• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Feline Leucosis Virus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Feline Leucosis Virus"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PENYEKIT INTERNAL DAN INFEKSIUS “ FELINE LEUCOSIS VIRUS “

Disusun oleh:

Ahmad Lega Nurhidayah 115130107111013 Ervin Kusumawardani 115130101111035 Ricko Ardya Pradana 115130101111032 Riesky Nudialestari 115130107111025

Titin Sugiarti 115130101111040

Virginia Anugrah Yutasari 115130101111049

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tak lupa shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad Sholalloohu Alaihi Wa Salam, sehingga melalui rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ FELINE LEUCOSIS VIRUS”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penyakit Internal dan Infeksius di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya. Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Terimakasih saya ucapkan kepada drh. Dikta

Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan para pembacanya yang senantiasa tidak pernah putus dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan.

Malang, 20 Desember 2013

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Feline leukemia virus ( FeLV ) merupakan agen (retrovirus ) menular pada kucing. FeLV terjadi di seluruh dunia. Di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, prevalensi infeksi FeLV pada kucing tampaknya sangat rendah, biasanya kurang dari 1% . Selama 25 tahun terakhir, prevalensi dan pentingnya infeksi FeLV di Eropa telah sangat berkurang karena ketersediaan tes dapat diandalkan, program tes dan pengendalian dimulai, peningkatan pemahaman patogenesis dan pengenalan vaksin FeLV sangat berkhasiat. Faktor risiko untuk infeksi Feline leukemia virus ( FeLV ) adalah usia muda , kebersihan yang buruk, ditularkan melalui air liur yang terinfeksi virus, luka kucing akibat perkelahian, saling grooming , atau berbagi makanan dan air. Situasi yang paling berbahaya untuk transmisi FeLV adalah populasi kucing pada rumah tangga di mana terdapat populasi kucing yang memadati ruang terbatas. Dengan demikian sebagian besar dari risiko penularan adalah karena kontak langsung antara kucing ( Hartmann et al . 2001).

FeLV merupakan suatu permasalahan bagi pemelihara kucing karena penyakit ini dapat menyebabkan kematian. FeLV juga lebih patogen dari FIV, jika dalam waktu yang lebih lama. Di informasikan bahwa sekitar sepertiga dari semua kematian yang berhubungan dengan tumor pada kucing disebabkan oleh FeLV, dan jumlah kematian yang sering terjadi yang diakibatkan oleh FeLV karena terjadinya infeksi sekunder yang disebabkan oleh efek penekanan virus pada sumsum tulang dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa tahun terakhir pravelensi dan akibat pentingnya FeLV sebagai patogen pada kucing telah menurun (Addie, D.D, Dennis J.M, ect.. 2000).

Virus ini menyebabkan infeksi yang fatal melalui pengembangan keganasan atau depresi imunitas ( ketidakmampuan untuk melawan infeksi ) yang akan menyebabkan penyakit infeksi sekunder. Virus ini hidup hanya beberapa hari di lingkungan, dan FeLV dapat dengan cepat dilemahkan oleh panas dan pengeringan dan mudah dibasmi oleh deterjen umum dan desinfektan . Tidak semua kucing terkena virus akan terjangkit penyakit ini. Virus ini dapat dideteksi dalam waktu 2 sampai 5 minggu setelah infeksi ( Hofmann - Lehmann et al 2006 ).

(4)

Jarang dilaporkan bahwa antigen dari kucing eksotis ( peliharaan ) memperoleh interpretasi hasil yang positif di seluruh dunia . Dalam sebuah studi terhadap lebih dari 18.000 kucing domestik , 2,3 % dari antigen kucing yang FeLV menunjukkan hasil positif pada tes ELISA . Prevalensi lebih tinggi ( 3,6 % ) di antara kucing dipelihara di luar ruangan. Prevalensi tertinggi yang terjadi yaitu pada kucing liar yang sakit , dimana 15,2 % dari uji kucing liar yang sakit FeLV menunjukkan hasil tes yang positif . namun Feline Leukemia Virus adalah penyebab utama penyakit dan kematian kucing hari ini. Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas lebih mendalam mengenai Feline Leucosis Virus untuk menerapkan tes diagnosis yang dapat diandalkan, pengendalian, meningkatkan pemahaman patogenesis dan pengenalan vaksin FeLV.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penyusunan makalah yang akan dibahas, yaitu : 1.2.1 Apa pengertian dari Feline Leucosis Virus?

1.2.2 Apa Etiologi dari Feline Leucosis Virus pada Kucing?

1.2.3 Bagaimana Sistem imun pada kucing yang terinfeksi Feline Leucosis Virus? 1.2.4 Bagaimana Patogenesa dari Feline Leucosis Virus pada Kucing?

1.2.5 Bagaimana Gejala klinis Feline Leucosis Virus pada Kucing? 1.2.6 Bagaimana cara mendiagnosa Feline Leucosis Virus pada Kucing? 1.2.7 Apa saja Diagnosa banding Feline Leucosis Virus pada Kucing? 1.2.8 Bagaimana Pengobatan Feline Leucosis Virus pada Kucing? 1.2.9 Bagaimana Pencegahan Feline Leucosis Virus pada Kucing? 1.3 Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah yang diharapkan, yaitu : 1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Feline Leucosis Virus

1.3.2 Untuk mengetahui Etiologi dari Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.3.3 Untuk mengetahui Sistem imun pada kucing yang terinfeksi Feline Leucosis Virus

1.3.4 Untuk mempelajari Patogenesa dari Feline Leucosis Virus pada Kucing 1.3.5 Untuk mengetahui Gejala klinis Feline Leucosis Virus pada Kucing 1.3.6 Untuk mempelajari cara mendiagnosa Feline Leucosis Virus pada Kucing 1.3.7 Untuk mengetahui Diagnosa banding Feline Leucosis Virus pada Kucing 1.3.8 Untuk mengetahui Pengobatan Feline Leucosis Virus pada Kucing

(5)

1.3.9 Untuk mengetahui Pencegahan Feline Leucosis Virus pada Kucing 1.4 Manfaat

Adapun manfaat penyusunan makalah yang akan diperoleh, yaitu :

1.4.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian dari Feline Leucosis Virus

1.4.2 Mahasiswa dapat memahami Etiologi dari Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.3 Mahasiswa dapat memahami Sistem imun pada kucing yang terinfeksi Feline Leucosis Virus

1.4.4 Mahasiswa dapat memahami Patogenesa dari Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.5 Mahasiswa dapat memahami Gejala klinis Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.6 Mahasiswa dapat memahami cara mendiagnosa Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.7 Mahasiswa dapat memahami Diagnosa banding Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.8 Mahasiswa dapat memahami Pengobatan Feline Leucosis Virus pada Kucing

1.4.9 Mahasiswa dapat memahami Pencegahan Feline Leucosis Virus pada Kucing

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

FeLV (Feline Leukimia Virus) adalah virus penyebab kanker darah atau leukemia dan kerusakan sumsum tulang pada kucing. Virus ini tergolong sangat berbahaya bagi kucing karena bisa menyebabkan kematian. Apalagi jika virus menyerang anak – anak kucing yang masih muda (5-7 bulan) dengan tingkat kekebalan tubuh masih kurang baik. Virus feline leukima bersifat endemic / selalu terdapat pada populasi kucing terutama kucing domestic dan menyebar secara epidemic melalui air liur dan lendir hidung lewat interaksi antar kucing (Addie, D.D, Dennis J.M, ect.. 2000).

Kucing yang terinfeksi Feline leukemia virus (FeLV) ditemukan di seluruh dunia, namun prevalensi infeksi sangat bervariasi tergantung pada usia, kesehatan, lingkungan, dan gaya hidup. Feline leukemia virus (FeLV) didalam tubuh berada didalam cairan tubuh, termasuk air liur, sekresi hidung, urine, tinja dan darah. FeLV paling sering ditularkan melalui kontak langsung, saling grooming, makanan dan minuman. Virus ini juga dapat ditularkan dalam rahim atau melalui plasenta dan melalui air susu induk kucing. Kucing liar dapat terinfeksi FeLV kontak dengan makanan sampah dan perkelahian dengan kucing lain yang bisa menularkan penyakit melalui gigitan dan goresan ( Hofmann - Lehmann et al 2006 ).

2.2 Etiologi

Feline Leucosis Virus disebabkan oleh suatu virus Retrovirus. Pertama kali ditemukan pada tahun 1960, Feline leukemia virus termasuk golongan RNA virus yaitu retrovirus. Semua retrovirus, termasuk feline immunodeficiency virus (FIV), Feline leukemia virus (FeLV) dan human immunodeficiency virus (HIV), menghasilkan enzim reverse transcriptase, yang memungkinkan virus akan memasukkan salinan materi genetik ke dalam sel yang telah terinfeksi. Meski tergolong retrovirus, FeLV dan FIV memiliki bentuk morfologi yang berbeda, FeLV lebih melingkar sementara FIV memanjang. Kedua virus juga berbeda secara genetik, struktur protein, ukuran dan komposisi. FeLV adalah virus yang tidak dapat bertahan

(7)

hidup di lingkungan, karena dengan menggunakan disenfektan dan deterjen efektif membunuh virus ini (Anderson et al, 2000 ).

Kucing dapat ditemukan terinfeksi dengan satu, dua, atau tiga jenis virus sekaligus. Menurut Anderson et al ( 2000 ), Feline leukemia virus (FeLV) ditemukan dapat menginfeksi kucing dengan beberapa tipe virus yaitu sebagai berikut :

 FeLV-A: FeLV tipe ini menginfeksi pada semua kucing. Menyerang system imun dengan melemahkan sistem kekebalan tubuh (imunosupresi).

 FeLV-B: Terjadi pada sekitar 50 persen dari kucing yang terinfeksi FeLV, dan menyebabkan tumor dan pertumbuhan jaringan abnormal lainnya.

 FeLV-C: Jenis paling umum terjadi pada kucing yang terinfeksi FeLV yang akan menyebabkan anemia berat.

2.3 Sistem Imun

Ketika kucing terkena FeLV, ada beberapa kemungkinan respon imun yang terjadi didalam tubuh kucing. Pada sekitar 30% dari kucing yang terkena FeLV akan memproduksi respon imun yang efektif akan menolak virus sehingga tidak terjadi infeksi. Kucing ini kemudian menjadi kebal terhadap infeksi FeLV untuk jangka waktu yang tidak diketahui. Sekitar 40% dari kucing, virus berhasil menginfeksi karena system imun tidak dapat merespon virus maka kucing akan terus terinfeksi virus. Dan 30% dari kucing tidak menghasilkan kekebalan tubuh atau respon imun tetapi juga tidak terinfeksi virus. Pada kucing ini, virus bersifat laten atau presisten di sumsum tulang dan dapat mengembangkan infeksi laten. Kucing ini, tidak menularkan virus dan tidak mungkin untuk mengembangkan penyakit. Jika dilakukan kondisi kucing seperti ini akan menghasilkan uji negative.

2.4 Patogenesa

Dalam kebanyakan kasus, infeksi dimulai di orofaring dimana FeLV menginfeksi hospes pada limfosit yang diangkut ke sumsum tulang. Setelah replikasi cepat sel sumsum tulang terinfeksi, sejumlah besar virion diproduksi dan sebagai konsekuensi viremia berkembang dalam beberapa minggu. seringkali, viremia dapat berkembang beberapa bulan setelah paparan konstan shedding kucing. Viremia menyebabkan infeksi kelenjar ludah dan lapisan usus, dan virus ditumpahkan dalam jumlah besar di air liur dan kotoran ( Little, Susan. 2006 ).

(8)

Menurut Hartman, K ( 2012 ) menjelaskan bahwa tahapan infeksi FeLV terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

Abortive infection.

Setelah infeksi , virus awalnya mulai bereplikasi dalam jaringan limfoid lokal di daerah orofaringeal . Dalam beberapa kucing imunokompeten ( sebelumnya disebut " kucing regressor ) " , replikasi virus dapat dihentikan oleh humoral efektif dan respon kekebalan yang dimediasi sel , namun kucing ini pernah menjadi viremic . Mereka memiliki tingkat antibodi . Baik FeLV antigen atau RNA virus atau DNA provirus dapat dideteksi dalam darah setiap saat . Infeksi yang gagal kemungkinan disebabkan ketika kucing terkena dosis rendah dari FeLV. Hal ini masih belum diketahui , seberapa sering situasi ini benar-benar terjadi di alam , karena penelitian menggunakan metode PCR sangat sensitif telah menemukan bahwa banyak sebelumnya dianggap " regressor kucing " , virus sebenarnya masih bisa ditemukan kemudian pada kucing ini ketika menyelidiki pada sampel jaringan . Dengan demikian, tampak kemungkinan bahwa tidak ada atau hanya sedikit kucing yang terinfeksi FeLV benar-benar jelas dari semua sel bila di uji secara IHK.

Regressive infection

Pada infeksi regresif , replikasi virus dan viremia terjadi setelah infeksi sumsum tulang . Setelah infeksi awal , replikasi FeLV menyebar secara sistemik melalui sel mononuklear yang terinfeksi ( limfosit dan monosit ). Selama tahap ini, kucing memiliki hasil positif pada tes yang mendeteksi antigen bebas dalam plasma ( misalnya , ELISA ). virus tersebut dideteksi terutama dengan sampel air liur . Dalam beberapa kucing, viremia dapat bertahan lebih dari tiga minggu . Setelah sekitar tiga minggu viremia, sel-sel sumsum tulang terinfeksi, dan sel-sel prekursor hematopoietik yang terinfeksi berkembang menjadi granulosit dan trombosit terinfeksi yang beredar dalam tubuh . dari studi, tidak bisa sepenuhnya menghilangkan virus dari tubuh , bahkan jika menghentikan viremia ( DNA provirus ) yang dapat replikasi tetap hadir dalam sumsum tulang sel-sel induk . Kondisi ini telah disebut " infeksi laten " ( dan sekarang menjadi bagian dari infeksi regresif ). Dasar molekul latency adalah integrasi salinan genom virus ( provirus ) ke dalam DNA sel kromosom. Meskipun DNA provirus tetap hadir dalam genom seluler , tidak ada virus yang aktif diproduksi . Dengan demikian , kucing dengan infeksi regresif memiliki hasil negatif dalam semua

(9)

tes yang mendeteksi antigen FeLV. Selama pembelahan sel , DNA provirus direplikasi dan informasi diberikan kepada sel anak. Dengan demikian , garis keturunan ( anak kucing ) sel tubuhnya terdapat FeLV provirus DNA. Namun, DNA provirus tersebut tidak diterjemahkan menjadi protein, dan tidak ada partikel virus menular yang dihasilkannya. Oleh karena itu, kucing yang infeksi regresif tidak menyebarkan FeLV dan tidak menular kepada orang lain .

Progressive infection

Pada kucing dengan infeksi progresif , replikasi virus yang luas terjadi , pertama di jaringan limfoid, diikuti pada sumsum tulang dan mukosa serta jaringan epitel kelenjar. Semakin kucing terinfeksi tetap viremic seterusnya. virus tersebut dapat menular ke kucing lainnya. Kondisi ini telah disebut " viremia persisten " dan sekarang diklasifikasikan sebagai infeksi progresif. Kucing dengan infeksi progresif akan berkembang penyakit FeLV, dan sebagian besar dari kucing yang terinfeksi akan meninggal dalam beberapa tahun . Infeksi regresif dan progresif dapat dibedakan dengan pengujian antigen virus dalam darah perifer, kucing regresif terinfeksi akan berubah negatif pada 16 minggu setelah infeksi, sedangkan kucing yang semakin terinfeksi akan tetap positif. kedua infeksi tersebut yaitu infeksi regresif dan progresif disertai dengan FeLV DNA provirus dalam darah bila diukur dengan PCR kuantitatif , infeksi regresif hasil tesnya rendah, sedangkan infeksi progresif hasil tesnya tinggi dimana DNA provirus dalam darah banyak.

Focal infections

Infeksi fokal ditandai dengan replikasi virus lokal atipikal persisten ( misalnya, dalam kelenjar susu , kandung kemih , mata ) . Replikasi ini dapat menyebabkan intermiten atau rendah produksi antigen oleh karena itu, kucing ini memiliki hasil positif yang lemah atau sumbang pada saat dilakukan tes antigen , atau hasil yang positif dan negatif dapat bergantian.

Penularan FeLV dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kucing yang menderita FeLV. Virus FeLV terdapat pada saliva dan sekresi hidung, sehingga gigitan dan jilatan dari hewan terinfeksi, berbagi makanan atau kontak langsung dengan kucing yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan. FeLV juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, karena itu kucing yang menjadi pendonor harus melakukan tes FeLV terlebih dahulu. Anak kucing dapat tertular FeLV dari induknya,

(10)

sebelum dilahirkan ataupun saat menyusui. Virus ini tidak dapat bertahan lama di urin, feses dan lingkungan, sehingga kucing tidak akan tertular FeLV karena kucing lain yang tinggal sebelumnya ataupun karena bermain ditaman. Anak kucing yang berumur 0-8 minggu sangat susceptible (rentan) terkena FeLV. Kucing yang berumur diatas 16 minggu jarang terinfeksi, namun FeLV dapat menyerang segala umur, terutama apabila kontak dalam jangka waktu panjang. Kucing yang dipelihara di dalam rumah dan jarang melakukan kontak dengan kucing asing, memiliki resiko yang rendah ( Little, Susan. 2006 ).

2.5 Gejala Klinis

Kebanyakan kucing yang terinfeksi FeLV akan mati dalam 2 sampai 3 tahun setelah infeksi. FeLV mampu menimbulkan banyak variasi penyakit dan gejala. Penyakit degenerative, seperti anemia, penyakit liver, penyakit intestinal dan masalah reproduksi dapat terlihat. Pada kucing lainnya, virus memproduksi penyakit kanker, sepeti lymphosarcoma, leukimia dan hematopoietic tumor lainnya. Kanker juga dapat ditemukan pada berbagai organ seperti pada sumsum tulang, dada, ginjal, hati dan GIT (lymphoma). Masalah yang juga timbul akibat infeksi FeLV adalah penurunan sistem imun, yang menyebabkan kucing mudah terserang berbagai macam infeksi sekunder. Penyakit infeksi sekunder lainnya seperti, infeksi respirasi kronis, glomerulonephritis, polyarthritis, gingivitis kronis dan stomatitis, feline infectious peritonitis, diare, penyembuhan luka yang lama dan abses serta infeksi umum yang kronis ( Little, Susan. 2006 ).

Virus juga dapat menekan sel sumsum tulang belakang yang memproduksi sel darah merah dan sel darah putih. Penurunan produksi sel darah merah inilah yang menyebabkan anemia. Penurunan produksi sel darah putih yang dibutuhkan untuk pencegahan invasi bakteri dapat menimbulkan infeksi yang tidak terkontrol (Legendre, Alfred M. 2005).

Gejala klinis menurut Hartman , K ( 2012 ), dapat dirangkum seperti tabel dibawah ini :

(11)

2.6 Diagnosa

ELISA p27

Pertama tes ELISA p27 didasarkan pada antibodi poliklonal , tes tersebut memiliki keuntungan untuk mengetahui secara kuantitatif pada p27 tetapi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan hasil false-positive , antibodi tidak hanya mendeteksi protein virus tapi kadang-kadang juga komponen non - viral. Peningkatan ELISA tes didasarkan pada antibodi monoklonal untuk p27 diperkenalkan kemudian untuk mendeteksi protein kapsid p27 dari FeLV eksogen yang ada di dalam darah atau serum. Uji ini menggunakan antibodi monoklonal tunggal khusus untuk epitop (A) dari p27 tetap ke fase padat . Sampel serum yang akan diuji dicampur dengan satu atau dua antibodi monoklonal tambahan spesifik untuk epitop B dan C dari p27 , dan campuran ini kemudian ditambahkan ke fase padat . Oleh karena itu kehadiran p27 menyebabkan interaksi dari antibodi berlabel enzim dan menghasilkan perubahan warna yang menunjukkan interpretasi hasil untuk kehadiran p27 , sebagai penanda infeksi. Prosedur ELISA ini memiliki keuntungan dengan sensitivitas tinggi dan

(12)

spesifisitas diagnostik - yang , bagaimanapun, tergantung pada gold standar yang digunakan untuk perbandingan ( Hartmann et al . 2001) .

Kromatografi Immune

Tes ini didasarkan pada prinsip yang sama seperti ELISA tapi manik-manik kecil yang ukurannya kurang dari satu mikron yang dilapisi menyatakan antibodi dibanding enzim. Sensitivitas diagnostik dan spesifisitas dari tes kromatografi immune terbukti sebanding dengan uji ELISA (Hartmann et al, 2007).

Immunofluorescence assay (IFA)

Metode pertama yang memungkinkan deteksi FeLV pada kucing viraemic dilapangan adalah indirect IFA, yang diperkenalkan pada tahun 1973. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa granulosit, limfosit, dan trombosit pada kucing viraemic mengandung sumbatan komponen, yang dapat dideteksi oleh IFA dalam hapusan darah. Sensitivitas diagnostik IFA dibandingkan dengan isolasi virus sebagai gold standar secara signifikan lebih rendah dari 100%, tetapi kucing positif biasanya terus-menerus viraemic. Jika kucing viraemic memiliki leukopenia atau jika hanya sebagian kecil dari leukosit perifer terinfeksi, bisa kemungkinan adanya infeksi FeLV dapat diabaikan dengan menggunakan tes IFA. Selain itu, semua eosinofil memiliki kecenderungan untuk mengikat konjugat FITC yang digunakan pada IFA menghasilkan tes false positive jika slide tidak dibaca dengan hati – hati (Hawks et al, 1991).

Isolasi virus

Isolasi virus dalam kultur sel telah dianggap sebagai kriteria utama untuk Infeksi FeLV. Memang , pada tahap awal infeksi , deteksi infeksi FeLV sering parameter yang paling sensitif. Dalam pandangan logistik sulit , tes ini tidak lagi dipertimbangkan untuk pengujian rutin ( Lehmann et al . 1991)

PCR untuk deteksi dari provirus ( DNA PCR )

Karena setiap sel kucing membawa antara 12 dan 15 salinan endogen FeLV , itu terbukti sulit untuk menentukan urutan tertentu untuk mendeteksi provirus eksogen ( Jackson et al., 1996) . Nilai teknik PCR sangat ditingkatkan oleh pengembangan real-time PCR yang tidak hanya memungkinkan deteksi tetapi juga

(13)

kuantisasi FeLV provirus. Prosedur PCR memiliki analitis tertinggi dan diagnostik sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan syarat memberikan tes yang dijalankan dengan suatu tindakan pencegahan untuk kerja yang bersih, di laboratorium yang terpisah , dengan semua kontrol yang diperlukan dan dalam kondisi " good laboratory practice " . PCR untuk mendeteksi provirus berguna untuk penjelasan yang meyakinkan pada tes antigen p27 ( Hofmann - Lehmann et al., 2001).

Serologi

Meskipun antibodi terhadap FeLV dapat diukur, hasilnya sulit untuk menafsirkan karena banyak kucing mengembangkan antibodi terhadap FeLV endogen mereka. Oleh karena itu tes tersebut saat ini nilai klinisnya kecil. Dalam beberapa penelitian laboratorium, yang disebut FOCMA (Feline Oncornavirus-Associated Cell Membrane Antigen) test digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap apa yang diyakini sebagai antigen tumor. Virus antibodi dapat diukur, tetapi tes ini tidak tersedia secara luas (kecuali di Inggris) dan jarang digunakan.

 Test interpretation

Tes pertama yang positif setelah infeksi FeLV biasanya virus isolasi, diikuti dalam beberapa hari dengan test PCR DNA dan RNA, ELISA , dan kemudian dengan IFA. Secara terus-menerus Kucing viraemic biasanya positif dalam semua tes . pada tes saat praktek yang paling banyak digunakan adalah uji antigen ELISA dan immunochromatography. prevalensi infeksi FeLV mengalami banyak penurunan di negara Eropa , juga hasil tes false negatif yang cenderung meningkat . Oleh karena itu , hasil positif diragukan pada kucing sehat dan hal tersebut harus selalu dikonfirmasi , sebaiknya menggunakan provirus PCR ( DNA PCR ) yang ditawarkan oleh laboratorium yang dapat dipercaya . Sebuah tes positif pada kucing dengan tanda-tanda klinis ter infeksi FeLV lebih dapat diandalkan karena menunjukkan hasil tes true -positive . Kucing dengan hasil tes positif , dapat mengatasi viremia setelah 2-16 minggu ( dalam kasus yang jarang ). Oleh karena itu , setiap kucing yang sehat dengan hasil tes false – positive terhadap FeLV harus dipisahkan dan diuji ulang setelah beberapa minggu atau bulan , tergantung pada pemilik hewan.

Sebagian kecil ( 2-3 % ) dari kucing tetap menunjukkan hasil positif dengan uji ELISA dan immunochromatography meskipun tidak ada virus yang menular ketika diisolasi dari plasma ( Hofmann - Lehmann et al 2006 ).

(14)

2.7 Diagnosa Banding

 Feline Infectious Peritonitis (FIP)  Toxoplasmosis

 Feline Infectious Anaemia and various chronic infections such as gingivitis,  skin infections and

 flu. 2.8 Pengobatan

Menurut McCaw ( 2012 ) menjelaskan bahwa Pengobatan diberikan dengan maksud untuk mengurangi viremia atau mengurangi gejala klinis (terapi simptomatis) yang berhubungan dengan infeksi FeLV. Perhatikan adanya infeksi sekunder dan infestasi ektoparasit, infeksi kulit, penyakit gigi, dan berat badan. Kucing yang terkena leukimia akan kesulitan untuk melawan gangguan tersebut secara natural akibat gangguan sistem imun, sehingga perlu terapi suportif seperti antibiotik, antelminthes, dll .

Menurut Ettinger ( 2003 ) menjelaskan bahwa Jika kucing FeLV terinfeksi dan sakit , diagnosis cepat dan akurat penting untuk memungkinkan intervensi terapi dini dan pengobatan yang berhasil. Oleh karena itu , pengujian yang lebih intensif harus dilaksanakan sebelumnya dalam perjalanan penyakit dari kucing yang tidak terinfeksi . Banyak kucing yang terinfeksi retrovirus dapat merespon dengan baik pada pemberian obat yang tepat meskipun dalam terapi tingkat keberhasilannya lebih lama ( misalnya, antibiotik ). Obat tersebut diperlukan pada kucing yang terinfeksi dibandingkan pada kucing yang tidak terinfeksi retrovirus . Kortikosteroid , obat bone marrow-suppressive umumnya harus dihindari, kecuali digunakan sebagai pengobatan yang terkait pada keganasan FeLV atau penyakit immune-meditated.

Beberapa komplikasi spesifik pada infeksi FeLVdapat merespon pengobatan, seperti infeksi sekunder bakteri, terutama dengan Mycoplasma haemofelis, yang sering merespon pada doxycycline. Jika terjadi stomatitis / gingivitis, kortikosteroid harus dipertimbangkan untuk meningkatkan asupan makanan. Transfusi darah mungkin berguna pada kucing anemia dan pada kasus leukopenia, namun granulosit colony-stimulating factor ( G - CSF ) perlu pertimbangan ( Fulton et al , 1991). Pengobatan Rezim untuk limfoma, terutama didasarkan pada obat-obat kemoterapi, saat ini ditetapkan . Beberapa kasus limfoma merespon dengan baik terhadap kemoterapi, dengan remisi yang diharapkan pada

(15)

banyak kasus, dan beberapa kucing menunjukkan tidak terjadinya kekambuhan selama waktu dua tahun. Kemoterapi limfoma FeLV - positif tidak akan menyelesaikan viremia persisten dan harapan kucing tersebut tidak baik ( Ettinger , 2003 ) .

Menurut Hartmann ( 2006 ), Kemanjuran obat antivirus terbatas dan banyak menyebabkan efek samping yang parah. Hanya beberapa studi terkontrol yang telah menunjukkan beberapa efek dari beberapa obat pada kucing yang terinfeksi FeLV. Menurut de Mari et al ( 2004. ), Feline interferon - ω menghambat replikasi FeLV in vitro. Pengobatan FeLV – viraemic kucing secara signifikan meningkatkan kesehatan dan memperpanjang waktu kelangsungan hidup mereka , tetapi hal itu tidak menyelesaikan viremia ( keberadaan virus dalam darah-tubuh ). Dalam sebuah studi lapangan placebocontrolled, 48 kucing FeLV terinfeksi diobati dengan interferon - ω ( 106 IU / kg sc q24h pada lima hari berturut-turut diulang tiga kali dengan beberapa minggu antara pengobatan. Sebuah perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan waktu kelangsungan hidup dibandingkan kucing yang tidak diobati .

Menurut Hartmann ( 2005 ) menjelaskan bahwa suatu senyawa antivirus secara rutin digunakan adalah 3' - azido - 2 ' , 3' - dideoxythymidine ( AZT ) , analog nukleosida ( timidin turunan ) yang menghalangi reverse transcriptase retroviral. Obat ini efektif menghambat replikasi FeLV in vitro, dan in vivo pada infeksi eksperimental. Hal ini dapat mengurangi beban virus plasma, meningkatkan kekebalan dan status klinis, meningkatkan kualitas hidup , dan memperpanjang harapan hidup pada kucing yang terinfeksi FeLV. antivirus tersebut diberikan dengan dosis 5 -10 mg / kg setiap 12 jam per os atau sc . Dosis yang lebih tinggi harus digunakan dengan hati-hati, karena efek samping ( misalnya anemia non - regeneratif ) dapat berkembang .

2.9 Pencegahan dan Management Infeksi

Vaksin dapat digunakan sebagai pencegahan. Direkomendasikan untuk uji FeLV sebelum dilakukan vaksinasi. Uji positif mengindikasikan bahwa kucing telah terekspos FeLV dan terinfeksi pada saat pengujian. Hal ini tidak mengindikasikan bahwa kucing akan membentuk kanker atau menderita kanker, penyakit yang berhubungan dengan FeLV lainnya atau akan menjadi karier asimtomatis ( Lukianovich, P. 2010 ).

(16)

Kucing yang positif pengujian merupakan sumber infeksi untuk kucing lain. Uji negatif berarti tidak ada virus yang terdeteksi dalam darah saat pengujian. Bila pemilik mencurigai adanya paparan virus, pengujian ulang dapat dilakukan dalam 3-6 bulan kemudian. Sayangnya, hasil pengujian negatif muncul pada hampir 30% kucing dengan penyakit yang berhubungan dengan FeLV (tetapi mungkin juga tidak menular ke kucing lain ( Lukianovich, P. 2010 ).

Bila kucing yang tampak sehat menunjukkan hasil positif pengujian FeLV, pilihan berikut ini harus dipertimbangkan:

1. Kucing harus dipelihara indoor. Membiarkan kucing untuk keluar outdoor meningkatkan penyebaran penyakit. Pertimbangkan juga bila ingin mengadopsi kucing lain atau sebaliknya dan dibawa ke lingkungan yang memiliki kucing positif FeLV. Kucing-kucing yang mampu melawan infeksi menjadi karier asimtomatis. 2. Pada rumah yang memiliki lebih dari satu kucing, kucing yang terinfeksi harus

diisolasi dari kucing lain. Kucing lainnya harus diuji dan yang menunjukkan hasil positif dapat dijadikan satu, dan yang menunjukkan hasil negatif harus divaksin (meskipun tetap diisolasi).

3. apabila mereka ditempatkan di tempat/ruangan yang sama , misal dirawat di rumah sakit hewan, kucing – kucing tersebut harus disimpan dalam kandang individu ( terpisah ), Karena kucing yang terinfeksi FeLV bersifat immunesuppressed, jadi mereka harus tetap terpisah dari kucing yang terinfeksi penyakit lain.

4. Virus ini sangat sensitif terhadap semua desinfektan termasuk sabun umum, tindakan pencegahan yang sederhana dan prosedur pembersihan rutin akan mencegah penularan di rumah sakit .

5. Manajemen pemeliharaan harus selalu diperhatikan untuk meminimalkan potensi paparan agen menular lainnya. Serta membatasi atau menghindari makan daging mentah, yang dapat menimbulkan risiko infeksi bakteri atau parasit pada kucing yang positif FeLV, dimana kucing tersebut lebih rentan.

6. Cat breeder yang memiliki kucing yang positif FeLV harus mengeliminasinya dati cattery karena menjadi sumber penyakit. Kucing positif dapat dan mungkin akan melahirkan kitten yang terinfeksi FeLV atau menderita gangguan reproduksi seperti penurunan fertilitas dan abortus spontan.

(17)

Ketika kucing mati akibat penyakit yang berhubungan dengan FeLV dan pemilik ingin memiliki kucing lain, direkomendasikan untuk menunggu paling tidak 7 hari, desinfeksi rumah, memilik kucing negatif FeLV dan divaksinasi sesegera mungkin (Lukianovich, P. 2010 ).

Sebagai usaha untuk mengurangi insidensi infeksi FeLV, direkomendasikan untuk menguji dan memvaksin kucing. Dua vaksin berseri diberikan dengan jarak 2-4 minggu dan dimulai pada umur 9 minggu, meskipun akibat berbagai alasan, secara umum vaksinasi ditunda hingga kitten berumur 14-16 minggu. Kucing dewasa membutuhkan dua vaksin berseri yang sama. Kemudian, booster setahun sekali diperlukan untuk mempertahankan imunitas ( Lukianovich, P. 2010 ).

(18)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Feline leukemia virus ( FeLV ) merupakan agen (retrovirus ) menular pada kucing. FeLV terjadi di seluruh dunia. FeLV ini suatu permasalahan bagi pemelihara kucing karena penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Virus ini menyebabkan infeksi yang fatal melalui pengembangan keganasan atau depresi imunitas ( ketidakmampuan untuk melawan infeksi ) yang akan menyebabkan penyakit infeksi sekunder. Faktor risiko untuk infeksi Feline leukemia virus ( FeLV ) adalah usia muda , kebersihan yang buruk, ditularkan melalui air liur yang terinfeksi virus,luka kucing akibat perkelahian, saling grooming , atau berbagi makanan dan air. Diagnosa pada kasus ini dapat dilakukan dengan ELISA p27, Kromatografi Immune, Immunofluorescence assay (IFA) , Isolasi virus, PCR untuk deteksi dari provirus ( DNA PCR ), dan Serologi. Pengobatan yang dapat diberikan meliputi : antibiotik, antelminthes, immuno-modulator, corticosteroid, kemoterapi untuk limfoma ( tumor ), penambahan vitamin B12 atau transfusi darah untuk anemia, antivirus, dan lain – lain. Sedangkan pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi, Kucing harus dipelihara indoor, management pemeliharaan yang baik, pemisahan antara kucing yang terinfeksi dengan tidak terinfeksi oleh virus retrovirus, desinfektan dan sabun, dan menghindarii konsumsi daging, air, atau makanan lainnya yang mentah untuk menghindari infeksi sekunder akibat dari immunosupressive dari virus retrovirus.

3.2 Saran

Kasus Feline Leucosis Virus pada kucing harus dilakukan diagnosis cepat dan akurat untuk memungkinkan intervensi terapi dini dan pengobatan yang berhasil. Serta perlu dilakukan tindakan pencegahan, karena pencegahan lebih baik daripada mengobati.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Hartmann K. (2005). FeLV Treatment Strategies And Prognosis. Suppl Compend Contin Educ Pract Vet ;27:14-26

Hartmann K. (2006). Antiviral And Immunodulatory Chemotherapy. In: Greene CE (Ed). Infectious Diseases Of The Dog And Cat. 3rd Edition. Elsevier Saunders, St. Louis, USA,:10-25.

de Mari K, Maynard L, Sanquer A, Lebreux B, Eun HM. (2004). Therapeutic Effects Of Recombinant Feline Interferon-Omega On Feline Leukemia Virus (Felv)- Infected And Felv/Feline Immunodeficiency Virus (FIV)-Coinfected Symptomatic Cats. J Vet Intern Med 18(4):477-82.

Ettinger, SN, (2003). Principles Of Treatment For Feline Lymphoma. Clin Tech Small Anim Pract 18, 98-102.

Fulton R, Gasper PW, Ogilvie GK, Boone TC, Dornsife RE. (1991). Effect Of Recombinant Human Granulocyte Colony-Stimulating Factor On Hematopoiesis In Normal Cats. Exp Hematol 19(8):759-67.

McCaw, DL. 2012. Overview of Feline Leukemia Virus and Related Diseases.http://www.merckmanuals.com/vet/generalized_conditions/feline_l eukemia_virus_and_related_diseases/overview_of_feline_leukemia_virus_an d_related_diseases.html. Diakses tanggal 18 Desember 2013.

Lukianovich,P.2010.Feline Leukimia Virus.

http://www.marltonanimalhospital.com/images/Feline%20Leukemia%20Viru s%20PDF.pdf. Diakses tanggal 18 Desember 2013.

Hofmann-Lehmann R, Huder JB, Gruber S, Boretti F, Sigrist B, Lutz H. (2001). Feline Leukaemia Provirus Load During The Course Of Experimental Infection And In Naturally Infected Cats. J Gen Virol 82(Pt 7):1589-96.

Hofmann-Lehmann R, Tandon R, Boretti FS, Meli ML, Willi B, Cattori V, Gomes-Keller MA, Ossent P, Golder MC, Flynn JN and others. (2006b). Reassessment Of

(20)

Feline Leukaemia Virus (Felv) Vaccines With Novel Sensitive Molecular Assays. Vaccine 24(8):1087-94. assays. Vaccine 24(8):1087-94.

Jackson ML, Haines DM, Taylor SM, Misra V. (1996). Feline Leukemia Virus Detection By ELISA And PCR In Peripheral Blood From 68 Cats With High, Moderate, Or Low Suspicion Of Having Felv-Related Disease. J Vet Diagn Invest 8(1):25-30.

Lehmann R, Franchini M, Aubert A, Wolfensberger C, Cronier J, Lutz H (1991). Vaccination Of Cats Experimentally Infected With Feline Immunodeficiency Virus, Using A Recombinant Feline Leukemia Virus Vaccine. Journal of the American Veterinary Medical Association 199(10):1446-52.

Hawks DM, Legendre AM, Rohrbach BW. (1991). Comparison Of Four Test Kits For Feline Leukemia Virus Antigen. Journal of the American Veterinary Medical Association 199(10):1373-7.

Hartmann K, Werner RM, Egberink H, Jarrett O. (2001). Comparison Of Six Inhouse Tests For The Rapid Diagnosis Of Feline Immunodeficiency And Feline Leukaemia Virus Infections. Vet Rec 149(11):317-20.

Little, Susan. 2006. Feline Leukemia Virus. The Winn Feline Foundation. Manasquan, NJ.

www.WinnFelineHealth.org. Diakses tanggal 18 Desember 2013.

Hartmann,K.2012. Clinical Aspects of Feline Retroviruses: A Review. Germany:LMU University of Munich.

Anderson MM, Lauring AS, Burns CC, Overbaugh J. (2000). Identification Of A Cellular Cofactor Required For Infection By Feline Leukemia Virus. Science 287(5459):1828-30.

Addie, D.D.; Dennis, J.M.; Toth, S.; Callanan, J.J.; Reid, S.; Jarrett, O. 2000. Long-Term Impact On A Closed Household Of Pet Cats Of Natural Infection With Feline Coronavirus, Feline Leukaemia Virus And Feline Immunodeficiency Virus.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Dikir Ngulahan Plajan Mander Belikanget Cokrowati Pulogede Gadon Sotang Pabeyan Klutuk Tambakboyo Dasin Kenanti Sawir Sobontoro Merkawang Glondonggede CALON 28.. Dikir

Penyakit yang dialami kucing yang terinfeksi Ringworm ini belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat, pentingnya untuk mengetahui gejala dan ciri-ciri kucing yang terinfeksi

Sama seperti pada paper yang ditulis oleh Uri Kartoun [2], fase Static Fuzzy Expert System Model akan mengolah input berupa citra yang dihasilkan pada fase sebelumnya, fase Image

Mengacu pada penelitian sebelumnya, [1] berdasarkan hasil perancangan, analisis, desain, dan pengujian system, dengan menggunakan algoritma canny ada

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan, namun harus diingat, penyelidikan bukan

Ito ay nagsasama ng mga batang bata imigrante, na ang mga pamilya inilipat sa isang bagong wika na kapaligiran, pati na rin ang mga tao na natutunan ang kanilang ina dila

Jika Anda akan menggandakan dokumen dengan mesin fotokopi sebanyak 10 lembar, maka langkah yang harus dilakukan adalah …A. hidupkan mesin dengan menekan on kemudian tekan