TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM MENYELESAIKAN KREDIT MACET (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
APRESYA HANDAYANI SEMBIRING NIM: 110200490
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya serta diberikannya kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi
guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul : TANGGUNG JAWAB HUKUM
BANK DALAM MENYELESAIKAN KREDIT MACET (STUDI PADA BANK
RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE).
Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih
kurang dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan,
wawasan, serta bahan-bahan literature yang penulis dapatkan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua
orang tuaku yang sangat saya sayangi ayahanda Kasdi Sembiring dan Ibunda
Mastaria Br. Surbakti yang telah banyak memberikan dukungan, doa, bantuan
baik moral dan material selama aku kuliah hingga skripsi ini selesai. Dan kepada
Kakakku Evani Kasamira SE.,M.Si, dan adik-adikku terkasih Tri mauliati, dan
Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting
selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH., M.Hum., DFM, selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. O.K, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello., SH., MS., selaku Dosen Pembimbing I,
untuk semua kesabaran dan dedikasi dalam membimbing penulis baik
dalam studi, maupun dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak
Prof.
7. Bapak Dr. Edu Ikhsan, SH., M.A., selaku Dosen Pembimbing II, yang
penuh sabar membimbing saya mulai dari titik awal penulisan skripsi
8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan
9. Teristimewa buat sahabat-sahabat terbaikku dan teman-temanku
seperjuangan skripsi Edak Marni, Caca¸Icha¸Novi¸Iva, Mala, Selly,
Ime, Happy, Yana, Hendro, Joy, Maruli, Ardi, Yoshua, Boni, Natan.
10.Teman-teman Stambuk 2011 (dari PRM sampai Reguler), khusus teman-
teman grup E, senang bisa mengenal kalian semua ( Christi, Febri,
Abdel, Tata, Husein, Rasyid, Rika) dan semua pihak yang tidak mungkin
disebutkan namanya satu persatu lagi.
11. Buat Abang, Kakak, dan Adik-adik yang telah memberikan motivasi dan
doanya selama penyelesaian skripsi. Kepada Abangku Sanyo Ginting,
IPDA Khairul Yassin Ariga S.Kom, Heri Budiono. Kepada kakakku
Lidya Dosma S.Kom, Ira Mayasari S.Kom, dan kepada adik-adikku
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada
skripsi ini meskipun usaha maksimal telah banyak dilakukan penulis. Oleh sebab
itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan
senang hati demi kesempurnaan isinya dan dapat dijadikan bahan tambahan bagi
penulis.
Medan, 17 Agustus 2015
Penulis
Apresya Handayani 1 Prof. Dr. Tan Kamelo., SH, MS **
Dr. Edy Ikhsan, SH., M.H *** ABSTRAK
Tanggung Jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang yang melawan hukum. Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan dana. Pemberian kredit dilaksanakan dalam perjanjian kredit dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada kreditur dengan syarat-syarat tertentu. Pemberian kredit tersebut ada kalanya kredit yang diberikan pada debitur tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kondisi ini dinamakan kredit macet. Kredit macet tersebut akan mengganggu kinerja bank. Permasalahan yang dibahas yakni mengenai bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank, bagaimana pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet, dan bagaimana penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dan yuridis sosiologis yang bersifat deskriftif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara wawancara.
Hasilnya adalah pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI Cabang Kabanjahe yaitu para pihak daapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan halnya dengan nasabah tidak akan saling tumpah tindih. Agar para pihak tidak merasa dirugakan. Pihak- pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank antara lain yaitu pemimpin cabang, manager pemasaran, asisten manager operasional, asisten manager bisnis mikro/AMBM, supervisor penunjang bisnis, OPK Tap-sun, OPK Program, Sekretaris program, petugas arsip atau laporan pengemudi satpam dan pramubakti. Pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet yaitu memberikan nilai tambah bagi bank tersebut, karna para nasabah tersebut akan mengetahui siap sebenarnya yang bertanggung jawab bila timbul suatu masalah. Dan penyelesaian kredit macet Di BRI cabang kabanjahe yaitu penjadwalan kembali, persyaratan kembali, penataan kembali, bank menyarankan debitur menjual agunannya secara di bawah tangan. Kemudian hasil dari penjualan agunan tersebut diutamakan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada debitur (bank).
Kata kunci : Penyelesaian Kredit Macet
1
Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Permasalahan . ... 8
C.Tujuan Penulisan ... 8
D.Manfaat Penulisan ... 9
E. Metode Penulisan ... 9
F. Keaslian Penulisan . ... 14
G.Sistematika Penulisan . ... 16
BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A.Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Bank . ... 19
1. Pengertian Perjanjian Kredit ... ... 19
2. Jenis-Jenis Kredit ... 24
3. Bentuk-Bentuk Perjanjian Kredit ... ... 35
B.Tinjauan Umum Kredit Macet ... 41
1. Pengertian Kredit Macet ... 41
2. Kredit Macet Menurut Bank Indonesia (BI) ... ... 43
BAB III BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE
SEBAGAI KORPORASI BUMN
A.Pengertian Korporasi ... .55
B.BRI Sebagai Korporasi BUMN ... .58
C.Prinsip-Prinsip BRI Dalam Penyaluran Kredit ... .63
BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM
MENYELESAIKAN KREDIT MACET (STUDI PADA BANK
RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE)
A.Pengaturan Hak Dan Kewajiban Dalam Kontrak BRI Dan
Nasabah ... .73
B.Pihak-Pihak Yang Terlibat Terhadap Pertanggung-Jawaban
Bank ... 78
C.Pertanggungjawaban Korporasi Bank dalam Menyelesaikan
Kredit Macet... 87
D.Penyelesaian Kredit Macet di Cabang BRI Cabang
Kabanjahe... .... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan... 107
B.Saran ... 109
Apresya Handayani 1 Prof. Dr. Tan Kamelo., SH, MS **
Dr. Edy Ikhsan, SH., M.H *** ABSTRAK
Tanggung Jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang yang melawan hukum. Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan dana. Pemberian kredit dilaksanakan dalam perjanjian kredit dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada kreditur dengan syarat-syarat tertentu. Pemberian kredit tersebut ada kalanya kredit yang diberikan pada debitur tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kondisi ini dinamakan kredit macet. Kredit macet tersebut akan mengganggu kinerja bank. Permasalahan yang dibahas yakni mengenai bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank, bagaimana pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet, dan bagaimana penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dan yuridis sosiologis yang bersifat deskriftif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara wawancara.
Hasilnya adalah pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI Cabang Kabanjahe yaitu para pihak daapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan halnya dengan nasabah tidak akan saling tumpah tindih. Agar para pihak tidak merasa dirugakan. Pihak- pihak yang terlibat terhadap pertanggung jawaban bank antara lain yaitu pemimpin cabang, manager pemasaran, asisten manager operasional, asisten manager bisnis mikro/AMBM, supervisor penunjang bisnis, OPK Tap-sun, OPK Program, Sekretaris program, petugas arsip atau laporan pengemudi satpam dan pramubakti. Pertanggung jawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit macet yaitu memberikan nilai tambah bagi bank tersebut, karna para nasabah tersebut akan mengetahui siap sebenarnya yang bertanggung jawab bila timbul suatu masalah. Dan penyelesaian kredit macet Di BRI cabang kabanjahe yaitu penjadwalan kembali, persyaratan kembali, penataan kembali, bank menyarankan debitur menjual agunannya secara di bawah tangan. Kemudian hasil dari penjualan agunan tersebut diutamakan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada debitur (bank).
Kata kunci : Penyelesaian Kredit Macet
1
Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab
juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung
jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa
setiap manusia di bebani dengan tanggung jawab. Apabila dikaji tanggung jawab
itu adalah kewajiban yang harus dipikul atau dipenuhi sebagai akibat dari
perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau
sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban
ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri atau pihak lain. Dengan
keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara sesama manusia, antara manusia
dengan lingkungan, antara manusia dan tuhan selalu dipelihara dengan baik.
Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang
terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki
ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan
melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan
dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum
hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan.2
Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
disebut KUHPerdata), maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum
adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan seseorang yang karena
salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Selain dari tanggung
jawab perbuatan melawan hukum. KUHPerdata melahirkan tanggung jawab
hukum perdata berdasarkan wanprestasi. Diawali dengan adanya perjanjian yang
melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan
perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan
atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan
lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggung-jawaban
hukum berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggung jawab hukum perdata
berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak
dan kewajiban yang bersumber pada hukum.3
Bank sebagai lembaga keuangan menurut fungsinya mendapat
kepercayaan dari masyarakat khususnya sebagai badan resmi yang menguasai
keuangan dan memiliki potensi dana-dana. Dimana salah satu usaha pokoknya
adalah memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Untuk dapat tetap bertahan hidup bank tersebut harus mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat. Namun untuk mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat ternyata tidak mudah, terlebih-lebih setelah tumbangnya sebuah bank
besar, dan goyah beberapa bank lainnya. Suatu isu dapat menyebabkan nasabah
2
http://ueu5639.weblog.esaunggul.ac.id diakses tanggal 8 April 2015 pukul 13.20 WIB
3
suatu bank menjadi panik dan kemudian diikuti dengan penarikan dana oleh
nasabah tersebut secara ramai.
Bank sifatnya sangat peka terhadap isu. Operasi bank sangat mudah
terpengaruh oleh suatu “berita angin” yang beredar dimasyarakat. Misalnya bila
terdapat isu devaluasi, maka masyarakat akan langsung melakukan rush dollar secara besar-besaran.4 Masyarakat akan menarik dananya (dalam bentuk rupiah)
secara besar-besaran dari bank kemudian membeli dollar.
Sifat tersebut muncul karena basis utama bisnis perbankan adalah
kepercayaan. Seorang nasabah baru bersedia menempatkan dananya pada bank
apabila ia memiliki kepercayaan bahwa bank tersebut akan mengembalikan
dananya pada saat jatuh tempo dan membayar bunganya tepat pada waktunya.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat menempatkan deposito, kita hanya
diberikan selembar tanda terima (yang mungkin diberi nama sertifikat deposito)
dari bank tanpa kepercayaan, kita akan berani menerima”surat deposito” tersebut.
Pada dasarnya ada 3 (tiga) pihak dari dalam dan luar bank yang
bertanggung jawab untuk menjaga agar operasi bank tetap sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada. Pihak
pertama, berasal dari dalam bank itu sendiri yakni fungsi-fungsi Pengendalian
intern bank yang bersangkutan. Pihak kedua adalah pihak-pihak dari luar bank
seperti akuntan publik selaku auditor laporan keuangan bank, dan pihak yang
ketiga adalah Bank Indonesia selaku regulator dan pengawas bank. 5
Pemberian kredit oleh bank harus di landasi keyakinan bank atas
kemampuan dan kesanggupan kreditur untuk melunasi hutangnya dan wajib
4
Anwar Nasution, Tinjauan Ekonomi Atas Dampak Paket Deregulassi Tahun 1988 Pada Sistem Keuangan Indonesia (Jakarta:Penerbit Gramedia,1990), hal 24-27.
5
dilakukan atas dasar pemberian kredit yang sehat dan prinsip kehati-hatian agar
pemberian kredit tersebut tidak merugikan kepentingan bank, nasabah dan debitur
dan masyarakat penyimpan dana. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit harus
dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit, merupakan salah
satu bagian yang sangat strategis dalam kehidupan perbankan. Karena perjanjian
kredit merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang
mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana.
Oleh karena itu, di dalam pemberian kredit terdapat dua pihak yang
berkepentingan langsung, yaitu pihak yang mempunyai uang disebut kreditur dan
yang membutuhkan uang tersebut debitur. Jika terjadi pemberian kredit didalam
perjanjian berarti pihak yang mempunyai uang meminjamkan uangnya kepada
pihak yang memerlukan uang yang berjanji akan mengembalikan uang tersebut
beserta bunganya pada suatu waktu tertentu dimasa yang akan datang.
Dalam pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa:
“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Kredit adalah hubungan dimana kreditur yakni yang memberi pinjaman
dalam hubungan perkreditan dengan debitur yaitu nasabah penerima pinjaman
yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit
yang bersangkutan.6
Salah satu pengertian Kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran
pengembalian secara mengansur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang
dizinkan oleh Bank atau Bank lain.7
Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi, yaitu credere yang artinya
“percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa
bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada debitur karena
debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya
setelah jangka waktu yang ditentukan.8
Menurut OP.Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya:
uang,barang) dengan batas prestasi (Kontra Prestasi) yang terjadi pada waktu
yang akan datang.9
Menurut Reymont P. Kent, kredit adalah hak untuk menerima pembayaran
atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada
waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.10
Kemudian disini terkaitlah faktor waktu antara pemberian prestasi dengan
penerima kembali prestasi. Pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal
ini bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh
penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang disetujui bersama.
6
Ganda D. Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Iternasional,
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992, hal.1. 7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta:Kencana, 2009), hal.57. 8 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis
(Jakarta:Djambatan, 1995), hal.28.
Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya
dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada
kenyataanya, selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat
mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah
tidak dapat membayar lunas hutangnya, maka menjadikan perjalanan kredit
terhenti atau macet.11
Setiap bank pasti menghadapi masalah kredit macet, tanpa kredit macet
merupakan hal yang aneh (kecuali bagi bank-bank baru tentunya). Membicarakan
kredit macet, sesungguhnya membicarakan risiko yang terkandung dalam setiap
pemberian kredit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bank tidak
mungkin terhindar dari kredit macet. Kemacetan kredit suatu hal yang akan
menjadi penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan
terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank karenanya bank wajib
meghindarkan diri dari kredit macet. 12
Kerugian yang terjadi pada pihak bank yang disebabkan karena debitur
wanprestasi adalah terjadi kredit macet. Kredit macet akan menimbulkan kerugian
bagi pihak bank dalam menagih kredit yang menjadi hak bank selaku kreditur
kepada debitur.
Hak dan kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan
kewajiban kreditur. Selama proses pemberian kredit tidak mengalami masalah
yakni kedua belah pihak dalam pemberian kredit tersebut tidak melalaikan hak
dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka tidak akan muncul
persoalan. Pada umumnya persoalan tersebut dapat timbul apabila debitur lalai
11 Gatot Supramono, Op.Cit , hal.92.
mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Jika hal tersebut
terjadi maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa
semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi perikatan. Sehingga
dalam pemberian kredit itu sendiri dibuat pada suatu perjanjian tambahan yakni
yang menentukan suatu jaminan dari debitur sebagai upaya antisipatif bagi
kreditur apabila debitur lalai melaksanakan kewajiban debitur.
Oleh karena hal-hal tersebut yang sudah diuraikan diatas maka perlu
adanya upaya hukum yang harus dilakukan untuk mengatur tentang perjanjian
kredit, sebab apabila terjadinya penyimpangan atau penyelewengan didalam
perjanjian kredit dapat diambil jalan penyelesaian yang terbaik antara kreditur dan
debitur yaitu dengan melakukan tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh
bank.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe merupakan salah satu
bank Milik Pemerintah di Provinsi Sumatera Utara yang sedang menghadapi
kredit macet. Berdasarkan uraian singkat tersebut diatas, penulis sangat tertarik
untuk menyusun skripsi berjudul : “Tanggung-Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe”.
B. Rumusan Permasalahan
Dari latar belakang masalah yang telah penuls uraikan, maka permaslahan
yang timbul adalah sebagai berikut :
2. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggungjawaban bank?
3. Bagaimana pertanggungjawaban korporasi bank dalam menyelesaikan kredit
macet?
4. Bagaimana penyelesaian kredit macet di bank rakyat indonesia cabang
kabanjahe?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan hak dan kewajiban dalam kontrak BRI pada
Bank Rakyat Indonesia cabang Kabanjahe.
2. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat terhadap pertanggungjawaban
bank.
3. Untuk mengetahui pertangungjawaban korporasi bank dalam menyelesaikan
kredit macet.
4. Dan untuk mengetahui cara penyelamatan dan penyelesaian kredit macet yang
dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia cabang Kabanjahe.
D. Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat dari Penulisan Skripsi ini adalah :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
yang berguna dan bermanfaat terhadap bidang hukum perbankan, mengenai
antisipasi untuk mengurangi terjadinya kredit bermasalah pada lembaga keuangan
perbankan.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan dapat menjadi bahan masukkan yang berarti bagi Bank Rakyat
Indonesia Cabang Kabanjahe dalam hal antisipasi untuk mengurangi
terjadinya kredit bermasalah.
b. Dapat melengkapi kajian hukum bagi para praktisi pembuat kebijakan
dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai kredit bermasalah.
E. Metode Penulisan
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu,
juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam gejala yang bersangkutan.13
Adapun metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penyusunan skripsi ini membutuhkan data yang akurat, baik berupa data
primer maupun data sekunder. Hal ini untuk memperoleh data yang diperlukan
guna penyusunan skripsi yang memenuhi syarat, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Dalam menyelesaikan suatu masalah diperlukan suatu metode yang
harus sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dengan metode yang telah
ditentukan terlebih dahulu, diharapkan dapat memberikan hasil yang baik maupun
pemecahan yang sesuai serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan
cara ilmiah, diharapkan data yang akan didapatkan adalah data yang obyektif, valid dan reliable.
Penelitian yang berjudul ”Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam
Menyelesaikan Kredit Macet dalam Praktik Perbankan di Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Cabang Kabanjahe” menggunakan metode penelitian yuridis empiris
(yuridis sosiologis). Penelitian yuridis empiris, adalah metode penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan
menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden
serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian
kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.14
Sedangkan penelitian yuridis sosiologis, adalah penelitian yang didasarkan
pada data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan
dengan didukung oleh penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.15
Peneliatian ini bersifat deskriftif, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Demikian juga
hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek
14 Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodelogi Penelitian (Bandung:CV. Mandar, 2002), hal.23.
penelitian.16 Penelitian tersebut harus dilakukan dengan melakukan survei ke
lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang sudah
ada.
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul skripsi, penelitian ini dilakukan di Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe. Adapun alasan penulis memilih lokasi
penelitian tersebut karena Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe
merupakan salah satu bank milik pemerintahan di Provinsi Tanah Karo yang
sedang menghadapi kredit macet, dimana debitur yang mengajukan pinjaman
uang kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe mengalami
kesulitan dalam hal pembayaran dan mengembalikan pinjaman.
3. Sumber Data
Untuk membahas dan menganalisis permasalahan yang hendak dirumuskan dalam
skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber
asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh
data primer penulis melakukan studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan
data dengan cara mengadakan wawancara (interview). Wawancara adalah bertanya langsung secara bebas kepada responden dengan mempersiapkan
terlebih dahulu daftar pertanyaan secara terbuka sebagai pedoman.
Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan
16
dengan penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Cabang Kabanjahe.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis sebelumnya telah di olah
orang lain. Penulis melakukan studi kepustakaan untuk memperoleh data
sekunder. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan
pustaka yang berkaitan dengan permasalahan sebagai bahan referensi untuk
menunjang keberhasilan penelitian. Studi kepustakaan atau data sekunder
terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan
hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan. Adapun
peraturan perundang-undangan yang dimaksud:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
b) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
c) Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
d) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
e) Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
f) Bank Rakyat Indonesia, Surat Edaran NOSE:S.14-DIR/ADK/05/2007
tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah.
2) Bahan Hukum Sekunder
a) Kepustakaan atau buku literatur yang berhubungan dengan hukum
perbankan dan hukum jaminan;
b) Data tertulis lain berupa karya ilmiah para sarjana; dan
c) Referensi- referensi yang relevan dengan hukum perbankan.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Penelitian Library Research
Metode yang digunakan adalah dengan cara memperoleh data tersedia
diperpustakaan yang pernah ditulis sebelumnya di mana ada hubungannya
dengan masalah yang ingin dipecahkan. 17
b. Metode Penelitian Lapangan
Metode Penelitian Lapangan yang dilakukan adalah dengan melakukan
wawancara.
5. Analisis Data
Setelah semua data yang terkumpul secara lengkap dan disusun secara
sistematis, selanjutnya akan dianalisis. Dalam penelitian ini penulis memilih
metode analisis data secara kualitatif yaitu analisis berupa kalimat dan uraian.
Metode kualitatif adalah menguji data dengan teori dan doktrin serta
undang-undang. Dengan digunakannya metode kualitatif akan diperoleh suatu gambaran
dan jawaban yang jelas mengenai pokok permasalahan dan menemukan
kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia dan terbatas pada masalah
yang diteliti.
Terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap data yang diperoleh selama
penelitian, kemudian dipadukan dengan teori yang melandasinya untuk mencari
17
dan menemukan hubungan atau relevansi antara data yang diperoleh dengan
landasan teori yang digunakan. Sehingga, dapat menggambarkan dan memberikan
kesimpulan umum mengenai penyelesaian kredit macet dalam praktik perbankan
di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe.
F. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe)”, dimana judul ini sebelumnya pernah dibahas dan ditulis oleh
penulis (mahasiswa) lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tetapi
perbedaannya terletak pada subjek penelitian. Penulis memilih Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Cabang Kabanjahe untuk dijadikan sebagai subjek penelitian.
Adapun judul-judul skripsi tentang menyelesaikan kredit macet yang pernah
ditulis oleh penulis (mahasiswa) lain sebelumnya.
Mengenai keaslian penulisan, terdapat beberapa judul skripsi yang mirip
antara lain yakni:
Nama : Amlon B.Sihombing
Nim : 870200105
Judul : Usaha Bank dalam Mencegah dan Menyelesaikan Terjadinya
Kredit Macet (Studi Kasus PT.Bank Rakyat Indonesia
(PERSERO) Kantor Cabang Tebing Tinggi)
Nama : Sapta Putra
Judul : Proses Penyelesaian Kredit Macet pada Swasta (Studi Kasus di
PT.Bank Umum Nasional Cabang Medan)
Nama : Amas Kenaekan N
Nim : 990222003
Judul : Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas dalam
Penyelesaian Kredit Macet pada Bank Milik Negara (Tinjauan
Yuridis dan Praktis pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang
Negara (KP2LN) Medan)
Nama : Chairina Atma
Nim : 010222040
Judul : Suatu Tinjauan tentang Kredit Macet pada Bank Central Asia
cabang Medan Ditinjau dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Nama : Roy Indrawan
Nim : 020222028
Judul : Tijauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Kredit Macet pada System
Perbankan ( Studi pada Bank Mandiri )
Nama : New Yerlina.S
Nim : 080200106
Judul : Penyelesaian Kredit Macet dalam Praktik Perbankan di Bank
Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Lubuk Pakam
Berdasarkan pemeriksaan kepustakaan maupun dilapangan, perihal
penyelamatan dan penyelesaian kredit macet memang cukup banyak yang di
angkat dan di bahas, namun Penulisan dengan Judul Tanggung Jawab Hukum
Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe, Tanah Karo belum ada yang menulis
sebagai skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi-skripsi yang telah ada,
sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan akademik.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika
penulisan merupakan suatu bagian yang sangat penting. Untuk menghasilkan
karya ilmiah yang baik, maka pembahasan tersebut harus diuraikan dengan
sistematis, agar pembahasan tersebut dapat diarahkan untuk menjawab
masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesa. Untuk memudahkan penulisan
skripsi ini, maka diperlukan sistematika yang teratur yang terbagi dalam beberapa
bab serta sub-bab secara berurutan dan saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan ini adalah:
BAB I. PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan informasi
yang bersifat umum dan menyeluruh. Di dalam bab ini dipaparkan sistematika
penulisan skripsi ini dimulai dari latar belakang masalah, rumusan
permasalahan,tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET
Pada bab ini menerangkan tinjauan umum tentang perjanjian kredit bank
perjanjian kredit serta menerangkan tinjauan umum tentang kredit macet yang
terdiri dari pengertian kredit macet, kredit macet menurut hukum positif, kredit
macet menurut Bank Indonesia (BI) dan pandangan KUHPerdata mengenai kredit
macet.
BAB III. BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KABANJAHE SEBAGAI KORPORASI BUMN
Pada bab ini menerangkan mengenai pengertian Korporasi, BRI sebagai
Korporasi BUMN, dan prinsip-prinsip BRI dalam penyaluran kredit.
BAB IV. TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK DALAM
MENYELESAIKAN KREDIT MACET
Bab ini merupakan bab yang paling utama dalam skripsi ini (penelitian) ini
yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pengaturan hak dan
kewajiban dalam kontrak BRI dan nasabah, Pihak-pihak yang terlibat terhadap
pertanggungjawaban bank, Bagaimana pertanggungjawaban korporasi bank dalam
menyelesaikan kredit macet, dan Penyelesaian kredit macet di BRI cabang
kabanjahe.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian kesimpulan dan saran, pada bagian kesimpulan akan
tercantum kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab-bab
sebelumnya yang juga merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan
pada penelitian ini. Pada bagian saran diuraikan saran-saran dari penulis untuk
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit
Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:18 1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.
2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubugan hukum dalam
lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.
Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi
perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata) adalah suatu hubungan hukum dibidang
harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu
dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling
mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak
tersebut serta menimbulkan akibat hukum.19
18
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia,2009), hal.42.
19
Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu
pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah
determinan hukum.20
Pengertian perjanjian kredit adalah pokok (prinsipil) yang bersifat rill.
Sebagai perjanjian prisipil, maka perjanjian jaminan adalah assesoirnya. Ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan bergabung pada perjanjian pokok. Arti rill adalah
bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada nasabah debitur.21
Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.
Dan perjanjian bersifat konsensual obligator yang dikuasai oleh Undang-Undang
Perbankan dan bagian umum KUHPerdata. Penyerahan-penyerahan yang
dilakukan barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian
kredit pada dua pihak. 22
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan
kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban
membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur dengan berdasarkan
syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.23
Oleh karena itu perjanjian kredit adalah perjanjian yang diikat antara
nasabah atau peminjam kredit dengan bank atau pemberi kredit selaku pihak yang
meminjamkan sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan oleh pihak
nasabah atau sipeminjam kredit pada suatu waktu tertentu yang diperjanjikan.
20
Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty, 1985), hal. 117. 21
Hermansyah, Op. Cit., hal.71. 22
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cetakan Keempat, (Bandung:Alumni,1978), hal.32.
23
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikemukakan bahwa
unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara lain:
1. Adanya para pihak, yaitu debitur dan kreditur.
2. Adanya suatu objek atau prestasi yang diperjanjikan.
3. Adanya batas atau jangka waktu yang telah diperjanjikan.
4. Adanya hak dan kewajiban para pihak.
5. Adanya suatu bentuk jaminan yang diikat oleh pihak kreditur.
6. Adanya kepercayaan atau keyakinan dari sipenerima kredit.
Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam
sebagaimana yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
R.Subekti (1991:3) berpendapat: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu
diadakan, dalam semua itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian
pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan
Pasal 1769 KUHPerdata.”
Perjanjian yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata
mengenai perikatan, dalam Buku III tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian mengenai perjanjian diatur dalam Bab II. Perjanjian dalam Buku III
KUHPerdata karena perjanjian merupakan salah-satu sumber perikatan, memang
ada, selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang–undang.
Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata,
disebutkan sebagai berikut:“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dalam rumusan tersebut digunakan istilah persetujuan bukan perjanjian.
pada dasarnya mempunyai maksud yang sama, yaitu tercapai kata sepakat dari
kedua belah pihak.
Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tampak kurang lengkap karena yang
mengikatkan dirinya dalam perjanjian hanya salah satu pihak saja. Padahal yang
sering kali dijumpai adalah perjanjian dimana kedua belah pihak saling
mengikatkan diri satu sama lain. Seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan
tukar-menukar, para pihak di dalamnya saling mengikatkan diri, sehingga
mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal balik. Karena itu seharusnya
rumusan tersebut ditambah dengan kata-kata atau saling mengikatkan dirinya satu
sama lain.24
Selain itu rumusan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut juga sangat
luas,25hal ini dapat terlihat dari kata “perbuatan”, yang berarti seluruh apa saja
yang dapat diperjanjikan, termasuk perbuatan melawan hukum. Sehingga rumusan
tersebut perlu dibatasi dengan perbuatan hukum saja.
Dari sekian banyak bentuk perjanjian yang ada dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, salah satunya adalah perjanjian pinjam pengganti yang
diatur dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pinjam pengganti diatur dalam
Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu:“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengaan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.
24
Gatot Supramono, Op.Cit.,hal 36 25
Dalam perjanjian ini pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta
kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan
berakhir (Pasal 1759 KUHPerdata). Sedangkan pihak peminjam berkewajiban
mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam yang
ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Selain itu berkewajiban pula membayar
bunga, karena undang-undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765
KUHPerdata).
Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya
adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek
perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek
perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada
debitur. 26
Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara
kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai
debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak
bank sebagai pemberi kredit kepada debitur.
Objek perjanjian kredit bank biasanya memuat besarnya pinjaman yang
diberikan, jenis pinjamannya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara
pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur
dan lainnya. Jadi perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek
perjanjiannya khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada
26
debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib
memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya. 27
2. Jenis-jenis Kredit
Kredit dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: 28
a. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan
Dilihat dari tujuan penggunaan kredit, dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Kredit Investasi
Kredit Investasi merupakan kredit yang diberikan oleh Bank kepada
debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang
mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, kredit
investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan baru atau proyek baru,
maupun proyek pengembangan, modernisasi mesin, dan peralatan,
pembelian kendaraan yang digunakan untuk kelancaran usaha, dan
perluasan perusahaan. Kredit investasi ini nominalnya besar, maka pada
umumnya jangka waktu lebih dari satu tahun, jangka menengah, dan
panjang.
Contoh:
PT. Anugerah (industri sepatu) mengajukan kredit ke Bank MB Surabaya
untuk membeli 100 unit mesin jahit sepatu. Masing-masing mesin jahit
seharga Rp 5.000.000,- sehingga dana yang diperlukan sebesar Rp
500.000.000,-. Mesin jahit merupakan aktiva tetap atau barang modal,
sehingga permohonan kredit tersebut tergolong kredit investasi.
2) Kredit Modal Kerja
27
Ibid. 28
Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi
kebutuha modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.
Kredit Modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek yaitu
lamanya satu tahun. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan
baku, biaya upah, untuk menutup piutang dagang, pembelian barang
dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifatnya hanya digunakan
selama satu tahun.
Contoh:
PT. Anugerah memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000.000,-
untuk meningkatkan volume penjualan yang ditargetkan sebesar 30%
dari penjualan tahun sebelumnya. Tambahan dana tersebut untuk
meng-cover piutang dan membeli bahan baku maupun persediaan lainnya. PT. Anugerah mengajukan kredit kepada Bank MB Surabaya, maka MB
Surabaya dapat memberikan kredit modal kerja.
3) Kredit Konsumtif
Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk
digunakan keperluan usaha.Beberapa contoh kredit konsumtif antara lain
kredit untuk pembelian rumah tinggal, kendaraan bermotor untuk dipakai
sendiri, dan kredit untuk keperluan lain yang habis dipakai.
Contoh:
Andika mengajukan kredit untuk pembelian rumah dengan harga Rp
200.000.000,-. Atas pembelian rumah tersebut di sudah membayar uang
Surabaya. Bank MB Surabaya dapat memberikan kredit konsumtif
kepada Andika.
b. Kredit dilihat dari jangka waktu
Sesuai dengan jangka waktu kredit dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka
waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan oleh bank
untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha
dalam satu tahun.
2) Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan jangka
waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat diberikan
untuk ketiga jenis kredit yaitu modal kerja, kredit investasi dan kredit
konsumtif. Kredit modal kerja yang pada umumnya jangka waktunya
satu tahun, akan tetapi apabila nilai kreditnya besar maka bisa diberikan
sampai dengan tiga tahun. Kredit investasi yang nilainya kecil bisa
diberikan sampai dengan tiga tahun, akan tetapi bila nominalnya besar
akan diberikan jangka panjang. Kredit konsumtif akan disesuaikan
dengan kemampuan debitur dalam mengansur, sehingga dapat diberikan
dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
3) Kredit jangka panjang
Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini diberikan
proyek, pengadaan mesin dan peralatan, dan lain-lain yang nominalnya
besar serta kredit konsumtif yang nilainya besar, misalnya KPR.
c. Kredit dilihat dari cara penarikan
Kredit dapat dibagi sesuai dengan cara penarikan, maupun pembayaran
kembali menjadi 3 jenis yaitu kredit sekaligus, bertahap, dan rekening
koran.
1) Kredit Sekaligus
Kredit sekaligus bisa disebut dengan aflopend credit yaitu kredit yang dicairkan sekaligus sesuai dengan dengan plafon kredit yang disetujui.
Kredit tersebut bisa dicairkan secara tunai, maupun nontunai yaitu
melalui pemindah-bukuan. Dalam praktik bank akan mencairkan kredit
sekaligus melalui rekening giro atau tabungan debitur, tidak diberikan
tunai. Debitur akan menarik dari rekening yang telah dimiliki.
Dilihat dari cara pengembalian, kredit sekaligus dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu:
a) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kredit yaitu dilakukan dengan
angsuran sampai dengan lunas setelah jangka waktu tertentu.
Angsuran tersebut dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, dan
seterusnya. Hal ini disesuaikaan dengan perjanjian dan kemampuan
debitur untuk membayar kembali. Jenis kredit ini cocok untuk
investasi.
b) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kembali kredit yaitu sekaligus
pada akhir masa kredit. Misal: kredit modal kerja dengan jangka
bulan, dan pinjaman pokok akan dibayar pada akhir tahun atau pada
akhir masa perjanjian kredit.
2) Kredit bertah ap
Kredit yang pencariannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara
bertahap 2,3,4, kali pencairan dalam masa kredit. Pencarian disesuaikan
dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk
investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkan sesuai dengan
termin pembayaran proyek.
Misalnya: Plafon kredit yang disetujui oleh bank sebesar
Rp.1.000.000.000,- untuk pembangunan gedung, maka kredit tersebut
akan dicairkan selama satu tahun sesuai dengan termin penyelesaian
proyek pembangunan gedung. Bank akan mencairkan secara tidak
langsung sebesar Rp.1.000.000.000,- akan tetapi sesuai dengan tingkat
penyelesaian pembangunan. Bunga yang harus dibayar oleh nasabah
sesuai dengan pencairan kredit atau kredit yang telah dinikmati oleh
nasabah. Adapun, cara pengembalian yang biasa dilakukan secara
angsuran sesuai dengan jangka waktu tertentu sampai dengan lunas pada
akhir masa kredit.
3) Kredit Rekening Koran
Kredit rekening koran adalah kredit yang penyediaan dana dilakukan
melalui pemindah-bukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut
kedalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikan dilakukan dengan
menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindah- bukuan
Penarikan kredit ini dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan
pembayaran atas pinjaman rekening koran juga dapat dilakukan
sewaktu-waktu dengan menyetorkan ke rekening giro debitur, bank
akan memotong dari rekening giro debitur tersebut.
d. Kredit Dilihat dari Sektor Usaha
Dilihat dari sektor usaha, kredit dapat dibagi antara lain sebagai berikut:
1) Sektor Industri
Kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor
industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku
menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain
yang memiliki faedah yang lebih tinggi.
Beberapa contoh sektor industri antara lain:
a) Industri Elektronik
b) Industri Pertambangan
c) Industri Kimia
d) Industri Tekstil
2) Sektor Perdagangan
Kredit ini, diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang
perdagangan, baik perdagangan kecil, menengah, dan perdagangan besar.
Kredit ini, dimaksudkan untuk memperluas usha nasabah dalam usaha
perdagangan. Misal: untuk memperbesar jumlah penjualan atau
memperbesar pasar. Beberapa contoh kredit perdagangan antara lain
kredit yang diberikan kepada usaha: supermarket, distributor, eksportir,
3) Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan
Kredit ini, diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor
pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kredit tersebut biasanya diberikan
dalam bentuk kredit modal kerja maupun investasi kepada tambak,
petani, dan nelayan.
4) Sektor Jasa
Sektor jasa sebagaimana tersebut di bawah ini yang dapat diberikan
kredit oleh bank antara lain:
a) Jasa Pendidikan
Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan
merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha tersebut
mudah diestimasikan pendapatannya. Jenis kredit yang cocok adalah
kredit investasi dengan jangka panjang.
b) Jasa Rumah Sakit
Bank dapat memberikan kredit kepada rumah sakit apabila jaminan
yang diberikan tidak memiliki banyak risiko, sehingga apabila terjadi
masalah kredit, maka bank dapat menjual jaminan tersebut sebagai
sumber perlunasan utang. Kredit yang sesuai untuk jasa rumah sakit
ialah kredit investasi jangka panjang.
c) Jasa Angkutan
Kredit yang diberikan untuk sektor angkutan, misal: kredit kepada
pengusaha taksi, bus, angkutan darat, laut, dan udara, termasuk juga
komunikasi. Kredit yang sesuai adalah kredit investasi jangka panjang
untuk membeli kendaaraan alat angkutan.
d) Jasa Lainnya
Kredit yang diberikan kepada jasa lainnya, misal: kredit untuk profesi,
pengacara, dokter, insinyur, kantor, dan akuntan.
5) Sektor Perumahan
Bank memberikan kredit kepada debitur yang bergerak di bidang
pembangunan perumahan. Pada umumnya, diberikan dalam bentuk kredit
konstruksi, yaitu kredit untuk pembangunan perumahan. Adapun cara
pembayaran kembali yaitu dipotong dari produk rumah yang telah
terjual. Kredit ini diberikan oleh bank tertentu, misalnya BTN
memberikan kepada pengembang untuk membangun rumah di kawasan
perumahan tertentu.
e. Kredit Dilihat dari Segi Jaminan
1) Kredit dengan jaminan
Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan
jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi
jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda tidak berwujud.
a) Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan merupakan jenis kredit yang di dukung dengan
jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi
dari pihak debitur.
Jaminan benda berwujud merupakan jaminan kebendaan yang terdiri
dari barang bergerak maupun barang tidak bergerak, misal:
kendaraan bermotor, mesin dan peralatan, inventaris kantor, barang
dagangan. Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain,
tanah dan gedung yang berdiri di atas tanah tersebut atau tanah tanpa
gedung, kapal api dengan bobot 20 m3.
c) Jaminan Benda Tidak Berwujud
Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda
tidak berwujud. Benda tidak berwujud tersebut antara lain, promes,
obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang tidak berwujud
tersebut dapat diikat dengan cara pemindah-tanganan atau cessie. 2) Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)
Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan.
Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh
bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini berisiko tinggi karena
tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.
Bank dapat memberikan kredit tersebut kepada debitur yang dapat
diyakini bahwa debitur tersebut dapat membayar pinjaman dengan
lancar. Bank akan menderita apabila debitur tidak dapat membayar
pinjaman tersebut. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena
bank tidak dapat memiliki jaminan yang dapat dijual.
Contoh: kredit tanpa jaminan antara lain:
a) Kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) pengangkatan menjadi
Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena bukan merupakan
sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi nasabah tersebut
adalah pegawai negeri sipil, maka SK tersebut merupakan hal yang
sangat penting, sehingga sangat berharga. Debitur tidak ingin SK
tersebut ditahan, sehingga berusaha untuk membayar kembali
pinjaman tersebut.
b) Kredit dengan jaminan ijazah
Jaminan ijazah bagi bank tidak ada nilainya, akan tetapi bagi nasabah
sangat berarti, sehingga nasabah berusaha membayar angsuran.
f. Kredit Dilihat dari Jumlah
Jenis kredit ini terdiri dari UMKM (usaha mikro kecil dan menengah),
kredit UKM (usaha kecil dan menengah), kredit korporasi.
1) Kredit UMKM
Kredit UMKN merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha
dengan skala usaha sangat kecil. Misal: kredit yang diberikan bank
kepada pengusaha tempe, dan peracangan.
2) Kredit UKM
Kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp.
50.000.000,- dan tidak melebihi Rp. 350.000.000,- UKM sudah memiliki
modal yang cukup, serta administrasi yang lebih baik dibanding dengan
UMKM, sehingga bank juga dapat memenuhi permohonan kredit. Kredit
UKM antara lain kredit untuk koperasi, pengusaha kecil (perdagangan,
toko, dan grosir).
Jenis kredit ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan
jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi). Pada
umumnya, bank lebih mudah melakukan analisis terhadap debitur
korporasi karena data keuangan lebih lengkap, administrasi baik, dan
struktur pemodalan yang kuat.
3. Bentuk- Bentuk Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian
bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan
pada pokok yang telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Praktik yang lazim pada
masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal
ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan
sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Akan berbeda
apabila perjanjian dibuat secara tertulis yang mana lebih memudahkan para pihak
dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban para pihak.
Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui
sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dibuktikan dengan baik oleh para
pihak.
Sutarno berpendapat bahwa dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis
mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan. Meskipun dalam
pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis umun
dalam organisasi bisnis modern dan manapun untuk kepentingan administrasi
bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka
kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan
perjanjian kredit dalam bentuk tertulis adalah Instruksi Presidium Kabinet No.
15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996, yang didalamnya menegaskan :
“Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas
antara bank dengan debitur atau antara Bank Sentral dengan Bank-Bank lainnya”.
Juga dalam surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa
No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang pada
intinya berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian kredit. 29
Dalam perjanjian Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-Undang Perbankan,
ditentukan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Dalam Pasal 1 Rancangan
Undang-Undang Perkreditan Perbankan telah ditentukan bentuk perjanjian kredit, yaitu
secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai
dengan kelaziman di dunia perbankan. Setiap perjanjian kredit yang dibuat wajib
memuat sekurang-kurangnya30 :
1. Identitas kreditur dan debitur secara benar, lengkap, dan jelas;
2. Tujuan penggunaan kredit;
3. Jumlah uang dan jenis mata uang tertentu;
4. Jangka waktu perjanjian;
5. Besar dan tata cara perhitungan bunga;
6. Jaminan kredit;
7. Hak dan kewajiban kreditur dan debitur;
29
8. Syarat-syarat penarikan kredit;
9. Hal-hal yang menimbulkan kewajiban materiil bagi debitur; dan
10. Pernyataan debitur bahwa debitur telah mengerti dan menyetujui isi perjanjian
kredit.
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan
debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang
mudah mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.
Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat
bukti. Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk
perjanjian kredit yang tertulis, yaitu :
1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta dibawah
tangan.
Akta di bawah tangan ini sesuai Passal 1874 KUHPerdata adalah surat
atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang
berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua
perjanjian yang dibuat di antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di
bawah tangan. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya
bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya dimana
saja diperbolehkan. Dengan akta di bawah tangan, sesuai dengan asa kebebasan
berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan para
pihak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta)
tandatangannya. Kalo tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan
berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang
membuatnya. Sebaliknya, jika tanda-tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah
membubuhkan tanda-tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan
itu harus berusaha mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa
tanda-tangan tadi dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda-tanda-tangan
terhadap akta di bawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak
mempunyai banyak manfaat yang diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta
dibawah tangan.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, yang dinamakan akta
otentik atau akta materill.
Menurut pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang didalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuat
tersebut. Perjanjian kredit saat ini lazim sudah menggunakan akta notaril. Yang
menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam
praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh para pihak
dan kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam bentuk akta
otentik. Pemberian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik
dilakukan untuk pemberian kredit dalam jumlah yang benar dengan jangka waktu
menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja (termasuk di
dalam kredit yang diberikan kepada kontraktor), dan kredit sindikasi.
Melihat kedua macam akta tersebut, pada praktik hampir semua perjanjian
demi menjamin legalitas dari perjanjian itu, sebab kekuatan pembuktian akta
otentik adalah sempurna.
Selain dari bentuk-bentuk diatas, sebagai suatu bentuk perkembangan dari
perjanjian tertulis, maka dalam perjanjian kredit bank dikenal pula istilah kontrak
baku (standard form atau standaart contract ). Perjanjian dalam bentuk kontrak baku yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disiapkan oleh salah satu
pihak (dalam hal ini dilakukan oleh pihak bank) dalam bentuk
ketentuan-ketentuan tertentu yang kemudian diberikan kepada pihak lain untuk
ditanda-tangani. Pihak yang disodori perjanjian hanya mempunyai dua pilihan, menerima
(dalam bentuk membubuhkan tanda-tangan) atau menolak perjanjian, yang saat
ini lazim disebut sebagai semboyan “take it or not”. Poin-poin perjanjian dibuat
oleh pihak bank untuk kemudian diberikan kepada nasabah debitur untuk diterima
sebagai perjanjian yang mengikat satu sama lain. Praktik ini sudah diberlakukan
hampir pada semua perjanjian, tidak hanya kredit, meski keabsahan sampai saat
ini masih dipertentangkan.
Undang–Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk
perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara
tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian
kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk
tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract). Perjanjian kredit bank bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notarial.
Praktik perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 Tentang Pedoman Kebijakan di
Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966, Surat
Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20
Oktober 1996 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 Tanggal
6 Pebruari 1967, menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian
kredit dalam berbagai bentuk tanpa ada perjanjian yang jelas antara bank
dengan nasabah atau Bank Sentral dan ban