• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar terhadap pemerintahan dan dimensi kehidupan. Terjadinya transisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendasar terhadap pemerintahan dan dimensi kehidupan. Terjadinya transisi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuntutan pasca reformasi yang digulirkan menciptakan perubahan yang mendasar terhadap pemerintahan dan dimensi kehidupan. Terjadinya transisi pemerintahan yang berkali-kali, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur ke pemerintahan baik pusat maupun daerah. Perubahan ini membawa tuntutan yang lebih tinggi dimana segala sesuatu dituntut untuk berjalan dengan cepat, lancar, terarah dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai kinerja yang baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu organisasi pemerintahan yang ikut

mengalami perubahan sistem dan struktur adalah organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yaitu pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat secara menyeluruh, terpadu, merata, dapat di terima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tepar guna, dengan biaya yang dapat di pikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut menitik beratkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada

(2)

perorangan (Depkes RI, 2009).

Upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, diantaranya adalah meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dasar. Di sini peran puskesmas dan jaringanannya sebagai institusi yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan di jenjang pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat menjadi sangat penting. Puskesmas bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Dengan demikian akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan kinerja puskesmas (Sulistiani, 2011).

Kinerja (Performance) merupakan suatu hasil fungsi pekerjaan/ kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan dalam waktu tertentu (Tika, 2006). Menurut Keban (1995) kinerja dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishment. Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Kinerja seorang pegawai baik, jika mempunyai keahlian tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan (Prawirosentono, 1999). Secara teoritis ada 3 kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kinerja individu, menurut Gibson et al. (1997) yaitu :

(3)

2. Organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan

3. Psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas banyak hal yang mempengaruhinya diantaranya adalah desain pekerjaan dan kompensasi. Berkaitan dengan desain pekerjaan yang dijalankan oleh staf puskesmas secara

berkesinambungan diharapkan staf mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelaksana kegiatan unit kerja. Desain pekerjaan adalah rincian tugas dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan, dan hasil apa yang diharapkan (Herjanto, 2011).

Rendahnya kompensasi yang diterima oleh staf puskesmas dapat megakibatkan staf kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurut Kartiwa (2003) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan kinerja Pegawai Negeri Sipil sedemikian buruknya diantaranya penghasilan PNS masih kurang layak dan penegakan aturan yang masih lemah. Gomes dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (1995), memberikan defenisi kompensasi ialah sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Menurut Rivai dan Sagala (2010) Kompensasi di bagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu

kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial terdiri dari 2 (dua ) yaitu kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak

(4)

pembayaran prestasi, pembayaran Insentif (komisi, bonus, bagian keuntungan, opsi saham), pembayaran tertangguh (tabungan hari tua, saham kumulatif). Kompensasi finansial tidak langsung (tunjangan) meliputi proteksi, asuransi, pesangon,sekolah anak, pensiun, komisi luar jam kerja (lembur,hari besar, cuti sakit, cuti hamil), fasilitas (rumah, biaya pindah, kenderaan). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kompensasi finansial yang mencakup kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung.

Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan yang merata di seluruh kabupaten Simalungun, tanggal 8 September 2011 Bupati Simalungun mengeluarkan surat nomor 188.45/4206-Dinkes/2011 tentang pelayanan puskesmas 24 jam.

kebijakan ini diambil dalam rangka mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan menuju masyarakat sehat, mandiri dan adil sehingga ditetapkanlah pelayanan puskesmas 24 jam.

Berdasarkan adanya pertimbangan bahwa masyarakat di daerah Kabupaten Simalungun mayoritas petani atau masyarakat yang berprofesi lain, tetapi tidak mempunyai waktu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya sendiri atau anggota keluarganya, akibat ke ladang atau bekerja dari pagi hingga menjelang malam. Alasan lain karena memperhatikan kondisi bahwa sejak dulu seringkali masyarakat golongan ekonomi tidak mampu kewalahan saat diserang penyakit, tetapi tidak punya uang untuk berobat ke rumah sakit swasta pada tengah malam. Kemudian pertimbangan biaya yang lebih terjangkau oleh masyarakat kecil, maka keputusan puskesmas 24 jam merupakan langkah tepat (Sur, 2012)

(5)

Seiring dengan diberlakukannya puskesmas pelayanan 24 jam, hal tersebut sangat mempengaruhi kinerja staf puskesmas dalam hal pemberian pelayanan kesehatan di dalam dan luar gedung. Dari 34 puskesmas yang tersebar di 31 kecamatan, terdapat 3 (tiga) puskesmas dengan cakupan kinerja yang rendah yaitu Puskesmas Serbelawan, Puskesmas Gunung Maligas, Puskesmas Raja Maligas.

Untuk melihat keberhasilan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas diperlukan adanya indikator-indikator sebagai pedoman tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan. Indikator yang digunakan saat ini adalah menggunakan indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 bidang kesehatan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 yaang berisi urusan wajib 9 program, jenis pelayanan 31 jenis dan indikator kinerja 54 indikator. Survei awal pada 3 (tiga) puskesmas dapat dilihat dari hasil cakupan kinerja

puskesmas pada tahun 2011 seperti pada Tabel 1.1 di bawah ini : Tabel 1.1 Indikator Cakupan Kinerja Puskesmas

Cakupan Kinerja

Indikator cakupan Kinerja Puskesmas Serbelawan Gunung Maligas Raja Maligas SPM 2010 Pelayanan Ibu hamil (K4)

Kunjungan Neonatus 3 kali (KN lengkap)

Pelayanan Balita Bawah Garis Merah

Rumah atau bangunan bebas jentik nyamuk Aedes

Pelayanan rawat jalan masyarakat miskin dan umum Jumlah bayi yang diberi ASI-Eksklusif 66.80% 24.83% 0.12% 79.41% 4.13% 9.18% 66.88% 81.61% 0.67% 1.05% 13.12% 37.01% 54.55% 48.19% 0.23% 25.54% 12.62% 15.36% 95% 90% 5% > 95% 15% 80% Sumber : Profil Puskesmas Kabupaten Simalungun Tahun 2011 (data diolah) Standar Pelayanan

(6)

Telah di lakukan survei pendahuluan pada tanggal 24 Februari 2012, dapat dilihat bahwa desain pekerjaan yang disampaikan kepala puskesmas sejak

diberlakukannya puskesmas 24 jam kepada staf puskesmas sering terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan staf puskesmas dalam melakukan pekerjaannya. Dimana desain pekerjaan yang dibuat oleh pimpinan tidak menjelaskan tanggung jawab, prosedur kerja, dan standar kualitas kerja secara tertulis. Sehingga kenyataan di lapangan staf tidak mengetahui tanggung jawabnya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu juga adanya desain pekerjaan yang monoton karena selama ini pekerjaan yang dilakukan merupakan pembentuk dari struktur organisasi yang telah ditetapkan. Dimana staf hanya perlu menjalankan tugas yang telah diberikan kepada masing-masing staf.

Bertambahnya beban kerja bagi staf puskesmas diperlukan adanya

kompensasi yang sesuai dalam arti adil dan layak sehingga staf dapat bekerja dengan lebih baik. Semenjak di berlakukannya puskesmas pelayann 24 jam, tidak ada

kompensasi uang lembur dan uang makan lembur yang seharusnya diberikan kepada staf puskesmas. Pemberian kompensasi Rp 10.000 (extra fooding) per setiap kali jaga malam yang dirasakan staf tidak sesuai dengan beban kerja yang bertambah. Tidak sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.02/2011 tentang standar biaya tahun anggaran 2012 seperti terlihat pada Tabel 1.2 dibawah ini.

(7)

Tabel 1.2 Standar Biaya Tahun Anggaran 2011-2012

No Uraian Biaya Tahun

2011 (Dalam Rupiah) Biaya Tahun 2012 (Dalam Rupiah) Satuan (Orang) 1. Satuan Biaya Uang Makan

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

20.000 Orang

• Golongan I dan II 25.000 Orang

• Golongan III 27.000 Orang

• Golongan IV 29.000 Orang

2. Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur

Uang Lembur

• Golongan I 7.000 10.000 Orang

• Golongan II 9.000 13.000 Orang

• Golongan III 11.000 17.000 Orang

• Golongan IV 13.000 20.000 Orang

Uang Makan Lembur 20.000 Orang

• Golongan I dan II 25.000 Orang

• Golongan III 27.000 Orang

• Golongan IV 29.000 Orang

Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.02/2010 dan Nomor 84/PMK.02/2011

Kompensasi lain yang diharapkan oleh staf seperti insentif dan lauk pauk sebelumnya ada menjadi tidak ada yaitu insentif triwulan ke empat dan lauk pauk triwulan ke empat tidak terbayarkan kepada staf puskesmas yang merupakan hak dari staf puskesmas sebagai Pegawai Negeri Sipil (Sur, 2011).

Sebagai perbandingan dari kompensasi, telah dilakukan survei pendahuluan pada tanggal 8 Maret 2012, dimana untuk kompensasi yang diterima staf puskesmas pelayanan 24 jam di Dinas Kesehatan kota Medan. Seorang dokter, diberi kompensasi sebesar Rp 60.000 per shift jaga, insentif dan uang makan staf fungsional golongan III sebesar Rp 1.370.000 di potong pajak (Rini dan Nelly, 2012)

(8)

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan tersebut dengan adanya desain pekerjaan dan kompensasi yang tidak sesuai mengakibatkan kinerja staf puskesmas menjadi menurun, ditandai dengan kehadiran dan pulang yang tidak tepat waktu, tingginya tingkat absensi dengan berbagai alasan, sehingga mereka lebih mengutamakan mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Beberapa penelitian terdahulu yang menunjukan ada pengaruh desain pekerjaan dan kompensasi terhadap kinerja. Penelitian terdahulu tentang desain pekerjaan yaitu Sembiring (2011) dengan judul pengaruh desain pekerjaan terhadap prestasi kerja pegawai pada regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan, menunjukan bahawa variabel desain pekerjaan (X) berpengaruh yang positif dan signifikan terhadap prestasi kerja (Y) pegawai pada regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan.

Penelitian Dito (2010) dengan judul pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Slamet Langgeng Purbalingga, menunjukan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Warsidi (2004) dengan judul pengaruh kompensasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru menunjukan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, perlu dilakukan studi tentang pengaruh desain pekerjaan dan kompensasi terhadap kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk meningkatkan kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun.

(9)

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah desain pekerjaan (tanggung jawab, prosedur kerja, standar kualitas kerja) dan kompensasi (kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung) berpengaruh terhadap kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desain pekerjaan

(tanggung jawab, prosedur kerja, standar kualitas kerja) dan kompensasi (kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung) terhadap kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun.

1.4 Hipotesis

Terdapat pengaruh signifikan desain pekerjaan (tanggung jawab, prosedur kerja, standar kualitas kerja) dan kompensasi (kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung) terhadap kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun dalam upaya peningkatan kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun untuk mencapai tujuan organisasi

2. Dapat memberi masukan bagi puskesmas kabupaten Simalungun dalam peningkatan kinerja staf puskesmas kabupaten Simalungun

(10)

3. Sebagai khasanah menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peningkatan kinerja staf di puskesmas kabupaten Simalungun.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 2 Konvensi yang menyebutkan bahwa bilamana terjadi kejahatan-kejahatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1, maka ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini akan

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Analisis data dilakukan secara deskriptif, untuk fungsi dari setiap bagian alat sedangkan hasil pengukuran koordinat dianalisis kesalahannya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Dapatan kajian menunjukkan daya tahan dari aspek keyakinan diri pelajar bandar dan luar bandar berada pada tahap yang tinggi dengan skor min 3.78 dan 3.77.. Ini menunjukkan

Penurunan ini tersebar di seluruh Desa (Gambar. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penduduk di tempat yang berbeda menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan

 Data yang berhubungan dengan error diorganisasi untuk mengisolasi penyebab yang potensial. › Tiga pertanyaan dimana seorang teknisi software

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Paratuberculosis tahun 2013, ada 23 dari 641 sampel (3,59%) hasilnya seropositf terhadap Paratuberculosis,

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar