2.1. Konsep Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2004).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbiacara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya, sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembanagn perilaku tersebut.
2.1.2. Bentuk-Bentuk Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmadjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah efektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari :
1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledg). 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan ynag diberikan
(attitude).
3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior) :
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan di pengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
2. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang membentuk sesorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan,persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku yang penting dan mendasar bagi manusia adalah perilaku kesehatan.Becker (1979), membuat suatu konsep tentang perilaku dalam 3 kelompok yaitu :
2.1.3. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Skinner dalam Notoatmodjo adalah suatau respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan. (Notoatmodjo 2007).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yang terdiri dari :
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku Hidup Sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan yanng mencakup antara lain:
a. Makanan dan menu seimbang (appropriate diet) b. Olahraga teratur
c. Tidak merokok
d. Tidak minum-minuman keras dan narkoba e. Istirahat yang cukup
f. Mengendalikan stres
g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan seks.
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sabagai orang sakit, yang harus diketahui oleh orang sakit itu sendiri maupun orang lain (the sick role) yang meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b. Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak.
c. Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pen getahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari pada tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2005), membedakannya dalam determinan masalah kesehatan yakni behavioral cause (faktor perilaku) dan non behavioral causes (faktor non perilaku) dan bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan kemampuan, hal ini menyakut motivasi seseorang individu atau kelompok untuk bertindak dalam domain psikologi, ini termasuk dalam domain kognitif dan efektif yaitu mengetahui, merasakan, mempercayai, menilai dan memiliki kepercayaan diri atau rasa mujarab, dapat dikatakan bahwa faktor predisposisi sebagai motivasi, hasrat atau pilihan pada individu atau kelompok yang dapat membawa kepada tindakan yang spesifik.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan yang dimaksud oleh faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor).
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku
tokoh masyrakat (toma) sikap dan perilaku para petugas termasuk para petugas termasuk para petugas kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2003) termasuk juga disini adalah undang-undang, peraturan-peraturan, baik pusat maupun daerah, yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut.
2.1.5. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentukanya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain : 1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnay makin banyak pula pengetahuan yang mereka milik.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadinya perubahan aspek fisik dan psikologi (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahun yang baru.
2.1.6. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut : 1. Pemikiran dan perasaan (Thougts and feeling)
Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta sumberdaya yang tersedia.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personnal references) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
2.1.7. Tindakan (Practice)
Sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentukanya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).
Tingkatan-tingkatan praktik/tindakan adalah :
1. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response) adalah bila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar.
3. Mekanisme (mechanism) adalah apabila seseorang melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (adaptation) adalah suatu tindakan atau praktis yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Promosi kesehatan menurut Glosari WHO (2014) merupakan tindakan yang dilakukan bukan hanya untuk mencegah terjadinya penyakit seperti pengurangan factor resiko, tetapi juga mencegah perkembangan dan mengurangi konsekuensi ketika terkena penyakit. Mengacuh pada surat keterangan Menteri Kesehatan No.1114/Menkes/VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan Promkes di daerah, pengertian promkes itu sendiri dapat di simpulkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan politik yang berwawasan kesehatan.
2.3.Defenisi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelengaraan upaya kesehatan. Penyelengagaraanpelayanan kesehaan dirumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang snagat kompleks.
2.3.1. Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatiahan sumber daya menusia dalam rangka
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapsiran teknologi bidang ksehatan dalam rangka peningkatan palayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3.2. Perumahsakitan Di Indonesia
Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (Charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikakn bagi orang-orang yang beruntung atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda.
Di Indonesia, evolusi rumah sakit dimulai dengan munculnya rumah sakit- rumah sakit milik misi keagamaan yang pelayanannya bersifat kedermawanan. Selanjutnya, muncul rumah sakit-rumah sakit milik perusahaan yang dibangun khusus untuk melayani karyawan perusahaan (misalnya perkebunan, pertambangan, dan lain-lain). Setelah itu, muncul rumah sakit-rumah sakit yang berasal dari praktek pribadi dokter, atau kadang-kadang juga praktek pribadi bidan, yang mula-mula berkembang menjadi klinik. Beberapa dasawarsa terakhir, muncul la rumah sakit-rumah sakit yang dibangun sepenuhnya oleh pemilik modal yang bukan dokter.
Setelah kemerdekaan, perumah skaitan di Indonesia berkembang pesat sehingga muncul berbagai rumah sakit, baik milik swasta maupum milik pemrintah. Berdasarkan undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang kesehatan, jenis rumah skait dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannnya.
Berdasarkan jenis pelayanan ynag diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
1. Rumah sakit umum merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
2. Rumah sakit khusus merupakan rumah sakit yang memberikan pelayaan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainya.
Berdasarkan pengelolaan rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat.
1. Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
2. Rumah sakit privat merupakan rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan provit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Rumah sakit tidak bolah dipandang sebagai suatu identitas yang terpisah dan berdiri sendiri dalam sektor kesehatan. Rumah sakit adalah bagian dari system kesehatan dan perannya yang mendukung pelayanan kesehatan dasar melalui penyediaaan fasilitas rujukkan dan mekanisme bantuan.
2.4. Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Promosi kesehatan rumah sakit merupakan upaya rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien dan kelompok-kelompok masyrakat agar dapat mandiri dalam rangka mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya,
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyrakat melalui pembelajaran diri, oleh, untuk dan bersama yang sesuai dengan sosial-budaya serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Pengetahuan merupakan modal utama bagi tenaga dirumah sakit dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang salah satunya yaitu melakukan promosi kesehatan di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan tujuan program promosi kesehatan di rumah sakit adalah untuk melakukan proses reorientasi pelayanan kesehatan yang fokus kepada pelayanan pengobatan menuju pelayanan yang menyeluruh.
2.5. Peluang Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Menurut peraturan Mentri kesehatan Republik Indonesia Nomor 004 tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknisi Promosi Kesehatan Rumah Sakit, banyak sekali tersedia peluang untuk melaksakan promosi kesehatan dirumah sakit. Secara umum peluang itu dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Di dalam gedung
Di dalam gedung rumah sakit, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam gedung, terdapat peluang-peluang:
1. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu diruang di mana pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan rumah sakit.
2. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-polikllinik seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain.
3. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang rawat darurat, rawat intensif, dan rawat inap.
4. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yaitu terutama di pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, dan pelayanan rehabilitasi medik. 5. PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di pelayanan KB,
konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan (chek up), konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja, dan lain-lain.
6. PKRS di ruang pembayaran rawat inap, yaitu di ruang di mana pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan rumah sakit.
b. Di luar gedung
Kawasana luar gedung rumah sakit pun dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PKRS, yaitu:
1. PKRS ditempat parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di lapangan/ gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut lapangan gedung parkir.
2. PKRS di taman rumah sakit, yaitu baik taman-taman yang ada di depan, samping/ sekitar maupun di dalam/ halaman dalam rumah sakit.
3. PKRS di dinding luar rumah sakit.
4. PKRS di tempat-tempat umum di lingkungan rumah sakit misalnya tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (misalnya masjid atau musholla) dan dikantin/
toko-5. PKRS di pagar pembatas kawasan rumah sakit.
2.6. Pendukung Dalam Pelaksanaan PKRS
Dalam terwujudnya sebuah promosi kesehatan oleh rumah sakit yang berhasil, menurut buku panduan petunjuk teknis pelaksanaan PKRS dibutuhkan aspek pendukung yang berupa :
1. Metode dan Media
Pada prinsipnya metode yang digunakan adalah komunikasi. Diperlukan pemilihan metode yang cermat dengan mempertimbangkan kemasan informasinya, keadaan penerima informasinya (termasuk kemampuan baca tulis dan social budayanya) dan kondisi ruang serta waktu. Kesemua faktor harus mendapat pertimbangan yang matang sebelum upaya promosi kesehatan dilaksanakan.
2. Sumber Daya yang memadai
Sumber daya yang paling utama dalam penyelenggaraan PKRS adalah tenaga (Sumber Daya Manusia atau SDM), baru kemudian sarana dan prasarana termasuk media komunikasi dan dana/ anggaran.
Sumber daya manusia utama yang dibutuhkan dalam PKRS ini meliputi semua petugas rumah sakit yang melayani pasien/klien (dokter,perawat, bidan dan lain-lain), dan tenaga khusus promosi kesehatan (pejabat fungsional penyuluh kesehatan masyarakat).
Sebelum melaksanakan PKRS sebaikanya semua sumber daya manusia yang ada diberikan keterampilan dasar secara khusus seperti pengetahuan dan keterampilan konseling. Standarnya berdasarkan Kepmenkes No. 11 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah disebutkan bahwa tenaga khusus promosi kesehatan untuk Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
1. S1 kesehatan/ Kesehatan Masyarakat sebanyak 1 orang untuk membantu petugas Rumah Sakit lain merancang pemberdayaan.
2. D3 kesehatan ditambah minat dan bakat di bidang promosi kesehatan sebanyak 2 orang untuk membantu/ memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.
Sedangkan untuk standar sarana/ peralatan PKRS dibutuhkan : 1. Over Head Projector (OHP)
2. Amplifer & wireless microphone
3. Layar yang dapat dugulung 4. Kamera foto
5. Cassette rocorder / player
6. TV disetiap ruang tunggu & ruang promosi kesehatan
7. VCD / DVD playerdi tiap ruang tunggu & ruang promosi kesehatan
8. Computer dan printer
9. Laptop& LCD projector untuk prensentasi
2.7. Strategi
Strategi yang dipakai saat ini adalah :
1. Memanfaatkan forum koordinasi baik lintas sektor maupun lintas program. 2. Menetapkan wadah koordinasi PKRS dalam struktur Organisasi Rumah Sakit.
4. Mengupayakan dana untuk pembangunan program.
5. Menyusun tugas, wewenang dan tanggung jawab pengelola Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKRS)
6. Menyusun pedoman / petunjuk pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKRS)
2.8. Standar Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes, 2010 yang menjadi standar Rumah Sakit Promotor Kesehatan (Health Promoting Hospital) adalah sebagai berikut :
1. Standar 1 kebijakan manajement
Organisasi Rumah Sakit harus memiliki kebijakan tertulis mengenai promosi kesehatan. Kebijakan ini diimplementasikan sebagai bagian dari peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Rumah sakit secara keseluruhan.
Tujuan :
Adanya dukungan kebijakan untuk pelaksanaan PKRS sebagai bagian integral peningkatan kualitas manajemen organisasi.
Variable PKRS :
1. Rumah sakit memiliki kebijakan tertulis tentang Promosi Kesehatan Rumah Sakit. 2. Rumah sakit membentuk unit kerja Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
3. Rumah sakit memiliki tenaga pengelola Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
4. Rumah sakit memiliki alokasi anggaran unutk pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
5. Rumah sakit memiliki perencanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit secara berkala.
6. Rumah sakit memiliki sarana/peralatan untuk pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
7. Rumah sakit mensosialisasikan Promosi Kesehatan Rumah Sakit di seluruh jajaran Rumah Sakit.
8. Rumah sakit meningkatkan kapasitas tenaga pengelola Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
9. Rumah sakit melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
2. Standar 2 Kajian Kebutuhan Masyarakat Rumah Sakit
Rumah sakit melakukan kajian tentang kebutuhan Promosi Kesehatan untuk pasien, keluarga pasien, pengunjung rumah sakit dan masyarakat sekitar rumah sakit. Tujuan :
Diperolehnya gambaran tentang informasi yang dibutuhkan pasien, keluarga pasien, pengunjung serta masyarakat sekitar rumah sakit sebagai dasar pelaksanaan Promosi Kesehatan.
3. Standar 3 Pemberdayaan Masyarakat Rumah Sakit
Rumah sakit menjamin adanya pemberdayaan masyarakat Rumah sakit melalui kegiatan Promosi Kesehatan di Rumah sakit.
Meningkatnya daya dan peran serta masyarakat rumah sakit dalam mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya.
4. Standar 4 Tempat Kerja yang Aman, Bersih dan Sehat.
Rumah sakit menjamin tempat kerja yang aman, bersih dan sehat. Oleh karena itu Rumah sakit memastikan upaya-upaya yang menyangkut kebersihan dan kelengkapan sarana prasarana yang ada untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Tujuan :
Terwujudnya tempat kerja yang aman, bersih dan sehat bagi masyarakat rumah sakit.
5. Standart 5 Kemitraan
Rumah sakit menggalang kemitraan dengan sektor lain, dunia usaha dan swasta lainnya dalam upaya meningkatkan pelaksanaan PKRS baik di dalam maupun diluar gedung.
Tujuan :
Terjalin kerjasama dengan mitra terkait untuk optimalisasi pelaksaan kegiatan PKRS.
2.9. Landasan Teori Teori W. Edwards Deming
Model ini menggambarkan kerangka kerja bagi perbaikan sebuah proses atau sistem. Model ini dapat digunakan pula sebagai pedoman dalam perbaikan suatu kegiatan atau untuk mengembangkan sebuah proyek khusus dalam rangka perbaikan sebuah proyek yang telah ditargetkan.
Komponen dalam siklus ini terdiri dari : 1. Plan (perencanaan)
Yaitu merencanakan aktivitas, proyek atau prosedur yang tertuju pada perbaikan. Di perlukan suatu analisis mengenai apa yang perlu diperbaiki serta pencarian area yang memiliki kemungkinan untuk diubah kemudian diputuskan dimana letak titik balik terbesar agar perubahan dapat diwujudkan.
2. Do (Pelaksanaan)
Yaitu melaksanakan perubahan atau pengujian (sebelumnya dalam skala kecil) dan mengimplementasikan perubahan yang di inginkan dalam fase perencanaan. 3. Check (Evaluasi)
Yaitu meninjau hasil dan menganalisa kegagalan dan kesuksesan. Setelah melakukan perubahan dalam waktu jangka yang singkat, perlu menentukan perbaikan dalam perjalanan proses yang diinginkan. Perlu diputuskan mengenai beberapa pengukuran yang dapat digunakan untuk memonitor perbaikan.
4. Act (Aksi)
2.2.1 Kerangka Pikir
Berdasarkan teori bagan kerangka Pikir dapat dilihat berikut ini :
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian yaitu menggambarkan bahwa pelaksanaan kebijakan management dalam promkes mencakup kebijakan tertulis, membentuk unit kerja, memiliki tenaga pengelola, alokasi anggaran untuk pelaksanaan, perencanaan, sarana/peralatan, sosialisasi seluruh jajaran RS, meningkatkan kapasitas pengelola, pemantauan dan evaluasi, dapat mempengengaruhi pelaksanaan kebijakan management dalam Promkes di RS.
Gambaran pelaksanaan Kebijakan Promkes di RS
- Memiliki kebijakan tertulis tentang PKRS - Membentuk unit kerja PKRS
- Memiliki tenaga pengelola PKRS
- Memiliki alokasi anggaran untuk pelaksanaan PKRS
- Memiliki perencanaan PKRS
- Memiliki sarana/peralatan untuk PKRS - Mensosialisasikan PKRS di seluruh jajaran RS - Meningkatkan kapasitas tenaga pengelola PKRS - Melaksanakan pemantauan dan evaluasi PKRS