• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kerusakan Terumbu Karang 2.2 Terbentuknya Endosimbiosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kerusakan Terumbu Karang 2.2 Terbentuknya Endosimbiosis"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Kerusakan Terumbu Karang

Ancaman terumbu karang saat ini diestimasi hampir mencapai 60% dari seluruh terumbu karang dunia adalah disebabkan oleh aktifitas manusia seperti pembangunan di wilayah pesisir, pencemaran dan praktek penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (Bryant et al. 1998). Menurut Nybakken (1988) sumber terbesar penyebab kerusakan terumbu karang adalah badai tropik yang hebat, contohnya topan atau angin puyuh yang kuat ketika melalui suatu wilayah terumbu sering merusak daerah yang luas di terumbu karang. Sumber kedua terbesar yang menyebabkan kematian terumbu karang adalah ledakan Acanthaster plancii (bintang bulu seribu) akibat adanya kegiatan pengerukan dan beberapa bahan kimia (pestisida) membuka ruang baru bagi Acanthaster plancii muda, ledakan populasi juga diakibatkan oleh kegiatan manusia yang memindahkan predator utama bulu seribu yaitu Charonia tritonis untuk diambil cangkangnya (Nybakken 1988). Kegiatan manusia secara langsung dapat menyebabkan bencana kematian di terumbu melalui penggalian dan pencemaran (Nybakken 1988).

Terjadinya degradasi terumbu karang seperti pemutihan karang (bleaching) sudah disugesti sebagai respon fisiologi karang untuk menduga tekanan lingkungan (Brown 1988 in Jones 1997). Karang mendapat keuntungan dari zooxanthellae berupa pewarnaan dari pigmen fotosintesis. Istilah bleaching digunakan untuk menjelaskan perubahan warna karang menjadi putih yang diikuti oleh penurunan zooxanthellae pada jaringan karang (Yonge, Nicholls 1931 in Jones 1997), kemudian berdampak pada penurunan suplai nutrisi dan energi ke polip karang. Selain itu pada pemutihan karang ditemukan juga adanya perbedaan signifikan rasio klorofil dan relokasi zooxanthellae dalam jaringan karang sehingga akan berbeda pembelahan sel pada kondisi alamiah maupun tertekan (Nganro 1992).

2.2 Terbentuknya Endosimbiosis

Proses terbentuknya simbiosis atau yang dikenal dengan endosimbiosis ini mengundang perdebatan sejak awal, yakni apakah terbentuknya endosimbiosis sejak anakan karang (planula) mulai dilepaskan oleh induknya atau melalui

(2)

infeksi dari lepasan planula yang keluar tanpa pembekalan (Veron 1995). Apabila teori pertama yang terjadi maka bagaimanapun juga awal evolusinya akan mengalami proses infeksi yang kemudian secara turun temurun mengalami proses pembekalan sebagaimana teori pertama diterima kebenarannya. Di sini tidak memperdebatkan keduanya, namun lebih ditekankan bahwa pada kenyataannya terdapat endosimbiosis dengan perannya yang besar dalam mekanisme kehidupan fungsional binatang karang.

2.3 Hewan Karang sebagai Host (Inang)

2.4 Zooxanthellae sebagai Simbion Alga

Sebagian besar inang yang bersimbiosis merupakan karnivora dan kegagalan inang untuk mencerna atau melenyapkan infasi simbion-simbion alga adalah tergantung sifat yang dimiliki baik hewan karang maupun alga tersebut (Yonge 1963 in Thamrin 2004). Salah satu inang invertebrata yang bersimbiosis yaitu hewan karang dari Ordo Scleractinia. Hewan karang dari Scleractinia merupakan koloni dari polip-polip yang dihubungkan oleh sistem gastrovaskuler di mana individu hewan karang atau polip menempati mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang masif. Tiap mangkuk atau koralit mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan berbentuk daun yang keluar dari dasar (Thamrin 2004),

Zooxanthellae adalah istilah deskriptif umum untuk semua ganggang berwarna emas yang hidup bersimbiosis pada hewan, termasuk karang, anemon laut, moluska, dan taksa lainnya. Walaupun istilah tidak memiliki arti taksonomi, zooxanthellae digunakan terutama untuk merujuk kepada simbion Dinoflagellata, sekelompok alga yang beragam. Ini adalah label generik yang berguna, mengingat keadaan saat ini ketidakpastian dalam taksonomi simbion karang. Zooxanthellae yang ditemukan di karang biasanya berdiameter 8-12 µM. Sel yang berada di membran vakuola, terikat dalam sel gastrodermal. Densitas mereka umumnya berkisar antara 1 x 106 sel/cm2 sampai 2 x 106 sel/cm2 sel permukaan karang, walaupun ini mungkin sangat bervariasi pada skala temporal dan spasial. Beberapa bukti menunjukkan bahwa perbedaan musiman mempengaruhi kepadatan zooxanthellae di karang (Muller-Parker & D’Elia 1997).

2.5 Struktur karang dan letak zooxanthellae

(3)

Scleractinia. Bentuk tubuh berongga, radial simetris di mana di dalam rongga ini terdapat binatang karang yang disebut polip. Di ujung atas rongga terdapat bukaan yang berfungsi sebagai mulut, ke arah bawah membagi diri menjadi septa atau sekat yang radial simetris. Pada bagian mulut tersusun tentakel yang pada karang batu berjumlah kelipatan enam. Pada karang batu kerangka pendukung tubuh terdapat di luar (exoskeleton). Bagian dalam tubuh tersusun dari jaringan sel, masing-masing dari luar ke dalam ektodermis, mesoglea, dan endodermis yang sering juga disebut gastrodermis. Di dalam lapisan endodermis atau gastrodermis ini terdapat zooxanthellae (Muller-Parker & D’Elia 1997).

2.5 Zooxanthellae dan bentuk simbiosisnya dengan karang

Gambar 1. Potongan melintang anemone laut dan zooxanthellae dalam jaringan gastrodermis.

Hubungan antara zooxanthellae dengan karang saling menguntungkan, jenis zooxanthellae berasal dari kelompok Dinoflagellata tidak memiliki flagella dan dinding sel. Kehadiran zooxanthellae akan memberikan warna karena zooxanthellae memiliki pigmen. Melalui fotosintesis, zooxanthellae mensuplai oksigen bagi karang untuk respirasi dan karbohidrat sebagai nutrient. Sebaliknya zooxanthellae menerima CO2

zooxanthellae juga berperan dalam memindahkan karbondioksida, sehingga untuk fotosintesis. Sementara untuk nitrogen dan fosfor antara zooxanthellae dan karang terjadi dengan proses di mana zooxanthellae menerima nitrogen dalam bentuk ammonia dari karang, dan dikembalikan ke karang dalam bentuk asam amino. Dalam proses fotosintesis

dalam kondisi optimum meningkatkan terbentuknya pengapuran pada karang (Thamrin 2006).

(4)

Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakelnya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae.

2.7 Peran zooxanthellae dalam polip karang

Zooxanthellae berperan sebagai pemasok oksigen bagi karang, di samping juga dari oksigen terlarut. Zooplankton merupakan sumber nutrien utama bagi karang. Dalam hubungannya dengan ketersediaan nutrien dalam air laut, Gladfelter (1985) menyatakan bahwa tingginya tingkat ketersediaan nutrien mempengaruhi produktivitas zooxanthellae, dan meningkatkan indeks mitosis. Karang yang telah kehilangan zooxanthellae masih mampu hidup bila tersedia cukup zooplankton di sekitarnya. Kebutuhan nutrien organik pada karang yang memiliki zooxanthellae lebih kecil dari pada karang yang tidak memiliki zooxanthellae (Gledfelter 1985).

Dalam setiap polyp ditemuka n zooxanthellae dalam jumlah besar dan memberikan warna pada polyp (Jones 1997), 90% energi dari fotosintesis di berikan untuk kebutuhan polyp (Leletkin 2000b). Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang (polyp) dan memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi dan nutrisi) kepada polyp (Muscatine 1991). Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara. Keberhasilan hubungan ini dapat dilihat dari besarnya keragaman dan usia karang yang sangat tua, berevolusi pertama kali lebih dari 200 juta tahun yang lalu (Burke et al 2002).

Berdasarkan transfer nutrisi ini maka dapat dinyatakan bahwa karang dapat menyediakan nutrisinya baik melalui active feeding dan passive feeding. Active feeding dilakukan dengan menembakkan nematocyte ke arah mangsa dan mentransfernya melalui mulut yang terdapat di bagian atas; sedangkan feeding

(5)

passive diperoleh melalui transfer hasil fotosintesis zooxanthellae. Sejauh diketahui hampir semua karang dapat melakukan melalui feeding passive.

Zooxanthellae memberikan pewarnaan pada terumbu karang, dari warna terang sampai gelap kecoklatan, tergantung pada kepadatan selnya (Jones 1997). Bilamana ada pigmen lain dalam jaringan karang, maka warna kecoklatan akan tertutup oleh warna pigmen tadi menjadi warna biru, hijau, kuning atau warna ungu. Bila coral kehilangan zooxanthellae, kerangka karang yang berwarna putih dapat dilihat melalui jaringan hewan itu yang transparan, menyebabkan karang tampak memutih. Yonge, Nicholls 1931 in Jones 1987). Pada jenis karang yang memliki pigmen lain, karang yang putih akan nampak warna flourence, dan tidak tampak lagi warna coklat keemasan dari zooxanthellae (Oliver 1984).

Apabila zooxanthellae keluar dari inangnya, maka zooplankton merupakan sumber nutrient, tetapi ketersediaannya tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan karang (Johannes et al 1970) dan kebutuhan nutrien lebih kecil pada karang yang memiliki zooxanthellae (Gladfelter 1985).

Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik) hal ini sebagai syarat hidup dari alga simbion zooxanthellae (Stambler 1999). Ambang batas konsentrasi nutrien yaitu dissolved inorganic nitrogen (DIN) di bawah 1µM dan untuk soluble reactive phosphorus (SRP) 0,1 µM (Lapointe et al 1997 in Cesar et al 2002). Burke et al (2002) sebagian besar spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen anorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Selanjutnya Sumich (1992) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:

Ca (HCO

3

) CaCO

3

+ H

2

CO

3

H

2

O + CO

Fotosintesa oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat,

(6)

kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae. Veron (1995) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.

2.8 Kepadatan zooxanthellae

Kepadatan zooxanthellae di dalam jaringan karang bervariasi sesuai dengan jenis karangnya. Kepadatan zooxanthellae berkisar antara 1–2,5 juta sel/cm2

2.9 Variasi pola makan karang

(Drew 1972; Muscatine et al. 1985 in Jones & Yelleowlees 1997). Kepadatan zooxanthellae juga berbeda pada masing-masing kedalaman. Drew (1972) mengatakan bahwa kepadatan maksimum zooxanthellae ditemukan pada kedalaman antara 10–12 m. Hal ini tergantung pada tingkat nutrisi dan ruang yang disediakan hewan inang. Zooxanthellae berkembangbiak dengan pembelahan mitosis sampai pada batas tertentu tergantung pada laju metabolisme hewan inang (Taylor 1969 in Nganro 1992). Di samping itu pengurangan kepadatan zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang dapat dijadikan indikator bahwa telah terjadi stres lingkungan terhadap hewan karang. berkurangnya konsentrasi klorofil zooxanthellae pada tubuh hewan karang juga merupakan indikator menurunnya kesehatan hewan karang (Yakin K 2006).

Pola makan karang secara umum dapat dibagi dalam 5 kategori: (1)Sebagian besar makanan (30-90%) berasal dari zooxanthellae hasil fotosintesis. (2)Kegiatan pola makan lainnya adalah predasi, yang menyediakan, rata-rata, 10-40% dari keseluruhan biomassa makanan. Hasil predasi ini, 100% habis digunakan untuk mengganti metabolisme pada siang hari, (3) Memakan partikel atau memfiltrasi sedimen. semua karang scleractinian mampu makan partikel ,caranya memfilter dari air seperti bakteri, fitoplankton, sisa-sisa hewan dan tanaman, detritus, dan bahkan beberapa suspensi netral seperti grafit atau noda, (4) Memakan zat-zat

(7)

organik terlarut dengan cara osmotik, (5) Memakan zooxanthellae. kondisi ini biasa terjadi jika penentrasi cahaya rendah. Jumlah sel yang dimakan sama dengan jumlah sel yang baru membela. Ini merupakan bentuk adaptasi. Proses ini berlangsung di gastrodermis (

2.10 Faktor lingkungan dan kehidupan karang

Titlyanov &Titlyanova 2002).

Zooxanthellae adalah alga bersel satu golongan dinoflagellata. Sebagai alga sumber cahaya sangat merupakan faktor pembatas. Masukan zat padat ke perairan atau meningkatnya fitoplankton di perairan sangat mengurangi penetrasi cahaya yang masuk. Intensitas cahaya juga mempengaruhi suhu, salinitas lingkungan perairan.

2.10.1 Suhu

Bila hewan inang mengalami stres akibat perubahan lingkungan, zooxanthellae akan keluar dari inang dan berenang bebas di air laut, Perubahan suhu mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi, sehingga terjadi ketidakseimbangan metabolisme antara zooxanthellae dengan inangnya (Gladfelter 1985). Kenaikan suhu mempercepat laju respirasi lebih besar dari pada laju fotosintesis. Muscatine (1985) mengatakan bahwa karang tidak dapat memberikan nutrien yang cukup kepada simbionnya pada suhu yang tinggi.

Perubahan suhu air laut secara mendadak atau dalam waktu lama dapat menyebabkan keluarnya zooxanthellae dari inangnya yang lama-kelamaan mengakibatkan kematian inang. Demikian pula suhu dapat mempengaruhi laju respirasi dan fotosintesa seperti dijelaskan di atas. Karang tumbuh dengan baik (optimum) pada suhu antara 25 – 280

2.10.2 Salinitas

C.

Zat terlarut meliputi garam-garam organik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup dan gas-gas tertentu. Fraksi terbesar dari bahan terlarut terdiri dari garam-garam anorganik yang berwujud ion-ion. Satu contoh, air laut seberat 1000 gram akan berisi kurang lebih 35 gram senyawa-senyawa terlarut yang secara kolektif disebut garam. Dengan kata lain, 96,5 % air laut berupa air murni dan 3,5 % zat terlarut. Perbandingan ion-ion utama boleh dikatakan tetap (Nybakken 1987) Sama halnya dengan suhu, menurun atau

(8)

naiknya salinitas secara mendadak dapat mengakibatkan kematian karang. Kisaran optimum salinitas untuk pertumbuhan karang ialah antara 25 -40 0/

2.10.3 Total suspended solid (TSS)

00.

Total Padatan Tersuspensi atau sering disebut TSS adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air berupa komponen biotik (fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi,dll), ataupun komponen abiotik (detritus dan partikel-partikel anorganik) Lestari (2009). Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan dan bergantung pada warna dan kekeruhan.

Tabel 1 Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan kadar TSS Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 2004.

No Total Padatan Tersuspensi (ppm) Kriteria

1 Kurang dari 20 Belum tercemar

2 20-49 Tercemar ringan

3 50-100 Tercemar sedang

4 Di atas 100 Tercemar berat

2.10.4 Kecerahan dan Cahaya.

Kecerahan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari dan partikel tersuspensi. Naiknya konsentrasi partikel tersuspensi di air menyebabkan kontraksi polip, meningkatnya sekresi mucus, menipisnya jaringan karang dan keluarnya zooxanthellae. Bila keadaan ini berlangsung lama akan mengakibatkan kematian karang (Yamazato 1986). Keadaan awan di suatu tempat mempengaruhi pertumbuhan karang (Goreau 1959). Menurut Kanwisher dan Wainwright (1967) titik kompensasi binatang karang terhadap cahaya adalah pada intensitas antara 200 – 700 f.c atau umumnya antara 300 -500 f.c.

2.11 Fosfat

Jumlah fosfor (P) yang diperlukan oleh blue-green algae (makhluk hidup air penyebab algal blooming) untuk tumbuh, ternyata hanya dengan konsentrasi 10 part per billion (ppb/sepersatu miliar bagian) fosfor saja blue-green algae sudah bisa tumbuh. Tidak heran kalau algal blooming terjadi di banyak ekosistem air.

(9)

Dalam tempo 24 jam saja populasi alga bisa berkembang dua kali lipat dengan jumlah ketersediaan fosfor yang berlebihan akibat limbah fosfat di atas.

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat yang merupakan bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1982). Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya bentuk fosfat berupa ortofosfat, yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Menurut Perkins (1974) in Erna (2008), kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu air laut tertuang dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2 Baku Mutu Air Laut untuk biota laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2004.

Fluktuasi asupan nutrien ke perairan pesisir di pengaruhi oleh musim, dimana pada musim hujan asupan nutrien lebih tinggi dibandingkan pada saat musim kemarau selain itu asupan nutrien bisa juga berasal dari perairan laut disekitarnya (Damar 2003).

2.12 Nutrien dan kehidupan karang

Peningkatan nutrien telah diusulkan sebagai penyebab utama terumbu karang lokal degradasi. Meskipun respon karang untuk nutrien seperti amonium dan atau nitrat terdokumentasi baik dalam studi laboratorium. Dampak jangka

NO Parameter Satuan Baku Mutu

1 Kecerahan meter Coral <5

2 Padatan tersuspensi total mg/liter

Coral;20

• Mangrove;80

• Lamun;20

3 Ortofosfat (PO4-P) mg/liter 0.015

(10)

panjang dari tingginya konsentrasi nitrogen anorganik terus menerus pada fisiologi karang susah diprediksi. Sebuah penelitian untuk melihat dampak jangka panjang tersebut, dicobakan pada koloni karang Stylophora pistillata dan Acropora spp yang terkena 40 µM dari NH4 + dan 30 µM NO3

-2.13 Eutrofikasi dan terumbu karang

. Kedua karang ini dipelihara selama 12 bulan dalam aquarium. Hasilnya menunjukkan respons berbeda terhadap peningkatan nutrien dalam kepadatan zooxanthellae. Walaupun S. pistillata dan Acropora spp. dapat beradaptasi pada tingkat nitrogen anorganik tinggi, tetapi dalam jangka panjang menunjukkan bahwa peningkatan nutrien bukan hanya menyebabkan degradasi terumbu karang, tetapi dapat menghasilkan dampak sinergis ketika karang terkena faktor tekanan lingkungan lainnya (Yuen et al 2008).

Eutrofikasi adalah peningkatan bahan organik ke dalam sebuah ekosistem (Nixon 1995), di mana peningkatan bahan organik ini sangat mendorong peningkatan masukan nutrien yang diikuti oleh meningkatnya produksi primer dan sekunder. Eutrofikasi ini juga dikenal sebagai satu dari ancaman besar terhadap ekosistem pesisir pada skala global (Nixon 1990; Gray 1992; Pearl 1995 in Bonsdorff 1997).

Walaupun unsur hara (nutrien) sangat penting dalam suatu ekosistem terutama sebagai sumber penyusunan bahan organik oleh produsen primer, akan tetapi peningkatan unsur hara pada ekosistem terumbu karang dinilai justru dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan ekosistem ini. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa terumbu karang justru berkembang dengan baik pada daerah yang relatif jauh dari sumber unsur hara (oligotrofik) dan sebaliknya tidak berkembang pada daerah yang mendapat suplai unsur hara yang tinggi.

Peningkatan unsur hara yang berlebihan menyebabkan berbagai dampak. Menurut Wouthuyzen (2006) in Indrawan et al. (1998) salah satu adalah turunnya kecerahan perairan akibat meledaknya populasi fitoplankton, kematian massal ikan, menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dan merugikan biota perairan pada lapisan permukaan dan yang paling banyak adalah maraknya fitoplankton beracun yang terdapat pada makanan laut seperti kerang-kerangan. Makanan laut yang telah mengandung racun tersebut sangat membahayakan kesehatan manusia.

(11)

Bahkan makanan tersebut dapat mengakibatkan kematian dan keracunan bagi siapa saja yang mengkonsumsinya. Hal ini karena masing-masing spesies algae memiliki racun berbeda satu dengan yang lain.

Eutrofikasi juga meningkatkan padatan tersuspensi. Total padatan tersuspensi atau lebih dikenal istilah TSS (Total Suspended Solid) merupakan bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.

Entrofikasi juga berdampak pada pola rekrutmen karang. Penempelan planula pada perairan yang eutrofik sangat rendah sehingga daerah ini miskin dengan karang. Menurut Tomacik (1991) bahwa pola penempelan karang pada subtrat buatan yang diletakkan sepanjang gradien eutrofikasi di Bardabos India Barat menunjukkan tingkat persentase penempelan yang rendah, tercatat Porites astroides 42%, Agaricia spp 23%, Porites porites 10% bahkan Jenis karang Monstastrea annularis, Siderastrea spp dan Diplona spp hadir di terumbu karang bagian utara, tetapi tidak hadir di daerah yang eutrofik ini. Ciri perairan yang mengalami eutrofikasi adalah perubahan warna (hijau, coklat-kuning atau merah) dengan viskositas tinggi. Salah satu parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya eutrofikasi adalah konsentrasi klorofil-a yang merupakan ukuran dari biomassa alga uniseluler.

2.14 Kepadatan zooxanthellae dan bioindikator

Meningkatnya aktifitas manusia mengakibatkan perubahan yang besar terhadap suhu air laut, kimia air laut. Berbagai dampak yang terjadi seperti hilangnya spesies, berubahnya rantai makanan yang tentunya akan mengubah ekologi terumbu karang baik skala lokal maupun skala dunia. Perubahan dari ekologi terumbu karang meliputi pengurangan laju kalsifikasi, pengurangan kepadatan zooxanthellae, perubahan trofik level dari struktur komunitas terumbu karang dimana spesies pada tropik tinggi berkurang sedangkan disisi lain spesies

(12)

pada tropik rendah meningkat, hal ini mengakibatkan produktivitas sekunder juga berkurang. kesemuanya ini akan mengurangi keanekaragaman hayati dan sebaran terumbu karang, lambat laun fungsi dari terumbu karang sebagai penghalang abrasi akan menurun dan mengakibat perubahan garis pantai. Untuk menghindari dampak negatif ini maka perlu upaya pengelolaan sumberdaya terumbu karang termasuk pengaturan perdagangan sumberdaya, pengurangan laju runoff dan limbah industri yang masuk ke badan perairan (Timothy 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karenanya adil dalam mendidik semua anak, baik yang laki-laki maupun perempuan, dengan cara mengajarkan semua anak untuk merapikan diri, menjaga kebersihan,

Positioner dalam suatu unit control valve memiliki fungsi yaitu untuk memastikan posisi yang benar sesuai input sinyal kontrol untuk mengirimkan permintaan membuka atau

Penelitian aplikasi search engine berbasis semantic web menggunakan algoritma Rabin Karp pada tanaman di Indonesia ini memberikan kemudahan untuk penggunanya, yaitu dengan

Penguatan IHSG terutama dipicu rebound sejumlah saham unggulan seperti Astra In- ternational (ASII) dan aksi beli lanjutan atas saham energi seiring menguatnya harga minyak mentah

Pemberian perasan daun pepaya disetiap konsentrasi tidak berbeda nyata.Rata-rata peningkatan kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pembanding

J : Saat ijab qabul memang tidak bisa mengambil foto karena penjagaan juga ketat, alasan lain mungkin ingin lebih khidmat dalam menjalankan ijab sehingga tidak terganggu

Karies gigi di rongga mulut biasanya dikaitkan dengan dampak negatif terhadap kualitas hidup anak prasekolah karena mereka akan mengalami nyeri, terjadinya infeksi yang

Tingkat kesulitan dari penggunaan OCS memang berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain, tetapi kebanyakan orang akan lebih memilih cara yang le- bih sederhana