• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Nopry Wirawaskita, 2016

HUBUNGAN D AYA TAHAN CARD IOVASCULAR D ENGAN WAKTU PEND AKIAN PAD A PEND AKIAN CEPAT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendaki gunung merupakan salah satu aktivitas berpetualang di alam terbuka menuju tempat yang lebih tinggi yaitu menuju puncak gunung. Seperti yang di ungkapkan Sumitro dkk (1997, hlm. 1) bahwa : “Mendaki gunung adalah suatu kegiatan yang berorientasi pada alam terbuka dan mendaki ke tempat yang lebih tinggi merupakan tujuan utama aktivitas olahraga tersebut.”

Kegiatan mendaki gunung telah banyak dilakukan oleh orang-orang dari sejak zaman dahulu hingga sekarang. Di Indonesia sendiri kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964 ketika pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil mencapai Puncak Soekarno di Pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya (sekarang Papua). Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari Indonesia, serta Fred Atabe dari Jepang.

Negara Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak gunung di berbagai provinsinya menjadikan daya tarik tersendiri dalam kegiatan mendaki gunung. Tidak menutup kemungkinan kegiatan mendaki gunung bukan hanya para pendaki yang tergabung dalam organisasi saja yang melakukan pendakian tetapi dari berbagai kalanganpun bisa menjadikan pendakian gunung menjadi sebuah aktifitas yang digemari masyarakat. Setelah adanya hal tersebut mulai bermunculan perkumpulan pendaki gunung seperti Wanadri serta Mapala UI. Hingga saat ini perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung telah banyak berdiri di berbagai tempat.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, sir George Leigh Mallory dalam Wijaya (2005, hlm. 1), menjawab dengan pendeknya mengapa dia tergila-gila mendaki gunung. “because it there.” Ujarnya. Jawaban yang singkat itu menunjukan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan berpetualang. Banyak orang yang pergi melakukan pendakian gunung untuk sekedar rekreasi mengisi waktu liburan,

(2)

observasi pengambilan data dari lingkungan alam bebas, dan banyak juga yang bertujuan untuk mencetak sebuah prestasi dengan melakukan ekspedisi atau mengikuti perlombaan mendaki gunung.

Kebanyakan orang memandang seseorang yang suka mendaki gunung adalah orang yang hebat dan kuat, kerena mengangap orang yang mendaki gunung tersebut dapat melewati tantangan dari alam. Kadir (2003, hlm 1) menjelaskan :

Penjelajah-penjelajah spektakuler yang menuju dan membuktikan betapa kuatnya anak manusia kalau ia mau. Dougscott, sir. Edmun Hillary, Naomi Uemura, Asmujiono, David Thompson dan Misrin adalah beberapa contoh kecil dari beberapa anak manusia yang kuat dan berani.

Untuk melakukan aktivitas mendaki gunung membutuhkan ketermpilan, kondisi fisik, dan daya juang yang tinggi. Tantangan dan tingkat bahaya yang tinggi seakan menjadi ciri khas dari aktivitas ini. Namun, pada hakekatnya semua tantangan dan bahaya tersebut menguji kemampuan diri untuk dapat menyatu dengan alam. Keberhasilan suatu pendakian yang sulit berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan dalam melawan diri sendiri.

Banyak pendaki gunung yang mencari sensasi dalam pendakiannya dan lebih menantang dari pendakian biasanya contohnya mendaki gunung dengan waktu yang lebih cepat. Abubakar (2015, hlm. 2) mengatakan : “Mendaki gunung biasanya memakan waktu yang lama dan mengharuskan pendaki bermalam menggunakan tenda, namun sekarang mendaki gunung dapat dilakukan secara cepat atau yang disebut pendakian cepat”.

Pendakian cepat sudah menjadi jenis pendakian terbaru dalam dunia pendakian saat ini dan sering di jadikan sebuah kompetisi bagi pelakunya seperti Lomba Lari Lintas Alam, Kebut Gunung, MRU (Mount Rinjani Ultra), BTS Trail Run dan masih banyak lagi perlombaan mendaki gunung baik di dalam negeri hingga luar negeri. Tidak hanya perlombaan namun ada juga yang menjadikan pendakian cepat ini sebuah ekspedisi. Anggraeni (2009, hlm 14) menyatakan bahwa “Ekspedisi ialah suatu perjalanan jauh dan panjang sehingga memakan waktu cukup lama yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan perjalanan ataupun ilmiah”.

(3)

Seperti yang dilakukan UKM PAMOR (Pencinta Alam Mahasiswa Olahraga) yang melakukan ekspedisi pendakian cepat secara tim 14 puncak tertinggi 14 hari Pulau Jawa tahun 2007, 14 Puncak Pulau Jawa, Bali dan Lombok tahun 2008, 14 Puncak JABALO 10 hari tahun 2011, 14 Puncak JABALO 8 hari tahun 2014 dan 14 Puncak Gunung Bandung dalam tiga hari tahun 2015.

Aktivitas pendakian cepat memiliki tingkat bahaya yang lebih tinggi, beresiko dan dibutuhkan kondisi fisik yang sangat baik, karena dalam pendakian cepat seorang pendaki menempuh jarak yang jauh, medan yang terjal, dan tekanan oksigen yang berkurang saat ketinggian bertambah, hal ini merusak pemenuhan kebutuhan oksigen dalam darah yang mengalir melalui paru-paru dan akhirnya mengakibatkan suplai oksigen berkurang ke otot yang sedang bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh federation of sport at altitude telah menunjukan bahwa kekurangan oksigen diatas 10.000 kaki menyebabkan berkurang daya kekuatan otot sebanyak 25-40%.

Selain itu dampak dari kekurangan oksigen dijelaskan oleh Mashuri dalam (http://mashuriweblog.wordpress.com/2007/06/01/high-altitude/) yang menyatakan bahwa :

Level oksigen yang rendah merangsang ginjal untuk memproduksi erythropotein, dan selanjutnya merangsang sumsum tulang menghasilkan lebih banyak sel darah merah (polisitemia). Akan tetapi, keadaan ini kurang menguntungkan bagi tubuh karena peningkatan sel-sel darah merah menyebabkan darah menjadi kental (viskositas meningkat). Hal ini menimbulkan aliran darah didalam pebuluh darah menjadi lambat, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan pembuluh darah ( thrombosis).

Mengingat hal tersebut, maka bagi pendaki gunung yang melakukan pendakian secara cepat sangat perlu memiliki kondisi fisik yang baik untuk mencapai keberhasilan pendakian cepat. Karena dengan memiliki kondisi fisik yang baik seperti yang dikemukakan oleh Harsono (Imanudin, 2008, hlm. 91) bahwa :

Kondisi fisik yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi dan sistem organisme tubuh antara lain berupa :

 Akan ada peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung.

 Akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, dan komponen kondisi fisik lainnya.

(4)

 Akan ada pemulihan yang cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan.

 Akan ada respon yang cepat dari organisme tubuh kita apabila sewaktu-waktu respon demikian diperlukan

Dalam melakukan pendakian cepat mulai dari titik awal sampai di puncak dan kembali lagi para pendaki sering mentargetkan waktu pendakiannya sama seperti halnya dalam sebuah perlombaan waktu telah ditentukan oleh penyelenggara. Oleh karena itu pendakian cepat dilakukan tidak hanya dengan berjalan kaki tetapi di bantu dengan berlari agar pendakian lebih cepat untuk mencapai target waktu yang telah ditentukan. Pada umumnya seorang pendaki gunung membawa logistik makanan, alat masak, dan perlengkapan mendaki lainnya dalam keril atau ransel yang berbentuk kapsul untuk mendaki gunung yang berukuran 50 liter sampai 100 liter di punggungnya, namun dalam pendakian cepat logistik pendakian dibawa dengan menggunakan daypack atau hydropack dan beban yang dibawapun lebih ringan dibandingkan dengan pendakian pada umumnya sehingga memungkinkan pendaki bergerak lebih cepat.

Bagi seorang pendaki yang melakukan pendakian cepat memang membutuhkan daya tahan yang baik karena pendaki tersebut menempuh jarak yang jauh dengan oksigen yang menipis diketinggian dan membutuhkan waktu berjam-jam. Kemudian kondisi trek atau jalur tanah dan berbatu membuat pendaki harus berhati-hati dalam berpijak. Disamping itu kondisi medan yang sangat terjal sehingga membutuhkan bantuan tangan untuk melewatinya, pohon yang tumbang melintang di jalur pendakian, akar pohon, batuan yang runcing, dan rintangan-rintangan yang harus dilewati oleh pendaki serta kondisi alam yang sulit untuk ditebak. Banyak pendaki cepat yang mengalami cidera karena terkilir, terjatuh, dan terpeleset saat melakukan pendakian.

Penyakit Gunung Akut (PGA) juga menjadi ancaman dalam aktifitas pendakian gunung dengan gejala-gejala sakit kepala, mual dan muntah. Menurut Giriwijoyo dan Sidik (2013, hlm. 314) mengatakan bahwa :”Penyakit gunung akut (PGA) dapat diminimalisir bila pendakian dari ketinggian rendah (<1500 m) ke ketinggian sedang (>2000 m) berlangsung lambat meliputi beberapa hari”. Dari pendapat tersebut

(5)

bahwa melakukan pendakian gunung memerlukan waktu untuk aklimatisasi terhadap lingkungan namun dalam pendakian cepat proses aklimatisasi tidak membutuhkan waktu berhari-hari sehingga rentan terkena penyakit gunung akut.

Mengingat hal tersebut, meningkatkan daya tahan adalah cara untuk mendukung dalam pelaksanaan pendakian cepat. Daya tahan merupakan kondisi fisik yang memiliki peranan dalam setiap aktivitas yang membutuhkan waktu lama. Melatih fisik guna meningkatkan daya tahan cardiovascular merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan dalam pendakian cepat. Bagi seorang pendaki cepat memiliki kondisi fisik yang baik merupakan hal yang wajib. Memperbesar nilai VO2max merupakan upaya untuk meninggkatkan daya tahan cardiovascular. menurut DEPDIKBUD VO2max adalah

Kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan pada proses metabolisme tubuh.

Dari pemaparan tersebut mengenai pendakian cepat dengan mendaki gunung yang semakin tinggi semakin rendah kadar oksigennya tanpa adanya waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan, maka dari itu peneliti ingin mengungkapkan sejauh mana hubungan daya tahan cardiovascular terhadar waktu pendakian pada pendakian cepat di Gunung Bukit Tunggul, Gunung Sanggara dan Gunung Pangparang.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran tingkat daya tahan cardiovascular pendaki cepat di UKM PAMOR ?

2. Apakah terdapat hubungan antara daya tahan cardiovascular dengan waktu pendakian pada pendakian cepat di Gunung Bukit Tunggul, Gunung Sanggara dan Gunung Pangparang ?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Penetapan dalam suatu tujuan kegiatan adalah penting sebagai tahap awal untuk kegiatan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan yang di jelaskan oleh Sugiyono (2009, hlm. 282) yaitu sebagai berikut: “tujuan penelitian berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang di tulis”.

Mengacu pada rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat daya tahan cardiovascular pendaki cepat di UKM PAMOR

2. Untuk mengetahui hubungan daya tahan cardiovascular terhadap waktu pendakian pada pendakian cepat di Gunung Bukit Tunggul, Gunung Sanggara dan Gunung Pangparang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan keilmuan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga dan komunitas penggiat alam terbuka yang berkecimpung dalam aktivitas pendakian khususnya pendakian cepat.

2. Secara praktis dapat dijadikan pertimbangan atau pedoman bagi para penggiat alam terbuka dan atlit pendaki cepat atau semacamnya dalam mempersiapkan melakuakan ativitas pendakian gunung khususnya yang dilakukan dengan cepat.

E. Batasan Penelitian

Batasan Masalah Penelitian Batasan penelitian dimaksudkan untuk memperjelas masalah–masalah apa saja yang akan diteliti. Selain itu juga, diperlukan agar

(7)

permasalahan dapat terjangkau oleh penulis. Adapun batasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini mengenai hubungan daya tahan cardiovascular seorang pendaki gunung dengan catatan waktu pada pendakian cepat di Gunung Bukit Tunggul, Gunung Sanggara dan Gunung Pangparang.

2. Populasi dan sampel penelitian ini adalah pendaki gunung anggota PAMOR yang pernah menjadi tim pendakian dalam ekspedisi pendakian cepat serta sering melakukan aktivitas pendakian cepat.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang salah tentang istilah dalam penelitian ini maka perlu adanya kejelasan istilah. Istilah yang digunakan dalam peneletian ini sebagai berikut, yaitu:

1. Pendaki Gunung

Menurut kamus besar (Bahasa Indonesia edisi tiga, 2001, hlm. 376) pendaki adalah orang yang menaiki gunung atau bukit. Pengertian gunung menurut kamus besar (Bahasa Indonesia edisi tiga, 2001, hln. 231) gunung adalah bukit yang sangat besar dan tinggi. Sedangkan menurut penulis pendaki gunung adalah orang yang melakukan perjalanan ke gunung untuk mencapai puncak sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan oleh pendaki tersebut. Pendaki juga bisa diartikan sebagai orang yang telah beberapa kali melakukan pendakian gunung sehingga dia mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam melakukan perjalanan ke gunung tersebut.

2. Pendakian Cepat

Abubakar (2015, hlm. 2) mengatakan “Mendaki gunung biasanya memakan waktu yang lama dan mengharuskan pendaki bermalam menggunakan tenda, namun sekarang mendaki gunung dapat dilakukan secara cepat atau yang disebut pendakian cepat”. Dari definisi tersebut diketahui bahwa pendakian cepat ditentukan bukan dengan hitungan detik

(8)

atau menit tetapi dengan hitungan jam disesuaikan dengan jarak tempuh dan ketinggian gunung serta perlengkapan yang dibawapun lebih ringan cukup dengan menggunakan daypack atau hydropack yang berkapasitas 18 liter sampai 30 liter.

3. Daya Tahan Cardiovascular

Daya tahan cardiovascular merupakan salah satu dari komponen kondisi fisik yang dibutuhkan bagi seorang atlet khususnya dalam cabang olahraga yang menghabiskan waktu lama. Menurut Sajoto (1988, hlm. 58) adalah :

Kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, pernapasan, dan peredaran darahnya, secara efektif dan efisien dalam menjalankan kerja terus menerus. Yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot besar, dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi dalam penulisan skripsi yang peneliti ambil adalah sebagai berikut:

1. BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab I ini dipaparkan mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan urutan penulisan yaitu latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat peneltian, batasan penelitian dan definisi oprasional.

2. BAB II : KAJIAN TEORI

Pada bab 2 peneliti menulis mengenai teori-teori yang mendukung dan berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Dalam bab 2 ini juga peneliti menuliskan hipotesis.

3. BAB III : METODE PENELITIAN

bagian ini merupakan bagian yang bersifat procedural, pada bagian ini peneliti memaparkan metode yang digunakan, desain penelitian, menentukan populasi dan sampel, instrument penelitian, prosedur penelitian hingga langkah-langkah analisis data.

(9)

4. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menginformasikan dua hal yang utama, yakni hasil penelitian berdasarkan pada pengolahan dan analisis data serta pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

5. BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bagian ini berisi simpulan, implikasi dan rekomendasi yang menyajikan analisis penemuan penelitian dan mengajukan hal-hal yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian serta memberi rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran

Referensi

Dokumen terkait

300 jutaan dengan pricelist terbaru dapat dilihat disini : Segera hubungi marketing K2 Park apartment dibawah ini untuk membeli unit apartemen terbaru, mewah dan murah di

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber : § Pengutipan hanya untuk kepentingkan pendidikan, penelitian, penulisan karya

Pengujian terhadap sistem E-Healthcare untuk mendiagnosa penyakit Inflamasi Dermatitis Imun pada anak dilakukan untuk memastikan bahwa sistem telah dapat

4.14 Jumlah Guru Madrasah Aliyah Menurut Jenis Kelamin dan Status Sekolah Dirinci per Kelurahan di Kecamatan Pelayangan, 2013..... per Kelurahan di Kecamatan

Insidensi tumor pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 250 mg/kg BB mencapai 4/10 dalam waktu 16 minggu, artinya hanya 4 ekor tikus yang terkena tumor mamae (n=10).. Adapun

Semakin banyak munculnya organisasi – organisasi atau koperasi – koperasi lain yang timbul di masyarakat yang tentunya dapat menjadi pesaing bagi koperasi Sidowaluyo, salah

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan musik tradisi Badutan pada kesenian Palupi Laras

Adapun kekurangan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan tidak melakukan survey konsumen, tidak menyelesaikan pesanan tepat waktu, tidak membuat formulir permohonan