• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. 1. Kondisi Geografis Desa Klinting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. 1. Kondisi Geografis Desa Klinting"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis Desa Klinting

Desa Klinting secara administratif termasuk berada di wilayah Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas. Desa ini berada di daerah lereng Pegunungan Kendeng dengan luas wilayah desa ini 376.490 Ha dengan ketinggian tanah rata-rata 600 m dari permukaan laut. Curah hujan di desa ini sebesar 2000-3000 meter per tahun, dengan suhu udara rata-rata 24-32 derajat celcius (Data Monografi Desa Klinting Kecamatan Somagede, 2013).

Gambar 3. Peta Wilayah Desa Klinting Sumber: Google Maps

Topografi lahan Desa Klinting beragam dari datar hingga perbukitan dan bergelombang, sedangkan fungsi lahan secara umum berupa pertanian, perkebunan, pemukiman fasilitas umum (balai desa dan pemakaman) dan fasilitas sosial. Terdapat dua aliran sungai yang melintasi Desa Klinting yaitu Sungai Curug Gong dan Sungai Curug Gadung. Adapun batas-batas administrasi desa:

(2)

30

 Sebelah Utara : Desa Somagede dan Desa Kanding  Sebelah Timur : Desa Kemawi

 Sebelah Selatan : Desa Karang Gintung  Sebelah Barat : Desa Tanggeran

Wilayah Desa Klinting dilihat dari batas wilayah sangat berbeda dengan desa lain. Wilayah desa ini terpencar dan dibatasi oleh jalan dan perbukitan dengan desa lain. Desa Klinting di bagi menjadi dua wilayah Rukun Warga (RW) yang tersebar di berbagai wilayah masing-masing RW yaitu terdiri dari sepuluh Rukun Tetangga (RT) yang keseluruhannya berjumlah 20 Rukun Tetangga (RT).

Desa Klinting memiliki 13 tempat ibadah di antaranya berupa 5 Masjid, 6 Mushola dan 1 Pura. Masjid beserta mushola di Desa Klinting berada di bawah binaan Nahdlatul Ulama (NU). Pura di Desa Klinting berada di bawah binaan Parisade Hindu Dharama Indonesia (PHDI), adapun letak tempat ibadah antara lain:

Tabel 3. Lokasi Tempat Ibadah

NO NAMA TEMPAT IBADAH ALAMAT

1 Masjid Al-Huda RT 08 RW 01 Desa Klinting 2 Masjid Nurul Iman RT 02 RW 01 Desa Klinting 3 Masjid Al-Huda RT 05 RW 01 Desa Klinting 4 Masjid Al-Furqon RT 06 RW 01 Desa Klinting 5 Masjid Darussalam RT 05 RW 02 Desa Klinting 6 Mushola Al-Hikmah RT 01 RW 01 Desa Klinting 7 Mushola Lailatul Qodar RT 07 RW 01 Desa klinting 8 Mushola Istiqomah RT 03 RW 01 Desa Klinting 9 Mushola Al-Hidayah RT 04 RW 01 Desa Klinting 10 Mushola Fatimah RT 10 RW 02 Desa Klinting 11 Mushola At-Taqwa RT 09 RW 02 Desa Klinting 12 Mushola Subulussalam RT 03 RW 02 Desa Klinting 13 Pura Pendaleman Giri Kendeng RT 03 RW 02 Desa Klinting

(3)

31 2. Kondisi Demografis Desa Klinting

Pada tahun 2019 jumlah penduduk di wilayah desa ini berjumlah 2.732 jiwa dengan perician 1.360 jiwa laki-laki dan 1.372 jiwa perempuan (proporsi relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan). Luas wilayah administratif desa ini berkisar 3764,9 km2 maka rata kepadatan penduduk berkisar 0,73 jiwa/km2. Jadi desa ini mempunyai kepadatan penduduk yang rendah dan lebih banyak memiliki lahan kosong. Berikut komposisi penduduk Desa Klinting menurut tingkat usia dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 4.Kondisi Komposisi Penduduk

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Prosentase

0-4 tahun 29 40 69 2,53% 5-9 tahun 111 109 220 8,05% 10-14 tahun 113 104 217 7,94% 15-19 tahun 124 96 220 8,05% 20-24 tahun 93 108 201 7,36% 25-29 tahun 102 83 185 6,77% 30-34 tahun 117 130 247 9,04% 35-39 tahun 123 136 259 9,48% 40-44 tahun 121 115 236 8,64% 45-49 tahun 110 102 212 7,76% 50-54 tahun 80 88 168 6,15% 55-59 tahun 80 79 159 5,82% 60-64 tahun 50 65 115 4,21% 65-69 tahun 50 57 107 3,92% 70-74 tahun 37 36 73 2,67% >75 tahun 20 24 44 1,61% Jumlah 1360 1372 2732 100%

Sumber Data: Desa Klinting (Smart Desa Indonesia, 2019)

Penduduk Desa Klinting mayoritas beragama Islam, sebagian beragama Hindu, dan sebagian kecil lagi terdapat Budha dan Kristen. Berikut data pemeluk agama Desa Klinting:

(4)

32

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah Prosentase

1 Islam 1.272 1.272 2.544 93,12%

2 Hindu 85 98 183 6,70%

3 Budha 1 2 3 0,10%

4 Kristen 2 0 2 0,08%

Jumlah 1.360 1.372 2.732 100% Sumber Data: Desa Klinting (Smart Desa Indonesia, 2019)

Dari data tersebut menunjukan bahwa pemeluk agama Islam paling banyak di desa ini dengan lebih 93.12% dari jumlah penduduk dan umat hindu terbanyak kedua dengan 6,7% dari jumlah penduduk serta sebagian kecil ada pada umat Budha dan Kristen. Namun, berdasarkan survai lapangan yang dilakukan peneliti ditemukan adanya perubahan komposisi penduduk berdasarkan agama. Penduduk yang memeluk agama Budha dalam satu KK sudah tidak bekediaman di Desa Klinting dikarenakan pindah tugas sebagai polisi. Penduduk yang memeluk agama Kristen keduanya sudah meninggal di awal tahun 2020. Adanya perbedaan pemeluk agama tidak menimbulkan diskriminasi. Sebaliknya, masyarakat Desa Klinting sangat menjunjung tinggi rasa toleransi dan kerukunan antarumat beragama.

Tingkat pendidikan di Desa Kliting tergolong rendah, karena kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai terutama untuk pendidikan menengah keatas. Fasilitas pendidikan hanya berupa 2 Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD), 2 Taman Kanak-kanak (TK), dan 2 Sekolah Dasar (SD). Berikut data tingkat pendidikan penduduk Desa Klinting:

Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase

1 Tidak/Belum Sekolah 583 21,34%

2 Belum Tamat SD/Sederajat 263 9,63%

3 Tamat SD/Sederajat 1161 42,50%

4 SLTP/Sederajat 464 16,98%

5 SLTA/Sederajat 216 7,91%

6 Diploma I/II 7 0,26%

7 Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 8 0,29%

8 Diploma IV/Strata 1 29 1,06%

9 Strata 2 1 0,04%

10 Strata 3 0 0,00%

Jumlah 2732 100%

(5)

33 Mayoritas tingkat pendidikan di Desa Klinting masih pada tingkat Sekolah Dasar (SD)/Sederajat berjumlah 1.161 dan yang belum tamat sekolah berjumlah 263. Di sisi lain penduduk yang mengakses pendidikan di tingkat menengah pertama dan atas serta Perguruan Tinggi sudah cukup banyak dengan perkiraan hampir 1/3 dari jumlah penduduk. Penduduk desa ini tidak kesulitan dalam mengakses pendidikan karena dalam lingkup kecamatan sudah ada jejang pendidikan sampai tingkat menengah atas. Penduduk yang sudah memiliki tingkat pendidikan tinggi berjumlah 45 orang dari total tingkat Diploma I/II hingga Strata 2.

Pemukiman masyarakat Desa Klinting pada umumnya berupa rumah permanen dengan fasilitas lingkungan berupa sekolah, warung dan tempat ibadah. Kegiatan masyarakat Desa Klinting berpola hidup pedesaan dengan ciri masih bergantung dengan pertanian dan perkebunan. Mayoritas penduduknya bermatapecaharian sebagai petani, sebagian buruh harian lepas, pegawai swasta, wiraswasta dan sebagainya. Aktivitas yang berjalan di desa ini kebanyakan pada sektor informal seperti kegiatan pertanian, perkebunan, perternakan, dan sektor perdagangan. Sektor formal hanya berkembang pada Home Industry, BUMDes dan kegiatan perkantoran instansi pemerintahan desa. Berikut komposisi penduduk Desa Klinting berdasarkan mata pencaharian:

(6)

34

Tabel 7.Komposisi Pendusduk Berdasarkan Mata Pecaharian

No Pekerjaan Jumlah Prosentase

1 Belum/Tidak Bekerja 600 21,96% 2 Mengurus Rumah Tangga 648 23,72%

3 Pelajar/Mahasiswa 364 13,32%

4 Pensiunan 4 0,15%

5 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 7 0,26% 6 Tentara Nasional Indonesia (TNI) 2 0,07% 7 Polisi Republik Indonesia (POLRI) 1 0,04%

8 Perdagangan 4 0,15%

9 Petani/Pekebun 224 8,20%

10 Karyawan Swasta 171 6,26%

11 Karyawan Honorer 1 0,04%

12 Buruh Harian Lepas 176 6,44%

13 Buruh Tani/Perkebunan 338 12,37% 14 Asisten Rumah Tangga (ART) 3 0,11%

15 Tukang Listrik 2 0,07%

16 Tukang Batu 5 0,18%

17 Tukang Kayu 6 0,22%

18 Tukang Las/Pandai Besi 1 0,04%

19 Tukang Jahit 5 0,18% 20 Mekanik 1 0,04% 21 Dosen 1 0,04% 22 Guru 13 0,48% 23 Sopir 9 0,33% 24 Pedagang 45 1,65% 25 Perangkat Desa 12 0,44% 26 Kepala Desa 1 0,04% 27 Wiraswasta 87 3,18% 28 Lainya 1 0,04% Jumlah 2732 100%

Sumber Data: Desa Klinting (Smart Desa Indonesia, 2019)

Komposisi mata pencaharian penduduk didominasi oleh profesi sebagai petani, buruh tani dan buruh harian lepas, di sisi lain juga terdapat penduduk yang berprofesi sebagai wiraswasta dan pedagang. Aktivitas sebagai petani di dorong dengan banyaknya lahan pertanian dan perkebunan di wilayah desa. Komoditas yang ada di Desa Klinting lebih dominan pada komditas pertanian seperti padi, jagung, kedelai, dan komoditas perkebunan seperti kelapa, cengkeh dan lain-lain.

(7)

35 Berikut data mengenai tokoh agama yang ada di Desa Klinting pada tahun 2020 terdapat 10 tokoh agama Islam dan 4 tokoh agama Hindu:

Tabel 8. Tokoh Agama

NO NAMA PERAN

1 Miftahudin Ketua NU Desa Klinting 2 Sudiyah Ketua Fatayat NU Desa Klinting

3 Nurimanuddin Ustadz

4 Muhadiroh Penyuluh Agama Islam

5 Karsim Takmir Masjid

6 Mistar Takmir Masjid

7 Mukhidin Takmir Masjid

8 Tato Takmir Masjid

9 Sukrino, S.Pd. Tokoh Agama Islam

10 Sudar Tokoh Agama Islam

11 Minoto Dharma Ketua PHDI Kab. Banyumas

12 Budi Santoso Pemangku Hindu

13 Slamet Rahardjo Penyuluh Agama Hindu

14 Suminem S.Ag. Guru Agama Hindu

Sumber Data: Desa Klinting

Dua kelompok agama di Desa Klinting masing-masing memiliki tokoh agama yang memimpin umat serta membinannya. Tokoh agama berperan penting dalam meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama di Desa Klinting. Tokoh agama memiliki perannya masing-masing dalam membina umat beragama.

Berikut data mengenai penduduk yang berpindah agama di Desa Klinting pada tahun dari tahun 2016-2020:

Tabel 9. Perpindahan Agama di Desa Klinting dalam 5 Tahun Terakhir

NO NAMA PERPINDAHAN AGAMA ALAMAT 1 Supriono Islam ke Hindu RT 9 RW 2 Desa Klinting 2 Ifa Aulia Hindu ke Islam RT 8 RW 2 Desa Klinting 3 Sapun Sanardi Hindu ke Islam RT 6 RW 2 Desa Klinting 4 Supardi Hindu ke Islam RT 8 RW 2 Desa Klinting

(8)

36

Data tersebut menunjukan bahwa dalam 5 tahun terkahir perpindahan agama di Desa Klinting. Perpindahan lebih banyak yang berpindah dari Hindu ke Islam sebanyak tiga orang dan Hindu ke Islam sebanyak satu orang.

B. Proses Penelitian

Penelitian ini diawali oleh ketertarikan peneliti terhadap sebuah fenomena sosial berupa toleransi dan kerukunan umat beragama di Desa Klinting Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas. Fenomena sosial tersebut bersifat positif dan tentu dapat menjadi contoh untuk daerah lain yang masih banyak terjadi kasus konflik agama baik fisik maupun non-fisik serta diskriminasi terhadap suatu agama. Hal yang menjadi fokus utama di sini adalah tentang kehidupan masyarakat Desa Kliting dalam membangun toleransi dan kerukunan antarumat beragama.

Toleransi dan kerukunan adalah kunci untuk membentuk masyarakat multiagama secara harmonis agar tercipta kestabilan sosial dan terhindar dari konflik. Toleransi dan kerukunan di Desa Klinting sudah lama dibangun sejak zaman dahulu kemudian diwariskan secara turun temurun dan sudah mendarah daging. Masyarakat Desa Klinting sudah mensosialisasikan pemahaman pentingnya toleransi antarumat beragama sudah dari lingkup keluarga. Sejak dalam keluarga anak-anak diberi pemahaman untuk menghormati orang lain yang berbeda agama. Pemuka dari masing-masing agama juga turut ambil bagian untuk selalu mengingatkan pentingnya membangun toleransi dan kerukunan dengan umat agama lain sehingga dapat hidup berdampingan dengan aman dan nyaman. Walaupun saat ini di Indonesia sendiri masih banyak terjadi kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi agama. Masyarakat Desa Kliting tidak terpengaruh sama sekali terhadap berita-berita konflik dan diskriminasi agama yang berada di daerah lain dan tetap membangun kerukunan antarumat beragama. Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana masyarakat Desa Klinting dalam membangun toleransi dan kerukunan umat beragama dari masa dulu hingg masa kini. Ketertarikan peneliti di dasari oleh pemikiran peneliti mengenai asumsi adanya pengaruh berita-berita mengenai konflik agama yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang tentu dapat mempengaruhi interaksi dan harmonisasi kehidupan beragama di daerah lain. Desa Klinting adalah salah satu desa yang dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk tetap pada prinsip toleransi dan kerukunan umat beragama di tengah tren marakanya kasus intoleransi dan diskriminasi umat beragama.

(9)

37 Peneliti mengumpulkan berbagai macam data dan informasi yang dapat mendukung dan atau menjawab tujuan dari penelitian ini. Sumber data dari penelitian ini bersumber dari data primer yang didapatkan dari lapangan dan data sekunder yang bersifat non-lapangan. Dari data-data tersebut dikumpulkan dan harapannya dapat mendukung penelitian ini menjadi sebuah karya tulis skripsi. Peneliti beraharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak terutama secara teoritis, akademis, dan praktis.

Tahap penelitian prasurvai dilakukan pada tanggal 15 November 2019. Pada tahap ini peneliti mencari informasi lebih lanjut mengenai keberagaman agama di Desa Klinting. Peneliti mendatangi Balai Desa Klinting guna memperoleh informasi tersebut. Bapak Hana selaku sekertaris desa membenarkan adanya 4 kelompok agama yang mampu hidup berdampingan secara rukun dan damai. Ketika mendatangi balai desa peneliti juga meminta data pemeluk agama di desa Klinting untuk keperluan penyusunan proposal penelitian skrispi sekaligus menyerahkan surat izin prasurvai kepada sekertaris desa. Selanjutnya peneliti menyusun proposal penelitian dan dijinkan melakukan seminar proposal penelitian pada tanggal 3 Januari 2020.

Tahap penelitian selanjutnya yaitu peneliti melakukan wawancara pada bulan Maret 2020. Peneliti mendapatkan 4 Informan untuk diwawancarai yaitu Bapak Miftahudin, Bapak Minoto Dharma, Bapak Budi Santoso dan Bapak Darmoyo. Informan yang peneliti wawancarai adalah Bapak Miftahudin selaku Ketua NU Desa Klinting dan juga seorang kayim desa. Peneliti mendatangi balai desa untuk mewawancarai beliau di hari Jumat, 6 Maret 2020. Pak Miftahudin menyambut peneliti dengan ramah dan juga menanyakan maksud dan tujuan peneliti datang kesini. Lalu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan datang kesini yaitu untuk meneliti tentang toleransi keagamaan di Desa Klinting ini dan ingin menanyakan beberapa hal dalam wawancara terkait dengan masyarakat desa klinting ini. Hasil wawancara selama satu jam lebih dengan Bapak Miftahudin ditemukan adanya perubahan jumlah pemeluk agama di Desa Klinting. Penganut agama Budha yang berjumlah 3 orang dalam satu KK sudah pindah kependudukannya dari Desa Klinting dan 2 Penganut Kristen Protestan sudah meninggal pada awal tahun 2020. Temuan lain dari wawancara dengan Bapak Miftahudin adalah adanya satu keluarga yang berbeda agama. Pada keluarga yang berbeda yaitu perbedaan antara orang tua dengan anak yang berbeda agama. Orang tua memeluk agama Hindu dan sang anak memeluk agama Islam. Keluarga yang

(10)

38

dimaksud oleh beliau yaitu keluarga Bapak Ratam dan Bapak Nasim. Bapak Miftahudin mengatakan bahwa tidak pernah ada masalah kaitanya dengan perbedaan agama pada internal keluarga tersebut dan juga masyarakat sekitar juga tidak pernah mempermasalahkan adanya perbedaan agama dalam keluarga tetap dihormati sebagaimana mestinya.

Peneliti kembali melakukan wawancara dengan informan lain pada tanggal 15 Maret 2020 menemui Pak Minoto Dharma selaku Ketua PHDI dan Kasi Pemerintahan Desa Klinting serta menyerahkan surat penelitian yang ditujukan untuk PHDI. Ketika wawancara berlangsung Pak Minoto menghimbau peneliti juga turut datang dalam acara Tawur Agung Kesanga yang diselanggarakan pada hari selasa tanggal 24 Maret 2020. Peneliti juga berniat untuk mendatangi acara tersebut sebagai dokumentasi kegiatan keagamaan di Desa Klinting sekaligus melakukan observasi secara mendalam. Setelah selesai mewawancarai Bapak Minoto peneliti melanjutkan ke kediaman Bapak Budi selaku Pemangku umat Hindu namu ternyata beliau sedang tidak berada di rumah dan hanya menemui anaknya saja dan meminta nomor WA pada anaknya. Peneliti kemudian berkunjung ke rumah Bapak Darmoyo selaku umat Hindu yang rumahnya berjarak tidak jauh dengan Bapak Budi. Peneliti menanyakan kesediaan Bapak Darmoyo untuk diwawancarai namun beliau menyarankan untuk nanti malam saja proses wawancaranya sekalian dengan Bapak Budi di kediamanya. Malam harinya setelah waktu sholat maghrib peneliti mendatangi kembali Desa Klinting ke kediaman Bapak Darmoyo dan menemuinya langsung mengatarkan ke rumah Bapak Budi yang berada di sebelahnya. Peneliti mewawancari Pak Budi terlebih dahulu kemudian lanjut mewawancari Pak Darmoyo. Peneliti ketika wawancara juga sambil mengamati keadaan sekitar. Dua jam berlalu untuk mewawancarai Bapak Budi dan Bapak Darmoyo peneliti sudah mendapatkan hasil wawancara sesuai dengan yang diinginkan peneliti.

Keesokan harinya pemerintah Indonesia mengumumkan pademi virus corona dan menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk di rumah saja dan menghimbau untuk social distancing. Peneliti akhirnya memutuskan untuk berhenti terjun lapangan dan menunda semua kegiatan wawancara, observasi, dan dokumentasi selama kurang lebih dua bulan. Peneliti memulai kembali untuk terjun ke lapangan pada bulan Juni 2020 dengan menaati protokol kesehatan pecenggahan Covid-19.

(11)

39 Peneliti menggunakan strategi dengan mendatangi Balai Desa Klinting untuk menemui langsung kepala desa dan meminta izin kembali untuk memawancarai beberapa masyarakat yang menjadi informan utama. Sebelum menemui informan utama peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Sudir selaku kepala desa. Peneliti juga meminta data kependudukan; berdasarkan umur, pendidikan, dan mata pecaharian serta meminta data tempat ibadah yang ada di Desa Klinting kepada sekertaris desa. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Bapak Sudir ini adalah untuk menvalidasi temuan-temuan yang peneliti dapatkan ketika mewawancarai 4 informan utama sebelumnya. Temuan tersebut dibenarkan oleh Bapak Sudir dari hubungan antar kedua kelompok agama yang rukun, cara menjaga toleransi hingga keluarga yang berbeda agama. Menurut penuturan Bapak Sudir toleransi di Desa Klinting dapat terjaga dikarenakan masyarakatnya yang tidak melakukan kegiatan politik praktis sehingga kepentingan-kepentingan politik praktis dengan membenturkan keduan kelompok agama tidak pernah terjadi. Masyarakat Desa Klinting lebih suka hidup aman, nyaman dan tentram sehingga dapat melaksankan ibadah secara khusyuk. Setelah selesai mewawancarai Bapak Sudir peneliti melajutkan dengan melakukan observasi secara umum dengan mengelilingi desa dan mengamati kegiatan masyarakat sehari-hari sambal menanyakan kediaman Bapak Nur Iman dan Bapak Tugiman untuk hendak diwawancarai.

Peneliti berkunjung terlebih dahulu ke kediaman Bapak Nur Imanuddin dan meperkenalkan diri maksud dan tujuan peneliti datang menemui beliau. Setelah diizinkan peneliti memulai wawancara kepada Bapak Nur Imanuddin. Beliau menyampaikan bahwa toleransi di desa ini memang sudah baik sejak zaman dahulu tidak pernah ada konflik sepanjang ini. Antar kelompok agama saling membantu satu sama lain untuk segi kemasyarakatannya saja. Pada segi peribadatan dilakukan secara masing-masing kelompok agama. Tidak pernah adanya paksaan dalam menolong kelompok agama lain semua dilakukan atas kesadaran diri sendiri dan sebagai sesama manusia. Satu jam berlalu proses wawancara peneliti kemudian izin pamit dari kediaman Bapak Nur Imanuddin dan kemudian berlanjut ke kediaman Bapak Tugiman selaku perwakilan sebagai umat Islam.

Peneliti kembali melakukan observasi sederhana ketika hendak menuju ke kediaman Bapak Tugiman. Sesampainya di kediaman Bapak Tugiman peneliti memperkenalkan diri dan mengemukakan maksud serta tujuan datang kesini. Setelah diizinkan oleh beliau, peneliti memepersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan

(12)

40

wawancara. Proses wawancara berlangsung kurang lebih 1 jam dari situlah ditemukan suatu penyataan dari Bapak Tugiman selaku umat Islam dan guru PNS Sekolah Dasar (SD). Beliau mengatakan bahwa toleransi di Desa Klinting sudah sangat baik kedua kelompok agama saling menghormati satu sama lain. Penanaman toleransi sudah berasal dari lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat sehingga sudah mendarah daging. Bapak Tugiman selaku guru kelas 5 SDN 1 Klinting selalu mengingatkan kepada murid-muridnya untuk selalu menghormati perbedaan agama yang ada tentu dengan contoh yang sederhana untuk kalangan murid SD. Beliau juga menyatakan bahwa pendidikan agama di lingkungan sekolah sudah baik. Baik murid beragama Islam dan Hindu sama-sama mendapatkan pendidikan agama dan terdapat juga guru agama yang mengajar. Bapak Tugiman sangat antusias dalam menjawab pertanyaan sehingga peneliti dapat dengan mudah mengembangkan alur wawancara dan mendapatkan banyak data yang diinginkan.

C. Karakteristik Informan

Karakteristik informan ini dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas karakter dan identitas informan yang menjadi subjek penelitian. Subjek penelitian yang berbeda-beda dapat diperoleh informasi atau jawaban yang berberbeda-beda pula dalam pembahasan yang sama. Informan dalam penelitian ini diambil sebanyak 7 infoman yang terdiri dari enam informan utama dan satu informan pendukung yang merupakan Kepala Desa Klinting. Pemilihan informan utama diambil dari masing-masing umat beragama di Desa Klinting yaitu tiga dari umat Islam dan tiga dari umat Hindu. Masing-masing informan dari prespektif yang berbeda yaitu sebagai ketua organisasi keagamaan, pemuka agama, dan umat sehingga mendapatkan informasi dari kacamata yang berbeda.

(13)

41 a. Informan Utama

Tabel 10. Karateristik Informan Utama

No Nama Kelamin Jenis (Tahun) Umur Agama Keterangan 1 Minoto Dharma Laki-Laki 42 Hindu Ketua PHDI Cab. Banyumas 2 Budi Santoso Laki-Laki 38 Hindu Pemangku Hindu 3 Darmoyo Laki-Laki 41 Hindu Umat Hindu 4 Miftahudin Laki-Laki 52 Islam Ketua NU Desa Klinting 5 Nurimanuddin Laki-Laki 42 Islam Ustadz

6 Tugiman Laki-laki 43 Islam Umat Islam Sumber: Wawancara dan Observasi Peneliti

Dari tabel 7 tentang karakteristik informan utama di atas dengan penggunaan nama asli informan, berikut adalah deskripsi masing-masing dari informan utama:

1. Minoto Dharma

Minoto Dharma adalah Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) cabang Kabupaten Banyumas beliau juga sebagai pamong desa sebagai Kasi Pemerintahan di Desa Klinting. Beliau merupakan orang asli Desa Klinting dan sudah sejak lahir berkediaman di Desa Klinting tepatnya 42 tahun lamanya sesuai dengan umur beliau. Bapak Minoto Dharma memiliki rambut cepak hitam agak bergelombang, tidak terlalu tinggi, berbadan kurus, berkulit sawo matang, pendidikan terkahir beliau adalah SLTA. Peneliti mewawancarai Pak Minoto sebagai sasaran informan utama karena beliau merupakan Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia cabang Kabupaten Banyumas dan sekaligus menjabat sebagai Kasi Pemerintahan di Desa Klinting.

2. Budi Santoso

Budi Santoso adalah Pemangku Agama Hindu di Desa Klinting, beliau juga orang asli Desa Klinting sejak lahir teapatnya 38 tahun lamanya sesuai dengan umur beliau. Bapak Budi Santoso memiliki rambut cepak hitam lurus kaku, cukup tinggi, berbadan ideal, kulit sawo matang. Pendidikan terkahir SLTA dan pekerjaan beliau adalah swasta lebih tepatnya sebagai pedagang celana jeans mendistribusikannya ke pasar-pasar yang ada di Kabupaten Banyumas. Peneliti mewawancarai Pak Budi sebagai informan utama karena beliau merupakan Pemangku Agama Hindu atau Pemuka

(14)

42

Agama Hindu di Desa Klinting. Beliau juga aktif di kegiatan Forum Kegaiatan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas.

3. Pak Darmoyo

Darmoyo merupakan umat agama Hindu yang ada di Desa Klinting, beliau juga orang asli Desa Klinting sejak lahir tepatnya 41 tahun lamanya sesuai dengan umur beliau. Bapak Darmoyo memiliki rambut hitam lurus poni rambut menyamping kearah kanan, tidak terlalu tinggi, berbadan kuruss kulit sawo matang. Pendidikan terakhir SLTP dan pekerjaan beliau adalah sebagai seorang petani. Peneliti mewawancarai Pak Darmoyo sebagai informan utama karena beliau merupakan umat beragama Hindu dan beliau juga aktif di kegiatan keagaamaan maupun kegiatan kemasyarakatan. Beliau juga pernah aktif di kegiatan Forum Keagamaan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas.

4. Miftahudin

Miftahudin adalah Ketua Nahdlatul Ulama (NU) ranting Desa Klinting, beliau juga sebagai pamong desa di Desa Klinting sebagai Kasi Pelayanan atau dapat disebut juga Kayim. Beliau merupaka penduduk asli Desa Klinting sejak lahir tepatnya 52 tahun lamanya sesuai dengan umur beliau. Bapak Miftahudin memiliki rambut pendek sudah beruban dan lurus, tidak terlalu tinggi berbadan cukup berisi kulit sawo matang dan berpendidikan terakhir SMA. Peneliti mewawancarai Pak Miftahudin sebagi informan utama karena beliau merupakan Ketua NU ranting Desa Klinting dan sebagai pamong desa Kasi Pelayanan atau Kayim.

5. Nurimanuddin

Nur Imanuddin adalah ustadz atau pemuka agama Islam di Desa Klinting, beliau menjadi ustadz karena memiliki latar belakang pendidikannya di pondok pesantren di Yogyakarta. Beliau lahir di Desa Klinting dan sempat pindah ke Desa Somagede selama beberapa tahun dan sempat juga tinggal di luar kota untuk menempuh pendidikan SLTA sekaligus menempuh pendidikan ilmu agama Islam di pondok pesantren. Setelah selesai dalam pendidikannya Nur Imanuddin kembali lagi ke Desa Klinting untuk menjadi seorang Petani dan seorang ustadz untuk menyebarkan dakwah Islam. Bapak Nur Imanuddin memiliki rambut panjang sampai bahu dan

(15)

43 bergelombang, tidak terlalu tinggi berbadan kurus kulit sawo matang dan bependidikan terkahir MA. Beliau aktif di kegiatan FKUB baik di desa maupun di kabupaten serta beliau juga merupakan pengurus NU Desa Klinting.

6. Tugiman

Tugiman adalah salah seorang pemeluk Islam di Desa Klinting yang berprofesi sebagai guru PNS SDN 1 Klinting, beliau merupakan guru kelas yang setiap harinya mengajar anak-anak baik yang beragama Islam maupun Hindu. Beliau lahir di Desa Klinting dan sempat merantau ke Purwokerto untuk kuliah dan Jakarta untuk bekerja kemudian beliau kembali lagi ke Desa Klinting untuk menjadi guru SDN 1 Klinting. Bapak Tugiman memiliki rambut pendek plontos, tidak begitu tinggi berbadan berisi dan tegap kulit kuning langsat berpendidikan terakhir S1.

b. Informan Pendukung

Tabel 11. Karakteristik Informan Pendukung

No Nama Jenis Kelamin (Tahun) Agama Umur Keterangan 1 Sudir Laki-Laki 67 Islam Kepala Desa Klinting

Sumber: Wawancara dan Observasi Peneliti

Dari tabel 8 tentang karakteristik informan pendukung di atas dengan menggunakan nama asli, berikut adalah deskripsi dari informan pendukung:

1. Sudir

Sudir merupakan Kepala Desa selama dua periode di Desa Klinting, beliau sedang menjalani periode kedua yang sudah berlangsung 2.5 tahun. Beliau lahir di Desa Klinting dan tinggal menetap di desa selama 67 tahun. Bapak Sudir ini memiliki rambut cepak lurus hitam, tidak terlalu tinggi, berbadan kurus dan berkulit sawo matang, pendidikan terkahir SMA.

Ketidaksediaan informan lain yang sudah dipilih oleh penulis disebabkan karena adanya pandemi Covid-19. Penulis akhirnya memutuskan hanya mengambil satu informan pendukung yang bersedia sebagai validasi karena kendala tersebut.

(16)

44

D. Kerukunan Antarumat Beragama Masyarakat Desa Klinting

Sejak zaman dahulu Desa Klinting sudah memiliki keragaman dalam segi agama dan kepercayaan. Sebelum agama Hindu masuk ke desa, masyarakat sebagian ada yang memeluk kepercayaan yang disebut Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Wayah Kaki1. Dari zaman dulu pun ketika HPK Wayah Kaki masih ada tetap menjaga toleransi dan kerukunan umat beragama. Menurut penuturan Bapak Miftahudin Agama Hindu masuk ke Desa Klinting sendiri sekitar tahun 1980an dengan dasarnya UU tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama tahun 1965 yang mengharuskan Warga Negara Indonesia (WNI) memilih salah satu agama resmi di Indonesia. Penganut Wayah Kaki di Desa Klinting lantas serempak berpindah ke salah satu agama yaitu agama Hindu dan sebagian kecil berpindah ke Agama Islam. Agama Hindu di pilih karena masih mirip bentuk peribadatannya dengan kepercayaan Wayah Kaki.

Kondisi geografis pegunungan tentu merupakan tempat yang cocok untuk kediaman umat Hindu. Umumnya umat Hindu terutama di Pulau Jawa membentuk pemukiman di perbukitan atau pegunungan yang pada intinya adalah tempat yang tinggi. Dikarenakan memang umat Hindu yang sekarang merupakan perpindahan dari kepercayaan Kejawen Wayah Kaki. Sehingga kebanyakan dari umat Hindu di Kabupaten Banyumas bertempat tinggal di daerah pegunungan atau perbukitan. Tidak hanya di Desa Klinting saja hampir semua umat Hindu yang menjadi minoritas di daerah masing-masing kebanyakan bertempat tinggal di pegunungan dan perbukitan. Pada dasarnya sama, yaitu mereka dulunya merupakan penganut kepercayaan lokal yang didesak oleh pemerintah kala itu untuk memilih salah satu agama resmi di Indonesia. Agama Hindu dipilih karena dianggap masih atau hampir mendekati dalam hal peribadatan dengan ritual kepercayaan. Kebanyakan penganut kepercayaan di Indonesia berbondong-bodong berpindah ke agama Hindu.

Pegunungan dan perbukitan dipilih karena berdasarkan kepercayaan umat Hindu bahwa semakin tinggi tempat semakin dekat dengan dewa-dewa. Sehingga dalam beribadah terutama dalam bertapa mereka lebih banyak menepati gunung atau bukit.

1 Wayah Kaki berasal dari bahasa jawa, yang jika diterjemahkan secara harafiah berarti cucu kakek yang berarti Eyang Semar. Wayah Kaki merupakan salah satu aliran kepercayaan lokal kejawen yang berpusat di Desa Karang Cengis, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Penganutnya biasa melakukan peribadatan di Gunung Srandil setiap Selasa dan Jumat Kliwon

(17)

45 Mereka lebih nyaman untuk tinggal di daerah pegunungan dan perbukitan karena bisa lebih bersatu dengan alam. Pada dasarnya ajaran agama Hindu adalah untuk hidup berdampingan dengan alam yang sudah di berikan oleh dewa kepada manusia. Dalam membangun pemukiman umat Hindu kebanyakan berpusat di sekitaran tempat ibadah Pura. Sama halnya umat Hindu di Desa Klinting kebanyak mereka bertempat tinggal di sekitaran Pura Pendaleman Giri Kendeng.

“Karena dulu wayah kaki, ya ibaratnya ketua paguyubannya wayah kaki itu kan. Dulu kan dari pemerintah agar penghayat kepercayaan kan bernaung di salah satu agama. Jadi dengan kesadaran sendiri, ya mungkin yang selaras dengan tata cara, adat tradisi wayah kaki mungkin salah satunya adalah hindu. Jadi terserah si ini penganutnya bernaung disalah satu agama mana yang paling cocok, kebetulan yang di sini ke Hindu” (BD, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Sejarah keagamaan di Desa Klinting tidak bisa dipastikan secara rinci karena tidak ada peninggalan berupa babad tulisan mengenai cerita lengkapnya. Sejarah hanya berdasarkan cerita yang diwariskan dan diceritakan secara turun temurun ke anak serta cucu. Sejarah agama Islam di Desa Klinting sendiri juga tidak diketahui secara rinci. Berdasarakan pengetahuan Pak Miftahudin masyarakat Desa Klinting sudah memeluk agama Islam sejak era kolonial Belanda namun masih mengkolaborasikan dengan nilai-nilai kejawen. Datangnya santri-santri pondok NU untuk berdakwah di Desa Klinting yang membuat masyarakat sudah berangsur meninggalkan nilai-nilai kejawen. Pada akhirnya mayoritas masyarakat Desa Klinting memeluk agama Islam dengan binaan organisasi NU.

Berdasarkan dari pernyataan Pak Miftahudin di Desa Klinting dulunya hanya terdapat umat Islam dan umat HPK Wayah Kaki saja itu pun masih tetap umat Islam yang menjadi agama mayoritas di desa. Pembangunan tempat ibadah Pura yaitu 2 tahun tepatnya di tahun 1984 setelah pindahnya umat HPK Wayah Kaki ke agama Hindu. Begitupun dengan penganut HPK Wayah Kaki dengan kesadaran diri berpindah ke agama Hindu. Berikut pernyataan Pak Miftahudin selaku Ketua NU dan Pamong Desa Klinting.

“Kalo Hindu datang ke sini berkisar tahun 80an ke sini, dulunya kan dulu di sini tuh bukan hindu adanya HPK (Himpunan Pengahayat Kepercayaan) yang ke Srandil kalo malem jumat kliwon. Dulu kan pernah ada isu mau gak ada kepercayaan gitulah, trus aturan bupati kalo gak salah tahun berapa itu pas bupatinya Pak Rudjito itu harus plus agama gak boleh kepercayaan tok nah larinya trus ke hindu, trus dikirim guru agama Hindu dari yayasan

(18)

46

hindu dua orang trus dibikin puranya” (MFT, Jumat, 6 Maret 2020, Desa Klinting)

Perpindahan agama tersebut tidak ada kendala dan tidak menjadi masalah, masyarakat Muslim di Desa Klinting tetap menghormati perpindahan tersebut. Didatangkannya dua orang guru agama Hindu dari organisasi keagamaan Parisade Hindu Indonesia menandakan masuknya secara resmi agama Hindu di Desa Klinting. Para penganut HPK Wayah Kaki di Desa Klinting kemudian berpindah secara resmi keagama Hindu dan mempelajarinya. Toleransi dan kerukunan antarumat beragama di desa ini tetap masih di jaga sepenuhnya. Peribadatannya pun tidak ada unsur paksaan tetap saling menghormati satu sama lain. Sudah menjadi kebiasaan yang melekat dari masyarakat Desa Klinting untuk menghormati perbedaan agama yang ada. Hal tersebut sudah diwariskan secara turun temurun di dalam keluarga, sudah ada sejak zaman dahulu dan melekat pada hati nurani masing-masing individu di Desa Klinting.

“Ya masalah kerukunan ya tentunya warisan lah jadi di sini kan memang dari dulu warisan memang dari dulu seperti itu. Kegotong-royongan dan lain sebagainya” (DMRY, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

“Kalau untuk menumbuhkan itu timbul dari nuraninya masing-masing disisi lain ada dari pemuka pemuka agama itu juga mengharapkan adanya saling hormat menghormati saling tolong menolong dan bekerja sama dalam menjalankan ibadahnya masing-masing itu tidak ada unsur pakasaan terusan dan lain sebagainya lah. Jadi rasa keharmonisannya dalam menjalankan ibadah kan jadi terlihat indah gitu. Indah dalam artian disitu saling bekerja sama seperti itu walaupun beda agama tapi itu tidak memandang dan lain sebagainya” (MNT, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting)

Perbedaan agama tidak menjadi kendala masyarakat Desa Klinting dalam berinteraksi yang mana mereka tetap berkumpul ketika ada acara, ketika yang umat Islam mempunyai acara umat Hindu diundang begitu pun sebaliknya. Dari saling mengundang dalam acara satu sama lain, namun dengan tidak mengikuti ritual keagamaanya jika berbeda agama, hanya sebatas ikut berkumpul saja. Masing-masing umat tetap menghormati antara satu dengan yang lainnya tanpa harus mengikuti semuanya, karena pada dasarnya makna toleransi adalah menghormati perbedaan bukan mengikuti semua perbedaan yang ada. Menurut Umar Hasyim (1979) toleransi yaitu pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan atau mengatur hidupnya dan menentukan

(19)

47 nasibnya masing-masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Toleransi juga bermakna adanya batas ukur baik penambahan maupun pengurangan yang masih pada batas sesuai dengan hukum agama. Dalam keseharianya masyarakat masih seperti biasa seperti tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain semua dianggap sama tanpa adanya diskriminasi. Masyarakat Desa Klinting juga menganggap bahwa toleransi merupakan warisan budaya yang harus dijaga dan kemudian diwariskan kembali pada generasi berikutnya.

“Ya biasa lah mas, masih tegur sapa, gotong royong, kalo ada ini ya biasa lah. Ya biasa lah mas di sini masih aman gak ada jarak kalo untuk itu kerukunan dan kegiatan sehari-hari. Bedanya palingan di acara keagamaan istilahnya kalo untuk kegiatan sehari-hari ya kebutuhan sosial ibaratnya” (DRMY, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia sendiri sudah sangat memperihatinkan khususnya pada segi agama, dengan banyaknya muncul isu-isu intoleransi dan banyaknyanya kasus-kasus intoleransi di beberapa daerah di Indonesia menyebabkan negara ini dilanda krisis toleransi dan kerukunan umat beragama. Berdasarkan pernyataan dari Koordinator Program Imparsial Adimanto Putra (2019) bahwa terdapat 31 kasus intoleransi atau pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Jenisnya beragam, mulai dari pelarangan pendirian tempat ibadah, larangan perayaan kebudayaan etnis, perusakan tempat ibadah hingga penolakan untuk bertetangga terhadap yang tidak seagama. Hal itu diungkapkan pada Konferensi pers Imparsial di kantornya yang berada di Jakarta dikutip dalam artikel berita Gatracom (2019). Di sisi lain Desa Klinting sendiri tidak terpengaruh oleh kasus-kasus intoleransi yang ada di Indonesia pada saat ini. Masyarakat Desa Klinting sendiri tetap mejaga rasa persatuan dan kesatuan antarumat beragama yang ada. Umat beragama di Desa Klinting sendiri selalu menjaga rasa kerukunan dan toleransi sebagai suatu kebiasaan yang sudah melekat pada mereka. Berikut pernyataan Pak Minoto selaku Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) cabang Kabupaten Banyumas.

(20)

48

“Kalo menurut saya sendiri itu tidak ada permasalahan, maksudnya dari segi kerukunan ya saling membantu lah, saling menghormati. Kaitannya dengan pekerjaan itu tidak ada tendensi, tendensi tentang agama itu untuk pekerjaan itu kiranya gotong royong itu berjalan masih bagus. Kalo pun hari raya pun seperti itu sih” (MNT, Sabtu 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Umat beragama sudah seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kerukunan sehingga dapat mencipatakan suasana masyarakat yang harmonis dan terbebas dari konflik agama. Perbedaan agama bukan menjadi suatu permasalahan, justru perbedaan agama bisa memperindah masyarakat dalam kehidupan sosial. Berdasarkan perbedaan inilah masyarakat dapat mempelajari antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menerima segala sesuatu yang berbeda. Interaksi antarumat beragama yang terjalin di Desa Klinting sendiri sangatlah baik tidak adanya hal yang membeda-bedakan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Berikut pernyataan yang diungkapkan Pak Miftahudin selaku Ketua NU ranting Desa Klinting.

“Ya bagus, gak ada dan gak pernah ada provokasi semacam itu. Kalau diwilayah saya dekat saya itu satu keluarga ada yang Hindu ya tetap dihormati kalau ada acara pun tetap diundang beliau pun tetap mau datang. Kalau beliau pun punya acara tetap yang islam diundang cuma kalau ada ritualnya gak ikut” (MFT, Jumat, 6 Maret 2020, Desa Klinting).

Hubungan kerjasama antarumat beragama merupakan hubungan sosial antarmanusia dan dalam agama manapun diperbolehkan untuk tetap beruhubungan sebagai sesama manusia. Pada prinsipnya manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, maka penting untuk membangun toleransi dan kerukunan umat beragama. Masyarakat desa Klinting selalu mengupayakan agar tidak adanya konflik yang terjadi di tengah masyarakat dan terbukti memang desa ini tidak pernah terjadi adanya konflik agama.

“Kalo di sini belum pernah terjadi konflik apalagi menjelek-menjelekan ABCannya gitu nggak pernah oh malah belum ada sama sekali seperti konflik-konflik yang timbul di desa ini itu tidak ada” (MNT, Sabtu, 15 maret 2020, Desa Klinting).

“Belum pernah, mengalir lah biasa-biasa saja gak ada yang terlalu diributkan, gak ada masalah-masalah yang serius, itukan kehidupan beragama” (DRMY, Sabtu 15 Maret 2020 Desa Klinting).

Kegiatan bersama antarumat beragama selalu dilakukan oleh masyarakat ada berbagai macam kegiatan lintas yang di adakan di setiap tahunnya. Kegiatan Tawur

(21)

49 Agung Kesanga2 yang diadakan oleh umat Hindu menjadi kegiatan peringatan untuk menyambut hari raya nyepi, kegiatan ini juga mengundang dari lintas agama untuk menyaksikan sebagai tamu. Tawur Agung Kesanga ialah kegiatan yang dilaksanakan setiap satu hari sebelum hari raya Nyepi. Keunikan yang ada di Desa Klinting pada tidak hanya dihadiri oleh umat Hindu saja namun dihadiri oleh kalangan umat Islam juga.. Tujuannya mengundang dari lintas agama adalah untuk tetap menjaga silahturahmi antarumat beragama dan juga supaya umat lintas agama mengetahui bagaimana kegiatan umat agama Hindu. Menurut Pak Minoto sendiri hal itu dilakukan dengan sengaja mengundang dari lintas agama untuk mengetahui kegiatan umat agama Hindu di Desa Klinting. Harapannya umat dari lintas agama mengetahui prosesi peribadatan umat Hindu yang nantinya menimbulkan rasa kebersamaan dan rasa saling menghargai antarsesama umat beragama.

“Kalo di perayaan umat Hindu itu kan ada kegiatan Tawur Agung Kesanga. Tawur Agung Kesanga itu biasanya itu dilaksanakan dengan lintas agama. Dikegiatan Tawur Agung Kesangan itu saya melibatkan orang-orang Muslim juga pokoknya berbagai lintas agama di situ kan banyak sekali media-media yang meliput. Karena kegaiatan saya itu tidak memandang suku, ras, agama tapi bagaiaman kita menumbuh kembangkan budaya yang ada dan meningkatkan kebersamaan di desa” (MNT, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Umat Islam ikut ambil bagian dalam membantu persiapan acara Tawur Agung Kesanga. Umat Islam membantu hal-hal yang sifantnya kebersamaan yaitu seperti membantu dalam pembuatan ogoh-ogoh, kebersihan, dan keamanan. Hal itu dilakukan atas dasar ikatan sebagai sesama masyarakat desa dan secara sukarela. Hubungan antar sesama umat beragama inilah yang sesuai dengan konsep ajaran Tri Hita Karana dalam agama Hindu yaitu menyelarasakan hubungan tiga elemen, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta (Suanda, 2013). Pelaksanaan persiapan ini lebih ditekankan pada hubungan antar sesama manusia dengan tidak memandang suku, ras, agama dan golongan.

2 Tawur Agung Kesanga adalah upacara Butha Yadnya yang dilakukan untuk kesejahteraan alam. Upacara Tawur Agung Kesanga dilakukan sehari sebelum hari raya Nyepi. Tujuannya untuk melepaskan sifat-sifat serakah manusia.

(22)

50

Gambar 4. Kegiatan Tawur Agung Kesanga tahun 2018 Sumber: Dokumentasi PHDI Banyumas

Banyak kegiatan-kegiatan kebersamaan antarumat beragama diselanggarakan oleh masyarakat. Mereka menganggap dengan kegiatan seperti ini mengharapkan kedepannnya toleransi dan kerukunan antar sesama umat beragama tetap terjaga. Diharapkannya masyarakat dapat tetap tenang walaupun sedang disuguhkan dengan isu-isu intoleransi di Indonesia. Berdasarkan dari cara berinteraksi dalam masyarakat dan pola pikir serta pedoman dalam bermasyarakat mereka mengamalkan nilai-nilai pluralitas. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui secara detail menganai definisi pluralitas itu sendiri. Mereka mengetahuinya sebatas karena itu adalah hal yang harus dilaksanakan untuk kehidupan bermasyarakat jadi sekadar mempraktekannya saja karena dianggap penting dalam kehidupan mereka.

Adanya titik singgung antara Umat Islam dengan umat Hindu di Desa Klinting yaitu karena adanya mayoritas umat Islam mengikuti paham Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi NU memiliki paham masih melestarikan tradisi-tradisi nusantara yang sudah ada selama ini. Tradisi-tradisi tersebut memiliki kesamaan dengan tradisi agama Hindu karena pada dasarnya tradisi Islam di Indonesia adalah hasil penggabungan tradisi Hindu yang di konversikan dengan ritual doa Islam. Terdapat persamaan dalam tradisinya namun berbeda dalam ritual doa serta tidak adanya sesaji pada tradisi Islam Nusantara. Sesaji diganti sebagai makanan untuk para tamu undangan sebagai perlambang rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah. Persamaan itulah yang membuat adanya toleransi diantara umat Islam dan umat Hindu di Desa Klinting.

(23)

51 Masyarakat Desa Klinting melihat bahwa hubungan antarumat beragama selama ini dengan menjadikan agama sebagai dasar dalam kehidupan rukun dan teratur. Kehidupan beragama saat ini adalah bagaimana seorang beragama bisa mendefinisikan dirinya di tengah agama-agama lain. Secara garis besar pluralitas di masyarakat Desa Klinting menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, dan perlu adanya keterlibatan aktif dan interaksi positif terhadap kenyataan majemuk itu. Masyarakat Desa Klinting memahami tentang nilai-nilai pluralitas walaupun tidak mengetahui makna kata pruralitas itu sendiri. Mereka paham bahwa pemeluk agama bukan hanya mengakui keberadaan dan hak agama lain saja, tapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan yang berguna untuk tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan. Buktinya masyarakat Desa Klinting yang mayoritas pendidikannya masih rendah bisa mengimplentasikan nilai-nilai pluralitas dengan baik karena hal itu sudah membudaya dan diwariskan antargenerasi.

Perbedaan agama yang terjadi di Klinting bukanlah halangan untuk membangun hubungan persaudaraan antar umat beragama. Hal ini di karenakan adanya persamaan adat dan budaya setempat yg mempertahankan persatuan. Kerukunan yang dibangun oleh masyarakat Desa Klinting dikarenakan adanya penerapan nilai-nilai pluralitas yang didasari oleh adanya budaya jawa yang selalu bertutur kata dengan baik pada orang lain. Sehingga kesalahpahaman dalam berinteraksi dapat diminimalisir tentu berbading lurus dengan rendahnya sentimen dan konflik antar sesama umat beragama. Tentu dapat menjadi hal yang baik untuk kedepannya dalam memelihara kerukunan dalam masyarakat yang memiliki berbagai kelompok agama. Kondisi dimana kelompok agama menjadikan kelompok agama lain sebagai rekan untuk hidup berdampingan dalam masyarakat. Ketika dalam masyarakat inilah interaksi antar umat beragama menjadi suatu hal yang sangat penting. Interaksi tersebut terdapat suatu pertukaran sosial yang terjadi baik secara fisik maupun non-fisik. Inilah yang menjadi dasar masyarakat Desa Klinting dalam bersikap toleransi antar sesama umat beragama. Hal-hal seperti ini terlihat sederhana namun memiliki dampak yang besar dalam keberlangsungan kerukunan beragama.

Hubungan antara umat Islam dan Hindu sudah terbina dengan baik sejak zaman dahulu ketika agama Hindu masuk ke Desa Klinting. Sebagai bukti bahwa pemukiman-pemukiman masyarakat tidak di kelompokan sendiri-sendiri namun

(24)

52

dicampur menjadi satu. Tidak terdapat sekat yang khusus dalam berinteraksi antar sesama umat. Interaksi yang terjalin antara umat Islam dan Hindu di desa ini sangatlah baik. Menurut Pak Minoto Dharma sebagai ketua PHDI Kabupaten Banyumas, tidak ada masalah sama sekali di desa ini dalam berinteraksi saling menghormati satu sama lain dan saling tolong-menolong.

“Kalo disini tuh bagus, kaitannya dengan itu kan senang tolong menolong saling bantu terusan saling menghormati” (MNT, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Sudah menjadi kebiasaan di desa ini antara umat Islam dan umat Hindu bertempat tinggal bersebelahan dan tidak ada masalah sama sekali. Kesehariannya selalu bertegur sapa saling berkunjung kekediamananya. Jika salah satu ada yang sakit pasti selalu menengok tanpa ada membeda-mbedakan agamanya. Ketika salah satu umat meninggal, umat yang berbeda agama tersebut juga mengunjungi dan mendoakan dengan caranya masing-masing. Kemudian juga ikut membantu dan juga mengantar sampai ke proses pemakaman jenazah. Tentu umat dari agama lain hanya sebatas membantu hal-hal yang boleh dilakukan saja seperti memasang tenda, bendera kematian dan membantu menyiapkan tempat untuk tamu yang datang. Adanya konsensus nilai inilah yang menggantikan pertukaran tak langsung dengan pertukaran langsung. Seorang individu menyesuaikan norma dalam masyarakat desa dan mendapatkan persetujuan dari penyesuaian diri dan memberikan kontribusi stabilitas dalam kelompok.

Tokoh agama saling bekerjasama membangun toleransi di Desa Klinting dengan memberi himbauan untuk hidup rukun antar sesama umat beragama. Pemetrintah desa juga turut andil dalam membangun toleransi dengan cara yang berkaitan dengan pengurusan surat kependudukan baik berupa akte kelahiran, pernikahan, pengurusan izin tempat ibadah dan lain-lain berjalan lancar. Pak Budi selaku Pemangku Hindu mengatakan bahwa tetap menjalin dengan interaksi dengan Pak Miftahudin selaku Kayim dan Ketua NU Desa Klinting. Pak Miftahudin selalu menganggap semua warganya sama tanpa memandang dari segi agamanya dalam menangani surat-surat warganya tanpa mendiskriminasi. Tetap dilaksanakan pengurusan berkas-berkasnya. Begitupun sebaliknya ketika Pak Miftahudin butuh bantuan kepada Pak Budi dalam mendata umat Hindu dan keperluan lainya juga dibantu sebagaimana mestinya.

(25)

53 “Misalnya kaya bikin Akte atau apa yang lain umat hindu ada yang bikin saya gak bisa ya serahkan kepada Pak Udin. Pak Udin gak ini saya waktunya longgar ya” (BD, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Seperti halnya dikemukakan oleh Peter Blau mengenai pertukaran sosial hal yang dilakukan oleh para petinggi agama dalam saling membantu satu sama lain. Hal ini kemudian juga diikuti oleh umat beragama untuk saling membantu satu sama lain. Akhirnya identitas sosial ini berupa anggota dari sebuah kelompok sosial yaitu kelompok agama. Hal ini berjalan terus menerus terjadi pertukaran antar sesama kelompok agama. Dapat disimpulkan hubungan antar kelompok agama tersebut didasari oleh pertukaran pribadi ke struktur sosial hingga ke perubahan sosial. Blau (dalam Ritzer, 2014) menjelaskan bahwa langkah pertama; pertukaran atau transaksi antar-individu yang meningkat ke langkah ke dua; diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke langkah ketiga; legitimasi dan peroganisasian yang menyebarkan bibit dari langkah keempat; oposisi dan perubahan.

Mengamati organisasi sosial ini yaitu desa menurut Blau terdapat sub kelompok didalamnya yang di maksudkan di sini adalah kelompok agama. Diferensiasi antara kelompok-kelompok dalam dua kelompok sosial itu merupakan fakta yang tidak dapat terelakan. Adanya perbedaan ensensial antara kelompok kecil dengan kehidupan kolektif luas. Bahwa kelompok agama berbeda dengan organisasi masyarakat dalam desa. Adanya kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan sosial dan sebagai mata rantai menghubungkan transaksi sosial. Norma dan nilai memungkinkan untuk terjadi pertukaran tak langsung dan menentukan proses integrasi dan diferensiasi sosial dalam struktur sosial yang komplekas dan menentukan perkembangan organisasi dan reorganisasi sosial di dalamnya.

Dimulai dari hal-hal yang kecil masyarakat Desa Klinting ini memulai membangun toleransi. Hal kecil tersebut yang berlangsung saling mendukung satu sama lain dan terjadi pertukaran secara Intrinsik maupun ekstrinsik. Kemudian hal tersebut berlangsung dengan sendirinya hingga menjadi kebiasaan yang membudaya dalam masyarakat. Lantas tanpa disadari perasaan dan pemikiran untuk menghormati yang berbeda agama menjadi kesadaran sendiri pada masing-masing individu. Menurut Weber hal ini tergolong pada pernyataannya mengenai otoritas tradisional. Weber (dalam Ritzer, 2012) mengatakan kesetiaan pribadi, bukan tugas impersonal resmi,

(26)

54

yang menetukan hubungan staf adminitratif dengan sang tuan. Maksudnya masyarakat melakukan toleransi karena adanya kesetiaan pada tokoh agama yang dianggap sebagai panutan dalam bertindak dan menganggap ucapan yang dikemukakan adalah hal yang benar sehingga patuh untuk mengikutinya.

Gambar 5. Potret Toleransi Antarumat Beragama di Desa Klinting Sumber: Media Indonesia

Berjalannya peribadatan pada masing-masing agama tidak pernah mengalami kendala. Mereka saling menghormati dan saling mendukung satu sama lain, tentu tidak terdapat unsur paksaan. Begitupun dalam melaksanakan hari raya, ketika hari raya Idul Fitri dan Idul Adha umat Hindu menghormati berlangsungnya kegiatan tersebut. Walaupun ketika hari raya umat Islam takbir selalu berkumandang dari badha maghrib sampai sholat id, mereka tetap menghormati hal tersebut. Sebaliknya juga sama ketika umat Hindu melaksanakan hari raya Nyepi tetap menghormati dengan cara tidak membuat suatu keramaian di lingkungan sekitar tempat ibadah Pura, namun umat islam tetap beraktifitas seperti biasa. Karena masyarakat Hindu Desa Klinting mayoritas melaksanakan Nyepi di Pura, namun sebagian juga ada yang melaksanakan di rumah.

Adanya nilai khusus (particularistic values) yang berjalan di masyarkat Desa Klinting yang berfungsi sebagai media integrasi dan solidaritas. Nilai seperti membantu mempersatukan, menghormati dan saling mendukung antara satu dengan yang lain sebagai sesama umat beragama membantu mempersatukan dua kelompok agama. Nilai ini dipandang sebagai kesamaan perasaan dalam tingkat kebersamaan yang mempersatukan umat beragama dalam hubungan sehari-hari. Nilai ini meningkatkan fungsi untuk mempersatukannya jadi fungsinya sebagai bentuk pertukaran antar dua kelompok agama agar terjadi solidaritas yang kuat. Masing-masing individu mewakili

(27)

55 kelompok agamanya berkontribusi untuk melakukan pertukaran sosial tersebut dengan tujuan untuk menciptakan kedaiaman sebagai sesama umat beragama. Persiapan dan pelaksanaan hari raya masing-masing agama ada kontribusi dari umat agama lain yang ikut andil bagian untuk membantu dan meramaikan. Salah satunya ketika hari raya Idul Fitri umat agama Hindu ikut melakukan open house di kediamannya. Tujuannya supaya jika dari umat Islam ingin bertamu bersilahturahmi untuk saling memaafkan satu sama lain. Mereka tetap mempersilahkan umat Islam untuk datang bertamu seperti biasa, disamping itu juga dari umat Hindu beberapa mengikuti acara Halal Bihalal untuk menghormati umat Islam. Di sisi lain umat Islam beberapa ada yang ikut membantu dalam persiapan dalam Upacara Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan H-1 hari raya Nyepi. Hanya sebatas membantu melancarkan dan bekerja bakti untuk membersihkan sekitaran pura dan sebagian ikut membantu membuat patung ogoh-ogoh.

“Kalo akan membuat ogoh-ogoh yang anu gambarnya apa buta, buta kaintannya dengan orang yang murka. Digambarkan menakala ogoh-ogoh itu di obongkan seperti itu. Itu buatnya itu tidak selesai seminggu. Saya sendiri juga kesana membantu ngelem atau yang lainnya, contohnya seperti itu. Tapi tetep saya kalau kepercayaan saya itu, saya atau teman-teman warga yang Islam itu tetap ilmunya Islam ya saya tetap ilmunya pake Islam jadi tidak mengintervensi agama yang lain tidak. Membantu membuat ogoh-ogoh, ngelem dan ngelukisi buat yang gambar gitu banyak. Karang Taruna itu semunya kesitu, artinya Karang Taruna yang kebanyaknya beragama Islam. “Yuh rewangi nggone pak mino yuh!” “Ayuh”, kan begitu maen lah pokoke” (SDR, Selasa, 16 Juni 2020, Desa Klinting).

Umat Islam di Desa Klinting sudah terbiasa membantu umat Hindu dalam mebuat ogoh-ogoh untuk perayaan Tawur Agung Kesanga yang jatuh sehari sebelum hari raya Nyepi. Umat Islam membantu hal tersebut dengan sukarela karena pembuatan ogoh-ogoh dibutuhkan ketelatenan dan tenaga yang kuat dari kaum lelaki. Karena minimnya pemuda Hindu di Desa Klinting sehingga perlu bantuan tenaga dari umat Islam. Hal ini sudah menjadi kebiasaan rutin setiap tahun ketika mendekati hari raya Nyepi. Umat Islam di Desa Klinting selalu menghargai adanya perbedaan mereka membantu agama lain pada hal kemasyaraktannya. Tidak ada kaitannya dengan melanggar hukum agama ketika membantu dalam hal tenaga pada pembuatan ogoh-ogoh, mereka benar-benar bisa menempatkan sesuai dengan tempatnya masing-masing. Agama termasuk dalam fungsi sosial yaitu memberi kontribusi untuk mewujudkan dan melanggengkan tatanan masyarakat.

(28)

56

Gambar 6. Pembuatan Ogoh-ogoh dibantu oleh umat Muslim Sumber: Dokumentasi PHDI Banyumas

Pola kerukunan umat beragama yang terlihat di masyarakat Desa Klinting di dalam pergaulan dan interaksi baik pada keluarga, kerabat dan lingkungan tempat tinggal. Masyarakat Desa Klinting memiliki citra homogen dalam hal suku namun heterogen dalam hal agama. Mayoritas masyarakat Desa Klinting adalah beretnis jawa, jadi ada persamaan identitas antara dua kelompok agama dari segi suku yaitu suku Jawa. Kebiasaan sehari-hari yang dilakukan masyarakat desa adalah menggunakan pedoman budaya jawa serta ajaran agama masing-masing. Kesamaan identitas dalam hal suku ini membuat masyarakat Desa Klinting ini lebih mudah memahami dan mengenal antar kelompok agama masing-masing. Nilai bersama yang berupa nilai-nilai budaya jawa sebagai media transaksi sosial untuk memperluas batas interaksi sosial dalam struktur hubungan melalui waktu dan ruang sosial. Budaya jawa merupakan konsensus mengenai nilai sosial yang menyediakan basis untuk memperluas transaksi sosial dan batas-batas sosial seperti identitas agama suatu individu dan atau kelompok.

Warga Desa Klinting memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang tinggi, dengan melihat partisipasi warga yang tinggi dalam hal kepentingan bersama. Ketika memecahkan masalah persoalan desa, memanjukan kemakmuran desa, kebersihan serta keamanan desa mereka selalu bekerja sama.

“Tidak menutup kemungkinan kamu Islam kamu hindu trus wadan-wadanan itu tidak pokonya guyup rukun saling membantu seperti itu. Terkait utang piutang, ya monggo wong saya, kaya saya sendiri saja

(29)

57 manakala butuh dwit ya bilang ke Pak Mino. “Anu Pak Mino ana dwit apa ora?” jawab Pak Mino “Ya ada”. “Ya ngeneh tak silih disit!” Pak Mino mbales “Nggo ngapa mbah?” “Lagi butuh koh” kan seperti itu. Dalam hal itu malah agama tidak terfikirkan yakan” (SDR, Selasa, 16 Juni 2020, Desa Klinting). Hutang piutang antar individu yang berbeda agama tidaklah menjadi masalah dalam kesehariannya. Dalam meminjamkannya pun tidak pernah memandang jika orang Hindu harus meminjam ke orang Hindu dan orang Islam harus meminjam ke orang Islam. Berjalan biasa saja tanpa ada hambatan dalam minjam meminjam baik dari orang Islam maupun orang Hindu berjalan seperti pada umumnya. Tidak ada permasalahan selama ini ketika ada orang Hindu berhutang ke orang Islam atau orang Islam berhutang ke orang Hindu selama ini. Mereka saling membantu satu sama lain sebagai antar sesama manusia sebagai masyarakat Desa Klinting.

Adanya hal tersebut membuat persatuan pada kedua kelompok agama tersebut dengan dasar pertukaran sosial. Pertukaran Sosial yang berjalan menjadikan toleransi agama di Desa Klinting selalu terjaga dengan baik. Pada dasarnya pertukaran inilah yang menjadi pemula terciptanya toleransi antarumat beragama. Seperti halnya pada hutang-piutang tidak ada masalah ketika terjadi hutang piutang dengan agama hal itu berjalan dengan semestinya dan lancar. Begitu pun pada hal-hal lain yang melibatkan pertukaran sosial di masyarakat seperti halnya saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Baik antara umat Islam dan umat Hindu mereka saling menghormati dan saling mengasihi antara satu dengan yang lainnya. Walaupun masyarakat di Desa Klinting tidak memahami pertukaran sosial secara teoritis namun mereka dapat menerapkannya dengan baik. Karena adanya adat kebiasaan budaya jawa yang menjadikan dasar mereka selalu melakukan pertukaran sosial ini.

(30)

58

E. Bentuk-bentuk Toleransi Antarumat Beragama Masyarakat Desa

Klinting

1. Peringatan Hari Kematian

Toleransi antarumat beragama masyarakat Desa Klinting memiliki kebiasaan-kebiasaan tersendiri dalam membangun hal itu. Karena pada dasarnya desa ini masyarakatnya bersuku jawa dan memiliki dua kelompok agama. Jadi terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi tradisi jawa untuk menambah toleransi antar sesama umat. Hal-hal mengenai perbedaan dalam agama masing-masing dianggap sebuah warna oleh masyarakat. Tidak ada sentimen antar satu agama dengan agama lain, mereka tetap menghormati perbedaan tersebut.

Saat ini komitmen keagamaan sebagai wujud dari toleransi yang kemudian menjadi dasar untuk menimbulkan rasa saling menghormati. Masyarakat sudah terbiasa untuk saling membantu satu sama lain, walaupun dalam kegiatan perayaan keagamaan umat lain. Di desa ini sudah menjadi tradisi untuk saling membantu tanpa pamrih. Hal ini sudah menjadi komitmen pada masyarakat Desa Klinting untuk hidup berdampingan di tengah perbedaan agama. Komitmen tersebut sudah dibangun sedari kecil dalam masing-masing keluarga berdasarkan pada nilai-nilai yang mereka yakini baik dalam agama maupun petuah dari orang tua yang di wariskan pada antar generasi.

“Kalo yang di sini sendiri itu tidak memandang loh bener, tidak memandang bahwa kalau agamanya ini masalahnya di bedakan itu engga jadi tetap sama rata sama rasa kaya gitu. Itu kalau yang di sini loh, jadi saya tidak mengada-ada tapi kaitanya dengan hal itu memang cukup tinggi kalau di sini jadi saling membantu saling membutuhkan dan lain sebagainya” (MNT, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting). .

Pengaruh budaya jawa seperti menghargai hak privasi keagamaan indivdiu turut andil bagian dalam pemeliharaan toleransi pada masyarakat Desa Klinting. Dua kelompok agama di desa ini baik Islam maupun Hindu mencampurkan nilai-nilai budaya jawa dengan agama mereka masing-masing. Sehingga muncul kesamaan pada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Kesepakatan atas nilai dan norma yang digunakan menjadi media dalam berinteraksi dan melakukan pertukaran sosial. Adanya transaksi sosial dengan menggunakan nilai dan norma budaya jawa tentunya membuat pertukaran tak langsung dan menentukan proses integrasi sosial

(31)

59 yang kompleks. Sehingga kedua kelompok agama menciptakan hubungan yang sangat kuat di luar identitas agamanya. Nilai dan norma budaya jawa sarana yang baik dalam melakukan pertukaran sosial antar kelompok agama.

Persamaan tersebut terjadi pada tradisi peringatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, hinga 1000 hari pasca kematian. Masyarakat Desa Klinting masih mengamalkan tradisi ini baik dari kelompok agama Islam maupun Hindu. Namun terdapat perbedaannya adalah dari segi doa yang disesuaikan dengan doa agama masing-masing. Menurut Pak Budi selaku pemangku agama Hindu dalam kegiatan ini masing-masing agama mengundang dari agama lain. Jika kematian orang Hindu orang Islam di undang, dan jika kematian dari orang Islam, orang dari agama Hindu juga di undang. Namun terdapat batasan-batasan tertentu yaitu umat dari agama lain dating ketika ritual doa sudah selesai dilaksanakan. Sehingga tetap menghormati keyakinan masing-masing agama, karena pada dasarnya hanya untuk berkumpul mendoakan sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

“Hubungannya tetap masih harmonis buktinya ketika misal ada kegiatan-kegiatan seperti kendurenan dan acara sedekah itu. 7 hari, 40 hari, sampe 1000 hari itu misalnya kematian misal di upacaranya orang muslim yang hindu di undang seperti kalau orang hindu yang muslim di undang itu masih mau datang itu menandakan hidup rukun” (BD, Sabtu, 15 Maret 2020, Desa Klinting).

Bentuk-bentuk toleransi yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Klinting yang mana tetap mengundang pada acara peringatan kematian namun hanya sebatas mengundang pada acara kendurennya hanya sebatas untuk menghormati umat agama lain. Hal ini pun juga dilakukan oleh umat Islam juga ketika tradisi peringatan kematian. Menurut Pak Miftahudin selaku Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Desa Kliting bahwa kegiatan peringatan kematian dalam umat Islam tetap mengundang umat agama Hindu pada acara kendurenannya. Acara kenduren yang hanya sebatas kumpul memakan hidangan yang disediakan olde tuan rumah.

“Ya tetap diundang yang Hindu Cuma ritual nya yang gak ikut, Iya sama semua dapet berkat. Misalkan kalau itu kan diwilayah daerah yang banyak Hindunya kita yang orang Islam acaranya baca-baca doa awal nanti jam sekian yang hindu datang tinggal acara kepungannya jadi gak nunggu jadi istilahnya enak gitu kecuali satu RT itu RT 18 kalau daerah itu memang sudah jadi kesepakatan itu gak bisa bareng-bareng itu sudah dimusyawarahkan” (MFT, Jumat, 6 Maret 2020, Desa Klinting).

(32)

60

Terdapat satu Rukun Tetangga (RT) yang tidak melaksanakan hal tersebut karena adanya pertimbangan tertentu yang sudah dimusyawarahkan oleh kedua kelompok agama tersebut dalam lingkup satu RT. Alasannya karena hal tersebut dianggap sebagai ritual agama masing-masing sehingga tidak melibatkan umat agama lain dalam prosesi acara tersebut walaupun hanya sekedar menghadiri kepungannya saja. Hal tersebut di hormati oleh lingkup RT lainnya tanpa ada masalah dan tidak menimbulkan sentimen dan konflik dalam masyarakat. Adanya sedikit perbedaan memaknai toleransi dalam beragama namun tidak menjadi masalah pada antarindividu dalam masyarakat. Mereka tetap mengamalkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya masalah. Pada dasaranya masyarakat Desa Klinting menerapkan agama untuk berbuat hal baik terhadap sesama manusia tanpa memandang perbedaan yang ada. Berdasarkan pemahaman itu dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang harmonis, damai, dan penuh kasih sayang. 2. Keluarga Berbeda Agama

Pandangan masyarakat Desa Klinting melihat bahwa hubungan beragama selama ini menjadikan agama sebagai dasar agar dalam kehidupan terjadi tentram dan rukun. Masing-masing umat beragama bisa mendefinisikan dirinya dalam beragama di tengah agama lainnya. Hal tersebut menjadikan adanya sebuah perbedaan yang nyata dalam masyarakat, namun dimaknai dengan positif. Di sanalah masyarakat dapat hidup berdampingan tanpa adanya masalah dan konflik. Sehingga dapat saling membantu antar sesame umat beragama dengan ikhlas dari hati nurani yang paling dalam tanpa adanya rasa terpaksa.

Agama menurut Durkheim (dalam Ritzer, 2014) merupakan perwujudan collective consciousness (kesadaran kolektif) sekalipun terdapat peruwujudan-perwujudan lainnya. Agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama, Tuhan dianggap simbol dari masyarakat itu sendiri yaitu sebagai collective consciouness (kesadaran kolektif) kemudian menjelma ke dalam collective representation (representasi kolektif). Dapat katakan bahwa masyarakat Desa Klinting merepresentasikan agama untuk bersikap saling bertoleransi antar sesama umat manusia. Mereka mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Tuhan untuk menyanyangi sesama mahkluk cipataannya tanpa terkecuali. Pada masing-masing agama pasti selalu ada perintah dari Tuhan untuk menebarkan kebaikan di muka bumi.

(33)

61 Adanya keluarga yang memiliki perbedaan agama pada masing-masing anggotanya, yaitu antara orangtua dan anak yang berbeda agama. Keluarga ini memiliki perbedaan orangtua memeluk agama Hindu sedangkan anak memeluk agama Islam. Kehidupan yang berlangsung tidak pernah terjadi masalah sama sekali. Di dalam keluarga mereka saling menghormati atas perbedaan yang ada tanpa adanya pemaksaan untuk berpindah agama satu sama lain. Menurut penuturan Pak Miftahudin keluarga tersebut merupakan keluarga dari Bapak Ratam dan keluarga Bapak Nasim. Kedua keluarga tersebut memiliki anak yang sama-sama memeluk Islam sedangkan orang tuanya memeluk agama Hindu. Pak Miftahudin juga mengatakan tidak pernah terjadi keributan dalam keluarga berbeda agama tersebut. Mereka hidup sesuai dengan agama yang dianutnya masing-masing tanpa mengusik satu sama lain. Hubungan antara orang tua dan anak tetap berjalan lancar dan penuh kasih sayang pada umumnya.

“Kebanyakan orang tuanya Hindu anaknya Islam. Ya karena kadang di sekolahan juga di ajarinnya Islam jadi pindah-pindah agama. Ada yang dari kecil itu kan karena ada aturan perubahan agama orang tuanya pada masuk Hindu anaknya gak mau kan. Secara beberapa pernah dipaksakan KTP dirubah tapi kan tetap pada pendirian dia secara Islam, secara dia dewasa dalam arti punya prinsip akhirnya rubah. Setelah rubah itu pun gak ada kendala, jadi dalam keluarga sudah saling menyadari” (MFT, Jumat, 6 Maret 2020, Desa Klinting).

Hal yang melatarbelakangi adanya keluarga yang berbeda agama yaitu karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan sosial anaknya. Ketika sang anak berada di lingkungan sekolah yang umum dan mayoritas lingkungan tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sehingga sosialisasi yang di dapat dalam lingkungan sekolah dan teman bermain adalah pengetahuan tentang agama Islam. Sang anak pun sering kali mengikuti kebiasaan teman-temannya seperti mengaji, sholat di masjid dan lain-lain. Karena adanya interaksi sosial tersebut sang anak pada akhirnya terpengaruh oleh nilai dan norma lingkungan di sekitarnya sehingga dia mempelajari apa yang didapat dari lingkungannya. Menurut Bonner (1953) interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Dari penjelasan ini membuktikan bahwa pengaruh lingkungan sangat besar dalam membentuk identitas dan karakter individu. Pengaruh tersebut kemudian membentuk jalan pemikiran seseorang dalam memilih yang ingin dia anut sebagai pedoman hidupnya.

Gambar

Gambar 3. Peta Wilayah Desa Klinting  Sumber: Google Maps
Tabel 3. Lokasi Tempat Ibadah
Tabel 4. Kondisi Komposisi Penduduk
Tabel 6.  Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan  No  Tingkat Pendidikan   Jumlah   Prosentase
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pada akhir semester 4 (akhir tahun kedua), sesuai dengan kalender akademik yang berlaku, mahasiswa belum lulus ujian komprehensif, maka mahasiswa Program Doktor

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Majelis Jemaat GPIB “Filadelfia” Semarang mengucapkan SELAMAT HARI ULANG TAHUN KELAHIRAN & PERNIKAHAN kepada jemaat disepanjang Minggu ini.. 14.00

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat (4) dan Pasal 42 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan pelaksanaan Undang-

Use Case Admin Perancangan Sistem Adapun keterangan dari use case admin yang terdapat pada Gambar 3 diatas akan dijelaskan pada Tabel 1 dibawah ini3.

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

Fungsi teori pada penelitian tesis ini adalah memberikan arah atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, oleh karena itu, penelitian diarahkan kepada

Hal ini melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak etanolik bawang putih terhadap apoptosis sel epitel lidah tikus