil Dan

Modifikasi Chasis, Fakultas Teknik

(11)

11

Golbabaie, M., 2006, Applications of

Biocomposites in Building Industry,

Department of Plant Agriculture University of Guelph.

Hesti Wijayanti, FT UI, 2012, Pengaruh Penambahan Serbuk Tembaga dan Grafit

Terhadap Sifat Mekanik Unsaturated

Polyester. Fakultas Teknik, Teknik

Metalurgi dan Material UI, Depok.

Istanto, dkk, 2010, Kajian optimasi pengaruh

orientasi serat dan tebal core terhadap peningkatan kekuatan bending dan impak komposit sandwich gfrp dengan core pvc,

PS Teknik Mesin, fakultas teknik, universitas sebelas maret, surakarta

Jones,P.M.,1975.“ Mechanics of Composite

Materials”.Scripta Book, Company

Washington DC.

Manual Book, 2000, Skema dan Parameter Analisa

Data Uji Impak Charpy Labor Bahan

Teknik Mesin UNP.

Manual Book, 2004, Material Teknik. Perpustakaan FTI Universitas Bung Hatta.

Manual Book, 2011, Material-dan-proses pengujian.pdf-Adobe Reader.

Matthews, dkk, F.L., Rawlings, RD., 1993,

Composite Material Engineering And Science,Imperial College Of Science, Technology And Medi-cine, London, UK. Mujtahid, 2010, Pengaruh ukuran serbuk aren

Terhadap kekuatan bending, densitas dan hambatan panas komposit semen-serbuk aren (arenga pinnata). Jurusan teknik mesin

Fakultas teknik universitas sebelas maret Surakarta.

PT. Carita Boat Indonesia (2007). Training Basic

Material dan Advance Composita,_Serpong

–Tanggerang.

Rokwell, R.M., Han, J.S., Rowell, J.S., 2000. Characterization and factors effecting fiber sifates, Nat.Polymer and Agrofibers Composites, San Carlos, Brazil, pp. 115-133.

Schwartz, M.M. (1984). Composite Materials

Handbook. New York: McGraw-Hill Inc.

Van Vlack, L. H, 1992. “Ilmu dan Teknologi

Bahan”. Edisi ke-5, Erlangga, Bandung.

Yudo Hartono, dkk. 2008. “Analisa Teknis Kekuatan Mekanis Material Komposit berpenguat Serat Ampas Tebu (Baggase) Ditinjau dari Kekuatan Tarik dan Impak”. Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian  5.  Persiapan Material dan Peralatan
Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kekerasan  Lapis I, II, & III Serat Vertikal (Shore)
Grafik Perbandingan Harga Impak Rata-Rata  Charpy Serat Horizontal vs Serat Vertikal

Referensi

Dokumen terkait

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.. Field guide for fishery purposes: The marine fishery resources

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Pék akurkeun kalawan jujur hasil pagawéan Sadérék kana jawaban latihan anu geus disayagikeun di bagian tukang ieu modul. Itung jumlah jawaban anu benerna, tuluy

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi keripik pare ke depan lebih menjanjikan dari pada keripik sayur lainnya, disamping pula ada

Hal yang sama juga berlaku bila elemen L2 lebih kecil dari L1, maka salin L2 ke L3, elemen berikutnya pada L2 maju satu elemen, sedangkan elemen L1 tetap dengan cara tersebut, akan

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai tes siswa setelah tindakan dengan melakukan perkalian aljabar dengan menggunakan tabel adalah pada siklus 1 yaitu 31 pada siklus 2

[r]