• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Salin

Tanah garaman disebut juga tanah salin yaitu tanah yang mempunyai kadar garam netral larut dalam air sedemikian sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kebanyakan tanaman. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah sehingga membentuk tanah garaman atau tanah salin disebut salinisasi. Jumlah H2O yang berasal presipitasi tidak cukup untuk menetralkan jumlah H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi. Sewaktu air diuapkan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, NaSO4, CaCO3 dan atau MgCO3 (Candrabarata, 2011).

2.1.1 Sifat Tanah Salin a. Sifat Fisik

Jenis tanah ini mempunyai garam bebas dan Na+ yang dipertukarkan. Selama garam ada dalam jumlah berlebih, tanah-tanah tersebut akan terflokulasi dan pH nya biasanya ≤ 8,5. Jika tanah ini dilindi, kadar garam bebas menurun dan reaksi tanah dapat menjadi sangat alkalin (pH > 8,5) akibat berhidrolisis Na+ yang dapat dipertukarkan. DHL sebesar 4 mmho/cm bersesuaian dengan suatu tekanan osmotik pada kapasitas lapang sebesar 5 bar (Candrabarata, 2011).

b. Sifat Kimia

 Hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara pada tanah salin

Tanah salin memiliki nilai pH tanah berkisar 8,5 hingga 10. Nilai pH yang tinggi pada banyak di antara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersediaan sejumlah hara mikro. Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn. Selain itu, dengan pH lebih dari 7,5 kandungan

(2)

kalsium yang tinggi dapat mengikat fosfat sehingga ketersediannya menurun (Karyanto, dkk, 2012).

 Hubungan salinitasisasi dengan ketersediaan unsur hara pada tanah salin Kandungan NaCl yang tinggi pada tanah salin menyebabkan rusaknya struktur tanah, sehingga aerasi dan permeabilitas tanah tersebut menjadi sangat rendah. Banyaknya ion Na di dalam tanah menyebabkan berkurangnya ion-ion Ca, Mg, dan K yang dapat ditukar, yang berarti menurunnya ketersediaan unsur tersebut bagi tanaman. Pengaruh salinitas terhadap tanaman mencakup tiga hal yaitu tekanan osmosis, keseimbangan hara dan pengaruh racun. Bertambahnya konsentrasi garam didalam suatu larutan tanah, meningkatkan potensial osmotik larutan tanah tersebut. Oleh sebab itu salinitas dapat menyebabkan tanaman sulit menyerap air hingga terjadi kekeringan fisiologis Hakim, dkk, 1986 dalam (Candrabarata, 2011).

c. Sifat Biologi

Kandungan NaCl yang tinggi pada tanah salin menyebabkan rusaknya struktur tanah, sehingga aerasi dan permeabilitas tanah tersebut menjadi sangat rendah. Penyerapan oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah (Candrabarata, 2011). Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut yaitu mikrobia dalam tanah salin berjumlah sedikit. Hal tersebut dikarenakan aerasi pada tanah salin sangat rendah, sehingga mikrobia tanah tidak dapat bernafas karena pertukaran gas terhambat.

Baik dan buruknya pengaruh salinitas dapat disebabkan oleh

1) Setiap spesies tanaman mempunyai tingkat kerentanan tertentu terhadap salinitas tanah.

(3)

3) Kandungan air tanah.

4) Komposisi garamnya (djukri, 2009; yan dkk, 2007).

Subagyono (2008) yang menyatakan bahwa, salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan.

Cekaman salinitas merupakan cekaman abiotik yang dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman. pertumbuhan akar, batang dan luas daun berkurang karena ketidak seimbangan metabolik yang disebabkan oleh keracunan ion NaCl, cekaman osmotik dan kekurangan hara (Sembiring dan Gani, 2010). Menurut (Boiran, 2004) perkembangan lanjut tanah yang dipengaruhi oleh kadar garam terutama NaCl memperberat kerusakan tanah karena tanah yang demikian tidak dapat lagi dibudidayakan dengan tanaman yang peka terhadap tingginya salinitas tanah.

2.1.2 Upaya Perbaikan Pada Tanah Salin

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh buruk dari tanah salin adalah melakukan perbaikan tanah salin melalui cara kimia dan biologi. Perbaikan tanah salin banyak dilakukan secara kimia dengan penambahan bahan pembenah tanah seperti gipsum atau CaSO4 (Makoi dan Verplancke, 2010).

Rehabilitasi diartikan sebagai suatu usaha pembenahan yang ditujukan kepada lahan yang telah rusak, agar dapat dipergunakan kembali. Dengan kata lain, upaya rehabilitasi adalah upaya mengembalikan fungsi tanah agar bisa mendekati kondisi awal yang berkualitas dalam

(4)

kesuburan fisik dan kimia tanahnya. Rehabilitasi tanah terdegradasi dapat ditinjau dari sifat tanah yang mengalami penurunan dan diupayakan dilakukan perbaikan dengan menggunakan ameliorant pembenah tanah (Rachman, dkk, 2008).

Pemberian gipsum pada tanah salin dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah seperti KTK (kapasitas tukar kation), kapasitas menahan air, meningkatknya kandungan Ca dan S, dan dapat berfungsi sebagai pemantap tanah, serta mampu menurunkan pH (Pradewa, dkk, 2012). Penambahan amelioran yang mengandung K, Ca, dan Mg mampu meningkatkan kandungan hara K, Ca, dan Mg, serta memperbaiki keseimbangan K/Na, Ca/Na, dan Mg/Na dalam tanaman, namun tidak mampu mengurangi efek negatif salinitas (Wahyuningsih, dkk, 2017) Bahan organik yang berasal dari pupuk kandang mampu meningkatkan KTK tanah. Asam humat yang dikandung pupuk kandang dan unsur S dari gypsum mampu menurunkan pH tanah, sedangkan unsur Ca dari gypsum mampu menurunkan kadar Na tertukar tanah. Hal ini berarti bahwa pemberian gypsum dan pupuk kandang telah menyebabkan perbaikan kimia tanah percobaan, walaupun salinitas masih tinggi (Endang, dkk, 2010)

2.2 Unsur Hara

Tanaman terdiri dari 92 unsur, tetapi hanya 16 unsur esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari 16 unsur tersebut, unsur C, H, dan O diperoleh dari udara dan air (dalam bentuk CO2 dan H2O), sedangkan 13 unsur mineral esensial lainnya diperoleh dari dalam tanah dan secara umum digolongkan sebagai “hara” (Pahan, 2018).

(5)

2.2.1 Unsur Hara makro

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terdiri atas unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S) (Pahan, 2010).

Nitrogen yang diserap oleh tanaman dirombak menjadi asam amino, yang dalam metabolisme selanjutnya membentuk protein dan asam nukleat. Selain itu, N menjadi bagian integral dari klorofil dan merupakan komponen utama tanaman yang menyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Barker dan Pilbeam, 2007).

Defisiensi P dalam tanaman menyebabkan ratio akar terhadap pucuk lebih besar yang disebabkan oleh proporsi asimilat untuk partumbuhan akar yang dialokasikan lebih besar dibandingkan dengan pucuk (Goh dan Hardter, 2003).

Defisiensi unsur hara K terjadi pada daun tua karena K diangkut ke daun muda. Gejala defisiensi unsur K timbul bercak transparan pada daun, lalu daun mengering. Sumber unsur hara K adalah pupuk KCl.

Unsur hara Mg berfungsi dalam proses fotosintesis. Pemupukan Mg mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, bobot brangkasan basah dan kering bibit kelapa sawit pada tanah Ultisol dan Oxisol (Kasno. A dan Nurjaya, 2011)

2.2.2 Unsur Hara Mikro

Unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit, tetapi harus selalu tersedia dalam jaringan tanaman, antara lain Besi (Fe), Mangan

(6)

(Mn), Tembaga (Cu), Boron (Bo), Molibdenum (Mo), Klorida (Cl), dan Seng (Zn) (Pahan, 2010).

Perhatian terhadap unsur hara mikro masih relative kurang, namun demikian teknologi budidaya pertanian saat ini berpengaruh mendorong untuk memperhatikan unsur hara mikro dengan beberapa alasan yaitu: a) Pemakaian varietas unggul dan pupuk makro dalam dosis tinggi dapat

mempertajam menurunnya unsur mikro yang diangkut melalui proses. b) Kemampuan manusia mengenali gejala kekurangan unsur hara mikro. c) Usaha-usaha manusia yang terus menerus untuk meningkatkan

produksi. (Wahyuni dan Sakiah, 2019).

Dengan menggunakan hara, tanaman dapat melakukan kegiatan metabolismenya. Kegiatan metabolisme akan berjalan dengan baik apabila unsur-unsur hara dalam tanah tersedia dengan cukup. Tanaman yang kekurangan suatu unsur hara akan menampakan gejala pada suatu organ tertentu. Unsur hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi dua golongan, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah besar dibandingkan dengan unsur hara mikro. Walaupun unsur hara mikro pada suatu areal tempat tumbuh tanaman ketersediaannya dalam jumlah kecil, namun keberadaannya dapat membantu dalam pertumbuhan tanaman (Mpapa, 2016).

Untuk mencapai pertumbuhan tanaman optimal seluruh unsur hara harus berada pada kondisi yang setimbang. Artinya, tidak boleh ada satu unsur harapan yang menjadi faktor pembatas. Untuk mencapai produksi yang diinginkan jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk pupuk (organik dan atau anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah yang dapat diserap tanaman (Pohan, 2010).

(7)

2.2.3 Na (Natrium)

Natrium merupakan unsure beneficial bagi tanaman. Pada tanaman dengan lintasan C-4, natrium merupakan unsur mikro esensial. Dimana unsure ini sangat berperan dalam proses fotosintesis. Natrium dibutuhkan untuk mengangkut CO2 ke dalam bundle sheat cells, tempat dimana CO2 direduksi menjadi karbohidrat (Brownell, 2003). Namun keberadaan Na dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan tekanan osmotik yang tinggi pada tanaman. Kadar natrium yang tinggi dapat mengakibatkan pengangkutan CO2 ke dalam Bundle sheath cells menurun sehingga membatasi laju fotosintesis pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1992).

Pada kondisi dimana konsentrasi garam dalam larutan tanah sangat tinggi, maka air dari dalam sel tanaman bergerak keluar, dinding protoplasma mengkerut dan sel rusak karena terjadi plasmolisis. Selain tanaman harus mengatasi tekanan osmotik tinggi, pada beberapa tanaman dapat terjadi ketidak-seimbangan hara disebabkan kadar hara tertentu terlalu tinggi, dan adanya bahaya potensial keracunan natrium dan ion lainnya (FAO, 2005).

Peningkatan kandungan natrium pada tanaman berbanding terbalik dengan laju fotosintesis yang dilakukan. Kandungan natrium dalam jaringan tanaman yang semakin tinggi akan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis, dimana natrium tersebut berperan dalam pengangkutan CO2 ke dalam bundle sheat cells dimana CO2 tersebut direduksi menjadi karbohidrat dan berfungsi sebagai pengatur masuknya air ke dalam sel (safitri, 2009).

Menurut (Santoso dan Winarna, 2013) di perkebunan kelapa sawit pada lahan pasang surut terdapat potensi terjadinya plasmolisis karena

(8)

akumulasi garam yang tinggi pada daerah perakaran sebagai akibat proses pencucian garam-garam di dalam lahan perkebunan kelapa sawit tidak berjalan dengan baik. Tanaman kelapa sawit yang mengalami plasmolisis menunjukkan visualisasi berupa 3-4 tingkat pelapah tua (bawah) kering dengan daun muda yang menguning.

2.2.4 Cl (Klorida)

Chlorida (Cl-) adalah satu unsur utama pembentuk salinitas tanah diikuti oleh natrium (Na). Cl bersifat sangat larut dalam tanah dan hampir dapat diabaikan jumlahnya yang difiksasi oleh partikel liat. Oleh karena itu Cl sangat mudah tercuci ke dalam tanah pada kondisi dimana cukup air dan struktur tanah mendukung terjadinya proses pencucian. Pada kondisi dimana terdapat lapisan tanah yang hantaran hidrauliknya sangat rendah, maka Cl akan terakumulasi di lapisan tersebut (Rachman, dkk, 2008). Menurut Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah dalam buku Pedoman untuk Perencanaan Sumber daya Air Wilayah Sungai, 2000, Klorida merupakan suatu parameter kimia yang ada dalam air dan membentuk perbedaan utama sistem ekologi (air tawar, air payau, dan air laut) Perubahan besar dalam lingkungan dapat terjadi ketika air tawar berubah menjadi air payau atau air asin atau kearah sebaliknya.

2.3 Daya Hantar Listrik (DHL)

DHL merupakan daya hantar listrik dari suatu benda atau suatu zat dan kemampuan benda itu sendiri untuk menghantarkan listrik. Daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin banyak garam-garam yang terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL (Zuraida dan Mahbub, 2015)

(9)

Daya hantar listrik ialah parameter yang menunjukkan kandungan ion dalam air sehingga suatu larutan mudah atau sukar dalam menghantarkan listrik. DHL bukan merupakan parameter yang relevan untuk mengukur polusi, akan tetapi dapat digunakan sebagai paramenter untuk mengetahui tingkat kegaraman dalam air (Robertus dan Myra, 2005).

Pada tanaman yang mengalami pelepah bawah kering, akar tanaman layu, dan menghitam serta nilai daya hantar listrik di daerah perakaran antara 11,59-16,63 mS/cm sangat tinggi (Santoso dan Winarna, 2013). Hal tersebut menjadi ancaman yang serius jika tata kelola air tidak bisa mengakomodir proses penggenangan serta pencucian garam-garam dan unsur-unsur beracun lainnya dari dalam tanah. Penelitian ini betujuan untuk mengevaluasi dampak sekunder dari kondisi tata kelola air yang kurang optimal di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang tanaman kelapa sawitnya banyak mengalami pelepah bawah kering, daun tombak tidak membuka lebih dari 3, pelepah bawah sengkleh, batang berlubang, tanaman tumbang, dan tanaman mati.

2.4 Amelioran

Amelioran merupakan bahan-bahan alami yang dimasukkan ke dalam tanah yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Subatra, 2013). Pemanfaatan limbah pertanian yang berasal dari sisa-sisa hasil pertanian seperti tumbuhan dan hewan ternak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara. Pemanfaatan limbah pertanian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan dan dapat menjadi masukan atau tambahan bagi petani maupun masyarakat yang memanfaatkan limbah tersebut untuk dibuat menjadi bokashi (Tola, dkk, 2007).

(Krisnohadi, 2011) menambahkan, senyawa organik yang bersifat racun dan menghambat pertumbuhan tanaman, dengan demikian perlu adanya penambahan bahan amelioran untuk mengatasi permasalahan kesuburan tanah

(10)

gambut tersebut. Menurut (Sasli, 2011) jenis amelioran seperti kapur, abu janjang kelapa sawit, kompos TKKS, abu sekam padi, dan pupuk kotoran ayam dapat meningkatkan unsur hara tanah gambut.

2.5 Bokashi

Bokashi adalah jenis pupuk organik merupakan bahan organik yang telah difermentasikan dengan EM4. Bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk bokashi mengandung hara N, P, dan K di samping unsur hara mikro lainnya. Tanaman padi membutuhkan unsur hara makro terutama N, P, dan K. Ketersediaan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah relatif jumlahnya, sebab itu untuk memperoleh produksi yang optimal, penambahan unsur hara melalui pemupukan seperti pupuk bokashi mutlak diperlukan. Respons tanaman padi terhadap pemberian pupuk bokashi tergantung pada bahan yang digunakan, dosis pupuk bokashi, lokasi penanaman, system budidaya dan musim tanam (Arnoldus, dkk, 2014).

Bokashi merupakan hasil fermentasi bahan organik dengan inokulan EM 4 yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Simarmata dan Hamdani, 2003).

Peran bahan organik sebagai pembenah tanah adalah memperbaiki sifat fisik tanah. Di samping itu, secara langsung atau tidak membantu mengubah unsur hara yang kurang tersedia menjadi tersedia. Walaupun jumlahnya sedikit,

dekomposisi bahan organik juga melepaskan unsur hara lain (Baon et al., 2003).

Upaya pemupukan sudah jelas mampu membantu penyediaan unsur hara serta akan menjadi lebih efektif apabila dilaksanakan dengan pemilihan cara, dosis dan jenis pupuk yang tepat dan sesuai dengan kondisi tanaman. Bokashi (kompos) yang dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian Effective

(11)

Microorganism-4 (EM-4) yang merupakan salah satu aktivator untuk mempercepat proses pembuatan kompos (Indriani, 2001).

Pemberian bokashi yang difermentasikan dengan EM-4 merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi anah serta dapat menekan hama dan penyakit serta meningkatkan mutu dan jumlah produksi tanaman (Nasir, 2008).

Dimana pembuatan bokashi ini diproses melalui fermentasi dengan EM-4. Efektif Microorganisme-4 merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat yaitu bakteri sintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur yang dapat dimanfaatkan inokulan untuk meningkatkan keragaman mikrobia tanah (Tola, dkk, 2007).

Bokashi dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pengaruh terhadap sifat fisik tanah yaitu melalui pembentukan agregat tanah sehingga dapat memperbaiki struktur tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis tanah yang kami tinjau dalam penelitian ini merupakan tanah yang memiliki kandungan mineral lempung, dimana tanah lempung adalah kumpulan dari

Penambahan arang ke dalam tanah mengakibatkan semakin banyak ruang pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan lebih baik, selain itu

Hambatan proses pertukaran gas atau oksigen antara ibu dan janin, yang dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, maupun segera setelah lahir, akan menyebabkan

Pertukaran kation terjadi pada koloid liat dan koloid humus yang memiliki muatan negatif tersebut, sehingga tekstur tanah (jumlah liat), jenis mineral liat, dan kandungan

Hubungannya dengan tekstur adalah misalnya saja adalah tanah yang bertekstur liat memiliki pori yang kecil karena tingkat kepadatannya tinggi sehingga berpengaruh terhadap

 Sensor Kimia Optik, Metode sensor ini adalah dengan berdasarkan pada teknologi optik dimana penyerapan suatu gas atau cairan kimia tertentu pada suatu bahan akan

Struktur pori yang dihasilkan dari karbon aktif tidak hanya dipengaruhi oleh sifat zat pengaktif yang digunakan, tetapi juga laju aliran gas suhu dan tekanan karbonisasi yang digunakan

Kadar Bahan Organik:Kadar bahan organic tanah mempunyai pori pori yang jauh lebih banyak dari pada partikel mineral tanah yang berarti luas permukaan penyerapan juga lebih banyak