Amalia Sari: Tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam multi level marketing atas USU Repository 2008.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Belakangan

ini

di Indonesia semakin banyak bermunculan

perusahan-perusahan yang menjual produknya melalui Multi Level Marketing

(MLM).

Baik

yang terdaftar sebagai anggota Asosiasi Penjual Langsung (APLI) maupun yang

tidak. Tetapi pada umurnnya yang tidak terdaftar sebagai anggota APLI adalah

perusahaan yang hanya berkedok MLM di mana di dalam menjalankan bisnis nya

cendrung menipu.

Multi Level Marketing atau Sistem Pemasaran BeIjenjang tumbuh dan

mekar di mana-mana serta mengesankan

"idaman masa depan" .

Orang

diajak

percaya bahwa

sukses

dapat dicapai dengan setia menjalankan sistem

ini

dan

semuanya bisa menjadi distributor. Akan tetapi menurut basil penelitian Robert

L.

FitzPatrick, pakar MLM, mengatakan bahwa sistem

ini

menipu karena memanipulasi

kepercayaan umum, kebutuhan sosial dan pribadi dan beberapa kecendrungan

ekonomi yang terlibat dalam MLM temyata tidak dapat memenuhi kebutuhan

pelanggan. Pemasaran beIjalan terus akibat langkanya eveluasi profesional atau

penyelidikan oleh media bisnis yang bereputasi. Sebagai contoh, Banyumas Mulia

Abadi (BMA) yang pemah menghebohkan kota Medan. Fenomena tersebut

merupakan keniscayaan

dari permintaan dan kebutuhan masyarakat ditengah situasi

ekonomi yag serba susah sehingga banyak orang yang memilih bisnis MLM resebut

sebagai alternatif solusi mata pencaharian.

Khusus bagi korban PHI<, pengangguran yang data ekonominya

pas-pasan, sistem MLM dapat dijadikan altematif solusi, meskipun tidak jarang bisnis

ini

juga diminati dan menjadi gaya hidup serta network bagi kaum profesional maupun

menjadi keIja sampingan sehingga banyak orang sukses dengan menjalankan sistem

ini. Disamping itu, kemunculan trend strategi pemasaran didunia bisnis modem

berupa

MLM

memang

sangat

menguntungkan

pengusaha

dengan

adanya

penghematan biaya dalam iklan, promosi dan lainnya. Disamping menguntungkan

para distributor sebagai simsar (makelar) yang ingin bebes keIja.

Namun dalam perkembangannya yang sangat pesat beberapa jenis dan

perusahaan yang menggunakan sistem MLM dapat dipandang sebagai suatu yang

syubbat(meragukan hukum kehalalannya) mengingat tidak sesuai dengan syariah

dalam sistem dan prekteknya sebagaimana yang di fatwakan oleh Dewan Syariah

Partai Keadilan dimana pemah mengeluarkan keputusan tentang syubhatnya Amway

salah satu jaringan perusahaan Amerlka yanmg menggunakan sistem MLM. Sehingga

muncul pertanyaan bagainiana pula dengan MLM lainnya seperti

eN!,

AVON, DXN,

Sara Lee, dan sebagainya dan bagaimana pula dengan perusahaan-perusahaan yang

menggunakan sistem network marketing dengan sistem MLM yang sesuai dengan

prinsip syariah atau menggunakan nama syariah seperti Ahad-Net.

Dari beberapa

hal

tersebutlah menjadi pertimbangan diundangkannya

Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

(9)

berlaku efektif tanggal 20 April tahun 2000. Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dianggap oleh masyarakat merupakan

hal

yang sangat penting karena

merupakan ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen dimana di

Indonesia sendiri perlindungan terhadap konsumen belum memadai.

Seiring dengan beIjalannya proses globalisasi ekonomi yang mana

memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa yang melintasi wilayah

negara sehingga membuat konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang

dan jasa sesuai dengan kebutuhannya membuat konsumen akan menjadi sasaran dan

objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya yang mana

hal

tersebut terkadang membuat dampak negatif untuk

konsumen. Oleh karena itu, perlu upaya yang sungguh-sungguh dalam melihat dan

memanfaatkan era globalisasi ekonomi sehingga perlu ditingkatkan harkat dan

martabat konsumen yang dilakukan melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan,

kepedulian, kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya dan disisi lain perlu

pula ditumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 diharapkan adanya suatu

terobosan baru pada konsumen dimana yang benat-benar memberikan perlindungan

kepada konsumen.

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

(32)

(33)

(34)

(35)

(36)

(37)

(38)

(39)

(40)

(41)

(42)

(43)

(44)

(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(93)

(94)

(95)

(96)

(97)

(98)

(99)

(100)