• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat : , 2014 Bandar Lampung, Agustus 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat : , 2014 Bandar Lampung, Agustus 2014"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

CAPAIAN TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF

RUANG PENGERING BANGKITAN TUNGKU DAN PENUKAR PANAS

PENGERING HIBRID BERENERGI SURYA DAN PANAS PEMBAKARAN

CANGKANG SAWIT UNTUK PENGERINGAN IKAN

Yuwana, Bosman Sidebang, & Evanila Silvia

Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu E-mail : yuwana_2003@yahoo.com

ABSTRAK

Tungku dan penukar panas merupakan bagian yang sangat penting pada pengering hibrid berenergi surya dan biomassa. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan menguji tungku dan penukar panas dengan bahan bakar cangkang sawit yang dapat menghasilkan suhu ruang pengering antara 40 – 50oC yang cocok untuk pengeringan ikan. Pengujian dilakukan melalui tiga seri percobaan dengan bahan bakar cangkang sawit berkadar air rata-rata 11,28% sebanyak 3 kali ulangan. Seri ke-1 dilakukan pengujian menggunakan bahan bakar 1 kg, seri ke-2 menggunakan bahan bakar 2 kg sedangkan seri ke-3 menggunakan bahan bakar 2 kg kemudian ditambah 1 kg hingga 5 kali dengan interval 1 jam. Uji tungku dan penukar panas dengan bahan bakar 1 kg menghasilkan temperatur pengering rata-rata 38,9oC dan kelembaban relatif pengering rata-rata 43,8% pada kondisi udara luar bertemperatur dan kelembaban relatif masing-masing 31,2oC dan 59,8%. Selanjutnya uji dengan bahan bakar 2 kg menghasilkan temperatur dan kelembaban relatif pengering rata-rata masing-masing 45 oC dan 33,9% pada udara luar dengan temperatur dan kelembaban relatif rata-rata 32oC dan 59,3%. Uji berdurasi 6 jam dengan pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam menghasilkan temperatur dan kelembaban relatif pengering rata-rata 41,5oC dan 35,9% pada kondisi udara luar bertemperatur dan kelembaban relatif rata-rata 31,8oC dan 56,4%. Pada uji tersebut juga teramati bahwa pada 6 jam pembakaran, setelah kondisi pembakaran optimum tercapai baik temperatur maupun kelembaban relatif pengering cukup stabil selama pembakaran berlangsung. Pada uji dengan pasokan bahan bakar 2 kg teramati bahwa temperatur pengering rata-rata tertinggi adalah rak 4 dan diikuti berturut-turut oleh rak 5, rak 2, rak 3 dan rak 1. Selanjutnya uji berdurasi 6 jam dengan pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam menunjukkan bahwa variasi temperatur antar rak semakin kecil yang mengisyaratkan bahwa semakin lama berjalannya proses pembakaran distribusi panas pada setiap rak menjadi lebih stabil dan merata.

Kata kunci : pengering, hibrid, tungku dan penukar panas, uji kinerja

PENDAHULUAN

Cara pengeringan ikan yang banyak dilakukan oleh nelayan adalah penjemuran. Cara pengeringan ini praktis dan murah tetapi menghadapi berbagai kendala, seperti memakan tempat, menguras tenaga, tidak higienis dan rawan kerusakan serta kehilangan produk. Untuk mengatasi kendala ini pengering berenergi surya banyak dikembangkan dengan berbagai cara pemanfaatan energi dan karakteristiknya (Brooker et al., 1974 , Patterson et al., 1971, McLean, 1980, Haque et al., 1982). Dalam satu dekade terakhir ini Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu telah berhasil mengembangkan beberapa model pengering tenaga surya. Alat pengering yang dikembangkan dieksplorasi untuk mengeringkan bermacam-macam produk pertanian. Yuwana (1999) dan Yuwana, 2002 mengembangkan pengeringan energi surya tidak langsung bermodel rumah kaca. Bagian terpenting alat

pengering terdiri atas : kerangka kayu, kolektor panas, ruang pengering, cerobong dan kotak penyimpan panas. Kolektor terbuat dari kaca bening dan plenum yang berupa seng gelombang bercat hitam yang diletakkan di atas sebuah papan kayu. Prinsip kerja pengering ini adalah membuat perangkap panas semaksimum mungkin dan mengalirkannya secara otomatis melintasi bahan yang dikeringkan sehingga kadar air bahan teruapkan dari bahan dengan energi panas tersebut. Alat ini dapat menghasilkan suhu ruang pengering ini berkisar antara 37,8 – 55,8°C (2 – 21 °C lebih tinggi dari suhu udara luar). Pengering ini dapat menurunkan kadar air ikan rata-rata dapat diturunkan dari 76,44% menjadi 14,18% dalam waktu 15 jam. Pengering tersebut mengalami berbagai modifikasi untuk digunakan produk lain seperti : sale pisang dan rengginang yang dapat mengeringkan produk dalam waktu 2-3 hari (Yuwana dan Mujiharjo, 2004); keripik pisang yang dapat menyelesaikan pengeringan 1- 3 hari (Yuwana dan Mujiharjo, 2005),

(2)

krupuk ikan dengan penyelesaian pengeringan 1-2 hari (Yuwana, 2006), sawi dengan prestasi dapat mempercepat pengeringan dalam pembuatan sawi asin lebih cepat 2 hari dibandingkan dengan penjemuran. (Yuwana dkk., 2007). Yuwana (2009) menyempurnakan desain interior ruang pengering dengan merubah orientasi rak dan mencobakan alat pengering untuk pengeringan sale pisang di pengrajin sale pisang Raflesia Bengkulu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengering dapat menyelesaikan proses pengeringan dengan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran yaitu 2-3 hari saja. Model yang terakhir in disempurnakan lagi desain cerobongnya dan melengkapinya dengan kipas isap menjadi pengering model teko bersayap mampu menyelesaikan pengeringan 1,83 kali lebih cepat dari penjemuran (Yuwana dkk., 2011). Pengering model teko disempurnakan lagi dengan membuat desain cerobong yang dapat menggantikan fungsi kipas sehingga pemakaian listrik bisa dihilangkan dan desain yang disempurnakan ini diberi nama model YSD-UNIB12. Model ini mampu menghasilkan suhu ruang pengering rata-rata 40-51oC dan telah diujikan secara sukses untuk

mengeringkan ikan (Yuwana, dkk., 2012), cabai, sawi dan daun singkong (Yuwana dan Silvia, 2012), ubi kayu (Silvia dan Yuwana, 2012).

Pengering berenergi surya sudah memberikan solusi kendala penjemuran ketika beroperasi saat matahari bersinar cukup memadai tetapi pada saat mendung, hujan atau malam hari pengering tersebut tidak dapat berfungsi. Untuk mengatasi hal ini berbagai pengering hibrid dengan energi surya dan biomassa telah dikembangkan (Mulyantara dkk., 2008; Murti, 2010).

Salah satu persoalan penting yang muncul pada pengering hibrid energi surya dan biomassa adalah efesiensi pemanfaatan energi panas yang rendah akibat kurang efektifnya kerja tungku dan penukar panas pada sistem pengering tersebut. Artikel ini menyajikan prestasi kerja rancang bangun tungku dan penukar panas dalam bentuk capaian temperatur dan kelembaban relatif udara pada ruang pengering hibrid berenergi surya dan panas pembakaran cangkang sawit. Cangkang sawit dipilih sebagai bahan bakar karena ketersediaannya yang melimpah di Provinsi Bengkulu.

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan uji tungku dan penukar panas ke ruang pengering. Struktur tungku terdiri dari ruang tungku yang dasarnya diberi lubang-lubang pemasok udara dan menyatu dengan penukar panas berupa 5 pasang sirip berongga yang ujungnya dilengkapi saluran pembuang asap yang

bermuara pada cerobong pengering. Ukuran tungku dan penukar panas dirancang cocok dengan ruang pengering tipe teko bersayap yaitu 2m x 2 m x 2m. Tungku dan penukar panas ini selanjutnya ditempatkan di dalam ruang pengering. Ruang pengering dilengkapi dengan inlet udara yang ditempatkan di bagian bawah kedua dinding samping ruang pengering tersebut dan outlet pada pada cerobong. Alat pengering dirancang di Laboratorium Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Tungku dan penukar panas beroperasi dengan prosedur sebagai berikut. Pintu tungku dibuka dan bahan bakar dimasukkan serta ditempatkan sedemikian rupa sehingga bahan bakar ini mendapatkan pasokan oksigen dari lubang-lubang pada angkringan. Bahan bakar dinyalakan dan setelah api nyala pintu tungku ditutup sehingga tungku mendapat pasokan hanya dari lubang-lubang angkringan yang membuat bahan bakar membara (bukan menyala). Panas yang dihasilkan dari pembakaran mengisi rongga-rongga sirip penukar panas dan selanjutnya permukaan sirip menghantarkan panas ke ruang pengering yang akan memanaskan udara yang ada di dalam ruang pengering tersebut. Udara yang terpanaskan ini nantinya akan memanaskan ikan yang sudah terlebih dahulu ditempatkan di atas rak-rak pengering untuk menguapkan air yang terkandung dalam ikan tersebut. Udara lembab akan keluar menuju outlet yang ada di bagian atas cerobong pengering yang akan diikuti oleh pasokan udara dari luar yang masuk ruang pengering melalui inlet.

Uji kinerja tungku dan penukar panas ditempuh untuk menentukan strategi penyuplaian bahan bakar untuk menghasilkan temperatur ruang pengering 40-50oC yang cocok untuk mengeringkan ikan. Cangkang

sawit yang digunakan sebagai bahan bakar berkadar air 11,28%. Sebelum diumpankan ke tungku berat cangkang ditimbang. Percobaan dilakukan dalam 3 seri. Percobaan seri pertama dilakukan dengan mengumpankan 1 kg cangkang kemudian dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban serta mengobservasi karakteristik pembakaran. Percobaan seri pertama dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Percobaan seri kedua dilakukan dengan mengumpankan 2 kg cangkang sawit ke dalam tungku, selanjutnya pengukuran dan observasi dilakukan dengan cara yang sama seperti seri sebelumnya. Percobaan seri kedua juga diulangi 3 kali.

Percobaan seri ketiga dilakukan dengan mengumpankan 2 kg cangkang sawit, selanjutnya diikuti dengan mengumpankan 1 kg cangkang sawit sebanyak

(3)

5 kali dalam selang waktu 1 jam. Percobaan seri ketiga dilakukan 3 kali ulangan.

Hasil dianalisa terutama untuk mengkaji : capaian temperatur dan kelembaban relatif dalam ruang pengering, pembakaran yang menghasilkan bara api bukan nyala api, saat padamnya bara, temperatur dan kelembaban relatif setelah bara padam; dan strategi pengumpanan bahan bakar

Pada semua seri percobaan pengukuran temperatur dan kelembaban relatif dilakukan pada masing-masing rak pengering yang terletak di atas sirip distributor panas. Disamping itu pengukuran juga dilakukan terhadap temperatur dan kelembaban relatif udara luar. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat termohigrometer. Pada percobaan seri pertama dan kedua pengukuran dilakukan dengan interval waktu 5 menit sedangkan pada percobaan seri ketiga pengukuran dilakukan dengan interval waktu 10 menit.

Pada semua seri percobaan hasil pengukuran temperatur dan kelembaban relatif dari 5 rak dirata-ratakan untuk setiap ulangan sebagai nilai representatif

temperatur dan kelembaban relatif ulangan dan selanjutnya nilai-nilai representatif temperatur dan kelembaban relatif dari 3 ulangan dirata-ratakan lagi sebagai temperatur dan kelembaban relatif pengering. Pada percobaan seri kedua dan ketiga temperatur dan kelembaban relatif rak 1, rak 2, rak 3, rak 4 dan rak 5 akan dirata-ratakan untuk 3 ulangan untuk mengkaji variasi temperatur dan kelembaban relatif antar rak pada pasokan bahan bakar yang berbeda. Semua hasil akan disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara temperatur dan kelembaban relatif dengan waktu pengamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji tungku dan penukar panas dengan pasokan bahan bakar 1 kg dipresentasikan dalam bentuk grafik hubungan antara temperatur dengan watu pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 1, dan grafik hubungan antara kelembaban relatif dengan waktu pengamatan seperti diperlihatkant pada Gambar 2.

Gambar 1. Grafik hubungan antara temperatur pengering rata-rata dan tempertatur udara luar dengan waktu pengamatan (pasokan bahan bakar 1 kg).

Gambar 2. Grafik hubungan antara kelembaban relatif pengering rata-rata dan kelembaban relatif udara luar dengan waktu pengamatan (pasokan bahan bakar 1 kg)

(4)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa proses penyalaan untuk menghasilkan bara api sempurna (pembakaran optimum) yang mengasilkan temperatur optimal ruang pengering memerlukan waktu kira-kira 20 menit. Temperatur optimum pengering rata-rata yang dapat dicapai dengan pasokan bahan bakar 1 kg adalah 38,9oC

pada kondisi udara luar bertemperatur rata-rata 31,2oC.

Dengan demikian setelah tempeatur optimum tercapai selisih antara temperatur udara luar dengan temperatur pengering adalah 7,7oC atau dengan kata lain prestasi

tungku dalam meningkatkan temperatur pengering adalah 7,7oC lebih tinggi dari temperatur udara luar.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa setelah temperatur optimum ruang pengering tercapai, kelembaban relatif rata-rata turun secara cepat menjadi 43,8% pada kondisi udara luar berkelembaban relatif rata-rat 59,8%. Dengan kata lain tungku dapat menurunkan kelembaban relatif pengering rata-rata 16% lebih rendah dari kelembaban relatif rata-rata udara luar.

Gambar 3 memperlihatkan grafik hubungan antara temperatur dan waktu pengamatan sedangkan

gambar 4 memperlihatkan grafik hubungan antara kelembaban relatif dan waktu pengamatan untuk uji tungku dan distributor panas dengan pasokan bahan bakar 2 kg.

Gambar 3 memperlihatkan bahwa temperatur pengering rata-rata setelah pembakaran optimum tercapai adalah 45oC dengan kondisi uadar luar

bertemperatur rata-rata 32oC. Dengan demikian tungku

dapat meningkatkan temperatur pengering rata-rata 13oC lebih tinggi dari temperatur udara luar rata-rata.

Grafik tersebut juga menununjukkan bahwa 30 menit setelah bara padam temperatur pengering rata-rata masih di atas 40oC bahkan 1 jam setelah bara padam

temperatur tersebut masih sekitar 37oC. Di lain pihak

Gambar 4 memperlihatkan bahwa kelembaban pengering rata-rata setelah pembakaran optimum tercapai adalah 33,9% pada kondisi udara luar berkelembaban relatif 59,3%. Grafik terakhir ini juga memperlihatkan bahwa 1 jam setelah bara padam kelembaban relatif pengering rata-rata masih berkisar antara 30% sampai 40%.

Gambar 4. Grafik hubungan antara kelembaban relatif pengering rata-rata dan waktu pengamatan dengan pasokan bahan bakar 2 kg (garis merah menunjukkan saat bara padam)

Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur pengering rata-rata dan waktu pengamatan dengan pasokan bahan bakar 2 kg (garis merah menunjukkan saat bara padam)

(5)

Variasi temperatur rata-rata dan kelembaban relatif rata-rata antar rak diperlihatkan masing-masing pada grafik-grafik Gambar 5 dan 6. Gambar 5 memperlihatkan bahwa temperatur pengering rata-rata tertinggi adalah rak4 dan diikuti berturut-turut oleh rak 5, rak 2, rak 3 dan rak 1 yang kesemuanya jauh di atas temperatur udara luar. Variasi cukup besar terjadi pada awal pembakaran sampai tercapainya pembakaran optimum dan setelah pembakaran optimum tercapai variasinya tidak begitu besar, bahkan antara rak 5, rak 3 dan rak 2 grafiknya sangat berdekatan. Menarik untuk dicatat bahwa temperatur pengering rata-rata rak1 adalah paling rendah, padahal rak ini letaknya paling dekat dengan tungku. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena dengan jarak yang sangat dekat dengan tungku maka arus udara luar yang masuk melalui lubang-lubang angkringan yang sekaligus berfungsi sebagai pembawa panas menjadi kurang efektif menghantarkan panas melalui rongga sirip nomor 1 atau paling bawah.

Gambar 6 menunjukkan bahwa kelembaban relatif pengering rata-rata tertinggi adalah rak1 dan disusul berturut-turut oleh rak 3, rak 5 dan rak 2, yang semuanya jauh lebih rendah dari kelemababan relatif udara luar. Urutan yang sepertinya tampak acak ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya variasi kelembaban ini secara keseluruhan relatif kecil atau distribusi kelembaban cukup merata pada setiap rak.

Gambar 7 dan 8 masing-masing memperlihatkan grafik-grafik hubunan antara temperatur dan kelembaban relatif pada setiap rak dengan waktu pengamatan dari percobaan seri ketiga. Gambar 7 menunjukkan bahwa untuk pengujian dengan durasi 6 jam variasi temperatur antar rak semakin kecil. Hal ini mengisyaratkan bahwa semakin lama berjalannya proses pembakaran distribusi panas pada setiap rak menjadi lebih stabil dan merata. Grafik-grafik pada Gambar 8 juga menunjukkan gejala yang sama untuk kelembaban relatif setiap rak.

Gambar 5. Grafik hubungan antara temperatur pengering rata-rata masing-masing rak dan waktu pengamatan (pasokan bahan bakar 2 kg).

Gambar 6. Grafik hubungan antara kelembaban relatif pengering rata-rata masing-masing rak dan waktu pengamatan (pasokan bahan bakar 2 kg).

(6)

Gambar 7. Grafik hubungan antara temperatur dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan

Gambar 8. Grafik hubungan antara kelembaban relatif dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam

Gambar 9 dan 10 masing-masing memperlihatkan habungan antara temperatur dan kelembaban relatif pengering rata-rata dengan pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam. Dari grafik pada Gambar 9 dapat diperoleh bahwa temperatur pengering rata-rata adalah 41,5oC sedangkan

temperatur udara luar rata-rata adalah 31,8oC sementara

dari grafik pada Gambar 10 dapat diperoleh bahwa kelembaban relatif pengering rata-rata adalah 35,9% dan kelembaban relatif udara luar rata-rata adalah 56,4%. Dengan demikian capaian kinerja tungku dalam menaikkan temperatur pengering rata-rata dan

Gambar 9. Grafik hubungan antara temperatur pengering rata-rata dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam

(7)

Gambar 10. Grafik hubungan antara kelembaban relatif pengering rata-rata dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam

menurunkan kelembaban relatif pengering rata-rata masing-masing adalah 9,7oC dan 20,5%. Grafik-grafik

pada dua gambar terakhir ini juga menunjukkan bahwa pada 6 jam pembakaran, setelah kondisi pembakaran optimum tercapai baik temperatur maupun kelembaban relatif pengering cukup stabil selama pembakaran berlangsung.

SIMPULAN

Tungku dan penukar panas pada pengering hibrid telah berhasil didesain dan diujicoba kinerjanya dalam menghasilkan panas dalam ruang pengering. Uji tungku dan penukar panas dengan bahan bakar 1 kg menghasilkan temperatur pengering rata-rata 38,9oC dan

kelembaban relatif pengering rata-rata 43,8% pada kondisi udara luar bertemperatur dan kelembaban relatif masing-masing 31,2 oC dan 59,8%. Selanjutnya Uji

dengan bahan bakar 2 kg menghasilkan temperatur dan kelembaban relatif pengering rata-rata masing-masing 45oC dan 33,9% pada udara luar dengan temperatur

dan kelembaban relatif rata-rata 32oC dan 59,3 %. Pada

uji ini juga ditununjukkan bahwa 30 menit setelah bara padam temperatur pengering rata-rata masih di atas 40oC bahkan 1 jam setelah bara padam temperatur

tersebut masih sekitar 37oC sementara kelembaban

relatif pengering rata-rata masih berkisar antara 30% sampai 40%. Uji tungku berdurasi 6 jam dengan pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam menghasilkan temperatur dan kelembaban relatif pengering rata-rata 41,5oC dan 35,9% pada kondisi udara

luar bertemperatur dan kelembaban relatif rata-rata 31,8oC dan 56,4%. Pada uji tersebut juga teramati bahwa

pada 6 jam pembakaran, setelah kondisi pembakaran optimum tercapai baik temperatur maupun kelembaban

relatif pengering cukup stabil selama pembakaran berlangsung. Pada uji dengan pasokan bahan bakar 2 kg teramati bahwa temperatur pengering rata-rata tertinggi adalah rak4 dan diikuti berturut-turut oleh rak 5, rak 2, rak 3 dan rak 1 sedangkan kelembaban relatif pengering rata-rata tertinggi adalah rak1 dan disusul berturut-turut oleh rak 3, rak 5 dan rak 2. Selanjutnya uji berdurasi 6 jam dengan pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam menunjukkan bahwa variasi temperatur antar rak semakin kecil yang mengisyaratkan bahwa semakin lama berjalannya proses pembakaran distribusi panas pada setiap rak menjadi lebih stabil dan merata sementara gejala yang sama untuk kelembaban relatif setiap rak.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker DB, Fred WBA, & Hall CW.1974. Drying cereal grains. The Avi Publsh. Co. Inc. Connecticut.

Carpio EV.1982. Drying fish in the Philippines. In « Food Drying » Proceeding of a Workshop held at Edmonton, Alberta, 6-9 July 1981.

Goenadi DH, Susila WR, & Isroi. 2008. Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Sumber

Energi Alternatif Terbarukan. Badan Litbang

Pertanian, Jakarta

Haque E, Ahmed YW, & De Yoe CW. 1982. Static pressure drop in a fixed bad of grain as affected by grain moisture content. Transactions of the ASAE. 25(4) : 1095-1097.

(8)

Jamilatun S. 2011. Kualitas Sifat-sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi dan Briket Batubara. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393. Pengembangan Teknologi Kimia untuk

Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia,

Yogyakarta, 22 Februari 2011

Lawand TA. 1980. Agricultural and other low temperature applications of solar energy. In « Solar energy handbook by Kreider JF & Keith F. McGraw Hill, New York.

McLean KA. 1980. Drying and storing combinable crops. Farming Press Ltd., Suffolk.

Mulyantara LT, Nelwan LO, Agustina SE, & Widodo TW. 2008. Simulasi pengering jagung pipilan menggunakan alat pengering surya tipe efek rumah kaca (ERK) hibrid dengan pengering silinder berputar. Junal Engineering Pertanian 6 (2) : 99-108.

Murti MR. 2010. Performansi pengering ikan aliran alami memanfaatkan energi kombinasi surya dan tungku biomassa. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakram 4 (2) : 93-98.

Patterson RJ, Arkema B, & Bichert WG. 1971. Static pressure air flow relationships in packed beds of granolar biological materials such as grain II. Transactions of the ASAE. 14(1) : 172-174, 178. Prabhu PV & Balachandran KK. 1982. Drying of fish in India. In « Food Drying » Proceeding of a Workshop held at Edmonton, Alberta, 6-9 July 1981.

Shoda MS, Bansl NK, Kumar A, Bansal PK, & Malik MAS. 1987. Solar crop drying. CRC Press. Szulmayer, W., 1973. Thermodynamics of sun drying.

Paper No. V24, in Sun in the service of mankind. UNESCO Conf. Paris.

Yuwana.1999. Green house solar dryer untuk pengeringan ikan. Penelitian dana DIPA. Yuwana. 2002. Pengering bertenaga matahari untuk

pengeringan ikan. Seminar Nasional dengan tema “Potensi Pertanian Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Medan 11-12 Juni 2002. Yuwana & Mujiharjo S. 2004. Desain pengering tenaga surya untuk pengeringan sale pisang dan rengginang. Penelitian Dana Kementrian Pemberdayaan Perempuan.

Yuwana & Mujiharjo S. 2005. Pengeringan keripik pisang dengan menggunakan pengering tenaga surya. Penelitian Dana Kementrian Pemberdayaan Perempuan

Yuwana. 2006. Pengering bertenaga surya untuk krupuk ikan. Penelitian Mandiri.

Yuwana, Hidayat L, & Taupandri. 2007. Desain Pengering tenaga surya untuk pengeringan sawi pada pembuatan sawi asin. Penelitian Mandiri. Yuwana. 2009. Pengering sungkup bersayap untuk

pengeringan sale pisang. Penelitian Mandiri.

Yuwana, Sidebang B, & Silvia E. 2011. Pengembangan

pengering energi surya tipe “Teko” bersayap untuk pengeringan produk pertanian. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Unggulan Universitas Bengkulu.

Yuwana, Sidebang B, & Silvia E. 2011. Temperature and Relative Humidity Gains of “Teko Bersayap” Model Solar Dryer (A Research Note). Proceedings of the International Seminar of CRISU and CUPT “Exploring Research Potential” Session Enery, Education and Others, Palembang, Indonesia. ISBN 978-979-98938-5-7 Pp. 221-22978-979-98938-5-7.

Gambar

Gambar 2. Grafik hubungan antara kelembaban relatif  pengering rata-rata dan kelembaban relatif udara luar      dengan waktu pengamatan (pasokan bahan bakar 1 kg)
Gambar 6  menunjukkan bahwa kelembaban relatif pengering rata-rata tertinggi adalah rak1 dan disusul berturut-turut oleh rak 3, rak 5 dan rak 2, yang semuanya jauh lebih rendah dari kelemababan relatif udara luar
Gambar 7. Grafik hubungan antara temperatur dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan
Gambar 10. Grafik hubungan antara kelembaban relatif pengering rata-rata dan waktu pengamatan untuk pasokan bahan bakar awal 2 kg dan disusul 1 kg dengan interval 1 jam

Referensi

Dokumen terkait

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

,engingatkan kembali ke"ada ibu tentang "ers/nal $ygiene "ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Pada tanggal 29 Agustus 2009 terdakwa datang menemui saksi korban Ratna Simanjuntak dirumahnya, adapun maksud kedatangan terdakwa tersebut untuk meminta modal

1) Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor merupakan momentum untuk meningkatkan komunikasi, memperluas jaringan, menumbuhkan motivasi untuk kerja keras guna

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang diterapkan oleh Lurah Mappala dalam menyukseskan program Makassar Tidak Rantasa’ adalah pola atas ke bawah

[r]

[r]

Menuntut siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses matematisasi horizontal, matematika dalam tingkatan ini adalah matematika informal). Biasanya para