• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM MENYELESAIKAN KREDIT MACET (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

APRESYA HANDAYANI SEMBIRING NIM: 110200490

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya serta diberikannya kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi

guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul : TANGGUNG JAWAB HUKUM

BANK DALAM MENYELESAIKAN KREDIT MACET (STUDI PADA BANK

RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE).

Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih

kurang dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan,

wawasan, serta bahan-bahan literature yang penulis dapatkan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun

dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua

orang tuaku yang sangat saya sayangi ayahanda Kasdi Sembiring dan Ibunda

Mastaria Br. Surbakti yang telah banyak memberikan dukungan, doa, bantuan

baik moral dan material selama aku kuliah hingga skripsi ini selesai. Dan kepada

Kakakku Evani Kasamira SE.,M.Si, dan adik-adikku terkasih Tri mauliati, dan

(3)

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis ucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting

selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH., M.Hum., DFM, selaku Pembantu Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. O.K, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello., SH., MS., selaku Dosen Pembimbing I,

untuk semua kesabaran dan dedikasi dalam membimbing penulis baik

dalam studi, maupun dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak

Prof.

7. Bapak Dr. Edu Ikhsan, SH., M.A., selaku Dosen Pembimbing II, yang

penuh sabar membimbing saya mulai dari titik awal penulisan skripsi

(4)

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan

9. Teristimewa buat sahabat-sahabat terbaikku dan teman-temanku

seperjuangan skripsi Edak Marni, Caca¸Icha¸Novi¸Iva, Mala, Selly,

Ime, Happy, Yana, Hendro, Joy, Maruli, Ardi, Yoshua, Boni, Natan.

10.Teman-teman Stambuk 2011 (dari PRM sampai Reguler), khusus teman-

teman grup E, senang bisa mengenal kalian semua ( Christi, Febri,

Abdel, Tata, Husein, Rasyid, Rika) dan semua pihak yang tidak mungkin

disebutkan namanya satu persatu lagi.

11. Buat Abang, Kakak, dan Adik-adik yang telah memberikan motivasi dan

doanya selama penyelesaian skripsi. Kepada Abangku Sanyo Ginting,

IPDA Khairul Yassin Ariga S.Kom, Heri Budiono. Kepada kakakku

Lidya Dosma S.Kom, Ira Mayasari S.Kom, dan kepada adik-adikku

(5)

Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada

skripsi ini meskipun usaha maksimal telah banyak dilakukan penulis. Oleh sebab

itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan

senang hati demi kesempurnaan isinya dan dapat dijadikan bahan tambahan bagi

penulis.

Medan, 17 Agustus 2015

Penulis

(6)

Apresya Handayani 1 Prof. Dr. Tan Kamelo., SH, MS **

Dr. Edy Ikhsan, SH., M.H *** ABSTRAK

Tanggung Jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang yang melawan hukum. Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan dana. Pemberian kredit dilaksanakan dalam perjanjian kredit dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada kreditur dengan syarat-syarat tertentu. Pemberian kredit tersebut ada kalanya kredit yang diberikan pada debitur tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kondisi ini dinamakan kredit macet. Kredit macet tersebut akan mengganggu kinerja bank. Permasalahan yang dibahas yakni mengenai bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank, bagaimana pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet, dan bagaimana penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe.

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dan yuridis sosiologis yang bersifat deskriftif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara wawancara.

Hasilnya adalah pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI Cabang Kabanjahe yaitu para pihak daapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan halnya dengan nasabah tidak akan saling tumpah tindih. Agar para pihak tidak merasa dirugakan. Pihak- pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank antara lain yaitu pemimpin cabang, manager pemasaran, asisten manager operasional, asisten manager bisnis mikro/AMBM, supervisor penunjang bisnis, OPK Tap-sun, OPK Program, Sekretaris program, petugas arsip atau laporan pengemudi satpam dan pramubakti. Pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet yaitu memberikan nilai tambah bagi bank tersebut, karna para nasabah tersebut akan mengetahui siap sebenarnya yang bertanggung jawab bila timbul suatu masalah. Dan penyelesaian kredit macet Di BRI cabang kabanjahe yaitu penjadwalan kembali, persyaratan kembali, penataan kembali, bank menyarankan debitur menjual agunannya secara di bawah tangan. Kemudian hasil dari penjualan agunan tersebut diutamakan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada debitur (bank).

Kata kunci : Penyelesaian Kredit Macet

1

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Permasalahan . ... 8

C.Tujuan Penulisan ... 8

D.Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 9

F. Keaslian Penulisan . ... 14

G.Sistematika Penulisan . ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A.Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Bank . ... 19

1. Pengertian Perjanjian Kredit ... ... 19

2. Jenis-Jenis Kredit ... 24

3. Bentuk-Bentuk Perjanjian Kredit ... ... 35

B.Tinjauan Umum Kredit Macet ... 41

1. Pengertian Kredit Macet ... 41

2. Kredit Macet Menurut Bank Indonesia (BI) ... ... 43

(8)

BAB III BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE

SEBAGAI KORPORASI BUMN

A.Pengertian Korporasi ... .55

B.BRI Sebagai Korporasi BUMN ... .58

C.Prinsip-Prinsip BRI Dalam Penyaluran Kredit ... .63

BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM

MENYELESAIKAN KREDIT MACET (STUDI PADA BANK

RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE)

A.Pengaturan Hak Dan Kewajiban Dalam Kontrak BRI Dan

Nasabah ... .73

B.Pihak-Pihak Yang Terlibat Terhadap Pertanggung-Jawaban

Bank ... 78

C.Pertanggungjawaban Korporasi Bank dalam Menyelesaikan

Kredit Macet... 87

D.Penyelesaian Kredit Macet di Cabang BRI Cabang

Kabanjahe... .... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan... 107

B.Saran ... 109

(9)

Apresya Handayani 1 Prof. Dr. Tan Kamelo., SH, MS **

Dr. Edy Ikhsan, SH., M.H *** ABSTRAK

Tanggung Jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang yang melawan hukum. Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan dana. Pemberian kredit dilaksanakan dalam perjanjian kredit dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada kreditur dengan syarat-syarat tertentu. Pemberian kredit tersebut ada kalanya kredit yang diberikan pada debitur tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kondisi ini dinamakan kredit macet. Kredit macet tersebut akan mengganggu kinerja bank. Permasalahan yang dibahas yakni mengenai bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank, bagaimana pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet, dan bagaimana penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe.

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dan yuridis sosiologis yang bersifat deskriftif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara wawancara.

Hasilnya adalah pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI Cabang Kabanjahe yaitu para pihak daapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan halnya dengan nasabah tidak akan saling tumpah tindih. Agar para pihak tidak merasa dirugakan. Pihak- pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank antara lain yaitu pemimpin cabang, manager pemasaran, asisten manager operasional, asisten manager bisnis mikro/AMBM, supervisor penunjang bisnis, OPK Tap-sun, OPK Program, Sekretaris program, petugas arsip atau laporan pengemudi satpam dan pramubakti. Pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet yaitu memberikan nilai tambah bagi bank tersebut, karna para nasabah tersebut akan mengetahui siap sebenarnya yang bertanggung jawab bila timbul suatu masalah. Dan penyelesaian kredit macet Di BRI cabang kabanjahe yaitu penjadwalan kembali, persyaratan kembali, penataan kembali, bank menyarankan debitur menjual agunannya secara di bawah tangan. Kemudian hasil dari penjualan agunan tersebut diutamakan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada debitur (bank).

Kata kunci : Penyelesaian Kredit Macet

1

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab

juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung

jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa

setiap manusia di bebani dengan tanggung jawab. Apabila dikaji tanggung jawab

itu adalah kewajiban yang harus dipikul atau dipenuhi sebagai akibat dari

perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau

sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban

ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri atau pihak lain. Dengan

keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara sesama manusia, antara manusia

dengan lingkungan, antara manusia dan tuhan selalu dipelihara dengan baik.

Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang

terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki

ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan

melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan

undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan

dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum

(11)

hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang

dirugikan.2

Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

disebut KUHPerdata), maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum

adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan seseorang yang karena

salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Selain dari tanggung

jawab perbuatan melawan hukum. KUHPerdata melahirkan tanggung jawab

hukum perdata berdasarkan wanprestasi. Diawali dengan adanya perjanjian yang

melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan

perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan

atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan

lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggung-jawaban

hukum berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggung jawab hukum perdata

berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak

dan kewajiban yang bersumber pada hukum.3

Bank sebagai lembaga keuangan menurut fungsinya mendapat

kepercayaan dari masyarakat khususnya sebagai badan resmi yang menguasai

keuangan dan memiliki potensi dana-dana. Dimana salah satu usaha pokoknya

adalah memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Untuk dapat tetap bertahan hidup bank tersebut harus mendapatkan

kepercayaan dari masyarakat. Namun untuk mendapatkan kepercayaan dari

masyarakat ternyata tidak mudah, terlebih-lebih setelah tumbangnya sebuah bank

besar, dan goyah beberapa bank lainnya. Suatu isu dapat menyebabkan nasabah

2

http://ueu5639.weblog.esaunggul.ac.id diakses tanggal 8 April 2015 pukul 13.20 WIB

3

(12)

suatu bank menjadi panik dan kemudian diikuti dengan penarikan dana oleh

nasabah tersebut secara ramai.

Bank sifatnya sangat peka terhadap isu. Operasi bank sangat mudah

terpengaruh oleh suatu “berita angin” yang beredar dimasyarakat. Misalnya bila

terdapat isu devaluasi, maka masyarakat akan langsung melakukan rush dollar secara besar-besaran.4 Masyarakat akan menarik dananya (dalam bentuk rupiah)

secara besar-besaran dari bank kemudian membeli dollar.

Sifat tersebut muncul karena basis utama bisnis perbankan adalah

kepercayaan. Seorang nasabah baru bersedia menempatkan dananya pada bank

apabila ia memiliki kepercayaan bahwa bank tersebut akan mengembalikan

dananya pada saat jatuh tempo dan membayar bunganya tepat pada waktunya.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat menempatkan deposito, kita hanya

diberikan selembar tanda terima (yang mungkin diberi nama sertifikat deposito)

dari bank tanpa kepercayaan, kita akan berani menerima”surat deposito” tersebut.

Pada dasarnya ada 3 (tiga) pihak dari dalam dan luar bank yang

bertanggung jawab untuk menjaga agar operasi bank tetap sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dan sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada. Pihak

pertama, berasal dari dalam bank itu sendiri yakni fungsi-fungsi Pengendalian

intern bank yang bersangkutan. Pihak kedua adalah pihak-pihak dari luar bank

seperti akuntan publik selaku auditor laporan keuangan bank, dan pihak yang

ketiga adalah Bank Indonesia selaku regulator dan pengawas bank. 5

Pemberian kredit oleh bank harus di landasi keyakinan bank atas

kemampuan dan kesanggupan kreditur untuk melunasi hutangnya dan wajib

4

Anwar Nasution, Tinjauan Ekonomi Atas Dampak Paket Deregulassi Tahun 1988 Pada Sistem Keuangan Indonesia (Jakarta:Penerbit Gramedia,1990), hal 24-27.

5

(13)

dilakukan atas dasar pemberian kredit yang sehat dan prinsip kehati-hatian agar

pemberian kredit tersebut tidak merugikan kepentingan bank, nasabah dan debitur

dan masyarakat penyimpan dana. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit harus

dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit, merupakan salah

satu bagian yang sangat strategis dalam kehidupan perbankan. Karena perjanjian

kredit merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang

mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana.

Oleh karena itu, di dalam pemberian kredit terdapat dua pihak yang

berkepentingan langsung, yaitu pihak yang mempunyai uang disebut kreditur dan

yang membutuhkan uang tersebut debitur. Jika terjadi pemberian kredit didalam

perjanjian berarti pihak yang mempunyai uang meminjamkan uangnya kepada

pihak yang memerlukan uang yang berjanji akan mengembalikan uang tersebut

beserta bunganya pada suatu waktu tertentu dimasa yang akan datang.

Dalam pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa:

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Kredit adalah hubungan dimana kreditur yakni yang memberi pinjaman

dalam hubungan perkreditan dengan debitur yaitu nasabah penerima pinjaman

(14)

yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit

yang bersangkutan.6

Salah satu pengertian Kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran

pengembalian secara mengansur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang

dizinkan oleh Bank atau Bank lain.7

Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi, yaitu credere yang artinya

“percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa

bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada debitur karena

debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya

setelah jangka waktu yang ditentukan.8

Menurut OP.Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya:

uang,barang) dengan batas prestasi (Kontra Prestasi) yang terjadi pada waktu

yang akan datang.9

Menurut Reymont P. Kent, kredit adalah hak untuk menerima pembayaran

atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada

waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.10

Kemudian disini terkaitlah faktor waktu antara pemberian prestasi dengan

penerima kembali prestasi. Pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal

ini bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh

penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang disetujui bersama.

6

Ganda D. Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Iternasional,

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992, hal.1. 7

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana, 2009), hal.57. 8 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis

(Jakarta:Djambatan, 1995), hal.28.

(15)

Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya

dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada

kenyataanya, selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat

mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah

tidak dapat membayar lunas hutangnya, maka menjadikan perjalanan kredit

terhenti atau macet.11

Setiap bank pasti menghadapi masalah kredit macet, tanpa kredit macet

merupakan hal yang aneh (kecuali bagi bank-bank baru tentunya). Membicarakan

kredit macet, sesungguhnya membicarakan risiko yang terkandung dalam setiap

pemberian kredit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bank tidak

mungkin terhindar dari kredit macet. Kemacetan kredit suatu hal yang akan

menjadi penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan

terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank karenanya bank wajib

meghindarkan diri dari kredit macet. 12

Kerugian yang terjadi pada pihak bank yang disebabkan karena debitur

wanprestasi adalah terjadi kredit macet. Kredit macet akan menimbulkan kerugian

bagi pihak bank dalam menagih kredit yang menjadi hak bank selaku kreditur

kepada debitur.

Hak dan kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan

kewajiban kreditur. Selama proses pemberian kredit tidak mengalami masalah

yakni kedua belah pihak dalam pemberian kredit tersebut tidak melalaikan hak

dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka tidak akan muncul

persoalan. Pada umumnya persoalan tersebut dapat timbul apabila debitur lalai

11 Gatot Supramono, Op.Cit , hal.92.

(16)

mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Jika hal tersebut

terjadi maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa

semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun

yang akan ada dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi perikatan. Sehingga

dalam pemberian kredit itu sendiri dibuat pada suatu perjanjian tambahan yakni

yang menentukan suatu jaminan dari debitur sebagai upaya antisipatif bagi

kreditur apabila debitur lalai melaksanakan kewajiban debitur.

Oleh karena hal-hal tersebut yang sudah diuraikan diatas maka perlu

adanya upaya hukum yang harus dilakukan untuk mengatur tentang perjanjian

kredit, sebab apabila terjadinya penyimpangan atau penyelewengan didalam

perjanjian kredit dapat diambil jalan penyelesaian yang terbaik antara kreditur dan

debitur yaitu dengan melakukan tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh

bank.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe merupakan salah satu

bank Milik Pemerintah di Provinsi Sumatera Utara yang sedang menghadapi

kredit macet. Berdasarkan uraian singkat tersebut diatas, penulis sangat tertarik

untuk menyusun skripsi berjudul : “Tanggung-Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe”.

B. Rumusan Permasalahan

Dari latar belakang masalah yang telah penuls uraikan, maka permaslahan

yang timbul adalah sebagai berikut :

(17)

2. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggungjawaban bank?

3. Bagaimana pertanggungjawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit

macet?

4. Bagaimana penyelesaian kredit macet di bank rakyat indonesia cabang

kabanjahe?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi

syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI pada

Bank Rakyat Indonesia cabang Kabanjahe.

2. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggungjawaban

bank.

3. Untuk mengetahui pertangungjawaban korporasi bank dalam menyelesaikan

kredit macet.

4. Dan untuk mengetahui cara penyelamatan dan penyelesaian kredit macet yang

dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia cabang Kabanjahe.

D. Manfaat Penulisan

Adapun Manfaat dari Penulisan Skripsi ini adalah :

(18)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

yang berguna dan bermanfaat terhadap bidang hukum perbankan, mengenai

antisipasi untuk mengurangi terjadinya kredit bermasalah pada lembaga keuangan

perbankan.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat menjadi bahan masukkan yang berarti bagi Bank Rakyat

Indonesia Cabang Kabanjahe dalam hal antisipasi untuk mengurangi

terjadinya kredit bermasalah.

b. Dapat melengkapi kajian hukum bagi para praktisi pembuat kebijakan

dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai kredit bermasalah.

E. Metode Penulisan

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu,

juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul dalam gejala yang bersangkutan.13

Adapun metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penyusunan skripsi ini membutuhkan data yang akurat, baik berupa data

primer maupun data sekunder. Hal ini untuk memperoleh data yang diperlukan

guna penyusunan skripsi yang memenuhi syarat, baik dari segi kualitas maupun

(19)

kuantitas. Dalam menyelesaikan suatu masalah diperlukan suatu metode yang

harus sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dengan metode yang telah

ditentukan terlebih dahulu, diharapkan dapat memberikan hasil yang baik maupun

pemecahan yang sesuai serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan

cara ilmiah, diharapkan data yang akan didapatkan adalah data yang obyektif, valid dan reliable.

Penelitian yang berjudul ”Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam

Menyelesaikan Kredit Macet dalam Praktik Perbankan di Bank Rakyat Indonesia

(BRI) Cabang Kabanjahe” menggunakan metode penelitian yuridis empiris

(yuridis sosiologis). Penelitian yuridis empiris, adalah metode penelitian yang

dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan

menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden

serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian

kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.14

Sedangkan penelitian yuridis sosiologis, adalah penelitian yang didasarkan

pada data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan

dengan didukung oleh penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti.15

Peneliatian ini bersifat deskriftif, yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Demikian juga

hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek

14 Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodelogi Penelitian (Bandung:CV. Mandar, 2002), hal.23.

(20)

penelitian.16 Penelitian tersebut harus dilakukan dengan melakukan survei ke

lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang sudah

ada.

2. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi, penelitian ini dilakukan di Bank Rakyat

Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe. Adapun alasan penulis memilih lokasi

penelitian tersebut karena Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe

merupakan salah satu bank milik pemerintahan di Provinsi Tanah Karo yang

sedang menghadapi kredit macet, dimana debitur yang mengajukan pinjaman

uang kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe mengalami

kesulitan dalam hal pembayaran dan mengembalikan pinjaman.

3. Sumber Data

Untuk membahas dan menganalisis permasalahan yang hendak dirumuskan dalam

skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber

asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh

data primer penulis melakukan studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan

data dengan cara mengadakan wawancara (interview). Wawancara adalah bertanya langsung secara bebas kepada responden dengan mempersiapkan

terlebih dahulu daftar pertanyaan secara terbuka sebagai pedoman.

Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan

16

(21)

dengan penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Cabang Kabanjahe.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis sebelumnya telah di olah

orang lain. Penulis melakukan studi kepustakaan untuk memperoleh data

sekunder. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan

pustaka yang berkaitan dengan permasalahan sebagai bahan referensi untuk

menunjang keberhasilan penelitian. Studi kepustakaan atau data sekunder

terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan

hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan. Adapun

peraturan perundang-undangan yang dimaksud:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);

b) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;

c) Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

d) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

e) Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

f) Bank Rakyat Indonesia, Surat Edaran NOSE:S.14-DIR/ADK/05/2007

tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah.

2) Bahan Hukum Sekunder

(22)

a) Kepustakaan atau buku literatur yang berhubungan dengan hukum

perbankan dan hukum jaminan;

b) Data tertulis lain berupa karya ilmiah para sarjana; dan

c) Referensi- referensi yang relevan dengan hukum perbankan.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Penelitian Library Research

Metode yang digunakan adalah dengan cara memperoleh data tersedia

diperpustakaan yang pernah ditulis sebelumnya di mana ada hubungannya

dengan masalah yang ingin dipecahkan. 17

b. Metode Penelitian Lapangan

Metode Penelitian Lapangan yang dilakukan adalah dengan melakukan

wawancara.

5. Analisis Data

Setelah semua data yang terkumpul secara lengkap dan disusun secara

sistematis, selanjutnya akan dianalisis. Dalam penelitian ini penulis memilih

metode analisis data secara kualitatif yaitu analisis berupa kalimat dan uraian.

Metode kualitatif adalah menguji data dengan teori dan doktrin serta

undang-undang. Dengan digunakannya metode kualitatif akan diperoleh suatu gambaran

dan jawaban yang jelas mengenai pokok permasalahan dan menemukan

kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia dan terbatas pada masalah

yang diteliti.

Terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap data yang diperoleh selama

penelitian, kemudian dipadukan dengan teori yang melandasinya untuk mencari

17

(23)

dan menemukan hubungan atau relevansi antara data yang diperoleh dengan

landasan teori yang digunakan. Sehingga, dapat menggambarkan dan memberikan

kesimpulan umum mengenai penyelesaian kredit macet dalam praktik perbankan

di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)”, dimana judul ini sebelumnya pernah dibahas dan ditulis oleh

penulis (mahasiswa) lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tetapi

perbedaannya terletak pada subjek penelitian. Penulis memilih Bank Rakyat

Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe untuk dijadikan sebagai subjek penelitian.

Adapun judul-judul skripsi tentang menyelesaikan kredit macet yang pernah

ditulis oleh penulis (mahasiswa) lain sebelumnya.

Mengenai keaslian penulisan, terdapat beberapa judul skripsi yang mirip

antara lain yakni:

Nama : Amlon B.Sihombing

Nim : 870200105

Judul : Usaha Bank dalam Mencegah dan Menyelesaikan Terjadinya

Kredit Macet (Studi Kasus PT.Bank Rakyat Indonesia

(PERSERO) Kantor Cabang Tebing Tinggi)

Nama : Sapta Putra

(24)

Judul : Proses Penyelesaian Kredit Macet pada Swasta (Studi Kasus di

PT.Bank Umum Nasional Cabang Medan)

Nama : Amas Kenaekan N

Nim : 990222003

Judul : Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas dalam

Penyelesaian Kredit Macet pada Bank Milik Negara (Tinjauan

Yuridis dan Praktis pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang

Negara (KP2LN) Medan)

Nama : Chairina Atma

Nim : 010222040

Judul : Suatu Tinjauan tentang Kredit Macet pada Bank Central Asia

cabang Medan Ditinjau dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Nama : Roy Indrawan

Nim : 020222028

Judul : Tijauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Kredit Macet pada System

Perbankan ( Studi pada Bank Mandiri )

Nama : New Yerlina.S

Nim : 080200106

Judul : Penyelesaian Kredit Macet dalam Praktik Perbankan di Bank

Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Lubuk Pakam

Berdasarkan pemeriksaan kepustakaan maupun dilapangan, perihal

penyelamatan dan penyelesaian kredit macet memang cukup banyak yang di

angkat dan di bahas, namun Penulisan dengan Judul Tanggung Jawab Hukum

(25)

Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe, Tanah Karo belum ada yang menulis

sebagai skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi-skripsi yang telah ada,

sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan

secara moral dan akademik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika

penulisan merupakan suatu bagian yang sangat penting. Untuk menghasilkan

karya ilmiah yang baik, maka pembahasan tersebut harus diuraikan dengan

sistematis, agar pembahasan tersebut dapat diarahkan untuk menjawab

masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesa. Untuk memudahkan penulisan

skripsi ini, maka diperlukan sistematika yang teratur yang terbagi dalam beberapa

bab serta sub-bab secara berurutan dan saling berkaitan satu sama lain.

Adapun sistematika penulisan ini adalah:

BAB I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan informasi

yang bersifat umum dan menyeluruh. Di dalam bab ini dipaparkan sistematika

penulisan skripsi ini dimulai dari latar belakang masalah, rumusan

permasalahan,tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET

Pada bab ini menerangkan tinjauan umum tentang perjanjian kredit bank

(26)

perjanjian kredit serta menerangkan tinjauan umum tentang kredit macet yang

terdiri dari pengertian kredit macet, kredit macet menurut hukum positif, kredit

macet menurut Bank Indonesia (BI) dan pandangan KUHPerdata mengenai kredit

macet.

BAB III. BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE SEBAGAI KORPORASI BUMN

Pada bab ini menerangkan mengenai pengertian Korporasi, BRI sebagai

Korporasi BUMN, dan prinsip-prinsip BRI dalam penyaluran kredit.

BAB IV. TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM

MENYELESAIKAN KREDIT MACET

Bab ini merupakan bab yang paling utama dalam skripsi ini (penelitian) ini

yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pengaturan hak dan

kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, Pihak-pihak yang terlibat terhadap

pertanggungjawaban bank, Bagaimana pertanggungjawaban korporasi bank dalam

menyelesaikan kredit macet, dan Penyelesaian kredit macet di BRI cabang

kabanjahe.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian kesimpulan dan saran, pada bagian kesimpulan akan

tercantum kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab-bab

sebelumnya yang juga merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan

pada penelitian ini. Pada bagian saran diuraikan saran-saran dari penulis untuk

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit

Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:18 1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat

hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.

2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubugan hukum dalam

lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.

Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi

perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata) adalah suatu hubungan hukum dibidang

harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu

dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling

mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan

begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan

prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak

tersebut serta menimbulkan akibat hukum.19

18

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia,2009), hal.42.

19

(28)

Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu

pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah

determinan hukum.20

Pengertian perjanjian kredit adalah pokok (prinsipil) yang bersifat rill.

Sebagai perjanjian prisipil, maka perjanjian jaminan adalah assesoirnya. Ada dan

berakhirnya perjanjian jaminan bergabung pada perjanjian pokok. Arti rill adalah

bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank

kepada nasabah debitur.21

Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.

Dan perjanjian bersifat konsensual obligator yang dikuasai oleh Undang-Undang

Perbankan dan bagian umum KUHPerdata. Penyerahan-penyerahan yang

dilakukan barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian

kredit pada dua pihak. 22

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan

kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban

membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur dengan berdasarkan

syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.23

Oleh karena itu perjanjian kredit adalah perjanjian yang diikat antara

nasabah atau peminjam kredit dengan bank atau pemberi kredit selaku pihak yang

meminjamkan sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan oleh pihak

nasabah atau sipeminjam kredit pada suatu waktu tertentu yang diperjanjikan.

20

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty, 1985), hal. 117. 21

Hermansyah, Op. Cit., hal.71. 22

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cetakan Keempat, (Bandung:Alumni,1978), hal.32.

23

(29)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikemukakan bahwa

unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara lain:

1. Adanya para pihak, yaitu debitur dan kreditur.

2. Adanya suatu objek atau prestasi yang diperjanjikan.

3. Adanya batas atau jangka waktu yang telah diperjanjikan.

4. Adanya hak dan kewajiban para pihak.

5. Adanya suatu bentuk jaminan yang diikat oleh pihak kreditur.

6. Adanya kepercayaan atau keyakinan dari sipenerima kredit.

Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam

sebagaimana yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

R.Subekti (1991:3) berpendapat: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu

diadakan, dalam semua itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian

pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan

Pasal 1769 KUHPerdata.”

Perjanjian yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata

mengenai perikatan, dalam Buku III tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai

perjanjian mengenai perjanjian diatur dalam Bab II. Perjanjian dalam Buku III

KUHPerdata karena perjanjian merupakan salah-satu sumber perikatan, memang

ada, selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang–undang.

Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata,

disebutkan sebagai berikut:“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dalam rumusan tersebut digunakan istilah persetujuan bukan perjanjian.

(30)

pada dasarnya mempunyai maksud yang sama, yaitu tercapai kata sepakat dari

kedua belah pihak.

Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tampak kurang lengkap karena yang

mengikatkan dirinya dalam perjanjian hanya salah satu pihak saja. Padahal yang

sering kali dijumpai adalah perjanjian dimana kedua belah pihak saling

mengikatkan diri satu sama lain. Seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan

tukar-menukar, para pihak di dalamnya saling mengikatkan diri, sehingga

mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal balik. Karena itu seharusnya

rumusan tersebut ditambah dengan kata-kata atau saling mengikatkan dirinya satu

sama lain.24

Selain itu rumusan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut juga sangat

luas,25hal ini dapat terlihat dari kata “perbuatan”, yang berarti seluruh apa saja

yang dapat diperjanjikan, termasuk perbuatan melawan hukum. Sehingga rumusan

tersebut perlu dibatasi dengan perbuatan hukum saja.

Dari sekian banyak bentuk perjanjian yang ada dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, salah satunya adalah perjanjian pinjam pengganti yang

diatur dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata.

Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pinjam pengganti diatur dalam

Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu:“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengaan

mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu

barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula”.

24

Gatot Supramono, Op.Cit.,hal 36 25

(31)

Dalam perjanjian ini pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta

kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan

berakhir (Pasal 1759 KUHPerdata). Sedangkan pihak peminjam berkewajiban

mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam yang

ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Selain itu berkewajiban pula membayar

bunga, karena undang-undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas

peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765

KUHPerdata).

Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya

adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek

perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek

perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada

debitur. 26

Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara

kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai

debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak

bank sebagai pemberi kredit kepada debitur.

Objek perjanjian kredit bank biasanya memuat besarnya pinjaman yang

diberikan, jenis pinjamannya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara

pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur

dan lainnya. Jadi perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek

perjanjiannya khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada

26

(32)

debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib

memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya. 27

2. Jenis-jenis Kredit

Kredit dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: 28

a. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan

Dilihat dari tujuan penggunaan kredit, dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Kredit Investasi

Kredit Investasi merupakan kredit yang diberikan oleh Bank kepada

debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang

mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, kredit

investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan baru atau proyek baru,

maupun proyek pengembangan, modernisasi mesin, dan peralatan,

pembelian kendaraan yang digunakan untuk kelancaran usaha, dan

perluasan perusahaan. Kredit investasi ini nominalnya besar, maka pada

umumnya jangka waktu lebih dari satu tahun, jangka menengah, dan

panjang.

Contoh:

PT. Anugerah (industri sepatu) mengajukan kredit ke Bank MB Surabaya

untuk membeli 100 unit mesin jahit sepatu. Masing-masing mesin jahit

seharga Rp 5.000.000,- sehingga dana yang diperlukan sebesar Rp

500.000.000,-. Mesin jahit merupakan aktiva tetap atau barang modal,

sehingga permohonan kredit tersebut tergolong kredit investasi.

2) Kredit Modal Kerja

27

Ibid. 28

(33)

Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi

kebutuha modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.

Kredit Modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek yaitu

lamanya satu tahun. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan

baku, biaya upah, untuk menutup piutang dagang, pembelian barang

dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifatnya hanya digunakan

selama satu tahun.

Contoh:

PT. Anugerah memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000.000,-

untuk meningkatkan volume penjualan yang ditargetkan sebesar 30%

dari penjualan tahun sebelumnya. Tambahan dana tersebut untuk

meng-cover piutang dan membeli bahan baku maupun persediaan lainnya. PT. Anugerah mengajukan kredit kepada Bank MB Surabaya, maka MB

Surabaya dapat memberikan kredit modal kerja.

3) Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk

membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk

digunakan keperluan usaha.Beberapa contoh kredit konsumtif antara lain

kredit untuk pembelian rumah tinggal, kendaraan bermotor untuk dipakai

sendiri, dan kredit untuk keperluan lain yang habis dipakai.

Contoh:

Andika mengajukan kredit untuk pembelian rumah dengan harga Rp

200.000.000,-. Atas pembelian rumah tersebut di sudah membayar uang

(34)

Surabaya. Bank MB Surabaya dapat memberikan kredit konsumtif

kepada Andika.

b. Kredit dilihat dari jangka waktu

Sesuai dengan jangka waktu kredit dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka

waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan oleh bank

untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha

dalam satu tahun.

2) Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan jangka

waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat diberikan

untuk ketiga jenis kredit yaitu modal kerja, kredit investasi dan kredit

konsumtif. Kredit modal kerja yang pada umumnya jangka waktunya

satu tahun, akan tetapi apabila nilai kreditnya besar maka bisa diberikan

sampai dengan tiga tahun. Kredit investasi yang nilainya kecil bisa

diberikan sampai dengan tiga tahun, akan tetapi bila nominalnya besar

akan diberikan jangka panjang. Kredit konsumtif akan disesuaikan

dengan kemampuan debitur dalam mengansur, sehingga dapat diberikan

dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

3) Kredit jangka panjang

Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini diberikan

(35)

proyek, pengadaan mesin dan peralatan, dan lain-lain yang nominalnya

besar serta kredit konsumtif yang nilainya besar, misalnya KPR.

c. Kredit dilihat dari cara penarikan

Kredit dapat dibagi sesuai dengan cara penarikan, maupun pembayaran

kembali menjadi 3 jenis yaitu kredit sekaligus, bertahap, dan rekening

koran.

1) Kredit Sekaligus

Kredit sekaligus bisa disebut dengan aflopend credit yaitu kredit yang dicairkan sekaligus sesuai dengan dengan plafon kredit yang disetujui.

Kredit tersebut bisa dicairkan secara tunai, maupun nontunai yaitu

melalui pemindah-bukuan. Dalam praktik bank akan mencairkan kredit

sekaligus melalui rekening giro atau tabungan debitur, tidak diberikan

tunai. Debitur akan menarik dari rekening yang telah dimiliki.

Dilihat dari cara pengembalian, kredit sekaligus dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu:

a) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kredit yaitu dilakukan dengan

angsuran sampai dengan lunas setelah jangka waktu tertentu.

Angsuran tersebut dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, dan

seterusnya. Hal ini disesuaikaan dengan perjanjian dan kemampuan

debitur untuk membayar kembali. Jenis kredit ini cocok untuk

investasi.

b) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kembali kredit yaitu sekaligus

pada akhir masa kredit. Misal: kredit modal kerja dengan jangka

(36)

bulan, dan pinjaman pokok akan dibayar pada akhir tahun atau pada

akhir masa perjanjian kredit.

2) Kredit bertah ap

Kredit yang pencariannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara

bertahap 2,3,4, kali pencairan dalam masa kredit. Pencarian disesuaikan

dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk

investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkan sesuai dengan

termin pembayaran proyek.

Misalnya: Plafon kredit yang disetujui oleh bank sebesar

Rp.1.000.000.000,- untuk pembangunan gedung, maka kredit tersebut

akan dicairkan selama satu tahun sesuai dengan termin penyelesaian

proyek pembangunan gedung. Bank akan mencairkan secara tidak

langsung sebesar Rp.1.000.000.000,- akan tetapi sesuai dengan tingkat

penyelesaian pembangunan. Bunga yang harus dibayar oleh nasabah

sesuai dengan pencairan kredit atau kredit yang telah dinikmati oleh

nasabah. Adapun, cara pengembalian yang biasa dilakukan secara

angsuran sesuai dengan jangka waktu tertentu sampai dengan lunas pada

akhir masa kredit.

3) Kredit Rekening Koran

Kredit rekening koran adalah kredit yang penyediaan dana dilakukan

melalui pemindah-bukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut

kedalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikan dilakukan dengan

menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindah- bukuan

(37)

Penarikan kredit ini dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan

pembayaran atas pinjaman rekening koran juga dapat dilakukan

sewaktu-waktu dengan menyetorkan ke rekening giro debitur, bank

akan memotong dari rekening giro debitur tersebut.

d. Kredit Dilihat dari Sektor Usaha

Dilihat dari sektor usaha, kredit dapat dibagi antara lain sebagai berikut:

1) Sektor Industri

Kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor

industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku

menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain

yang memiliki faedah yang lebih tinggi.

Beberapa contoh sektor industri antara lain:

a) Industri Elektronik

b) Industri Pertambangan

c) Industri Kimia

d) Industri Tekstil

2) Sektor Perdagangan

Kredit ini, diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang

perdagangan, baik perdagangan kecil, menengah, dan perdagangan besar.

Kredit ini, dimaksudkan untuk memperluas usha nasabah dalam usaha

perdagangan. Misal: untuk memperbesar jumlah penjualan atau

memperbesar pasar. Beberapa contoh kredit perdagangan antara lain

kredit yang diberikan kepada usaha: supermarket, distributor, eksportir,

(38)

3) Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan

Kredit ini, diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor

pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kredit tersebut biasanya diberikan

dalam bentuk kredit modal kerja maupun investasi kepada tambak,

petani, dan nelayan.

4) Sektor Jasa

Sektor jasa sebagaimana tersebut di bawah ini yang dapat diberikan

kredit oleh bank antara lain:

a) Jasa Pendidikan

Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan

merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha tersebut

mudah diestimasikan pendapatannya. Jenis kredit yang cocok adalah

kredit investasi dengan jangka panjang.

b) Jasa Rumah Sakit

Bank dapat memberikan kredit kepada rumah sakit apabila jaminan

yang diberikan tidak memiliki banyak risiko, sehingga apabila terjadi

masalah kredit, maka bank dapat menjual jaminan tersebut sebagai

sumber perlunasan utang. Kredit yang sesuai untuk jasa rumah sakit

ialah kredit investasi jangka panjang.

c) Jasa Angkutan

Kredit yang diberikan untuk sektor angkutan, misal: kredit kepada

pengusaha taksi, bus, angkutan darat, laut, dan udara, termasuk juga

(39)

komunikasi. Kredit yang sesuai adalah kredit investasi jangka panjang

untuk membeli kendaaraan alat angkutan.

d) Jasa Lainnya

Kredit yang diberikan kepada jasa lainnya, misal: kredit untuk profesi,

pengacara, dokter, insinyur, kantor, dan akuntan.

5) Sektor Perumahan

Bank memberikan kredit kepada debitur yang bergerak di bidang

pembangunan perumahan. Pada umumnya, diberikan dalam bentuk kredit

konstruksi, yaitu kredit untuk pembangunan perumahan. Adapun cara

pembayaran kembali yaitu dipotong dari produk rumah yang telah

terjual. Kredit ini diberikan oleh bank tertentu, misalnya BTN

memberikan kepada pengembang untuk membangun rumah di kawasan

perumahan tertentu.

e. Kredit Dilihat dari Segi Jaminan

1) Kredit dengan jaminan

Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan

jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi

jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda tidak berwujud.

a) Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan merupakan jenis kredit yang di dukung dengan

jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi

dari pihak debitur.

(40)

Jaminan benda berwujud merupakan jaminan kebendaan yang terdiri

dari barang bergerak maupun barang tidak bergerak, misal:

kendaraan bermotor, mesin dan peralatan, inventaris kantor, barang

dagangan. Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain,

tanah dan gedung yang berdiri di atas tanah tersebut atau tanah tanpa

gedung, kapal api dengan bobot 20 m3.

c) Jaminan Benda Tidak Berwujud

Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda

tidak berwujud. Benda tidak berwujud tersebut antara lain, promes,

obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang tidak berwujud

tersebut dapat diikat dengan cara pemindah-tanganan atau cessie. 2) Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)

Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan.

Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh

bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini berisiko tinggi karena

tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.

Bank dapat memberikan kredit tersebut kepada debitur yang dapat

diyakini bahwa debitur tersebut dapat membayar pinjaman dengan

lancar. Bank akan menderita apabila debitur tidak dapat membayar

pinjaman tersebut. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena

bank tidak dapat memiliki jaminan yang dapat dijual.

Contoh: kredit tanpa jaminan antara lain:

a) Kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) pengangkatan menjadi

(41)

Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena bukan merupakan

sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi nasabah tersebut

adalah pegawai negeri sipil, maka SK tersebut merupakan hal yang

sangat penting, sehingga sangat berharga. Debitur tidak ingin SK

tersebut ditahan, sehingga berusaha untuk membayar kembali

pinjaman tersebut.

b) Kredit dengan jaminan ijazah

Jaminan ijazah bagi bank tidak ada nilainya, akan tetapi bagi nasabah

sangat berarti, sehingga nasabah berusaha membayar angsuran.

f. Kredit Dilihat dari Jumlah

Jenis kredit ini terdiri dari UMKM (usaha mikro kecil dan menengah),

kredit UKM (usaha kecil dan menengah), kredit korporasi.

1) Kredit UMKM

Kredit UMKN merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha

dengan skala usaha sangat kecil. Misal: kredit yang diberikan bank

kepada pengusaha tempe, dan peracangan.

2) Kredit UKM

Kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp.

50.000.000,- dan tidak melebihi Rp. 350.000.000,- UKM sudah memiliki

modal yang cukup, serta administrasi yang lebih baik dibanding dengan

UMKM, sehingga bank juga dapat memenuhi permohonan kredit. Kredit

UKM antara lain kredit untuk koperasi, pengusaha kecil (perdagangan,

toko, dan grosir).

(42)

Jenis kredit ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan

jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi). Pada

umumnya, bank lebih mudah melakukan analisis terhadap debitur

korporasi karena data keuangan lebih lengkap, administrasi baik, dan

struktur pemodalan yang kuat.

3. Bentuk- Bentuk Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian

bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu

perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan

pada pokok yang telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Praktik yang lazim pada

masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal

ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan

sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Akan berbeda

apabila perjanjian dibuat secara tertulis yang mana lebih memudahkan para pihak

dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban para pihak.

Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui

sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dibuktikan dengan baik oleh para

pihak.

Sutarno berpendapat bahwa dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis

mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan. Meskipun dalam

pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis umun

dalam organisasi bisnis modern dan manapun untuk kepentingan administrasi

(43)

bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka

kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan

perjanjian kredit dalam bentuk tertulis adalah Instruksi Presidium Kabinet No.

15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996, yang didalamnya menegaskan :

“Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas

antara bank dengan debitur atau antara Bank Sentral dengan Bank-Bank lainnya”.

Juga dalam surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa

No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang pada

intinya berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian kredit. 29

Dalam perjanjian Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-Undang Perbankan,

ditentukan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Dalam Pasal 1 Rancangan

Undang-Undang Perkreditan Perbankan telah ditentukan bentuk perjanjian kredit, yaitu

secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai

dengan kelaziman di dunia perbankan. Setiap perjanjian kredit yang dibuat wajib

memuat sekurang-kurangnya30 :

1. Identitas kreditur dan debitur secara benar, lengkap, dan jelas;

2. Tujuan penggunaan kredit;

3. Jumlah uang dan jenis mata uang tertentu;

4. Jangka waktu perjanjian;

5. Besar dan tata cara perhitungan bunga;

6. Jaminan kredit;

7. Hak dan kewajiban kreditur dan debitur;

29

(44)

8. Syarat-syarat penarikan kredit;

9. Hal-hal yang menimbulkan kewajiban materiil bagi debitur; dan

10. Pernyataan debitur bahwa debitur telah mengerti dan menyetujui isi perjanjian

kredit.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan

debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang

mudah mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat

bukti. Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk

perjanjian kredit yang tertulis, yaitu :

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta dibawah

tangan.

Akta di bawah tangan ini sesuai Passal 1874 KUHPerdata adalah surat

atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang

berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua

perjanjian yang dibuat di antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di

bawah tangan. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya

bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya dimana

saja diperbolehkan. Dengan akta di bawah tangan, sesuai dengan asa kebebasan

berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

Terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan para

pihak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta)

(45)

tandatangannya. Kalo tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan

berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang

membuatnya. Sebaliknya, jika tanda-tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah

membubuhkan tanda-tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan

itu harus berusaha mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa

tanda-tangan tadi dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda-tanda-tangan

terhadap akta di bawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak

mempunyai banyak manfaat yang diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta

dibawah tangan.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, yang dinamakan akta

otentik atau akta materill.

Menurut pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang didalam

bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan

pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuat

tersebut. Perjanjian kredit saat ini lazim sudah menggunakan akta notaril. Yang

menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam

praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh para pihak

dan kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam bentuk akta

otentik. Pemberian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik

dilakukan untuk pemberian kredit dalam jumlah yang benar dengan jangka waktu

menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja (termasuk di

dalam kredit yang diberikan kepada kontraktor), dan kredit sindikasi.

Melihat kedua macam akta tersebut, pada praktik hampir semua perjanjian

(46)

demi menjamin legalitas dari perjanjian itu, sebab kekuatan pembuktian akta

otentik adalah sempurna.

Selain dari bentuk-bentuk diatas, sebagai suatu bentuk perkembangan dari

perjanjian tertulis, maka dalam perjanjian kredit bank dikenal pula istilah kontrak

baku (standard form atau standaart contract ). Perjanjian dalam bentuk kontrak baku yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disiapkan oleh salah satu

pihak (dalam hal ini dilakukan oleh pihak bank) dalam bentuk

ketentuan-ketentuan tertentu yang kemudian diberikan kepada pihak lain untuk

ditanda-tangani. Pihak yang disodori perjanjian hanya mempunyai dua pilihan, menerima

(dalam bentuk membubuhkan tanda-tangan) atau menolak perjanjian, yang saat

ini lazim disebut sebagai semboyan “take it or not”. Poin-poin perjanjian dibuat

oleh pihak bank untuk kemudian diberikan kepada nasabah debitur untuk diterima

sebagai perjanjian yang mengikat satu sama lain. Praktik ini sudah diberlakukan

hampir pada semua perjanjian, tidak hanya kredit, meski keabsahan sampai saat

ini masih dipertentangkan.

Undang–Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk

perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara

tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian

kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk

tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract). Perjanjian kredit bank bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notarial.

Praktik perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:

1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 Tentang Pedoman Kebijakan di

(47)

Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966, Surat

Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20

Oktober 1996 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 Tanggal

6 Pebruari 1967, menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian

kredit dalam berbagai bentuk tanpa ada perjanjian yang jelas antara bank

dengan nasabah atau Bank Sentral dan ban

Referensi

Dokumen terkait

Hak-hak yang dimiliki oleh pihak kreditur disini ditulis berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Account Officer BRI Unit Kuwarasan Gombong, dimana pihak

dahulu oleh pihak bank sebelum nasabah mengajukan perjanjian kredit. Sedangkan nasabah tinggal membaca dan memahami ketentuan yang telah dibuat oleh Bank. Disini nasabah

Jawaban: Perum Jamkrindo bertanggung jawab terhadap bank penyalur Kredit Usaha Rakyat dengan cara menutupi kredit macet dengan prinsip seperti memberikan dana talangan sembari

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: Pelaksanaan perjanjian antara pihak bank dan nasabah dalam kredit pemilikan rumah di Bank Perkreditan Rakyat Solobaru

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: Pelaksanaan perjanjian antara pihak bank dan nasabah dalam kredit pemilikan rumah di Bank Perkreditan Rakyat Solobaru

Upaya perlindungan data pribadi nasabah yang di berikan oleh pihak bank BRI cabang klungkung terhadap penyalahgunaan data pribadi yaitu terlebih dahulu dengan

Hasil wawancara dengan Bapak Roel Naibaho sebagai Account Officer (AO) di BRI Cabang Gajah Mada Medan, Februari 2013.. Perusahaan atau instansi tempat dimana nasabah

tangan tersebut merupakan janji seorang nasabah debitur. Meskipun, tidak terdapat dalam job desk customer service BRI Unit Batealit, seharusnya sebelum pihak bank dan pihak