5
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Konsep Hipertensi 2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah dimana suatu kondisi pembuluh darah memiliki tekanan yang tinggi (tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg) yang menetap. Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri Ketika darah tersebut dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras jantung bekerja (WHO, 2013).
Menurut Susanto (2010) bahwa hipertensi adalah suatu keadaan dimana penderita tidak mengalami gejala, dimana tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan juga menyebabkan kerusakan ginjal.
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan dapat menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seorang bekerja ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (heart attack) (Pudiastuti, 2013).
2.1.2 Etiologi Hipertensi 1. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau primer tidak diketahui penyebabnya atau sering disebut juga dengan hipertensi idiopatik sekitar 95% kasus hipertensi esensial. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renim angiotensin, efek dari ekskresi Na, obesitas, merokok dan juga stress (Sutanto, 2010).
2. Hipertensi Sekunder
Terdapat 5% kasus. Hipertensi sekunder disebabkan adanya penyakit lain, seperti gangguan ginjal, penyempitan pembuluh darah terutama ginjal, tumor tertentu atau gangguan hormone, gangguan ini mengakibatkan gangguan aliran darah sehingga jantung harus lebih keras sehingga tekanan darah meningkat (sutanto, 2010).
2.1.3 Manifestasi Klinis Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik tidak pula dijumpai adanya kelainan apapun selain hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi. Pasien yang menderita hipertensi biasanya tidak menampakan gejala (asimtomatik). Diagnosis pre hipertensi pada dewasa ditegakkan jika rata-rata hasil pemeriksaan darah pada dua kunjungan berturut-turut berada pada nilai tekanan diastolic 80-89 mmHg atau rata-rata tekanan darah sistolik tekanan darah pada dua kunjungan berada pada nilai antara 120-139 mmHg. Maka tekanan diastolic yang bernilai lebih dari 90 mmHg dan diastolik lebih dari 140 mmHg didiagnosis sebagai Hipertensi (Potter & Perry, 2010).
Elizabeth J. Corwin juga menyebutkan bahwa Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium , penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan Langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Menurut WHO (2011) juga menyebutkan bahwa hipertensi biasanya tanpa gejala akan tetapi bisa menimbulkan sakit kepala di pagi hari, mimisan, denyut jantung yang tidak teratur dan juga berdengung di telinga, sementara gejala hipertensi berat meliputi, kelelahan, mual,muntah,kebingungan kecemasan,nyeri dada dan tremor otot.
2.1.4 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu factor yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, genetic, ras dan faktor yang dapat dikendalikan seperti pola makan, kebiasaan olahraga, konsumsi garam, kopi, alkohol dan stress. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi (Kemenkes RI, 2013).
AHA (2016) menyatakan bahwa orang yang beresiko lebih tinggi terkena hipertensi adalah : Riwayat keluarga hipertensi, Orang gemuk atau Obesitas, Orang -orang yang tidak beraktivitas fisik, Wanita hamil, -orang yang mengkonsumsi sodium (garam) terlalu banyak, orang yang diabetes, asam urat, atau penyakit ginjal dan wanita yang mengkonsumsi pil KB. Berat badan berlebih memiliki hipertensi selama kehamilan, Riwayat keluarga dan memiliki penyakit ginjal ringan.
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan serius pada Kesehatan. Hal ini dapat mengeraskan arteri, mengurangi aliran oksigen darah ke jantung yang dapat menyebabkan nyeri dada angina. Gagal jantung (jantung tidak dapat memompa darah dan oksigen ke organ lain). Serangan jantung (terjadi Ketika pasokan darah jantung tersumbat dan menyebabkan kematian otot jantung karena oksigen yang tidak adekuat, semakin lama aliran darah tersumbat, semakin berat kerusakan pada jantung). Dan stroke (terjadi Ketika pembuluh darah otak pecah dan memblok arteri yang mengalirkan darah dan oksigen ke otak) (WHO, 2011).
2.1.5 Klasifikasi Hipertensi
Menurut Black & Hawks (2014) hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat hipertensinya.
a. Berdasarkan sistolik dan diastolic
Table 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Sistolik dan Diastolik Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal <130 dan <85
Hipertensi Stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stage 2 160-179 Atau 100-109
Hipertensi Stage 3 >180 >110
Sumber : Linda Brooks (2004)
b. Berdasarkan Tingkatan
Table 2.2
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Tingkatan
Kategori Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) Normal <130 mmHg <85 mmHg Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg Stadium 1 (Ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg Stadium 2 (Sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg Stadium 3 (Berat) 180-219 mmHg 110-119 mmHg Stadium 4 (Malgina) >210 mmHg >120 mmHg
Sumber : Black & Hawks (2014)
2.1.6 Komplikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit stroke, kematian karena penyakit jantung 51% kematian karena penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Infodatin Jantung, 2014).
Menurut (Triyanto, 2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan sebagai berikut:
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi diotak, atau akibat emboli yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala tekanan stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal,glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang , menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d. Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang tepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruangan interstisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma.
Sedangkan menurut (Ahmad, 2011) hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila karena komplikasi kardiovaskuler seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal, target kerusakan akibat hipertensi antara lain :
b. Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
c. Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung)
d. Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal.
2.1.7 Diagnosis Hipertensi
Berdasarkan anamnesis, Sebagian besar pasien hipertensi bersifat
asimptomatik. Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti berputar atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang ke arah hipertensi sekunder antara lain pengguna obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya Riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesa dapat pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskuler seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes melitus, mikroalbuminuria, penurunan laju GFR dan Riwayat keluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG, ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+) hiperaldosteronisme primer berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen, peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan ekskresi K dalam urin ditemukan alkalosis metabolic. Pada feokromositoma, dilakukan kadar metanefrin, CT Scan /MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskuler, dapat dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler Sonography
2.1.8 Manajemen Hipertensi
Manajemen hipertensi dapat dilaksanakan melalui terapi farmakologis dan juga non farmakologis. Menurut Lewis, et al (2011) Adapun manajemen hipertensi yaitu memodifikasi gaya hidup yang meliputi : menurunkan kelebihan berat badan sesuai Body Mass Index (BMI), diet rendah lemak dan kolesterol, diet cukup kalium, kalsium dan magnesium , tidak minum alkohol, olahraga yang cukup 20-30 menit minimal 3 kali tiap minggu, hindari stress, stop merokok, diit tinggi serat dengan sayuran dan buah-buahan, aktivitas fisik.
a. Farmakologi
1. Obat : Diuretik Thiazide
Kerja utama : sebagai obat tunggal pada penderita hipertensi ringan sampai sedang dan dapat juga dikombinasi dengan obat antihipertensi lain untuk meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dan mencegah retensi cairan oleh antihipertensi menurunkan risiko kardiovaskuler.
Kelebihan : efektif diberikan per oral dan untuk pemberian jangka lama Efek samping : mulut kering, haus, pusing, letargi dan nyeri otot
2. Obat : Inhibitory adrenergic
Kerja utama : mengganggu sintesis dan uptake norepinefrin
Kelebihan : memperlambat denyut, yang melawan takikardia akibat
hydralazine
Efek samping : menyebabkan depresi berat dan hidung buntu
3. Obat : Antagonis Kalsium
Kerja utama : menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel menurunkan afterload.
Kelebihan : menghambat spasme arteri koronaria yang tidak dapat dikontrol dengan penyekat beta atau nitrat.
Efek samping : observasi adanya hipotensi dan jangan dihentikan secara mendadak.
b. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi mengubah gaya hidup yang merupakan suatu terapi atau pendekan yang sangat bermanfaat dalam mengatasi tekanan darah tinggi (Sutanto, 2010).
1. Pengaturan Diet dan Olahraga
Cara terbaik mengontrol berat badan adalah dengan mengurangi makanan yang mengandung lemak, melakukan olahraga secara teratur, Adapun cara diet sehat yaitu (1) diet rendah garam yaitu membatasi asupan garam natrium. Menurut WHO, konsumsi garam natrium disarankan 2.400mg/hari setara dengan 1 sendok teh (2) diet kegemukan/diet rendah kalori, memperhitungkan asupan kalori atau total energi per hari sangat penting pada diet untuk mempertahankan atau menurunkan berat badan, terutama dari karbohidrat, protein dan lemak. Diet yang dianjurkan adalah dengan mengurangi asupan lemak dan protein, terutama dari usia dewasa hingga usia lanjut (3) diet kolesterol, lemak yang berkaitan dengan hipertensi adalah kolesterol dan trigliserida, tingginya kadar trigliserida dapat dikontrol dengan diet rendah karbohidrat, diet rendah kolesterol namun kaya akan serat dengan protein (4) diet tinggi serat, bermanfaat untuk menghindari kelebihan lemak, lemak jenuh dan kolesterol, setiap gram konsumsi serat dapat menurunkan kolesterol LDL (low density lipoprotein) rata-rata 2,2 mg.dl.
Olahraga atau Latihan jasmani secara teratur, terbukti dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dan menurunkan resiko serangan hipertensi 50% dibandingkan orang yang tidak aktif olahraga. Olahraga aerobic secara teratur seperti berjalan kaki, jogging, bersepeda, berenang dan bersepeda secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan mempertahankan berat badan ideal. Aktivitas fisik yang teratur merupakan intervensi utama untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Berbagai penelitian tentang manfaat olahraga untuk mengendalikan berbagai penyakit degeneratif dan tidak menular, seperti hipertensi, jantung koroner, DM dan sebagainya sudah dilakukan di berbagai negara. Hasilnya olahraga secara teratur terbukti bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi resiko stroke, serangan jantung, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah lainnya. Pengaruh olahraga dalam jangka Panjang sekitar 4-6 bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4-5,8 mmHg tanpa bantuan obat hipertensi. 2. Pembatasan Asupan Natrium
Dengan mengurangi kadar garam dapat membantu penderita hipertensi menurunkan tekanan darahnya. Penggunaan sodium kurang dari 2,4 gram atau kurang dari 6 gram (1 sendok teh) garam dapur per hari dapat mengurangi 4-7 mmHg tekanan darah. Pola makan sehari-hari bagi penderita hipertensi adalah selalu menggunakan garam beryodium dengan jumlah tidak lebih dari 1 sendok per hari. Konsumsi makanan dengan kadar kalium 95 gram dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan.
3. Istirahat yang cukup
Ini merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif sampai melebihi kepatuhan. Meluangkan waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin, yaitu dengan mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh.
4. Menghindari Stress
Ciptakan suasana yang nyaman dan menenangkan bagi pasien penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi metode seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah.
2.2 Konsep Pengalaman 2.2.1 Definisi
Knoers dan Haditono (2010) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Variabel pengalaman akan diukur dengan menggunakan indikator lamanya bekerja, frekuensi pekerjaan pemeriksaan yang telah dilakukan, dan banyaknya pelatihan yang telah diikutinya.
2.3 Konsep Keluarga 2.3.1 Definisi
Keluarga adalah sebagai sebuah sistem social kecil yang terdiri atas rangkaian bagian yang sangat saling bergantung dan dipengaruhi baik oleh struktur internal maupun eksternalnya (Friedman, 2010). Keluarga terdiri atas sekelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan atau hubungan sedarah dan ikatan adopsi. Anggota keluarga biasanya hidup Bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga sebagai rumah
mereka yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lainnya dalam peran-peran sosial keluarga. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan ciri unik tersendiri (Burgess, 1963 dalam Mubarak, 2011).
Menurut Susanto (2011) keluarga adalah perkumpulan atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lainnya. Keluarga adalah salah satu kelompok atau komponen manusia yang hidup Bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan selalu ada hubungan darah, perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal Bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga dan makan dalam satu periuk (Riadi, 2012).
2.3.2 Fungsi dan Tugas Keluarga
Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga beroperasi sebagai unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Hal ini mencerminkan gaya pengasuh, konflik keluarga dan kualitas hubungan keluarga. Fungsi keluarga mempengaruhi kapasitas Kesehatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga (Families, 2010).
Menurut Setiadi (2008) tugas Kesehatan keluarga terbagi ada 5 yaitu : (1) Mengenal gangguan perkembangan Kesehatan setiap anggota keluarga (2) mengambil keputusan untuk Tindakan Kesehatan yang tepat (3) memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda) (4) memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan (5) memanfaatkan fasilitas pelayanan Kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Sementara menurut WHO fungsi keluarga terdiri dari (Ratnasari, 2011) : a. Fungsi biologis meliputi : fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
b. Fungsi psikologis meliputi: fungsi dalam memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi sosialisasi meliputi: fungsi dalam membina sosialisasi pada anak, meneruskan nilai-nilai keluarga dan membina norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
d. Fungsi ekonomi meliputi: fungsi dalam mencari sumber-sumber penghasilan, mengatur dalam penggunaan penghasilan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa mendatang.
e. Fungsi Pendidikan meliputi: fungsi dalam mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya, menyekolahkan anak agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, serta mempersiapkan anak dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa untuk kehidupan dewasa di masa yang akan datang.
2.3.3 Bentuk Keluarga
Terdapat beberapa tipe atau bentuk keluarga diantaranya (Fatimah, 2010) : a. Keluarga inti (Nuclear Family), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunan atau adopsi maupun keduanya
b. Keluarga besar (Ekstended Family) yaitu keluarga inti ditambah dengan anak saudaranya, misal kakek, nenek, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu, dan lain sebagainya.
c. Keluarga bentukan Kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
d. Orang Tua Tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua baik pria maupun wanita dengan anak-anaknya akibat dari perceraian atau ditinggal oleh pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
f. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone)
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the normarital heterosexual cohabiting family) atau keluarga kabitas (cohabitation).
h. Keluarga berkomposisi (composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara Bersama-sama.
2.3.4 Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam peranan dalam keluarga antara lain (Istiati, 2010) :
a. Peran ayah
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah serta pemberi rasa nyaman bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan dimana dia tinggal.
b. Peran ibu
Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, sebagai perlindungan dari anak-anaknya saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus rumah tangga serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan dimana dia tinggal.
2.3.5. Konsep Pengalaman keluarga
Menurut Setiadi (2010) tugas kesehatan keluarga ada terbagi lima yaitu : (1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga (2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
(3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda)
(4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan (5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Konsep pengalaman keluarga yang dimaksud disini adalah tentang tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarga, yang dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari keluarga, sebagaimana respon keluarga terhadap komplikasi dan akan perawatan anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan komplikasi resiko penyakit stroke, serangan jantung, gagal jantung (Fontane, 2009)