• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Identifikasi Bentuk Gelombang

Perambatan gelombang pada media bawah permukaan mengikuti beberapa prinsip fisika sebagai berikut :

a. Prinsip Huygen menyatakan bahwa setiap titik yang dilalui muka gelombang akan dianggap sebagai sumber gelombang baru

Gambar 2.1 Prinsip Huygen

b. Azas Fermat menyatakan bahwa penjalaran gelombang dari suatu titik ke titik lainnya akan selalu melewati lintasan yang membutuhkan waktu penjalaran minimum

c. Hukum Snell menyatakan gelombang yang dibiaskan atau dipantulkan akan memenuhi persamaan :

2 1 2 1 sin sin Y Y T T (2.1)

Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu UD\SDWK yang merambat dari medium 1 ke medium 2

(2)

2.2 Penjalaran Gelombang

Berikut hubungan antara waktu tempuh gelombang [t(x)] dan jarak geophone-sumber [x] untuk beberapa macam tipe penjalaran gelombang :

a. Gelombang Langsung Y [ [ W( ) (2.2) b. Gelombang Refraksi 2 1 2 2 2 1 1 2 2 ) ( Y Y Y Y K Y [ [ W   (2.3) c. Gelombang Refleksi 2 1 2 1 2 1 2 2 0 2 1 2 2 4 ) ( Y K Y [ W Y [ [ W   (2.4) dimana : v1 : Kecepatan lapisan I v2

Terdapat 3 pasangan sumber dan UHFHLYHU yang memiliki titik PLG SRLQW [M] sama di permukaan. Titik D merupakan titik PLG SRLQW yang terletak pada

: Kecepatan lapisan II h :KDOIRIIVHW

2.3 Konsep Dasar Seismologi Refleksi

Data seismik diperoleh dari berbagai jenis pasangan antara sumber dan UHFHLYHU. Sinyal gelombang, yang dibentuk oleh sumber, menjalar ke dalam bumi dan akan dipantulkan kembali ke permukaan, yang direkam oleh UHFHLYHU, setelah sebelumnya menyentuh bidang batas antar dua lapisan atau bidang diskontinuitas yang berada di bawah permukaan. Berikut beberapa konsep dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan SURFHVVLQJ data seismik.

2.3.1 Common Mid Point (CMP) gather

CMP JDWKHU didefinisikan sebagai kumpulan data berupa WUDFH yang memiliki posisi PLGSRLQW yang sama. Titik PLGSRLQW sendiri merupakan titik yang terletak diantara posisi pasangan sumber dan UHFHLYHU. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian CMP, dapat dilihat pada gambar 2.3.

(3)

lapisan reflektor atau disebut juga sebagai PLG GHSWK. Variabel jarak antara sumber dan UHFHLYHU, yang disebut juga sebagai RIIVHW, merupakan salah satu variabel dari CMPJDWKHU. Sedangkan variabel yang lain yang digunakan adalah variabel waktu [t(x)] yang merupakan waktu penjalaran sinyal gelombang dari titik sumber dan terpantulkan kembali hingga terekam oleh UHFHLYHU.

Sama halnya dengan CRPPRQ'HSWK3 RLQW (CDP) JDWKHU, yang didefinisikan sebagai kumpulan titik antara posisi sumber dan UHFHLYHU dibawah permukaan dengan asumsi lapisan reflektor bawah permukaan merupakan lapisan horizontal. CDP dan CMP akan menjadi berbeda untuk lapisan reflektor yang miring.

Gambar 2.3 Geometri dari &RPPRQ0LG3RLQW &03 JDWKHU (Cao, 2006)

2.3.2 Normal Moveout (NMO) Correction

Jika model pada gambar 2.3 memiliki model lapisan kecepatan yang konstan, maka waktu penjalaran [t(x)] untuk tiap CMPJDWKHU dapat didefinisikan melalui persamaan : 2 2 2 0 2 ) ( Y [ W [ W  (2.4)

dimana x merupakan variabel RIIVHW, v merupakan variabel kecepatan pada suatu media di atas lapisan reflektor dan t0 merupakan WZRZD\Y HUWLFDO WUDYHOWLPH antara titik M dan D atau disebut juga sebagai WZRZD\] HURRI IVHW WUDYHOWLPH. Untuk bidang reflektor yang datar, seperti gambar 2.3, persamaan 2.4 menggambarkan persamaan hiperbola dimana titik puncak berada di ]HUR RIIVHW WUDFH [t0] pada grafik antara RIIVHW terhadap WZRZD\WLPH (<LOPD]). Gambar 2.5 menunjukkan garis hiperbola yang berhubungan dengan geometri pada

(4)

gambar 2.3 dan persamaan 2.4. Selisih antara WZRZD\WUDYHOWLPH [t(x)] pada RIIVHW x dengan ]HURRIIVHWWLPH [t0 0 ) ([ W W W102  '

] disebut sebagai QRUPDO PRYHRXW (NMO) yang dapat dijabarkan pada persamaan berikut ini :

(2.5) Tujuan koreksi NMO adalah untuk menghilangkan efek dari NMO [¨WNMO

Gambar 2.4 Sketsa WUDYHOWLPH yang berhubungan dengan geometri pada gambar 2.3 (Cao, 2006)

] seiring dengan fungsi RIIVHW. Hasil yang diinginkan, setelah dilakukan koreksi NMO, dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.5 Salah satu CMP JDWKHU yang berhubungan dengan geometri pada gambar 2.3 (Cao, 2006)

(5)

2.3.3 CMP Stack

CMP VWDFN pertama kali dikenalkan oleh Mayne, (1962). CMP VWDFN merupakan proses penjumlahan setelah dilakukan koreksi NMO pada tiap-tiap CMP JDWKHU. Seperti yang dibahas pada subab sebelumnya, sinyal gelombang akan terlihat datar apabila pemilihan kecepatan NMO, pada koreksi NMO, tepat untuk tiap-tiap CMP JDWKHU. Sinyal gelombang primer akan diperkuat dengan melakukan penjumlahan dari seluruh RIIVHW pada tiap-tiap CMP gather sedangkan untuk UDQGRPQRLVH sendiri akan melemah setelah proses penjumlahan ini. Oleh karena itu CMPVWDFN dapat meningkatkan VLJQDOWRQRLVHUDWLR.

Gambar 2.6 Hasil yang ideal untuk koreksi NMO pada geometri gambar 2.3 (Cao, 2006)

2.3.4 Root Mean Square Velocity (RMS)

Untuk kasus model lapisan yang horizontal, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7, kecepatan NMO pada persamaan 2.4 dapat digantikan oleh kecepatan rata-rata kuadrat akar atau 5RRW0H DQ6TXDU H9 HORFLW\ (RMS). Sehingga, persamaan 2.4 menjadi : 2 2 2 0 2 ) ( UPV Y [ W [ W  (2.5)

(6)

Kecepatan RMS [vrms

¦

¦

' ' 1 N N 1 N N N UPV Y Y 1 1 2 W W

] dapat didefinisikan oleh persamaan Dix ('L[ ) sebagai berikut :

(2.6)

dimana vk merupakan kecepatan interval dari lapisan ke-k suatu model ǻIJk

Gambar 2.7 Model lapisan mendatar (Cao, 2006)

2.3.5 Analisa Semblance

6HPEODQFH merupakan UDWLR energi normalisasi RXWSXW ke LQSXW, yang diberikan dengan persamaan :

merupakan WUDYHOWLPH vertikal pada lapisan ke-k suatu model dengan banyak lapisan berupa N.

¦¦

¦¦

W 0 L LWL W 0 L LWL I I 0 1( 1 2 ) ( , 1 ) ( , * 1 (2.7)

dimana M merupakan jumlah WUDFH pada CMP JDWKHU, ILW L

6HPEODQFHS ORW digunakan untuk melakukan analisis kecepatan VWDFNLQJ, dalam hal ini kecepatan RMS [v

merupakan nilai amplitudo pada WUDFH ke-i pada WZRZD\WLPH [t(i)] .

(7)

bahwa fungsi nilai PRYHRXW-nya berbentuk hiperbola. Kemudian dilakukan VFDQQLQJ terhadap kisaran kecepatan tertentu, kurva PRYHRXW yang dibentuk untuk tiap-tiap kecepatan. Nilai &RKHUHQF\ dari data disepanjang kurva ini kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7 dan dilakukan secara berulang untuk tiap-tiap kecepatan yang di-VFDQ dari setiap sampel waktu [dt]. Kemudian nilai &RKHUHQF\ akan diplot dalam bentuk kontur warna yang biasa dikenal dengan VHPEODQFHSORW.

Warna kontur tersebut merepresentasikan nilai tiap-tiap VHPEODQFH. Warna yang lebih gelap menunjukkan nilai &RKHUHQF\ mendekati 1. Mem-SLFN nilai kecepatan pada VHPEODQFHSORW dengan mem-SLFN nilai VHPEODQFH maksimum atau biasa juga disebut dengan proses analisis kecepatan.

Gambar 2.8. Skema PRYHRXW pada CMP *DWKHU dan hubungannya dengan maksimum

VHPEODQFH untuk mendapatkan kecepatan optimum

2.4 Analisis Radon

Hampson (1986) menunjukkan multiple setelah dikoreksi NMO pada tiap-tiap CMP JDWKHU dapat diprediksi sebagai bentuk parabolik. Transformasi radon parabolik melakukan penjumlahan sepanjang jalur stack atau VWDFNLQJSDWK yang didefinisikan dengan persamaan :

Vc adalah harga VHPEODQFH yang maksimum

(8)

(2.8) sehingga kurva parabolik yang tepat pada domain CMP secara teoritis dapat digambarkan oleh sebuah titik setelah dilakukan transformasi radon parabolik.

Dengan mengasumsikan suatu event pada ]HURRIIVHWWZRZD\WUDYHOWLPH [t0] dan kecepatan RMS [vRMS], jika event tersebut terkoreksi benar dengan kecepatan vc, event tersebut akan muncul pada waktu sebesar t(x), dimana :

(2.9)

(2.10) H[SDQGLQJpersamaan 2.10 dalam deret Taylor, akan didapat :

(2.11)

(2.12) kecepatan residual vrakan diperoleh dari :

(2.13) (2.14) jika [x/(vrt0)]<<1, maka derajat tertinggi bisa dibuang. Sehingga, apabila kita melihat persamaan 2.14 sebagai persamaan yang benar, maka HYHQW setelah dilakukan koreksi NMO akan terlihat sebagai fungsi parabolik dan digambarkan sebagai titik pada domain radon :

(2.15) dimana q=1/2t0vr

Gambar 2.9 Proses transformasi radon balik setelah pemotongan sinyal primer (Russel dan Hampson, 1990)

(9)

Gambar 2.10 Kompensasi data menjadi 3 model yang terpisah yakni model primer, model multipel dan noise (Russel dan Hampson, 1990)

2.5 Common Reflection Surface (CRS)

Operator CRS VWDFN berdasarkan 3 atribut muka gelombang, yaitu sudut datang atau HPHUJHQFHDQJOH Į VLQDUSDGD]HURRIIVHW dan 2 UDGLLFXUYDWXUH dari bentuk muka gelombang yang diwakili dengan RN dan RNIP (jari-jari gelombang 1RUPDO,QFLGHQW3RLQW).

3DUDPHWHU Į 5N dan RNIP merupakan parameter yang tidak bergantung SDGD PRGHO NHFHSDWDQ 3DUDPHWHU Į HPHUJHQFHDQJO H atau sudut datang, merupakan parameter yang memiliki kaitan erat dengan kemiringan dari reflektor. Dalam publikasinya, Hubral (1983) memperkenalkan konsep penjalaran gelombang hipotetikal N dan NIP. Parameter RNIP merupakan jari-jari dari gelombang NIP. 1RUPDO,QF LGHQW3 RLQW didefinisikan sebagai gelombang yang menjalar dari permukaan ke reflektor dan kembali lagi ke permukaan. Muka gelombang ini mengerucut menjadi satu titik di reflektor, dengan asumsi tidak adanya energi yang hilang selama penjalaran gelombang, muka gelombang yang mencapai satu titik di reflektor menjadi sumber gelombang baru, yaitu gelombang NIP. 1RUPDO,QF LGHQW3 RLQW adalah gelombang yang dihasilkan oleh satu titik point source. Dengan asumsi kecepatan konstan, maka parameter RNIP dapat digunakan untuk menentukan jarak dari reflektor ke titik x0.

(10)

Parameter RN

Gambar 2.11 (hijau) curvature gelombang normal (merah) curvature gelombang NIP (Mann, 2007)

Didasarkan pada UD\PHWKRG GDULýHUYHQê  , parameter dari VXUIDFH VWDFNLQJ CRS diturunkan. Dengan mengekspresikan penjalaran gelombang dalam 1RUPDO,QF LGHQFH3 RLQW (NIP) ZDYH dan 1RUPDO (N) ZDYH (Hubral, 1983), WUDYHOWLPH hiperbolik disini disebut sebagai WUDYHOWLPH aproksimasi CRS, adalah ekspansi deret Taylor orde dua dari WUDYHOWLPH refleksi untuk gelombang paraxial di sekitar gelombang normal LQFLGHQW. Dengan menggunakan teori gelombang paraxial [(Schleicher et al., 1993); (Tygel et al., 1997)] atau dengan menggunakan pendekatan geometri (Höcht et al., 1999) maka dapat diturunkan persamaan WUDYHOWLPH untuk CRS. Tiga atribut aproksimasi WUDYHOWLPH ini mendefinisikan permukaan CRS VWDFNLQJ di koordinat (x

didefinisikan sebagai gelombang yang menjalar dengan arah normal. Gelombang ini dihasilkan oleh sebuah H[SORGLQJ reflektor yang identik dengan exploding reflektor dari Lowenthal (1976). Parameter ini membawa informasi mengenai bentuk kelengkungan dari reflektor. Gambar 2.11 akan memberikan ilustrasi mengenai 3 parameterZDYHILHOG atribut CRS.

(11)

Gambar 2.12 Permukaan operator VWDFNLQJ dari CRS VWDFN (Annual Report, WIT, 1997)

2 2 2 2 0 2 0 0 0 0 0 2 sin cos ( , ) 2 P K\S P P 1 1,3 [ [ K W [ K W [ [ W Y Y 5 5 D D§  · § ·    ¨  ¸ ¨ ¸ ¨ ¸ © ¹ © ¹ (2.16)

dimana t0 adalah WUDYHOWLPH, v0 adalah kecepatan dekat permukaan x0 dan diasumsikan bernilai konstan serta diketahui nilainya.0LGSRLQW diwakili oleh xm

2 ) ( 6 5 P [ [ [  ; dan KDOIRIIVHW diwakili oleh h;

2 ) ([6 [5

K  .

Pada saat CMP gather maka xm= x0

2 2 2 0 2 0 0 ( ) 2 cos K\SP&03 1,3 W K W K W Y D 5 

dan persamaan 2.8 menjadi :

(2.17) dengan mengganggap : 2 0 2 0 2 cos 1,3 102 Y 5 Y W D (2.18) mengganti 1,3 5 T cos2D

pada persamaan 2.17. Dengan begini analisis koherensi dari paramater q dicari untuk memberikan nilai koherensi waktu hiperbola pada persamaan 2.17. Proses ini disebut juga dengan DXWRPDWLF CMP VWDFN (Jager et al. ,2001).

(12)

2 2 2 0 2 , 0 0 0 0 0 2 sin cos ( , ) 2 P K\S =2 P P 1 [ [ W [ K W [ [ W Y Y 5 D D  § ·    ¨ ¸ © ¹ (2.19)

persamaan di atas kemudian bisa disederhanakan RN=~ (plane wave) dengan aproksimasi orde satu pada (xm– x 0

(1), ( ) 0 0 0 sin 2 ( ) P K\S =2 [ P W W [ [ Y D  

) menjadi persamaan berikut:

(2.20)

dengan menggunakan persamaan di atas maka nilai dari HPHUJHQFHDQJO H bisa ditentukan. Nilai ini disimpan sebagai nilai initial HPHUJHQFHDQJOH.

Setelah q dan Į initial didapatkan, maka nilai initial dari jari-jari NIP dapat ditentukan. Dengan menggunakan persamaan (2.17) suku yang kedua, maka dapat ditentukan nilai initial jari-jari N (RN), setelah didapatkan nilai RNIP dan Į.

Sekarang tiga parameter VWDFNLQJ untuk tiap =HUR2IIVHW time VDPSOH sudah didapatkan, pasangan parameter ini merepresentasikan VWDFNLQJ VXUIDFH pada domain (xm, h, t). Dengan menjumlahkan data SUH-VWDFN sepanjang permukaan ini, maka akan didapatkan penampang VWDFN inisial. Analisis koherensi dengan data SUHVWDFN kembali dilakukan, analisis ini digunakan sebagai TXDOLW\ FRQWURO dari hasil VWDFNLQJ initial.

Untuk memberikan hasil yang lebih optimum maka diperlukan suatu nilai sebagai kendali hasil yang optimum. Dalam hal ini nilai yang disebut sebagai kendali itu adalah &RQIOLFWLQJGLSV.

Mann (2002) berhasil memisahkan event yang normal dengan event FRQIOLFWLQJGLS dengan menambahkan criteria pada penentuan WUHVKROG koherensi. Beberapa event dengan dip berbeda, dalam kasus FRQIOLFWLQJ GLS, dapat diidentifikasi di spektrum dip. Dengan WUHVKROG koherensi yang sesuai, event-event dengan kemiringan yang berbeda-beda dan saling bercampur di dalam satu event bisa dipisahkan. (PHUJHQFHDQJOH, dengan arah yang berbeda-beda, identik dengan dip dari reflektor. Pada penelitiannya, Mann masih mempergunakan prosedur pencarian parameter VWDFNLQJ sebelumnya, namun dengan pengembangan dalam prosedur pendeteksi FRQIOLFWLQJGL S. Selain itu, proses penentuan atribut ZDYHILHOG Į5Npada penampang CMP VWDFN dilakukan secara terpisah untuk tiap event.

(13)

Dengan metode H[WHQGHGVHDUFKVWUDWHJ\ ini, tidak mungkin lagi dilakukan penentuan RNIP GDULĮGDQ9NMO. Karena ketika dilakukan penentuan parameter RNIP GDULĮGDQ9NMO, seperti dalam metode pencarian sebelumnya, maka hanya akan dihasilkan satu kecepatan VWDFNLQJ saja, meskipun juga dihasilkan kumpulan HPHUJHQFHDQJO H Į(i)

. Hal ini akan menimbulkan ambiguitas dalam kasus FRQIOLFWLQJGLS. Oleh karena itu diperkenalkan prosedur lain untuk menghilangkan ambiguitas ini.

Pada pembahasan sebelumnya, diperlihatkan bagaimana metode SUDJPDWLF VHDUFK VWUDWHJ\ mampu menentukan parameter RNIP dengan menggunakan SURFHVVLQJ data PXOWLFRYHUDJH secara langsung . Namun, ketika memperhatikan persamaan (2.16), ternyata tidak ada satupun persamaan yang sesuai untuk penentuan parameter RNIP. Pada penampang =HUR 2IIVHW, ternyata RNIP tidak memiliki kontribusi, sama halnya pada persamaan CMP JDWKHUĮGDQ5NIP tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, diajukan metode baru dalam penentuan RNIP.

Juergen Mann mengembangkan metode pencarian RNIP

2 2 2 0 0 2 0 0 0 0 2 cos sin ( ) 2 P & P P &6 W [ [ W [ W [ [ Y Y 5 D D  §   ·  ¨ ¸ © ¹ dengan menggunakan subset data yang lain dari data PXOWLFRYHUDJH yaitu &RPPRQ6KRW (CS) dan &RPPRQ5HFHLYHU (CR) JDWKHU. Di persamaan ini, operator VWDFN akan dicari dengan menggunakan menjadi persamaan berikut:

(2.21)

dimana 1/5&6= 1/R1,31/R1 NHWLNDĮGDQ5N

1. kondisi FRQIOLFWLQJ GLS diidentifikasi dari penampang =HUR 2IIVHW atau dengan kata lain menggunakan penampang CMP VWDFN untuk proses identifikasi ini.

sudah ditentukan, maka secara tidak langsung parameter ini bisa ditentukan.

6WUDWHJ\ pencarian atribut CRS untuk kondisi FRQIOLFWLQJ GLS dengan menggunakan metoda H[WHQGHGVHDUFKVWUDWHJ\ dapat dirangkum sebagai berikut :

2. (PHUJHQFHDQJOH Į(i)) dan radius dari curvature (RN(i)

3. Metode pencarian radius curvature R

) bisa dideteksi pada penampang CMP VWDFN

NIP(i) bisa dilakukan pada &RPPRQ 6KRW (CS) JDWKHU atau CRS JDWKHU.

(14)

4. Jika hanya ada satu event, atau tidak ada FRQIOLFWLQJGLS, maka SUDJPDWLF VHDUFK VWUDWHJ\ masih sesuai untuk digunakan.

metode pencarian dengan menggunakan metode pencarian H[WHQGHG VHDUFK VWUDWHJ\ digambarkan oleh diagram alir berikut:

strategi pencarian H[WHQGHG VHDUFK membutuhkan tambahan kriteria dalam penentuan koherensinya, dimana dalam metoda ini dipergunakan tambahan kriteria, yaitu koherensi maksimum global dan lokal. Dimana, nilai koherensi maksimum global harus lebih besar dari nilai koherensi WUHVKROG, nilai koherensi maksimum lokal juga harus lebih besar dari nilai global maksimum koherensi.

Gambar

Gambar 2.1 Prinsip Huygen
Gambar 2.3 Geometri dari  &amp;RPPRQ0LG3RLQW&amp;03JDWKHU (Cao, 2006)
gambar 2.3 dan persamaan 2.4. Selisih antara  WZRZD\WUDYHOWLPH [t(x)] pada RIIVHW x dengan  ]HURRIIVHWWLPH [t 0 ) 0([WWW 102 '
Gambar 2.6 Hasil yang ideal untuk koreksi NMO pada geometri gambar 2.3 (Cao, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan gerak untuk sistem dengan satu derajat kebebasan dapat diperoleh dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut, yaitu gaya luar dan

Basis pengetahuan pada sistem pakar berasal dari ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pakar, yang kemudian digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan,

(2-6) (2-7) Persamaan ini mengambil asumsi sebagai berikut: amblesan terjadi lokal dan tidak terjadi perubahan topografi yang signifikan di sekitarnya (koreksi medan/

Hal ini dapat dilihat dari pengolahan data 2D bahwa hasil pengolahan data dan interpretasi resistivitas tanah wilayah panas bumi Tiris menunjukkan bahwa batuan jalur 1 tersebar

Proses ekspansi isentropik terjadi dari kondisi 3 ke 4 untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk menggerakkan kompresor ( menaikkan tekanan dari 1 ke 2) dan energi

Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core

Pengukuran pada metode seismik adalah suatu proses konvolusi antara gelombang sumber (source) hasil dari koefisien refleksi yang menghasilkan suatu trace seismik kemudian

Peristiwa yang berhubungan dengan operasi pesawat terbang yang terjadi pada waktu diantara pesawat tinggal landas, melakukan penerbangan hingga mendarat kembali, dan seseorang