• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yerlian Maryam G2A009170 BAB 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Yerlian Maryam G2A009170 BAB 2"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Kemih 2.1.1 Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan reaksi inflamasi dari urotelium terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih.15 ISK biasanya ditandai dengan adanya bakteriuria dan piuria.ISK dapat simptomatik atau asimptomatik.1 Penegakkan diagnosis ISK dilakukan dengan pemeriksaan kultur urin, dimana didapatkan jumlah bakteri ≥100.000 CFU/ml atau ≥1000 CFU/ml untuk candida dan ditemukan 1 atau 2 spesies mikroorganisme.1, 4, 17

ISK berdasarkan letak infeksi dibagi menjadi dua, yaitu pyelonefritis dan sistitis. Pyelonefritis adalah infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan pada parenkim dan pelvis ginjal. Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai peradangan bagian atas kandung kemih. Gejala sistitis biasa disertai dengan disuria, frekuensi, urgensi, dan rasa nyeri di area suprapubik. Pada umumnya infeksi ini merupakan penjalaran dari infeksi saluran kemih bagian bawah.2

2.1.2 Epidemiologi

ISK dianggap sebagai infeksi yang paling umum terjadi. Pada tahun 1997

(2)

7

sekitar 100.000 kasus rawat inap. Sulit untuk menilai secara akurat kejadian ini, karena ISK bukan merupakan penyakit yang umum dilaporkan di Amerika Serikat.18

ISK diketahui merupakan salah satu penyebab morbiditas postpartum tersering selain anemia, inkontinensia urin, prolapsus uteri atau vagina, dan hemoroid. Angka kejadian ISK postpartum mencapai 95% dan kasus inkontinensia urin postpartum memiliki angka morbiditas lebih tinggi sebesar 98%.10 Kasus inkontinensia urin sering ditangani dengan kateterisasi urin, sedangkan kateterisasi urin merupakan faktor yang mempermudah untuk terjadinya ISK sehingga tidak mengherankan apabila angka kejadian ISK mencapai hingga 95%.19-21

2.1.3 Etiologi

Berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan ISK berdasarkan jenisnya antara lain bakteri koliform gram negatif, bakteri non-koliform gram negatif, bakteri gram positif, dan jamur. Bakteri koliform gram negatif memiliki beberapa spesies diantaranya Escherichia spp., Klebsiella spp., Serratia spp., Citrobacter spp., Enterobacter spp. Semua itu adalah bakteri bakteri berbentuk batang Gram negatif yang dalam fungsi normal berguna untuk memfermentasi laktosa dan flora tersebut merupakan flora aerob normal dari usus manusia. Escherichia coli adalah jenis bakteri yang paling sering ditemukan pada

ISK.15,17,22

Adapun bakteri non-koliform bentuk batang Gram negatif termasuk

(3)

organisme Gram positif antara lain seperti Enterococcus spp, Staphylococcus aureus, dan staphylococcus koagulase negative, serta jamur seperti Candida spp. Khususnya pada pasien dengan penggunaan kateter jangka panjang mungkin akan didapatkan beberapa organisme ini dan sangat bervariasi, namun hanya beberapa serotype spesies E. coli yang mayoritas menginfeksi. Hal ini mungkin memperlihatkan perbedaan faktor virulensi antara masing-masing strain. Misalnya serotype tertentu yang memiliki fimbriae mempunyai kemampuan untuk menembus sel-sel vagina dan epitel saluran kemih sehimgga dapat menyebabkan infeksi akut.15, 17

2.1.4 Patogenesis

Kolonisasi di area perineum dan periuretral dengan organisme patogen saluran kemih merupakan faktor pendahulu yang penting terhadap infeksi. Meski sebagian besar infeksi disebabkan oleh flora kolon pasien sendiri, namun dapat terjadi infeksi patogen yang berasal dari luar tubuh seperti dari lingkungan rumah sakit dan bahkan dari tangan petugas kesehatan.21 Dalam keadaan normal, saluran kemih secara alamiah mempunyai mekanisme yang dapat mencegah infeksi saluran kemih, mekanisme tersebut meliputi panjang uretra, efisiensi pengosongan kandung kemih, dan terdapatnya sel polimorfonuklear (PMN) yang dapat mencegahan penempelan organisme patogen di dinding sel epitel kandung kemih.15

(4)

9

konsentrasi urea, dan rendahnya pH. Kandung kemih juga terdapat mekanisme pertahanan terhadap tumbuhnya bakteri yaitu adanya sfingter uretra, uroepitelial surface protein, dan pengeluaran urin dari kandung kemih melalui berkemih normal.15

Bakteri dapat menyebabkan infeksi, pertama kali mereka harus bisa memasuki saluran kemih secara langsung. Ketika bakteri menempel pada sel uroepithelial, mereka menggunakan suatu alat penempelan tertentu, biasanya sering disebut phili ataupun fimbriae yang terdapat pada permukaan sel bakteri. Alat penempelan ini dapat membantu dalam menyebabkan atau mempertahankan ISK dan juga tergantung pada kerentanan sel epitel pasien.15, 17

Faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan wanita lebih sering terinfeksi dari pada laki-laki adalah:1, 9

1. Uretra pada wanita lebih pendek daripada laki-laki

2. Uretra pada wanita berdekatan dengan vagina dan rektum sehingga mudah tekontaminasi bakteri yang banyak terdapat pada kedua organ tersebut.

3. Infeksi saluran kemih juga dapat dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi barier atau dengan spermasidal

4. Trauma uretra saat koitus menyebabkan bakteri yang ada di traktus urinarius bawah naik ke kandung kemih sehingga dapat menimbulkan sistitis akut

(5)

2.1.5 Teknik Pengambilan Sampel Urin 1. Aspirasi suprapubik22

Teknik aspirasi suprapubik merupakan cara yang paling baik untuk mendapatkan urin guna pemeriksaan kultur. Ditemukannya kuman patogen dari aspirasi suprapubik menunjukkan adanya sistitis. Kriteria diagnosis terbaik adalah ditemukannya kuman >100/ml urin dari aspirasi suprapubik dengan sensitifitas 95% dan spesifisitas 85% serta nilai duga positif yang tinggi (88%) pada penderita yang simptomatis. Setelah sampel urin didapatkan harus segera dibawa ke laboratorium mikrobiologi. Pengiriman sampel tidak boleh lebih dari 2 jam karena akan mempengaruhi kualitas sampel urin yang akan diperiksa. Perlu diketahui bahwa aspirasi suprapubik ini menimbulkan rasa nyeri, berbahaya, dan tidak nyaman bagi pasien.

2. Kateterisasi uretra22

(6)

11

Kateterisasi urin khusus untuk sampling ISK tidak dianjurkan. Sampling ISK dari urin kateter dilakukan pada penderita dengan pemasangan kateter menetap atau ada indikasi kateterisasi lain, contihnya pada pasien retensio urin.

3. Urin pancaran tengah22

Cara pengambilan urin pancaran tengah harus hati-hati karena dilakukan oleh pasien sendiri. Sebelum pengambilan spesimen, daerah periuretra harus dibersihkan terlebih dahulu dengan aquades steril dan urin yang ditampung hanya pancar tengah, bagian awal dan akhir pancar urin tidak digunakan. Cara pengambilan yang tidak benar kemungkinan besar dapat menyebabkan sampel urin akan terkontaminasi oleh kuman dari periuretra atau labia minora dan mayora.

2.1.6 Teknik Pemeriksaan Sampel Urin 1. Pemeriksaan kultur urin.23

Diagnosis ISK pada pasien dewasa tanpa kateterisasi bila dibandingkan dengan urin spesimen kateter memiliki kriteria kuantitatif yang berbeda untuk mendefinisikan bakteriuria secara spesifik dan batas jumlah bakteri pun disesuaikan dengan keadaan, sehingga hal ini bukanlah suatu masalah untuk spesimen kateter.

(7)

mikroorganisme berkembang biak dan hasilnya tidak akan sesuai dengan situasi klinik sebenarnya. Apabila memang harus ada penundaan pengiriman sampel, sampel disarankan harus disimpan dalam pendingin bersuhu 4℃ maksimal selama 48 jam. Alternatif lainnya, sampel urin dibawa menggunakan wadah dengan tambahan asam boraks yang dapat menahan satabilitas populasi bakteri hingga 96 jam. Toksisitas asam boraks terhadap bakteri telah dilaporkan, tetapi hal ini jarang terjadi.

2. Pemeriksaan mikroskopik urin24

(8)

13

2.2 Mode Persalinan 2.2.1 Definisi Persalinan

Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar, dengan ditandai membuka dan menipisnya serviks dan janin ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.25

2.2.2 Persalinan Normal

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan 37-40 minggu. Lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Pada persalinan normal bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala atau ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat bantu, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi). Proses persalinan normal biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.25

(9)

Dalam persalinan normal dilakukan episiotmi untuk mempermudah jalan keluar bayi dan mengurangi kerusakan di daerah perineum. Setelah plasenta keluar, luka episisotomi langsung dijahit kembali. Biasanya pasca persalinan normal jarang disertai dengan komplikasi postpartum, fungsi fisiologis pengosongan kandung kemih pun dalam keadaan normal, sehinggga tidak perlu dikateterisasi.14

2.2.3 Persalinan Caesar

Istilah caesar berasal dari bahasa latin caedare yang berarti memotong atau menyayat. Istilah tersebut dalam ilmu obstetri mengacu pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu dan rahim ibu.26 Penggunaan istilah bedah caesar disebut sebagai cara mengeluarkan bayi pertama kali dalam dunia kedokteran di tahun 1974, tetapi saat itu melahirkan dengan bedah caesar memiliki risiko kematian ibu yang besar.27

(10)

15

Bedah caesar makin dikenal dan makin bergeser pula pandangan masyarakat tentang bedah caesar, hal tersebut diikuti dengan tingginya angka persalinan bedah caesar. Di Indonesia meskipun Survei Demografi dan Kesehatan tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan bedah caesar secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4% dari jumlah persalinan29, berbagai survei dan penelitian lain mengemukakan bahwa presentase persalinan bedah

caesar pada rumah sakit-rumah sakit di kota kota besar seperti di Pulau Jawa dan Bali berada jauh di atas angka tersebut28. Jumlah persalinan caesar secara umum di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi sekitar 30-80% dari total persalinan30.

2.3 Hubungan Mode Persalinan dengan ISK 2.3.1. Trauma

(11)

2.3.2 Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin secara patofisiologis merupakan ketidakmampuan menahan berkemih yang disebabkan karena kelainan neuro urologi dan disfungsi saluran kemih bagian bawah. Inkontinensia urin menurut penelitian di Canada dapat menyebabkan morbiditas ibu postpartum sebesar 98%.10 Beberapa penyebab yang dapat mendasari terjadinya inkontinensia urin postpartum antara lain persalinan yang sulit, multiparitas besar, penggunaan forseps, laserasi obstetri, dan bayi besar.31

Penatalaksanaan inkontinensia harus disesuaikan dengan jenis inkontinensia dan penyebabnya. Pendekatan inkontinensia yang dilakukan untuk penatalaksanaan inkontinensia berdasarkan penyebabnya antara lain inkontinensia stres, inkontinensia akibat desakan, inkontinensia campuran, inkontrinensia

overflow, dan inkontinensia fungsional. Ibu postpartum paling sering mengalami inkontinensia overflow, dan penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan kateterisasi uretra. 20, 32

2.3.3 Kateterisasi Uretra

(12)

17

kateter. Setelah organisme patogen berhasil naik dan sampai di kandung kemih, bakteri dapat berkembang biak dalam konsentrasi tinggi dalam waktu yang singkat, hal tersebut terjadi karena genangan urin dan stasis dalam kandung kemih yang biasanya tidak terjadi pada kandung kemih normal tanpa instrumen kateter urin. 16, 33

Gambar 1. Rute infeksi melalui melalui kateterisasi

(13)

bakteri kemudian dapat naik ke dalam kateter menuju ke dalam kandung kemih.15,34

Asumsi mengenai asal-usul bakteriuria berdasarkan deteksi bakteri yeng terdapat dalam urin dan kantong kateter pada waktu yang berbeda telah digunakan dalam suatu penelitian untuk menentukan rute infeksi pada pasien. Kemungkinan rute infeksi ditentukan dalam 69% dari kasus bakteriuria yang berhubungan dengan pemasangan kateter, dimana 18% ditemukan dari kateter penyisispan, 48% dari rute ekstalumen, dan 34% dari rute intralumen.21, 34

Rute infeksi ini sangat dapat bervariasi sesuai jenis kelamin karena kolonisasi di daerah uretra dengan organisme yang sama penyebab infeksi pasca kateterisasi traktus urinarius pada wanita sebesar 67% dan pada laki-laki hanya 29%. Kolonisasi area dubur pasca pemasangan kateter urin pun didapatkan pada 78% pasien wanita dan hanya 29% laki-laki. Hal tersebut menggambarkan bahwa kolonisasi daerah uretra merupakan faktor risiko terjadinya bakteriuri akibat kateter pada wanita namun mungkin tidak penting bagi laki-laki.6, 34

(14)

19

Gambar 2. Pemasangan kateterisasi uretra pada kandung kemih wanita

Dari gambar 2 dapat dilihat mata lubang kateter terdapat di bagian atas balon sehingga urin hanya dapat mengalir di atas balon. Hal ini dalam pemasangan kateter dapat menyebabkan urin selalu mengisi kandung kemih hingga mencapai titik ini sebelum saluran keluar dan tampungan sisa urin mungkin akan terus-menerus dalam kandung kemih.36 Pemasangan kateter ini menyediakan tempat penampungan di mana bakteri bisa tumbuh. Refleks pengeluaran urin secara otomatis dari kandung kemih hilang sehingga membuat bakteri lebih mudah untuk tetap berada dalam kandung kemih.12

Ditemukan bukti dalam sebuah literatur, sisa genangan urin dalam saluran kemih pada pasien yang dikaterisasi menunjukkan bahwa mata lubang tambahan di bagian bawah balon dalam kateter dimana urin dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna dapat mencegah genangan residual urin dan juga menurunkan jumlah pasien dengan bakteriuria.35

(15)

langsung ke kateter antara lain adalah Proteus mirabilis yang menggunakan

mannose-resistant (MR/P) fimbriae, Providencia stuartii menggunakan mannose-resistant Klebsiella-like (MR/K) hemaglutinin, Staphylococcus epidermidis

menggunakan penempelan dengan polisakarida kapsuler dan E. coli menggunakan non-spesifik adhesi yang melibatkan polisakarida kapsuler asam kolanik, elektrostatik dan van der Waals. Dalam penelitian yang dilakukan pada organisme hidup, kateter dapat dilapisi dengan protein dari tempat asal host dan molekul yang lain yang dapat membantu dalam penempelan bakteri. Misalnya pada strain

E. coli fimbria spesifik tipe 1 yang dapat menempel pada permukaan karena permukaan tubuhnya dilapisi oleh monomannose dan memiliki FimH adhesion

sebagai perantara.15, 34 2.3.4 Anestesi

Anestesi yang biasa dilakukan pada pasien persalinan dengan bedah

caesar adalah anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetri, operasi-operasi bagian bawah

Gambar

Gambar 1. Rute infeksi melalui melalui kateterisasi
Gambar 2. Pemasangan kateterisasi uretra pada kandung kemih wanita

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini menyatakan bahwa Penerima Tunjangan Profesi Guru PNSD di Unit Kerja yang saya pimpin benar-benar melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun

I. Upacara belninr silat dan teinpat belajar 4.. I3ap;1hn!a riicnurunk:~n hcpada 1-us berdasarkan mimpi !ang ditcrima bcbcrapa hari scbcluln rlicninggal. Dialah murid

penelitian ini, ekspansi lingkungan hidup pada Kawasan Bukit Siam mulai adanya. perubahan keadaan lingkungan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan

Based on 1000 resolution DEM of China, the combination of the terrain factors extracted from DEM are selected by correlation analysis and Sheffield's

Di kota Bukittinggi pada bulan April 2017, 2 (dua) kelompok pengeluaran memberikan kontribusi terhadap deflasi antara lain; kelompok bahan makanan sebesar 0,32 persen,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui densitas juvenil karang berdasarkan perbedaan kedalaman, kesesuaian faktor fisika (kedalaman, kecerahan, kecepatan arus,

Yang perlu segera dibenahi pemerintah adalah membuat perundang-undangan yang menitik- beratkan konsep ekonomi supply chain system dari hulu (produksi) sampai hilir

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu Bahan yang memberikan penjelasan dari hukum primer akan tetapi berbeda dengan bahan hukum primer ,bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku