• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN

ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI

PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT

MERDIAN ARIN

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Metode Range

Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan

Daerah di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Merdian Arin

(4)

ABSTRAK

MERDIAN ARIN. Aplikasi Metode Range Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan I MADE SUMERTAJAYA.

Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah salah satu alat ukur kinerja pembangunan di suatu wilayah dari sektor ekonomi dan non-ekonomi. Indeks ini sudah digunakan dan diakui di Indonesia selama satu dekade. Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) mengajukan Indeks Pembangunan Regional (IPR) sebagai alat untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah secara relatif. Pada penelitian ini, IPR wilayah Jawa Barat dihitung dengan metode Range Equalization (RE) dan pembobotan berdasarkan komponen utama (WPCA). Wilayah klasifikasi yang dihasilkan oleh IPR RE dan IPR WPCA menjelaskan perbedaan sebaran kabupaten/kota pada wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena nilai ragam IPR WPCA lebih besar dibandingkan IPR RE. Tahap evaluasi indeks menunjukkan bahwa nilai IPR dengan metode RE memiliki korelasi yang positif dengan IPM.

Kata kunci: indeks pembangunan regional, klasifikasi, pembobotan berdasarkan komponen utama, range equalization.

ABSTRACT

MERDIAN ARIN. Application of Range Equalization Method and Principal Component Analysis on Regional Development Classification in West Java. Supervised by ASEP SAEFUDDIN and I MADE SUMERTAJAYA.

Human Development Index (IPM) is a tool to measure human capacity both physical and non-physical condition. It has been avowed and used since a decade ago. In 2009, the Central Bureau of Statistics Indonesia (BPS) was used education, health and economic sectors to measure the development index in provinces level. In this research, the IPR of West Java was analyzed with regional development index using RE (Range Equalization) and WPCA (Weights by Principal Component Analysis). The classification areas that resulted by IPR RE and IPR WPCA explains the differences of regional distribution on that areas. It caused by variance of IPR WPCA is more than variance of IPR RE. The correlation test showed that IPR RE and IPM have a positive correlation.

Keywords: classification, range equalization, regional development index, weights by principal component

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN

ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI

PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT

MERDIAN ARIN

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia dan kebaikan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah indeks pembangunan regional, dengan judul Aplikasi Metode Range

Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan

Daerah di Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Pembimbing satu, Prof. Dr. Ir Asep Saefuddin, MSc, dan Pembimbing kedua, Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MSi, atas kesabaran dalam membimbing dan mendidik penulis sampai karya ini selesai.

2. Para staf pengajar dan tata usaha Departemen Statistika atas saran dan dukungan yang telah diberikan.

3. Ayah Budi Santoso, Ibu Ismiyati, Adik Denisa Septiani dan Andreas Destian Santoso atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.

4. Yerri Usman, Rahmi, Dini, Anggrevita, Harumi, Dyah Ayuning, Ozi, Aep, Linda, Wahyu Sugiarto, Harvey Dalegi, Kak Arista, Kak Iin, Kak Adriana, Woles-seloW Group, Keluarga Besar PSM IPB Agria Swara, Keluarga Statistika 46, Wisma Fahmeda Lt.2, Statistics Centre yang telah menjadi sahabat dan saudara dalam suka duka kehidupan penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan 2 METODOLOGI 2 Data 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Analisis Biplot 6

Pembentukan Indeks 7

Evaluasi Indeks 9

KESIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Profil umum provinsi di Pulau Jawa 6

2 Klasifikasi IPR berdasarkan RE 8

3 Klasifikasi IPR berdasarkan WPCA 8

DAFTAR GAMBAR

1 Bobot peubah Yi berdasarkan komponen utama pertama dan kedua 5

2 Grafik biplot Provinsi Jawa Barat 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Profil Provinsi Jawa Barat 11

2 Grafik biplot seluruh provinsi di Pulau Jawa 11

3 Peringkat IPR berdasarkan IPM 12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan daerah tingkat kabupaten/kota merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas suatu wilayah, baik dari segi ekonomi maupun non-ekonomi. Menurut Kuncoro (2004) dalam jurnal Model Perencanaan Pembangunan Wilayah dalam Perspektif Klasse

Typologi Menuju Pembangunan Wilayah Kabupaten Yang Komprehensif yang

ditulis oleh Dina Suryawati, pembangunan daerah adalah salah satu proses kerja antara pemerintah daerah, masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola sumber daya dan membentuk pola kemitraan untuk menciptakan lapangan kerja perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut secara fisik maupun non-fisik.

Banyak indeks yang telah digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan dari berbagai bidang, misalnya indeks tingkat standar hidup yang dikembangkan oleh Ganguli dan Gupta pada 1976, kemudian dikembangkan kembali oleh Morris menjadi indeks kualitas hidup secara fisik pada 1979. Pada tahun 1990, United Nations Development Programme (UNDP) mempublikasikan

Human Development Report (HDR) yang menyajikan aspek pembangunan

manusia dari hampir seluruh negara beserta sejumlah indikator yang digunakan. Beberapa contoh indeks lainnya yaitu Human Development Index oleh UNDP,

Social Protection Index oleh ADB, Environmental Performance Index oleh Yale

University dan Columbia University, Social Development Index oleh Ray (2008) dan Social Policy Index oleh UNRISD.

Indeks yang diajukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengukur pembangunan wilayah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini sudah diakui dan digunakan selama satu dekade di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyadari bahwa IPM tidak dapat meningkat secara dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, sehingga pada tahun 2009, BPS mengajukan Indeks Pembangunan Regional (IPR) sebagai alat ukur kinerja pembangunan wilayah dari berbagai dimensi secara relatif.

Perumusan Masalah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah nilai untuk mengukur pembangunan di suatu wilayah. Namun, IPM masih memiliki keterbatasan dari segi waktu dan dana. Oleh karena itu, indeks pembangunan regional (IPR) dibuat untuk memudahkan pengukuran pembangunan suatu wilayah. Komponen yang digunakan dalam menyusun IPR adalah Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Headcount Index (P0), dan Angka Harapan Hidup. Metode yang digunakan untuk menghitung IPR adalah Range Equalization dan pembobotan berdasarkan komponen utama dengan harapan IPR yang dihasilkan memiliki korelasi yang tinggi dengan IPM.

(12)

2

Tujuan Penelitian

1. Membangun indeks pembangunan regional (IPR) kabupaten/ kota dengan teknik penggabungan peubah

2. Menganalisis hubungan anatara IPR dengan IPM 3. Mengevaluasi hubungan IPR dengan IPM

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peubah yang akan digunakan dalam penelitian ini dibedakan mejadi tiga dimensi utama yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan.

Definisi dari peubah yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Dimensi Pendidikan

 Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio antara banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang yang sama dinyatakan dalam persentase.

 Angka Partisipasi Murni (APM) adalah rasio antara banyaknya murid pada satu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada kelompok usianya dinyatakan dalam persentase.

 Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah rasio antara banyaknya anak sekolah pada usia jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut dinyatakan dalam persentase.

b. Dimensi Kesehatan

 Angka Harapan Hidup (HH) adalah rata – rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x pada suatu tahun tertentu dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

c. Dimensi Ekonomi

 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa dalam suatu wilayah pada jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai indikator untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan produktivitas secara sektoral, serta menjadi alat kontrol untuk menentukan kebijakan pembangunan. Jenis PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan.

 Persentase penduduk miskin menggunakan istilah Headcount Index (P0) adalah angka proporsi penduduk miskin di suatu wilayah dalam satuan persen. Headcount (P0) memiliki rumus:

0 1 1 q i i z y p nz      

keterangan :

(13)

3

P0 = persentase penduduk miskin

z = garis kemiskinan

q = banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah penduduk

yi= rata-rata nilai konsumsi per kapita untuk rumah tangga ke-i ketika rumah tangga diperingkatkan sesuai dengan konsumsi

Prosedur Analisis Data

Beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan eksplorasi data dengan statistika deskriptif

2. Melakukan analisis biplot untuk semua peubah.

Analisis Biplot yang pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel (1971) merupakan suatu alat analisis statistika yang menyajikan grafik mengenai informasi pada matriks berukuran n x p dalam dua dimensi secara simultan. Misal X adalah matriks berbentuk matriks dengan kolom mewakili peubah dan baris mewakili objek.

11 12 1 21 22 2 1 2 p p n n np X X X X X X X X X X               

Matriks X juga dapat dituliskan sebagai berikut :

'

nXpnUr rL Ar r p dengan (r ≤{n,p})

dengan

n = banyaknya objek pengamatan

p = banyaknya peubah

r = rank matriks

A, U = matriks dengan kolom ortonormal U’U=A’A=Ir

L = matriks diagonal berukuran n x r dengan akar ciri dari X’X sebagai unsur diagonalnya

Penentuan koordinat objek (G) dan koordinat untuk peubah (H) ditentukan oleh kostanta α, sebagai berikut:

1

' '

XUL L AGH

Pemilihan nilai α pada GULdan H'L1A' bersifat sembarang dengan syarat 0  1. Pengambilan nilai ekstrim α=0 dan α=1 berguna dalam interpretasi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya, matriks X juga dapat diuraikan menjadi XUL L 1A'GH' dengan matriks G adalah titik – titik koordinat dari n objek dan matriks H adalah titik – titik koordinat dari p peubah.

3. Membangun indeks dari teknik penggabungan peubah

Penggabungan peubah adalah salah satu teknik yang bertujuan untuk membangun suatu peubah gabungan. Saat ini telah banyak pendekatan dalam teknik penggabungan peubah, misal metode range equalization,

(14)

4

division by mean, skor komponen utama pertama dan jarak Hotelling.

Teknik ini juga banyak digunakan dalam berbagai penelitian (Sumertajaya 2005; Gusti et al. 2011). Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Range Equalization

Metode range equalization menggunakan informasi nilai minimum dan maksimum dari data peubah asal untuk memperoleh nilai peubah gabungan (Lawrence et al. 2003; Kundu 2004). Lawrence et al. (2003) dan Kundu (2004) menyatakan bahwa nilai yang dihasilkan oleh metode ini berkisar dari nol sampai satu. Nilai tersebut dinamakan Sub Dimension Index Indicator (SDII). Rumus yang digunakan untuk mencari SDII adalah:

min max min ij i i i i Y Y SDII Y Y    dengan i = 1, 2,…, p dan j= 1, 2, …, n dimana:

SDIIi = nilai SDII dari peubah i

p = banyaknya peubah asal

n = banyaknya objek pengamatan

Yij = nilai peubah i pada wilayah ke-j

Yimin = nilai minimum peubah i

Yimax = nilai maksimum peubah i

Dalam penelitian ini, terdapat 6 SDII, yaitu APK, APS, APM, HH, P0 dan PDRB. Nilai indeks dapat dihitung sebagai rata-rata dari seluruh nilai SDII, sebagai berikut:

1 p i i SDII IPR p  

Kabupaten memperoleh nilai 1 jika kabupaten tersebut memiliki nilai maksimum pada semua indikator, dan kabupaten akan memperoleh nilai 0 jika kabupaten memiliki nilai minimum pada semua indikator.

b. Pembobotan berdasarkan Komponen Utama

Analisis komponen utama adalah teknik stastistika untuk mengurangi dimensi dengan membentuk peubah baru (komponen utama) sebagai kombinasi linear peubah dalam kumpulan data peubah ganda. Nilai skor komponen utama pertama akan menjadi nilai peubah gabungan (Abeyasekera 2005; Sumertajaya 2005; Gusti

et al. 2011). Vektor ciri dan akar ciri diperoleh dari perhitungan

matriks koragam jika peubah – peubah yang dianalisis memiliki satuan yang sama, sedangkan jika peubah – peubah yang dianalisis memiliki satuan yang berbeda maka perhitungan vector ciri dan akar ciri akan menggunakan matriks korelasi (Sumertajaya 2005; Gusti et

al. 2011).

Vektor ciri dan akar ciri diperoleh dari persamaan berikut:

(15)

5 dengan S = matriks koragam berukuran (p x p)

a = vektor ciri

R = matriks korelasi berukuran (p x p)

 = akar ciri

Setelah nilai vektor ciri dan akar ciri diperoleh, maka akan dihasilkan komponen utama. Jika satuan peubah sama, maka persamaanya sebagai berikut:

1 1 2 2 ' ' KU a Y KU a Y  

Namun, jika satuan peubah yang digunakan berbeda – beda, maka rumus yang digunakan adalah:

1 1 2 2 ' ' KU a Z KU a Z  

dengan Z adalah peubah Y yang telah dibakukan

Peubah gabungan akan ditentukan oleh beberapa komponen utama. Batas minimal persentase keragaman kumulatif yang digunakan adalah 75%. Penentuan bobot untuk kasus dua komponen dilakukan sebagai berikut:

1 11 1 12 2 1 p p

Za Ya Y  a Y

2 21 1 22 2 2 p p

Za Ya Y  a Y

Bobot untuk peubah ke-i akan diperoleh sebagai berikut: 2 2 1 2 1 2 i i i a a W    

Gambar 1 Bobot peubah Yi berdasarkan komponen utama pertama dan kedua

Maka, respon gabungan dapat dibentuk dengan persamaan: 1 1 2 2 p p

IPRw Yw Y  w Y

Bobot masing-masing peubah mencerminkan besarnya keragaman peubah asal yang dijelaskan komponen utama yang terpilih.

4. Menghitung korelasi antara indeks pembangunan dengan seluruh peubah. 5. Mengevaluasi IPR dengan IPM dengan uji korelasi

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Biplot

Pulau Jawa memiliki 6 provinsi yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten, dan memiliki 118 kabupaten/kota secara keseluruhan pada tahun 2012.

Tabel 1 Profil umum provinsi di Pulau Jawa

Rata – rata Peubah

Provinsi APK APM APS PDRB P0 HH

DKI Jakarta 99.20 91.34 99.09 72.08 5.09 72.96 Jawa Barat 103.08 93.37 98,46 13.36 10.39 68.52 Jawa Tengah 104.84 92.01 98.94 5.27 14.42 70.77 DI Yogyakarta 105.17 94.65 99.50 4.64 16.56 7315 Jawa Timur 102.35 92.96 98,77 10.09 13.07 68.76 Banten 103.68 93.40 98.46 12.60 5.70 66.19 Profil yang ditampilkan dalam Tabel 1 menggunakan rataan masing – masing peubah dari setiap provinsi. Provinsi DI Yogyakarta memiliki rata-rata nilai APK, APM, APS, P0 dan HH yang tertinggi. Provinsi yang memiliki rata-rata nilai PDRB paling tinggi adalah DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat dan Banten berada di posisi terakhir karena memiliki nilai PDRB, P0, HH, APK, APS dan APM yang rendah.

Analisis Biplot untuk Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kabupaten/kota. Gambar 2 menyajikan titik-titik objek yang dilambangkan dengan kode Kab_1 sampai Kab_26 dan nilai peubah yang digunakan. Sumbu pertama dan kedua pada grafik biplot menjelaskan keragaman yang dapat ditunjukkan sebesar 89.6% dan 6.5%. Total keragaman yang dijelaskan oleh kedua sumbu tersebut adalah 96.1%. Kontribusi keragaman yang diberikan oleh masing-masing dimensi yaitu dimensi 1 sebesar 89.55%, dimensi 2 sebesar 6.52%, dimensi 3 sebesar 2.00%, dimensi 4 sebesar 1.15%, dimensi 5 sebesar 0.55% dan dimensi 6 sebesar 0.23%.

Keragaman yang paling tinggi terdapat pada PDRB dan keragaman tertinggi kedua dimiliki oleh P0. Peubah APS memiliki keragaman yang paling rendah. Peubah P0 dan PDRB memiliki sudut yang lebih dari 90 derajat, sehingga dapat diartikan kedua peubah tersebut memiliki korelasi yang negatif. Berbeda dengan P0, PDRB memiliki korelasi positif dengan APK, APM, APS dan HH.

(17)

7 kab_1 kab_2 kab_3 kab_4 kab_5 kab_6kab_7 kab_8 kab_9 kab_10 kab_11 kab_12 kab_13 kab_14 kab_15 kab_16 kab_17 kab_18

kab_19kab_21 kab_20 kab_22 kab_23 kab_24 kab_25 kab_26 apk apm aps pdrb_kdm Po HH -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Dimension 1 (89.6%) -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Gambar 2 Grafik biplot Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Bekasi memiliki nilai APK dan PDRB konstan yang paling tinggi diantara seluruh kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Nilai APM dan P0 yang paling tinggi dimiliki oleh Kota Tasikmalaya. Kota Cirebon memiliki rata-rata nilai APS paling tinggi. Angka HH yang paling dimiliki oleh Kota Depok merupakan nilai HH yang paling tinggi. Nilai APK yang paling rendah dimiliki oleh Kota Bekasi. Nilai APM dan P0 yang paling rendah dimiliki oleh Kota Depok. Kabupaten Bandung Barat memiliki nilai APS yang paling rendah dan Kabupaten Cirebon memilliki nilai HH yang paling rendah.

Beberapa kabupaten memiliki sifat yang menonjol terhadap suatu peubah tertentu yaitu Bekasi, Cirebon, Bogor, Karawang, Bandung, Indramayu, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bandung. Grafik menunjukkan bahwa Bekasi, Bogor, Karawang, Bandung dan Kota Bandung berdekatan dan searah dengan vektor yang dibentuk PDRB. Kedekatan dan searahnya titik objek dengan vektor peubah menjelaskan bahwa Bekasi, Bogor, Karawang, Bandung dan Kota Bandung memiliki nilai yang tinggi pada PDRB.

Berdasarkan posisi antar objek, kita dapat melihat bahwa Kota Bandung berdekatan dengan Bogor, begitu juga dengan posisi Karawang dan Bandung, namun Bekasi tidak berdekatan dengan objek mana pun. Hal ini dapat menjelaskan bahwa sifat yang ditunjukkan oleh nilai peubah pada Kota Bandung mirip dengan Bogor, begitu juga dengan Karawang dan Bandung. Kabupaten Bekasi memiliki nilai peubah yang berbeda dibandingkan yang lainnya. Kota Cirebon memiliki nilai HH yang tinggi, sedangkan Kota Depok dan Kota Cimahi tidak terlalu menonjol di semua peubah. Kabupaten Indramayu memiliki nilai APK yang cukup tinggi, dan Cirebon serta Kota Cimahi memiliki nilai yang cukup tinggi untuk P0.

Pembentukan Indeks

Indeks pembangunan regional atau IPR dibentuk dari teknik penggabungan peubah. Teknik ini menggunaan dua pendekatan yaitu Range

(18)

8

IPR dibedakan tiga golongan, yaitu Kelas 1 (golongan rendah), Kelas 2 (golongan menengah), Kelas 3 (golongan tinggi). Klasifikasi IPR berdasarkan RE ditunjukkan oleh Tabel 2, sedangkan klasifikasi IPR berdasarkan WPCA ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 2 Klasifikasi IPR berdasarkan RE

Kelas Kabupaten/Kota

1 (rendah) Bandung Barat

2 (menengah)

Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Banjar 3 (tinggi) Bekasi, Kota Bandung

Tabel 3 Klasifikasi IPR berdasarkan WPCA

Kelas Kabupaten/Kota

1 (rendah) Kota Bandung, Bandung Barat, Sukabumi, Purwakarta, Banjar

2 (menengah)

Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi

3 (tinggi) Bogor, Bandung, Subang, Karawang, Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya Klasifikasi kabupaten/kota berdasarkan RE dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas 1 (golongan rendah) dengan nilai IPR sebesar 0.00-0.20, kelas 2 (golongan menengah) dengan nilai IPR sebesar 0.21-0.40, dan kelas 3 (golongan tinggi) dengan nilai IPR sebesar 0.41-0.60. Metode WPCA menghasilkan nilai klasifikasi IPR untuk kelas 1 (golongan rendah) sebesar 1.00-1.50, kelas 2 (golongan menengah) sebesar 1.51-2.00 dan kelas 3 (golongan tinggi) sebesar 2.01-3.00. Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa beberapa kabupaten/kota yang terdapat pada Tabel 2 berada juga dalam kelas yang sama pada Tabel 3. Sebaran kabupaten/kota pada klasifikasi IPR RE dan IPR WPCA berbeda. Hal ini disebabkan oleh nilai ragam yang berbeda cukup jauh. Nilai ragam yang dihasilkan IPR RE dan IPR WPCA adalah 0.0053 dan 0.1491. Nilai ragam yang kecil pada IPR RE menyebabkan sebaran kabupaten/kota terpusat di nilai tengahnya, sehingga kabupaten/kota yang berada di daerah minimum dan maksimumnya merupakan kabupaten/kota dengan nilai ekstrim. Nilai ragam yang dihasilkan IPR WPCA lebih besar daripada nilai ragam IPR RE. Hal ini menyebabkan penyebaran wilayah kelas pada IPR WPCA menjadi lebih luas dan tidak terpusat di nilai

(19)

9 tengahnya, sehingga kabupaten/kota pada hasil klasifikasi IPR WPCA cenderung tersebar merata pada masing-nasing kelas.

Evaluasi Indeks

Berdasarkan uji korelasi yang terlampir pada Lampiran 4, tabel menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara IPR RE dan IPR WPCA, begitu juga dengan IPR WPCA dan IPM. Lampiran 4 juga menunjukkan bahwa IPR RE dan IPM memiliki korelasi positif, namun nilai korelasinya hanya sebesar 0.39. Hasil korelasi positif bermakna bahwa IPR RE dan IPM memiliki hubungan yang searah, sehingga apabila IPM meningkat, maka IPR RE juga cenderung meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah klasifikasi IPR RE dan IPR WPCA memiliki kemiripan, sehingga hasil keduanya bisa digunakan. Berdasarkan uji korelasi, IPR RE dan IPM memiliki korelasi positif dengan nilai sebesar 0.39.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian IPR masih perlu dikaji ulang supaya dapat menjadi indeks yang stabil dan mampu dilihat diukur dari kurun waktu yang lebih singkat.

DAFTAR PUSTAKA

Abeyasekera, S. 2005. Chapter XVIII: Multivariate methods for index

construction. Reading(UK): University of Reading.hlm 377-378.

Badan Pusat Statistik. 2010. Penyempurnaan Penyusunan Indeks Pembangunan Regional [Internet]. [diunduh 2014 Jan 3]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2013. Sistem Informasi Rujukan Statistik [Internet]. [diunduh 2014 Jan 31]. Tersedia pada: http://sirusa.bps.go.id

Kundu, A. 2004. ICT and Human Development: Towards Building a

Composite Index for Asia. New Delhi(IN): Elsevier.hlm 13.

Lawrence P, Meigh J, Sullivan C. 2003. The Water Poverty Index: an

International Comparison. Staffordshire(UK): Keele University.hlm 4.

Mattjik, AA, Sumertajaya IM. 2009. Sidik Peubah Ragam dengan Menggunakan SAS. Departemen Statistika(ID): IPB

(20)

10

Mattjik AA, Sumertajaya IM, Alfian FH, Gusti Ngurah AW. 2011. Pemodelan

Additive Main-effect & Multiplicative Interaction (AMMI) : Kini Dan

Yang Akan Datang. Bogor(ID): IPB Pr

Sumertajaya, IM. 2005. Kajian Pengaruh Inter Blok dan Interaksi pada Uji Lokasi Ganda dan Respon Ganda [disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor

Suryawati, D. 2009. Model Perencanaan Pembangunan Wilayah dalam Perspektif Klassen Typologi Menuju Pembangunan Wilayah Kabupaten yang Komprehensif. Jember(ID): Universitas Jember.hlm 2.

(21)

11 Lampiran 1 Profil Provinsi Jawa Barat

Nama Wilayah Kode Peubah

APK APM APS PDRB P0 HH

Bogor kab_1 104.77 92.69 98.14 36530743.49 8.82 69.70 Sukabumi kab_2 101.55 93.62 97.49 9383272.03 9.78 67.70 Cianjur kab_3 100.10 94.43 98.37 9134765.41 13.17 66.70 Bandung kab_4 105.76 95.23 98.92 24443222.17 8.32 69.17 Garut kab_5 104.76 94.54 98.11 12284542.66 12.70 66.39 Tasikmalaya kab_6 100.94 95.29 97.85 6003808.69 11.75 68.40 Ciamis kab_7 104.19 96.24 97.87 8199225.34 9.61 67.65 Kuningan kab_8 103.09 91.05 98.59 4380046.25 13.69 67.71 Cirebon kab_9 105.03 94.40 98.35 8949929.14 14.94 65.52 Majalengka kab_10 104.59 94.60 99.49 4855364.56 14.44 66.88 Sumedang kab_11 102.70 95.28 98.67 6154587.87 11.85 67.63 Indramayu kab_12 100.60 92.33 97.51 15815462.91 15.42 67.64 Subang kab_13 106.78 93.38 99.07 8049444.79 12.47 69.69 Purwakarta kab_14 102.92 94.23 96.78 8194699.49 9.56 67.64 Karawang kab_15 104.94 94.78 98.99 25339137.33 11.10 67.30 Bekasi kab_16 108.00 95.37 98.91 62067788.90 5.25 70.07 Bandung Barat kab_17 100.26 91.75 96.18 9016250.41 13.33 68.71 Kota Bogor kab_18 102.61 91.69 98.71 5394161.34 8.47 69.07 Kota Sukabumi kab_19 102.06 92.37 98.31 2149891.49 8.41 69.96 Kota Bandung kab_20 104.08 92.92 98.87 37558319.51 4.55 69.85 Kota Bekasi kab_21 100.08 89.89 98.42 5867249.58 11.08 68.54 Kota Cirebon kab_22 100.41 91.30 99.64 17706401.97 5.55 69.76 Kota Depok kab_23 103.42 87.85 99.31 7445661.88 2.46 73.34 Kota Cimahi kab_24 101.05 92.05 99.40 7231384.37 6.67 69.32 Kota

Tasikmalaya

kab_25 103.55 95.90 99.43 4345851.46 18.92 70.60 Banjar kab_26 104.46 94.46 98.65 831482.04 7.78 66.49

Lampiran 2 Grafik biplot seluruh provinsi di Pulau Jawa

kab_1 kab_3 kab_2 kab_4 kab_5kab_6

kab_7 kab_8 kab_9 kab_10kab_11 kab_12kab_13 kab_14kab_15 kab_16kab_17kab_19kab_18

kab_20kab_23kab_21 kab_22 kab_24

kab_25kab_27kab_28 kab_26 kab_29 kab_30 kab_31 kab_32 kab_33 kab_34 kab_35 kab_36 kab_37 kab_38 kab_39

kab_40kab_41kab_42 kab_43 kab_44kab_45 kab_46 kab_47 kab_48 kab_49 kab_50 kab_51 kab_52 kab_53 kab_54 kab_55kab_57kab_58kab_56 kab_59

kab_60 kab_61 kab_62kab_63 kab_64kab_66kab_67 kab_65 kab_68 kab_69 kab_70 kab_71 kab_72 kab_73 kab_74 kab_75 kab_76 kab_77kab_80kab_78kab_81kab_82kab_79 kab_83kab_84 kab_85 kab_86 kab_87 kab_88 kab_89 kab_90 kab_91 kab_92 kab_93kab_96kab_94kab_95kab_97 kab_98 kab_99 kab_100kab_101 kab_102 kab_103kab_104 kab_105 kab_106kab_107kab_108

kab_109 kab_110kab_111kab_112

kab_113 kab_114kab_116kab_115 kab_117 kab_118 apk apm aps pdrb_kdm ahh po -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Dimension 1 (90.0%) -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

(22)

12

Lampiran 3 Peringkat IPR berdasarkan IPM

Provinsi Kabupaten/Kota IPM IPR RE

IPR WPCA Jawa Barat Kota Depok 79.71 0.38 1.69

Kota Cirebon 77.17 0.36 1.61 Kota Bandung 76.86 0.42 2.05 Kota Bogor 76.47 0.31 1.55 Kota Cimahi 76.28 0.34 1.52 Kota Bekasi 76.02 0.23 1.35 Kota Sukabumi 75.73 0.30 1.58 Kota Tasikmalaya 75.35 0.35 2.72 Bandung 74.73 0.41 2.23 Bekasi 74.13 0.52 2.82 Bandung Barat 74.03 0.16 1.39 Bogor 73.08 0.36 2.19 Sumedang 72.95 0.31 1.77 Tasikmalaya 72.84 0.28 1.67 Purwakarta 72.21 0.25 1.40 Ciamis 72.14 0.33 1.72 Garut 72.12 0.29 1.74 Banjar 72.10 0.32 1.37 Kuningan 71.99 0.25 1.62 Subang 71.79 0.36 2.27 Sukabumi 71.50 0.26 1.40 Majalengka 71.16 0.32 1.97 Karawang 70.89 0.36 2.08 Cianjur 70.02 0.25 1.53 Cirebon 69.58 0.27 1.74 Indramayu 68.89 0.21 1.67

(23)

13 Lampiran 4 Korelasi antar peubah dan indeks pembangunan

Peubah Peubah

APK APM APS PDRB P0 HH IPR

RE IPR WPCA APM 0.415 0.035 APS 0.331 -0.059 0.099 0.776 PDRB 0.492 0.011 0.160 0.435 0.116 0.571 P0 -0.121 0.372 -0.235 0.401 0.557 0.061 0.249 0.042 HH 0.045 -0.490 0.337 0.245 -0.518 0.828 0.011 0.092 0.228 0.007 IPR RE 0.694 0.208 0.667 0.678 -0.563 0.483 0.000 0.308 0.000 0.000 0.003 0.012 IPR WPCA 0.712 0.421 0.455 0.628 -0.078 0.347 0.735 0.000 0.032 0.020 0.001 0.705 0.083 0.000 IPM -0.123 -0.545 0.382 0.080 -0.643 0.818 0.391 0.041 0.551 0.004 0.054 0.698 0.000 0.000 0.049 0.843

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1992 dari ayah Budi Santoso dan ibu Ismiyati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pamulang yang telah berubah nama menjadi SMA Negeri 6 Tangerang Selatan, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitiaan di departemen maupun fakultas. Penulis juga aktif berorganisasi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara. Penulis pernah menjadi Presidium PSM IPB Agria Swara pada periode 2011/2012 dan mengikuti berbagai kompetisi paduan suara di dalam maupun luar negeri.

Gambar

Tabel 1  Profil umum provinsi di Pulau Jawa
Gambar 2 Grafik biplot Provinsi Jawa Barat
Tabel 2  Klasifikasi IPR berdasarkan RE

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan tempat kerja praktik dapat membantu pengambilan keputusan bagi pihak pengambi keputusan dalam memilih tempat PKL yang tepat untuk

Selisih antara rata-rata ukuran perusahaan untuk konservatisme akuntansi di atas dan di bawah rata-rata tidak cukup besar yang menunjukkan bahwa ukuran

memberi kesempatan mempe-lajari pekerjaannya sampai puas, memberi tanggung jawab akan pekerjaannya masing-masing, memberi kesempatan mengembang-kan diri sesuai bakat

• Jalan dua jalur dengan satu arah, lebar perkerasan minimum 2x7 meter. • Dalam pengembangan sistem jaringan jalan di dalam kawasan industri, juga perlu

Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan peluang peningkatan ketahanan pangan rumahtangga dengan kepala rumahtangga laki-laki lebih besar dari rumahtangga lainnya

Kemampuan tersebut bisa dikembangkan dengan beberapa model pembelajaran berdasarkan kegiatan yang sesuai katareristik yang sesuai kompetensi salah satunya dengan

Yang dimaksud dengan “penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara offline” adalah penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur oleh

Kendala-kendala lain yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten OKU TIMUR adalah terlalu cepatnya perubahan peraturan perundangundangan yang tidak di ikuti oleh percepatan kemampuan