• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 1993).

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya, sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku

(2)

yang penting dan mendasar bagi manusia adalah perilaku kesehatan. Becker, 1979 membuat suatu konsep tentang perilaku dalam 3 kelompok yaitu:

2.1.1. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Skinner dalam Notoatmodjo adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan. (Notoatmodjo, 2007).

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yang terdiri dari:

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku Hidup Sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya yang mencakup antara lain:

• Makan dan menu seimbang (appropriate diet) • Olahraga teratur

• Tidak merokok

• Tidak minum-minuman keras dan narkoba • Istirahat yang cukup

• Mengendalikan stress

• Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.

(3)

2. Perilaku sakit (IIInes behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit,yang harus diketahui oleh orang sakit itu sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku peran sakit (the sick role) yang meliputi:

• Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

• Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak.

• Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).

(4)

2.1.2. Perilaku Sakit

Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi dalam mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu:

Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan mengobati yang sesuai harapan. • Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada

lokasi yang sama.

Procastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala sakit dirasakan.

Self Medication atau mengobati sendiri dengan berbagai ramuan atau membelinya diwarung obat.

Discontuinity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan pengobatan). Menurut Hendrik L. Blum faktor – faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan digambarkan sebagai berikut :

Keturunan Fasilitas kesehatan (Pelayanan Kesehatan) Perilaku Lingungan (Environment) Status kesehatan

(5)

Dari skema diatas, dapat dilihat bahwa perilaku manusia mempunyai kontribusi, yang apabila dianalisa lebih lanjut kontribusinya lebih besar. Sebab disamping berpengaruh langsung terhadap kesehatan, juga berpengaruh tidak langsung melalui lingkungan terutama lingkungan buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Faktor perilaku ini juga berpengaruh terhadap faktor keturunan. Karena perilaku manusia terhadap lingkungan dapat menjadikan pengaruh yang negatif terhadap kesehatan dan karena perilaku manusia pula maka fasilitas kesehatan disalah gunakan oleh manusia yang akhirnya berpengaruh terhadap status kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Bentuk-Bentuk Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari:

1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(6)

3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.

Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :

1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang.

Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

(7)

2. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.

Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

(8)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (analysa)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syntesa)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru sari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

(9)

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin

(10)

saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara sabjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid dkk, 2007).

2.2.2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993).

Adapun ciri – ciri sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri adalah motif psikologis yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan eropa adalah sikap. Beberapa sikap dipelajari

(11)

tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai individu. Mungkin saja yang terjadi adalah mempelajari sikap denga sengaja bila individu mengerti bahwa hal tersebut akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu tujuan kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

2. Memiliki kesetabilan (stability)

Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak suka terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang – ulang.

3. Personal Societal Significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya dan dia akan merasa bebas dan nyaman.

4. Berisi Kognitif dan Affecty

Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual, misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan

5. Approach – Avoidence Directionality

Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang susah beradaptasi maka mereka akan menghindarinya. (Ahmadi, 1999)

(12)

Selanjutnya ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut : 1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan – pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta sumberdaya yang tersedia.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personnal references)

Merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan – pertimbangan individu

3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek / stimulus tertentu. (Notoatmodjo, 2005).

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

(13)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yaitu:

1. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya.

2. Sikap itu tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek, pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan suatu objek saja, melainkan juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.

(14)

3. Sikap, pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi, sedangkan pada kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu : 1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya.

2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

3. Sikap sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sikap sebagai pernyataan kepribadian.

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan melihat

(15)

sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3. Tindakan (practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan-tingkatan praktik itu adalah :

1. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided response) adalah bila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar.

3. Mekanisme (mechanism) adalah apabila seseorang melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (adaptation) adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.3. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling

(16)

berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum mampu mengubah perilaku tersebut (Machfoedz, 2006).

Health Belief Model (HBM) adalah suatu model kepercayaan penjabaran dari model sosio-psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa masalah-masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit menjadi model kepercayaan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit dan sering kali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang kesehatan (Maulana, 2007).

HBM ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. HBM merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian.

(17)

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.

Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada ketidakkekebalan yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. Keseriusan yang dirasakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.

Penilaian kedua yang dibuat adalah antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai ancaman, seperti check up untuk pemeriksaan awal dan imunisasi. Penilaian ketiga yaitu petunjuk berperilaku sehat. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media massa, promosi kesehatan dan nasihat orang lain atau teman (Maulana, 2009).

Sebagai kesimpulan, apabila individu bertindak untuk melakukan pengobatan dan pencegahan penyakitnya ada 3 hal yang berpengaruh terhadap upaya yang akan diambil yaitu :

(18)

1. Kerentanan yang Dirasakan

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasa bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang Dirasakan

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakitnya akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat.

3. Manfaat dan Rintangan yang Dirasakan

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat atau serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan tersebut tergantung pada manfaat dan rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.

2.4. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

1. Perubahan Alamiah (natural change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian dari perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Terencana (planned change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

(19)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003).

2.5. Konsep Sehat dan Sakit

Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya, petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.

Terkadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka ia akan memilih untuk berobat pada “orang pandai” yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997).

2.6. Diabetes Melitus

2.6.1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat,

(20)

protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004).

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >> 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil.

2.6.2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus

Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe-1)

Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung

(21)

memakai insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin (Soegondo, 2004).

Diabetes melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah (Mirza, 2008).

2. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat

(22)

meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.

Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif (Mirza, 2008).

DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita DM Tipe-2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe-2 biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe-2 mempunyai riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM. Kembar identik dengan DM Tipe-2, pasangan kembarnya akan menderita penyakit yang sama (Noer, 1996).

3. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu.

Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena

(23)

jika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parahm hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis yang seksama selama kehamilan.

2.6.3. Gejala Diabetes Melitus

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008).

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

(24)

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe-1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

2.6.4. Determinan Diabetes Melitus

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:

a. Genetik

Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat.

Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita

(25)

penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih lanjut (Waspadji, 1997).

b. Umur

Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer, 1996).

c. Pola Makan dan Obesitas

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas).

Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma neropineprin.

(26)

Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah (Noer,1996).

d. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu (Soegondo, 2004).

e. Kehamilan

Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih

(27)

banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional (Waspadji, 1997).

2.6.5. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus

Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu :

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996).

Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah

(28)

ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah dan efektif (Noer, 1996).

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar (PERKENI, 2002).

Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

c. Pencegahan Tertier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain :

1. Mencegah timbulnya komplikasi.

2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ. 3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan

(29)

komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo, 2004).

2.6.6. Pengelolaan Diabetes Melitus

Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/ gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas (Waspadji, 1997).

a. Edukasi / Penyuluhan

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi (Waspadji, 1997).

Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes melitus adalah apa penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar (jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut, selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint (daerah

(30)

berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma dan luka (Waspadji, 1997).

b. Diet Diabetes

Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien diabetes melitus yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah (Mirza, 2008).

c. Latihan Fisik

Diabetes melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga bermanfaat untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas (Noer, 1996).

Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup. Apabila latihan dikerjakan oleh penderita diabetes melitus yang tidak cukup persediaan insulinnya, maka latihan akan memperburuk bagi penderita tersebut. Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari pada penderita diabetes melitus antara lain :

(31)

a. Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah makan dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.

c. Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk penyakit jantung koroner.

d. Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.

e. Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

d. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik. Dalam pengelolaan diabetes melitus yang memakai obat hipoglikemia ini ada dua macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan secara oral/hipoglikemia yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan Binguanid. Sedangkan yang diberikan secara injeksi adalah insulin(Waspadji, 1997).

2.7. Klinik Diabetes Melitus

2.7.1. Sejarah Klinik Diabetes Melitus

Menghadapi jumlah pasien diabetes melitus yang semakin meningkat, diperlukan peran semua tingkat pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat primer perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan

(32)

dan ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih baik sehingga mampu berperan dalam pelayanan pasien diabetes melitus.

Untuk menciptakan terciptanya pelayanan diabetes melitus yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan holistik dan kekeluargaan di wilayah kerja Puskesmas Sering, maka dibentuklah sebuah sarana yang khusus menangani pasien diabetes melitus yaitu klinik diabetes melitus. Klinik diabetes melitus Puskesmas Sering ini didirikan pada tanggal 30 Mei 2008 yang beralamat di Jalan Sering No. 20 Kecamatan Medan Tembung dan memberikan pelayanan setiap hari Kamis mulai jam 9 WIB (Profil Puskesmas Sering, 2010).

2.7.2. Pengertian Klinik Diabetes Melitus

Klinik diabetes melitus merupakan bagian dari satuan organisasi sosial fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat. Upaya kesehatan ini diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan kesehatan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal (Profil Puskesmas Sering, 2010).

2.7.3. Visi dan Misi Klinik Diabetes melitus

Adapun Visi klinik diabetes ini adalah memberikan pelayanan diabetes melitus yang berkualitas dan terjangkau ditingkat puskesmas.

Dalam mewujudkan visi tersebut, maka klinik diabetes melitus memiliki 3 misi, yaitu :

(33)

2. Mendidik pasien agar terhidar dari komplikasi diabetes melitus.

3. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan masyarakat yang mempunyai faktor resiko penyakit diabetes melitus agar tidak tercetus penyakit diabetes melitus.

Klinik diabetes melitus Puskesmas Sering, kebanyakan pasien baru yang datang dan sudah menderita diabetes melitus sehingga langkah kebijakan yang diambil adalah meningkatkan penyuluhan dan deteksi dini faktor resiko diabetes melitus.

2.7.4. Kegiatan Klinik Diabetes Melitus

Kegiatan yang dilakukan klinik diabetes melitus antara lain : 1. Penyuluhan Diabetes Melitus

2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah pasien baru

3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah setiap 2- 4 minggu 4. Urine glukotes

5. Demonstrasi Diet Diabetes Melitus, antara lain : a. panduan diet diabetes melitus dan bahan penukarnya b. memberikan contoh menu berdasarkan jumlah kalori diet

c. peragaan model diet diabetes melitus dam bentuk mentah dan olahan. 6. Pemeriksaan fisik

7. Terapi

Tujuan utama dari klinik diabetes melitus adalah pasien bisa mandiri atau dapat mengatur dietnya sendiri untuk mengontrol kadar gula darah. Agar kegiatan

(34)

klinik diabetes melitus terus berlanjut maka mulai tanggal 27 Juni 2008 dilakukan upaya menjaring pasien baru dengan cara sosialisasi pelayanan khusus diabetes melitus di Puskesmas Sering, mengirim pengumuman ke Puskesmas Pembantu dan ke perwiritan masyarakat.

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori dan keterbatasan saya sebagai peneliti, maka peneliti membatasi hal – hal yang akan diteliti. Hal – hal tersebut dapat dilihat dengan jelas pada bagan kerangka konsep berikut ini :

3. 4. 5. Karakteristik : - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan Tindakan Terhadap Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010 Sikap , terhadap : • DM dan Pencegahannya • Kerentanan yang dirasakan • Keseriusan penyakit yang dirasakan • Pertimbangan terhadap manfaat dan rintangan Sumber Informasi : - Petugas kesehatan - Media Cetak - Media Elektronik Pengetahuan terhadap : - DM - Klinik DM

(35)

2.9. Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara umur dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

2. Ada hubungan hubungan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

3. Ada hubungan hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

5. Ada hubungan antara pendapatan dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

6. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

7. Ada hubungan antara sikap dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Non Performing Financing dan Modal Sendiri terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO” di Surabaya, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan,

 Suatu masalah dikatakan tractable (mudah dari segi komputasi) jika ia dapat diselesaikan dengan algoritma yang memiliki kompleksitas polinomial kasus terburuk (artinya

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Pati pada Pengolahan Surimi Ikan Tigawaja (฀ibea soldado) terhadap

Atas dasar inilah menjadikan peneliti selanjutnya tertarik mempergunakan variabel pemoderasi yaitu budaya tri hita karana pada pengaruh komitmen organisasi dan time

P301 + P312 - JIKA TERTELAN: Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan P312 - Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan..

“Mapassulu yang baru di gelar menghabiskan hampir semua uang yang saya dapatkan dari kedua mayat yang saya curi sebelumnya.” (PKP/ 2015 : 131) Dari kutipan di atas, sikap Allu

Ibu di posyandu “Melati” juga sudah mengetahui porsi makan sesuai dengan kriteria gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, dan susu; menerapkan pola