• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar,"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek adalah sesuatu yang berfungsi untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar, 2006: 127). Peristiwa tersebut bermacam-macam, bisa menyangkut adanya (kegiatan atau kejadian), mulainya, terjadinya (atau dilaksanakannya), berlangsungnya, selesai tidaknya, ada tidaknya hasil, dan adanya kebiasaan.

Aspek atau peristiwa yang berkaitan dengan predikat ini dikenal oleh seluruh bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Dari peristiwa-peristiwa yang terkandung dalam aspek, peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan keselesaian atau perfektif dalam kedua bahasa termasuk salah satu hal menarik. Dikatakan demikian karena dalam bahasa Korea ditemukan sejumlah cara yang cukup variatif untuk mengungkapkan atau mengekspresikan suatu keselesaian.

Untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diungkapkan oleh aspek— termasuk peristiwa keselesaian—strategi yang digunakan oleh masing-masing bahasa bisa berbeda-beda. Tadjuddin (1992:3) berpendapat, aspek atau disebut juga aspektualitas, pada umumnya diungkapkan melalui berbagai cara/ bentuk, secara morfologis, melalui afiksasi, reduplikasi, dan secara

(2)

sintaksis pada tataran frasa verbal melalui penggunaan unsur-unsur leksikal pemarkah frasa verbal, pada tataran klausa dengan melibatkan argument dan frasa adverbial durasi, dan pada tataran kalimat melalui konjungsi. Namun demikian, dari keseluruhan strategi tersebut, ada bahasa yang mayoritas hanya menggunakan alat-alat leksikal, ada pula yang secara umum hanya menggunakan alat-alat gramatikal, namun ada pula bahasa yang menggunakan kedua alat leksikal dan gramatikal dalam menyatakan aspeknya.

Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang alat pengungkap aspeknya berwujud leksikal, sedangkan bentuk gramatikalnya hanya ditemukan dalam porsi yang terbilang sedikit. Sementara itu, secara berkebalikan bahasa Korea sendiri termasuk bahasa yang mayoritas aspeknya dihadirkan dalam bentuk gramatikal, sehingga bentuk-bentuk leksikal tidak begitu beragam di temukan dalam bahasa Korea.

Bentuk gramatikal yang muncul sebagai penanda aspek dalam bahasa Korea salah satunya ialah ending. Di samping itu, masih ada bentuk lain yang melekat pada predikat yang menjadi penanda aspek dalam bahasa tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sohn (2001: 362), yaitu dalam bahasa Korea, aspek tidak hanya ditinjau dari sufiks verbanya saja, akan tetapi lebih sering lagi di dalam predikat yang lebih kompleks.

Melalui alat-alat gramatikal ini ditemukan berbagai bentuk yang teratur untuk mengungkapkan variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea. Bentuk pengungkapan tersebut ada yang terbilang cukup sederhana, namun

(3)

ada juga yang tergolong kompleks. Untuk mengetahui keberagaman pengungkapan dan variasi aspek keselesaian dalam bahasa Korea, maka penelitian tentang penanda aspek keselesaian dalam bahasa Korea ini dilakukan.

Penelitian ini juga menjadi menarik dan bermanfaat karena penelitian ini turut membahas penerjemahan penanda-penanda aspek keselesaian bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini dapat membantu para pembelajar bahasa Korea yang berbahasakan ibu bahasa Indonesia dalam mempelajari aspek keselesaian bahasa Korea.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang diteliti dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah aspek keselesaian diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa Korea?

2. Bagaimanakah variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea? 3. Bagaimanakah penerjemahan penanda-penanda aspek tersebut dalam

bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang akhiran penanda aspek dalam bahasa Korea ialah sebagai berikut.

(4)

1. Mendeskripsikan pengungkapan aspek keselesaian secara gramatikal dalam bahasa Korea

2. Mendeskripsikan variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea. 3. Mendeskripsikan penerjemahan penanda-penanda aspek tersebut

dalam bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dihadirkan oleh penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Dari segi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya kajian-kajian kekoreaan, khususnya dunia kebahasaannya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembelajar bahasa Korea tingkat lanjut dalam proses pembelajaran penanda aspek.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang berfokus pada cara pengungkapan aspek keselesaian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Untuk dapat melakukan penelitian ini, terlebih dahulu dicari dan dikumpulkan penelitian-penelitian serupa sebagai bahan acuan serta untuk

(5)

memastikan bahwa penelitian yang dilakukan merupakan penelitian baru karena belum pernah dilakukan sebelumnya.

Dari sejumlah penelitian terkait kebahasaan, penelitian tentang aspektualitas masih belum begitu banyak dilakukan. Namun demikian, ditemukan beberapa judul penelitian tentang aspek dan juga tentang penerjemahannya sebagai berikut.

a. Penelitian yang pertama ini dilakukan oleh Titien Rostini. Penelitian ini menggunakan kalimat-kalimat berbahasa Jepang sebagai data. Fokus penelitian ini ialah menemukan persamaan dan perbedaan antara kala dan aspek dalam bahasa Jepang. Hasil analisis menunjukkan bahwa segmentasi dalam tataran verba bahasa Jepang dapat dikaji melalui pendekatan etik dan emik yang memiliki hubungan fungsional dengan cara menentukan satuan-satuan kontrastif minimal sebagai dasar deskripsinya. Pendekatan yang bersifat emik menunjukkan bahwa pembentukan unsur kata dengan morfem terikat morfologis seperti gabungan –te, -ta, dan –i memiliki fungsi dan makna, sedangkan melalui pendekatan etik menunjukkan bahwa oposisi bentuk-bentuk {-te}/{-ta} berdistribusi parallel dengan alomorf-alomorf (varian): nde]/nda], ite]/ita], ide]/ida], [-shite]/[shita], dan bunyi geminate [-tte]/[-tta]. Secara fonologis, tataran verba yang melibatkan oposisi fonem /-e/ dan /-a/ dalam bentuk {-te} dan {-ta} tersebut merupakan perbedaan minimal (minimal pairs) yang menunjukkan oposisi kala: past (-ta) dan nonpast (-te). Fonem

(6)

segmental yang direalisasikan dalam bentuk morfem terikat morfologis tersebut merupakan penyebab timbulnya asimilasi dan berada pada posisi yang berdekatan, yaitu sebelum segmen yang mengalami asimilasi yang dalam hal ini adalah akar. Oleh sebab itu, kelinieran dalam tataran fonem setelah terjadi proses asimilasi tersebut merupakan bentuk asimilasi progresif atau perseveratif yang bersifat parsial dan dapat diamati melalui gejala perubahan bunyi yang menyangkut pelesapan, penambahan, permutasi, perubahan urutan segmen, ciri-ciri distingtif, dan penyatuan segmen.

b. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Condro Nur Alim pada tahun 2011. Penelitian yang berjudul “Kala dan Aspek Bahasa Inggris serta Masalah Penerjemahanya (Sebuah Analisis tentang Fungsi Kala dan makna Aspek Verba dalam Novel The God of Small Things serta Padanan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia)” ini mendeskripsikan kala dan aspek sebagai pemarkah waktu dalam novel bahasa Inggris tersebut. Selain itu, penulis tersebut juga mendeskripsikan makna aspektualitas verba dalam novel yang sama, serta mendeskripsikan penerjemahan kala dan aspek dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia agar diperoleh kesepadanannya. Hasil dari penelitian tersebut dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama tentang kala. Dalam novel tersebut ditemukan banyaknya penggunaan kala mutlak, yang terdiri dari kala mutlak present, kala mutlak past, dan future. Pada bagian aspek, ditemukan hampir seluruh

(7)

aspek dalam bahasa Inggris digunakan dalam novel tersebut, yaitu progressive, perfect, perfect-progressive, dan aspek simple. Kesimpulan terakhir berkenaan dengan penerjemahan. Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa terjadi pergeseran makna terjemahan. Sebagai contoh, seharusnya aspek progressive maknanya menjadi aspek simple, dan sebagainya.

c. Penelitian selanjutnya ditulis oleh Xu Yunyu. Penelitian yang berupa tesis ini mengangkat permasalahan aspektualitas dalam bahasa Mandarin. Dari penelitian yang berjudul “Aspektualitas dalam Bahasa Mandarin” ini diperoleh hasil bahwa secara garis besar aspek dalam bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi aspek perfektif dan aspek imperfektif. Pada aspek perfektif, terdapat aspek pengalaman ditandai oleh “guo2”; aspek pencapaian yang ditandai oleh “guo1” ,“le1” atau “le2”. Pada aspek imperfektif, terdapat aspek inkoatif dan penandanya “qilai”; aspek progresif dan penandanya “zhe2”; aspek duratif serta penandanya “zhe1” dan“xiaqu”; aspek momentif serta penanda berbentuk “verba-reduplikasi” dan terdapat beberapa aspek pada aspek momentif itu sendiri. Penggunaan penanda aspek berhubungan erat dengan arti semantik verba dan kata keterangan waktu yang terletak pada kalimat. Bahasa Mandarin menggunakan penanda aspek disebabkan beberapa faktor, termasuk faktor morfologi, faktor sintaksis, dan faktor-faktor lain.

(8)

d. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh mahasiswa Korea bernama Lee Hae Yoon (이해윤). Penelitian tersebut berjudul “Makna Bojo Yongɔn

yang Berhubungan dengan Aspek Dilihat dari Sudut Pandang Tata Bahasa". Penelitian ini hanya membahas bentuk-bentuk gramatikal berupa bojo yongɔn atau auxiliary verbs dalam bahasa Korea. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa auxiliary verb dalam bahasa Korea terbagi dalam dua sub-tipe, yaitu aspektualitas dan aktionsart. Disebutkan juga bahwa makna tambahan yang dibawa oleh verba yang berfungsi sebagai aktionsart diasumsikan berkaitan dengan modalitas. Selain itu, beberapa bentuk auxiliary dalam bahasa Korea, seperti -ɔ bɔrida, -ɔ nada, –go malda, dan sebagainya memiliki dua makna, yaitu aktionsart dan modalitas.

e. Penelitian terakhir yang dijadikan daftar pustaka ialah penelitian kontrastif terkait aspektualitas dan temporalitas. Lee Jae Ock selaku penulis menggunakan dua bahasa sebagai objek penelitiannya, yaitu bahasa Korea dan bahasa Rusia. Hasil penelitian tersebut ialah ditemukannya keterkaitan antara aspek dan kala. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.

Dari kelima judul penelitian yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian tersebut cukup berbeda dari penelitian yang berjudul “Penanda Gramatikal Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia” ini. Penelitian ini berfokus pada pengungkapan aspek keselesaian secara gramatikal dalam bahasa Korea.

(9)

Hal-hal yang dikupas dalam penelitian ini mencakup bentuk-bentuk penandanya, makna yang terkandung dalam tiap-tiap penanda, dan juga penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia atas masing-masing penandanya. Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan karya yang bermanfaat dalam memperkaya kajian-kajian kekoreaan, khususnya dunia kebahasaannya dan juga bermanfaat bagi pembelajar bahasa Korea tingkat lanjut.

1.6 Landasan Teori

Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu teori tentang aspek, teori penerjemahan, dan teori ekuivalensi. Teori aspek yang digunakan ada dua macam, yaitu aspek secara umum dan aspek dalam bahasa Korea. Teori penerjemahan digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini berkaitan dengan pengalihbahasaan, yaitu bahasa Korea sebagai bahasa sumber dan bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Selain itu, untuk membantu memudahakan proses pengalihbahasaan tersebut, penelitian ini menggunakan teori ekuivalensi untuk menemukan padanan penerjemahan yang tepat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

Selain ketiga teori di atas, ditambahkan juga sekilas tentang sistem ending dan sistem auxiliary verb dalam bahasa Korea. Hal ini dikarenakan penelitian ini turut menyinggung kedua hal tersebut. Tanpa menyertakan pembahasan tentang keduanya, maka penelitian ini tidak memiliki dasar yang kuat. Berikut pemaparan selengkapnya.

(10)

1.6.1 Aspek

Menurut Comrie (1998: 3), waktu yang dibicarakan dalam aspek ialah waktu internal dalam suatu situasi. Menurut Kridalaksana (2008), aspek adalah kategori gramatikal verba yang menunjukkan lamanya dan jenisnya perbuatan; apakah mulai, selesai, sedang berlangsung, berulang, dsb. Sementara itu menurut Verhaar (2006:239), aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan dimulainya, berlangsungnya, terjadinya, diulang-tidaknya, selesai-tidaknya, atau ada-tidaknya hasil dari suatu keadaan atau tindakan. Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut terlihat bahwa hal-hal yang dibicarakan dalam aspek ialah situasi, keadaan, atau peristiwa yang mengandung 1) permulaan, 2) penyelesaian, 3) hasil, 4) keberlangsungan, dan juga 5) pengulangan.

Dari sejumlah hal yang dibicarakan dalam aspek, penelitian ini hanya membahas masalah keselesaian saja, lebih khususnya adalah keselesaian dalam bahasa Korea. Gambaran tentang aspek keselesaian ini selanjutnya dibahas pada sub-bab selanjutnya.

1.6.2 Aspek dalam Bahasa Korea

Dalam disertasinya, Sohn (1995: 25) menyatakan bahwa aspek dalam bahasa Korea terdiri atas dua macam, yaitu perfektif dan imperfektif. Namun demikian, ternyata aspek dalam bahasa Korea tidak juga sesederhana itu ragamnya. Sejalan dengan Comrie, Sohn (1995: 37) juga menyatakan bahwa untuk aspek imperfektif dapat dipecah lagi ke dalam

(11)

beberapa kategori yang lebih kecil, seperti inkoatif, iteratif, habituatif, pungtual, duratif, dsb. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek dalam bahasa Korea cukup beragam.

Layaknya bahasa-bahasa lain yang memiliki alat tersendiri untuk mengungkapkan aspek, bahasa Korea juga memiliki alat tersebut. Secara leksikal, bahasa Korea juga mengenal adverbia aspek seperti bahasa Indonesia, sedangkan secara gramatikal bahasa Korea mempunyai berbagai bentuk ending untuk mewujudkan aspek.

Sebenarnya, dalam bahasa Korea tidak hanya melalui ending untuk mewujudkan aspek secara gramatikal, Ho (2001: 362) mengakatan bahwa aspek tidak hanya muncul dalam sufiks verbal, tetapi juga muncul lebih sering dalam predikat-predikat yang lebih rumit. Sohn (1995: 37) menambahkan bahwa untuk mengekspresikan keanekaragaman aspek, bahasa Korea menggunakan bentuk-bentuk kata bantu khusus (special auxiliary)1. Dari pendapat-pendapat tersebut tampak bahwa perihal aspek dalam bahasa Korea cukup rumit dan menarik untuk ditelaah.

Dari dua jenis aspek dalam bahasa Korea—perfektif dan imperfektif—penelitian ini hanya membahas salah satunya. Penelitian ini hanya berfokus pada perihal keselesaian atau perfektif. Hal ini dikarenakan ditemukan bahwa penanda keselesaian dalam bahasa Korea

       1

Dikatakan kata bantu khusus karena bentuk kata bantu dalam bahasa Korea ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dibandingkan dengan kata bantu dalam bahasa lain. Penjelasan lebih detilnya terdapat pada bab selanjutnya.

(12)

cukup variatif. Gambaran tentang aspek keselesaian dalam bahasa Korea dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab selanjutnya.

1.6.3 Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea

Aspek keselesaian dalam bahasa Korea biasa disebut sebagai wallyosang. Menurut Go dan Gu (2009: 411), aspek keselesaian adalah aspek yang menunjukkan suatu pergerakan atau aksi yang telah selesai, namun hasilnya masih tersisa. Dengan kata lain, hasil dari aktivitas yang telah selesai tersebut masih bisa dirasakan hingga saat tuturan berlangsung. Berikut contoh kalimat yang dapat membantu pemahaman tentang makna dan penggunaan aspek keselesaian dalam bahasa Korea.

(1) Jɔnǝn gǝ yɔnghwarǝl boassɔyo

Jɔ nǝn gǝ yɔnghwa rǝl bo- ass- ɔyo. Saya p.top itu film p.obj menonton perf- dek. ‘Saya sudah menonton film itu.’

Dalam bahasa Indonesia, salah satu ciri atau penanda aspek keselesaian adalah kata sudah. Seperti yang tampak dalam kalimat (1), dalam bahasa Korea penanda aspek yang sama tidak ditandai dengan kata, tetapi bentuk morfologis yang berupa ending. Ending yang dimaksud adalah morfem –ass-. Dalam bahasa Korea morfem ini berfungsi untuk menandai aktivitas verba yang telah selesai dilakukan. Dengan demikian, ketika morfem ini melekat pada verba bo- ‘menonton’, maka ini

(13)

menunjukkan bahwa aktivitas menonton telah selesai dilakukan oleh subjek (saya). Contoh lain adalah sebagai berikut.

(2) Suniga jigǝm mak ttɔnatta.

Suni ga jigǝm mak ttɔna- ass- da. Suni p.subj sekarang pada saat berangkat perf. dek. ‘Sekarang Suni sudah berangkat.’

Seperti halnya kalimat (1), dalam kalimat (2) bentuk keselesaian juga ditandai dengan ending –ass-. Ending ini melekat pada verba ttɔ ‘berangkat’. Dengan dilekatkannya ending –ass- pada verba tersebut ini menunjukkan bahwa pekerjaan berangkat telah dilakukan oleh subjek (Suni).

Jika contoh kalimat (1) dan (2) menggunakan bentuk ending sebagai penanda aspek keselesaian, berikut contoh lain yang menggunakan bentuk yang berbeda untuk mengungkapkan keselesaian dalam bahasa Korea.

(3) Ǝmsigǝl mɔgɔ bɔryɔtta.

ǝmsik ǝl mɔg- ɔ bɔri- ɔss- da. Makanan p.obj makan perf. perf. dek ‘(saya) sudah memakan habis makanannya.’

Dalam kalimat (3), bentuk keselesaian dinyatakan dengan bentuk -ɔ b-ɔri-. Bentuk ini digunakan untuk menyatakan suatu pekerjaan yang telah selesai dilakukan. Jika diamati, bentuk ini tampak berbeda dari bentuk yang digunakan dalam kalimat (1) dan (2). Jika dalam kalimat (1)

(14)

dan (2) digunakan bentuk ending, maka dalam kalimat ini digunakan bentuk kata bantu khusus. Penjelasan tentang kata bantu khusus dalam bahasa Korea dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.

1.6.4 Ending dalam Bahasa Korea

Telah disinggung sebelumnya, bahwa ada berbagai macam alat untuk mengungkapkan aspek keselesaian, salah satunya ialah dengan menggunakan ending. Dalam buku linguistik Korea Hangukeohak Gaeron, definisi ending, atau yang dalam bahasa Korea disebut ɔmi, adalah komponen penting yang melekat pada akar kata atau ɔgan (Lee & Lee, 2006). Komponen ini dikatakan penting karena mengandung makna dan fungsi tertentu ketika dilekatkan pada akar kata. Untuk lebih memahami konsep ending dalam bahasa Korea dapat melihat contoh kalimat berikut beserta penjelasannya.

(4) Nalssiga jotha. Nalssi ga joh- da cuaca p.sub bagus dek. ‘Cuacanya bagus.’

Pada kalimat (4), kata johda ‘baik, bagus’ terdiri atas dua morfem. Morfem yang pertama adalah joh- dan morfem yang kedua adalah -da. Morfem joh- adalah morfem akar dari adjektiva, sedangkan morfem –da sendiri disebut ending karena sesuai dengan definisinya, morfem ini

(15)

melekat pada akar kata. Morfem -da in digunakan untuk menyatakan kondisi sesuatu pada saat tuturan berlangsung.

Perhatikan juga contoh berikut. (5) Jigǝm dongsɛngi babǝl mɔgɔssɔyo.

Jigǝm dongsɛng i bab ǝl mɔg- ɔss- ɔyo. Sekarang adik p.sub nasi p.obj makan-perf-dek ‘Sekarang adik (sudah) makan nasi.’

Dalam kalimat (5), kata yang digarisbawahi dan dicetak tebal ialah kata mɔgɔssɔyo. Kata ini berasal dari akar verba mɔg- yang berarti ‘makan’. Untuk menjadi mɔgɔssɔyo, akar kata mɔg- diberi ending –ɔss- untuk menyatakan suatu pekerjaan telah selesai dilakukan. Selanjutnya, verba tersebut ditutup dengan ending –ɔyo yang berfungsi untuk menyatakan bahwa bentuk kalimat yang dituturkan adalah kalimat deklaratif atau pernyataan.

(6) Oje biga mani ogo baramdo mani burɔtkuna.. Oje bi ga mani o- go baram do Kemarin hujan p.sub banyak datang dan angin juga mani bur- ɔss- guna..

dengan banyak bertiup lamp. intj.

‘Ternyata kemarin hujan turun dengan deras dan anginpun bertiup dengan kencang.’

Dalam kalimat (6) di atas tampak dua bentuk yang digarisbawahi dan dicetak tebal, yaitu ogo dan burɔssɔyo. Bentuk ogo berasal dari akar

(16)

verba o- ‘datang’ yang diberi ending penghubung verba, yaitu –go. Selanjutnya, kata burɔssɔyo berasal dari akar bur- ‘bertiup, berhembus’ mendapat ending –ɔss- untuk menandakan bahwa kejadian dalam kalimat tersebut berlangsung di waktu lampau serta ending interjeksi –guna untuk mendeskripsikan suatu fakta yang baru diketahui.

Contoh dan penjelasan dari kalimat (3)-(6) diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang konsep ending dalam bahasa Korea. Dari ketiga contoh tersebut dapat dilihat bahwa ending dalam bahasa Korea cukup beragam hingga banyak makna kalimat yang terwakilkan dalam macam-macam ending tersebut.

1.6.5 Kata Bantu dalam Bahasa Korea

Selama ini, kata bantu—sering dikenal dengan istilah auxiliary verb, dalam sejumlah bahasa termasuk dalam pembahasan leksikal. Konsep yang demikian cukup berbeda dengan konsep auxiliary verb atau kata bantu dalam bahasa Korea. Bahasa Korea mengkategorikannya ke dalam pembahasan gramatikal. Ihm, Hong, dan Chang (2001: 339) menjelaskan bahwa kata bantu atau sering disebut sebagai auxiliary verb (bojo yongɔn) dalam bahasa Korea adalah verb yang fungsi dan makna aslinya sebagai verb bebas telah berubah, dan membentuk sesuatu yang baru yang lebih terbatas dan memiliki makna gramatikal.

Dalam bahasa Korea, auxiliary verb ini mempunyai istilahnya tersendiri, yaitu bojo yongɔn. Bojo yongɔn termasuk dalam kategori

(17)

gramatikal karena proses penerapannya dalam suatu tuturan merupakan proses gramatikal—lebih tepatnya adalah proses morfologis. Dalam sebuah tuturan, kata bantu dalam bahasa Korea ini tidak semata-mata berwujud kata yang dapat dimasukkan atau dijajarkan begitu saja di sebelah verb, tetapi membutuhkan sebuah ending tertentu yang terlebih dahulu harus dilekatkan pada verb sebelum selanjutnya diberi kata bantu. Nantinya, masing-masing auxiliary verb ini juga masih dapat dilekati lagi oleh ending-ending tertentu.

Jika dituangkan dalam tabel, maka sejumlah kata yang termasuk dalam kategori auxiliary verb dalam bahasa Korea adalah sebagai berikut.

Tabel1. Tipe dan Bentuk Auxiliary Verb dalam bahasa Korea

Tipe Bentuk Progressive gada, oda, iss-ta, dǝlda

Terminative nɛda, nada, bɔrida, malda, ppajida, chiuda

Donatory juda, dǝrida

Eksploratory Boda Iterative dɛda

Retentive no-tha, duda, gajida Desiderative Sipta

Stative iss-ta, jida

Negative malda, antha, anihada Inability mot-hada,

(18)

dengan kata hada nǝn chehada, -(ǝ)n/ nǝn yanghada, -(ǝ)n/ nǝn chɔk ɔ hada, -(ǝ)l dǝthada, -(ǝ)l pɔnhada, -(ǝ)l

manhada, -gon hada, nǝn gahada, -(ǝ)l kkahada

Jika kata-kata tersebut diwujudkan dalam suatu tuturan, maka contoh penggunaannya adalah sebagai berikut.

(7) Ǝmsigǝl mɔgɔ bɔryɔtta.

ǝmsik ǝl mɔg- ɔ bɔri- ɔss- ta. Makanan p.obj makan perf past. dek ‘(Saya) sudah memakan habis makanannya.’

Dalam kalimat di atas terdapat salah satu bentuk auxiliary verb. Bentuk yang dimaksud adalah bɔrida. Dalam kalimat tersebut, bentuk bɔrida hanya diambil stem-nya saja—yaitu bɔri- --karena stem ini nantinya dilekatkan dengan ending yang sesuai kebutuhan. Bentuk bɔri- dalam kalimat tersebut hadir setelah verba mɔg- ‘makan’. Namun, dalam kalimat tersebut terlihat bahwa bentuk ini tidak disandingkan begitu saja dengan stem mɔg-. Untuk memunculkan makna kalimat yang diharapkan, setelah stem mɔg- diberi ending -ɔ terlebih dahulu. Dengan demikian, makna keselesaian dapat dimunculkan seperti yang terlihat pada contoh kalimat (7) di atas.

Contoh lain dari penggunaan auxiliary verb dalam bahasa Korea adalah sebagai berikut.

(19)

(8) Irǝl da hɛ nɛssɔyo.

il ǝl da ha- yɔ nɛ- ɔss- ɔyo pekerjaan p.obj seluruhnya mengerjakan perf. perf. dek. ‘Saya sudah mengerjakan seluruh pekerjaan.’

Dalam kalimat (8), bentuk auxiliary verb yang digunakan adalah nɛda, dengan stem nɛ-. Bentuk ini, jika dihadirkan dalam kalimat dapat memunculkan makna perfektif. Namun demikian, sama halnya dengan bentuk bɔrida pada kalimat (7), bentuk ini tidak dapat dihadirkan mendampingi verba dengan begitu saja. Dibutuhkan ending tertentu untuk sebelumnya dilekatkan pada stem verba dalam tuturan tersebut. Dengan demikian, makna keselesaian dari verba ha- ‘melakukan’ dapat dimunculkan seperti yang tampak pada kalimat (8) di atas.

Berdasarkan dua contoh kalimat (7) dan (8) tampak cukup jelas kekhasan dari kata bantu atau auxialiary verb dalam bahasa Korea. Selain itu, melalui dua kalimat yang sama juga dapat dilihat cara kata bantu atau auxiliary verb dalam bahasa Korea digunakan.

Jika merujuk pada tabel 1, tampak bahwa ada cukup banyak bentuk kata bantu dalam bahasa Korea. Namun, tidak seluruh bentuk tersebut dapat mengandung makna aspek keselesaian. Hanya ditemukan enam bentuk yang jika disandingkan dengan verba dapat menghasilkan makna keselesaian bagi verba tersebut. Keenam bentuk ini yang diteliti lebih jauh.

(20)

1.6.6 Penerjemahan

Menurut KBBI, pengertian penerjemahan adalah proses, cara, perbuatan menerjemahkan; pengalihbahasaan (2008). Tidak berbeda dengan definisi tersebut, Catford (1978:20) menyatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi tekstual yang sepadan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Untuk menerjemahkan atau mengalihbahasakan ada beberapa cara yang bisa digunakan. Newmark (1988: 45-47) membedakannya ke dalam delapan macam. Berikut penjelasannya.

a. Word for Word Translation

Penerjemahan dengan cara ini susunan kata (word-order) bahasa sumber dipertahankan dan kata-kata dalam bahasa sumber diterjemahkan satu per satu sesuai dengan makna umum, dan tidak mempertimbangkan konteks.

b. Literal Translation

Dalam penerjemahan litteral translation, konstruksi gramatikal bahasa sumber dialihkan ke dalam konstruksi gramatikal bahasa sasaran yang paling mendekati, namun kata-kata leksikalnya masih diterjemahkan secara tunggal, di luar konteks.

c. Faithful Translation

Dalam terjemahan jenis ini, makna kontekstual dialihkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, meskipun dalam keterbatasan

(21)

struktur gramatikal bahasa sasaran. Kata-kata kultural ditransfer dan tingkat ‘ketidaknormalan’ gramatikal dan leksikal tetap terjadi.

d. Semantic Translation

Cara ini mengedepankan nilai-nilai keindahan dari bahasa sumber. penerjemahan model ini lebih fleksibel dengan memberikan ruang bagi kreativitas dan intuisi penerjemahnya.

e. Adaptation Translation

Adaptation Translation adalah cara penerjemahan yang paling bebas yang lazimnya digunakan dalam menerjemahkan drama dan puisi. f. Free Translation

Dalam penerjemahan jenis ini, pesan atau amanat diproduksi ulang, tanpa memperhatikan bentuk dalam bahasa sumbernya. Dengan kata lain, dalam penerjemahan jenis ini, ‘isi’ diterjemahkan tanpa mengikuti ‘bentuk’ sebagaimana dalam bahasa sumber.

g. Idiomatic Translation

Penerjemahan dengan cara ini pesan atau amanat diproduksi ulang dalam bahasa sasaran namun terdapat tendensi distorsi nuansa makna, karena penggunaan idiom yang sebenarnya tidak ada pada bahasa sumber.

h. Communicative Translation

Dalam penerjemahan jenis ini, makna kontekstual Bsu dialihkan sedemikian rupa sehingga pesan dan bahasanya dapat diterima dan

(22)

dapat dipahami oleh pembaca yang menjadi target penerjemahan tersebut.

Di antara delapan cara menerjemahkan yang sudah disinggung di atas, penelitian ini hanya menggunakan dua cara penerjemahan, yaitu word for word translation dan literal translation. Kedua cara ini adalah cara yang cukup sederhana untuk dilakukan dalam usaha menemukan padanan dari penanda gramatikal aspek keselesaian dalam bahasa Korea.

1.6.7 Kesepadanan atau Ekuivalensi

Melalui pendekatan linguistik dan komunikatif, Baker (1992) membedakan kesepadanan atau ekuivalensi ke dalam beberapa tingkatan sebagai berikut.

a. Kesepadanan dalam tingkat kata atau di atas tingkat kata

Kesepadanan ini dapat terjadi dalam penejemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Baker mengakui bahwa dalam pendekatan penerjemahan bottom-up, kesepadanan pada tingkat kata merupakan elemen pertama yang harus dipertimbangkan oleh penerjemah.

b. Kesepadanan gramatikal

Kesepadanan gramatikal dalam hal ini didasari pada kenyataan bahwa setiap bahasa mempunyai kategori gramatikal yang berbeda. Baker menekankan bahwa perbedaan kategori gramatikal tersebut dapat menjadi kesulitan bagi penerjemah untuk menemukan korespondensi langsung dalam bahasa sasaran.

(23)

Pada kenyataannya, menurut Baker perbedaan struktur gramatikal antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dapat menyebabkan terjadinya perubahan cara bagaimana informasi atau pesan disampaikan. Perubahan inilah yang mendasari seorang penerjemah untuk menambah atau mengurangi informasi pada bahasa sasaran sebagai akibat kurangnya alat gramatikal tertentu pada bahasa tersebut. Beberapa alat gramatikal yang bisa menimbulkan permasalahan dalam penerjemahan, menurut Baker antara lain number, kala dan aspek (tense and aspect), voice, person dan gender.

c. Kesepadanan Tekstual

Jika kesepadanan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dilihat berdasarkan informasi dan kohesi, tekstur menjadi fitur yang sangat penting dalam penerjemahan sebab tekstur memberikan panduan dalam pemahaman dan analisis bahasa sumber yang dapat membantu penerjemah untuk menghasilkan teks yang kohesif dan koheren untuk audiens bahasa sasaran dalam konteks tertentu. Dalam menjaga kohesi dan koherensi, seorang penerjemah akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu audiens bahasa sasaran, tujuan penerjemahan, dan jenis teks.

d. Kesepadanan Pragmatik

Kesepadanan pragmatik berkaitan dengan implikatur dan strategi penghindaran (strategies of avoidance) selama proses penerjemahan. Untuk itu seorang penerjemah harus memahami tidak hanya informasi

(24)

yang tersurat, namun juga informasi yang tersirat dalam Bsu untuk dapat disampaikan dengan tepat ke dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini, peran seorang penerjemah adalah menciptakan kembali maksud penulis dalam kultur lain yang berbeda, sehingga pembaca yang menjadi target penerjemahan dapat memahami pesan yang terkandung di dalamnya dengan baik.

1.7 Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian ada tiga tahapan yang pasti dilalui, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan diakhiri dengan tahap penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan ini juga dilalui dalam penelitian tentang aspek keselesaian dalam bahasa Korea ini. Berikut tahap-tahap tersebut.

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data

Data dalam penelitain ini adalah kalimat berbahasa Korea. Kalimat-kalimat tersebut dikumpulkan dari berbagai buku bahasa Korea. Data tersebut dikumpulkan dengan cara memilah-milah kalimat yang mengandung ending dan kata bantu yang mengandung aspek. Selanjutnya, kalimat-kalimat tersebut disalin dan dikelompokkan secara terpisah dalam suatu daftar kalimat untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai kategori yang dikehendaki dalam penelitian ini.

(25)

1.7.2 Tahap Analisis Data

Penganalisisan data dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, dilakukan penelusuran macam-macam pemarkah aspek yang terkandung dalam tiap-tiap data. Pada tahap selanjutnya, pemarkah tersebut ditelusuri dan dicari bentuk beserta variasi-variasinya. Kedua tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik distribusional. Pada tahap ketiga, bentuk-bentuk penanda yang sudah dikumpulkan dicari variasi maknanya dalam bahasa Korea. Untuk tahap keempat, berdasarkan makna yang telah diketemukan, dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, padanan kata tersebut kembali ditinjau maknanya dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat diketahui apakah bentuk aspek tertentu mempunyai padanannya dalam bahasa Indonesia atau tidak.

1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Sebelum membahas tentang cara menyajikan hasil analisis data, perlu diketahui cara-cara menyajikan data dalam penelitian ini. Data dalam penelitian ini berwujud kalimat dan menggunakan bahasa Korea. Demi kemudahan dalam membaca data tersebut, data-data yang ada disajikan dengan menggunakan transliterasi minimalis. Transliterasi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara ortografis dan fonetis. Hal ini dilakukan mengingat ditemukannya sejumlah data yang memiliki perbedaan antara cara baca dan tulisan yang sesungguhnya.

(26)

Penyajian data dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama, data yang berupa kalimat dalam bahasa Korea ditulis sesuai dengan pelafalan. Pada tahap kedua. Kalimat yang sama dituliskan kembali, namun kalimat tersebut ditulis sesuai dengan penulisan aslinya. Selain itu kalimat tersebut dituliskan dengan cara memisahkan bagian per bagian sesuai dengan bentuk morfemnya. Tahap ketiga, masing-masing morfem diterjemahkan secara literal. Pada tahap terakhir, kalimat yang dianalisis diterjemahkan secara harfiah.

Selanjutnya tentang cara menyajikan hasil analisis data. Dalam penelitian ini hasil pengelompokan, pengolahan, dan analisis data disajikan secara formal maupun informal. Secara formal, segala data yang telah diolah dan dianalisis dituangkan hasilnya dalam wujud penjelasan dan penjabaran. Sementara itu, data-data tersebut juga ada yang disajikan dalam wujud informal, yaitu berupa tabel rekapitulasi. Tabel ini berisi pengelompokan data penelitian yang telah dianalisis. Melalui tabel tersebut, pembaca dapat dengan jelas mengetahui peta hasil analisis penelitian ini. Melalui tabel tersebut pula dapat diketahui hasil dari penelitian yang sudah dilakukan ini.

1.8 Sistematika Penulisan

Tesis ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut. Bab 1 terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab 2

(27)

memuat tentang Analisis Bentuk Pengungkapan Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 3, berisi Analisis Variasi Makna Penanda Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 4 berisikan Analisis Penerjemahan Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 5 sebagai bab terakhir berisi Kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang

Adalah Discount Rate yang digunakan untuk membuat Present Value of Cash Inflows sama dengan Initial Investment dari suatu proyek. The

Tuangkan susu bersama foam yang telah dikocok kedalam gelas yang berisi espresso hingga ketinggian mencapai ¾ gelas.. Lalu tuangkan espresso pada gelas yang

Inclu so aunque n os qued emos sólo con sus inqu ebra ntables actos heroi - cos, prescindiendo del modelo pedagógico creado de forma casi esotérica por Karl May ,

Beberapa data yang digunakan dalam Tugas Akhir ini antara lain: data umum pelabuhan pada rute yang telah ditentukan, dimensi kapal dari perusahaan pelayaran

Pada saat ini, saya sedang menulis skripsi berjudul “A Correlation Study between Students’ Majors in Senior High Schools with Achievements and Perspectives on Factors

Dalam mata kuliah basic listening and speaking ini, penu- lis menerapkan pembelajaran aktif menggu- nakan model berbasis masalah yang member- ikan pengalaman otentik pada

Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat