• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kubis, Pestisida dan Pupuk 2.1.1 Kubis

Kubis (Brassica oleracea ) merupakan tanaman semusim atau dua musim. Bentuk daunnya bulat telur sampai lonjong dan lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal, akar tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut. Kubis mengandung protein dan vitamin seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2 dan Niacin.

Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, kubis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili

Genus

(2)

Kubis dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Pada dataran rendah kubis merupakan salah satu tanaman sayuran yang berpotensi untuk dikembangkan, karena peluang pasar yang terbuka lebar. Pertumbuhan optimum didapatkan pada tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah antara 6-7. Kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan pemeliharaan lebih intensif (Edi, 2010).

Di Indonesia kubis termasuk tanaman annual (tanaman semusim), sedangkan di daerah sub-tropis termasuk tanaman biennial (tanaman tahunan). Tergolong biennial karena pertumbuhan awalnya secara vegetatif, selanjutnya bila musim dingin tiba pertumbuhannya masuk ke masa generatif. Pembentukan bunga tergantung temperatur, bukan panjangnya hari. Kubis akan tumbuh baik bila ditanam didaerah berhawa dingin seperti Dieng dan Pegalengan. Temperatur optimum yang dikehendaki antara 15-200 C. Sedangkan kelembapan yang baik pada kisaran antara 60-90%. Kalau temperatur melebihi 25% pertumbuhan akan terhambat (Pracaya, 2001).

2.1.2 Pestisida

Pestisida secara umum berarti pembunuh hama (pest: hama dan cide: membunuh). Pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan berikut :

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

(3)

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk).

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak.

6. Memberantas hama-hama air.

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan alat-alat angkutan.

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.

Curater 3 G dan Furadan 3 G. Pestisida berdasarkan hama sasaran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Insektisida

Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi hewan serangga, seperti ulat, semut, belalang, lalat, kecoa, nyamuk, wereng dan sebagainya. Contohnya adalah basmion, basudin, diazinon, tiodan, timbel arsenat, dan propoksur.

2. Nematisida

Nematisida adalah jenis pestisida untuk membasmi hama cacing. Hama ini sering merusak bagian umbi tanaman atau akar. Contohnya adalah oksamil dan natrium metam.

3. Rodentisida

Redontisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas binatang pengerat, contohnya adalah tikus. Contoh rodentisida adalah warangan (senyawa arsen) dan thalium sulfat.

(4)

4. Herbisida

Herbisida adalah pestisida untuk membasmi tumbuhan liar atau gulma pengganggu tanaman. Contohnya adalah amonium sulfonat, pentaklorefenol, gramoxone dan totacol.

5. Fungisida

Fungisida merupakan jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas fungi atau jamur. Contohnya adalah natrium dikromat, timbel (I) oksida, tembaga oksiklorida dan carbendazim.

Bila dilihat dari bentuk pestisida yang beredar atau diperdagangkan ada beberapa jenis, biasanya dicantumkan kode dibelakang formulasinya, yaitu :

1. Dust (debu)

Sesuai dengan namanya, debu ini merupakan tepung kering yang dalam penggunaannya perlu menggunakan emposan atau penghembus, misalnya sevin 5 D.

2. Butiran (Granule/G)

Bentuk formulasi dari pestisida ini adalah butiran atau granule (G), cara penggunaannya adalah dengan menaburkan saja diatas tanah dengan menggunakan tangan, misalnya

3. Tepung dibasahi (WP)

Pestisida ini dalam penggunaannya harus dibasahi dahulu dengan air sebelum disemprotkan, misalnya Dharmacin 50 WP dan Difenex 60 WP. 4. Tepung yang dilarutkan dalam air (Soluble Powder/SP)

Jenis ini harus dilarutkan dahulu kedalam air sebelum disemprotkan, bedanya dengan bentuk Wetable Powder (WP) adalah kalau SP larut

(5)

dalam air sedangkan WP hanya bercampur saja tetapi tepungnya tidak larut.

5. Cairan emulsi (Emulsion Concentrate = EC)

Bentuknya adalah cairan, namun dalam cara kerjanya harus dicampur konsentrasinya sangat tinggi, misalnya Basudin 60 EC dan Gusadrin 25 EC.

6. GAS (Flowable/F)

Bentuk pestisida ini adalah cairan atau padatan, sebelum diuapkan dicampur dahulu dengan air. Setelah racun menguap kemudian dihembuskan dengan mesin.

Bahaya menggunakan pestisida dapat dilihat dari : 1. Dampak Pestisida terhadap Konsumen

Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto, 2008).

2. Dampak Pestisida terhadap Kesehatan

Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah terpapar pestisida, tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan

(6)

mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto, 2010).

a) Keracunan Akut

Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida masuk kedalam tubuh :

• Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

• Terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation), serta

• Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). b) Keracunan Kronis

Keracunan kronis terjdi apabila penderita terkena racun dalam jangka waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat pestisida.

• Pada Syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.

(7)

• Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.

• Pada Perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida (baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

• Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.

• Pada Sistem Hormon

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida

(8)

mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.

3. Dampak Pestisida terhadap Lingkungan

Menurut Slamet (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan sebagai berikut:

• Residu Insektisida dalam Tanah

Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan akan jatuh ke tanah. Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap akan berada di dalam di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin karena sifatnya yang persisten.

• Residu Insektisida dalam Air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air, berupa sungai dan sumur.

• Residu Insektisida di Udara

Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air (droplet) atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya.

• Residu Pestisida pada Tanaman

Insektisida yang dismprotkan pada tanaman tentu akan meninggalkan residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah

(9)

dicuci, atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.

• Residu Pestisida di Lingkungan Kerja

Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu sedikit diketahui bahwa insektisida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja di pertanian atau petani termasuk juga pencampuran pestisida. Kebanyakan petani di Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun mereka tidak peduli dengan akibatnya.

2.1.3 Pupuk

Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency level) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally friendliness) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar.

Salah satu jenis pupuk yang sering digunakan petani sayuran ialah pupuk anorganik. Pupuk ini digunakan karena penggunaannya yang lebih praktis dan mudah diperoleh di toko-toko pupuk. Adapun jenis pupuk anorganik yang sering digunakan petani sayuran antara lain seperti :

(10)

a. ZA ( Zwavelzure ammoniak)

- ZA mengandung + 21 % zat lemas - Mudah hancur dalam air

- Agak mudah hanyut

- Tak mudah dihanyutkanoleh air hujan

- Mudah menarik air dari udara, sehingga berbentuk gumpalan. - Jika ZA diberikan terus-menerus, tanah akan menjadi asam b. Ureum atau Urea

- Mengandung zat lemas 45%-46% - Mudah hancur dalam air

- Agak mudah hanyut

- Cepat pengaruhnya terhadap tanaman - Mudah menarik air dari dalam udara

- Cara pemupukan ; pupuk harus dibenamkan ke dalam tanah - Pupuk ini biasa dipakai untuk memupuk sayuran.

c. Sendawa Chili ( Chilisalpeter) - Mengandung zat lemas + - Mudah hancur dalam air

15%

- Mudah hanyut akibat air hujan - Cepat pengaruhnya terhadap tanaman

- Dapat menyebabkan zat kapur di dalam tanah hanyut, sehingga tanah menjadi padat.

(11)

d. DS ( Dubbel Super- Posphat)

- Mengandung 34%- 38% asam phosphor. - Agak mudah hanyut dalam air

- Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan - Agak cepat pengaruhnya terhadap sayuran e. Phosphat Cirebon

- Mengandung asam phosphor 25%-28% - Tidak mudah hancur dalam air

- Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan, tetapi harus dibenamkan di dalam tanah (AAK, 1992).

Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan anorganik berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya. Perkembangan harga pupuk yang semakin meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan menerapkan aplikasi pemupukan yang lebih efisien dan efektif.

Dari aspek kesehatan, penggunaan pupuk yang berlebihan pada makanan seperti sayuran dan buah-buahan juga berdampak buruk bagi kesehatan konsumen hal ini dikarenakan akan mengakibatkan penyakit seperti kanker, tumor, dan penyakit kronis lainnya apabila dikonsumsi dalam jangka panjang. Residu kimia yang ada di dalam makanan tersebutlah yang menjadi faktor utama penyebab

(12)

penyakit sehingga perlu ada penggunaan pupuk dan pestisida secara tepat untuk meminimalisir dampak buruknya bagi kesehatan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Sikap petani

Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Sikap dapat dibedakan sebagai berikut: sikap positif, sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Dan sikap negatif, sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan seseorang (Achmadi, 1999).

Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu: (1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek), (2) Merespon (responding) dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelsaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, (3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga, (4) Bertanggung jawab (responsible) terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

(13)

2.2.2 Luas Lahan

Lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Meskipun demikian, bukan berarti semakin luas lahan pertanian maka semakin efesiensi lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi masalah dalam proses penanaman yang disebabkan oleh :

1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.

2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.

3. Terbatasnya pesediaan modal untuk membiayai usaha pertanian tersebut (Soekartawi, 2002).

Petani yang mengusahakan luas lahan yang lebih tinggi akan lebih mudah merespon metode-metode penyuluhan pertanian karena mereka ingin memperoleh hasil-hasil pertanian yang lebih meningkat dari sebelumnya.

2.2.3 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi pribadinya, yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani (panca indra dan keterampilan). Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal untuk memberi pengertian dan

(14)

mengubah perilaku. Pendidikan formal memberikan pengaruh besar dalam membuka wawasan dan pemahaman terhadap nilai baru yang ada dilingkungannya. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah untuk memahami perubahan yang terjadi dilingkungannya dan orang tersebut akan menyerap perubahan tersebut apabila merasa bermanfaat bagi dirinya. Seseorang yang pernah mengenyam pendidikan formal diperkirakan akan lebih mudah menerima dan mengerti tentang pesan-pesan yang disampaikan

(Budioro B, 2002).

Tingkat pendidikan petani sering disebut sebagai faktor rendahnya tingkat produktivitas usahatani. Tingkat pendidikan yang rendah maka petani akan lambat mengapdosi inovasi baru dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama. Sedangkan seseorang yang berpendidikan tinggi tergolong lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru (Soekartawi, 2002).

2.2.4 Lama Berusahatani

Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat dilakukan hal yang baik untuk waktu berikutnya (Anonimous, 2013).

Petani yang sudah lebih lama bertani memiliki pengalaman yang lebih banyak dari pada petani pemula, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan terhadap anjuran penyuluh. Petani yang berusia lanjut berumur lebih dari 50 tahun biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pngertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara bekerja

(15)

dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru (Kartasapoetra, 1991).

2.2.5 K 3 (kesehatan dan keselamatan kerja)

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja (Suma’mur, 1992).

2.2.6 Penyuluh Pertanian

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang disebut penyuluh pertanian. Penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Melalui peran penyuluh, petani diharapkan menyadari akan kebutuhannya,

(16)

melakukan peningkatan kemampuan diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik (Kartasapoetra, 1991).

2.2.7 Tingkat Kosmopolitan

Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya akan memberikan inovasi baru bagi para petani dalam menjalankan usahataninya. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dari perkembangan inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, Radio, Telepon) media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan beperginya petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memasangkan usahatani mereka juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertanian (Fauzia, 1991).

2.3.Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti dan

Judul Penelitian

Perumusan Masalah

Variabel Pengamatan dan Metode Analisis

Kesimpulan

1. Adha NST (2015)

Analisis Efesiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran (Kubis,Kubis Bunga, Wortel) 1.Bagaimana tingkat efisiensi teknis, efisiensi, harga dan efisiensi ekonomi penggunaan pupuk pada usahatani sayuran. 2.Apakah harga sayuran ,harga pupuk, dan pengalaman petani merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk oleh petani sayuran 3. Bagaimana penggunaan pupuk pada usahatani sayuran 4. Bagaimana perbedaan penggunaan pupuk yang optimal Variabel: 1.Harga pupuk 2.Efesiensi pupuk 3.Harga sayur 4. Dosis pupuk Metode yang digunakan: 1.Model fungsi produksi 2.Efesiensi 3.Teknis Efesiensi Harga

1.Hasil penelitian antara lain efisiensi secara teknis hampir mendekati 1 (Efisien), efisiensi harga belum tercapai dan efisiensi secara ekonomi masih belum tercapai. Secara parsial, ada pengaruh nyata harga pupuk, harga sayuran dan pengalaman petani secara bersama-sama terhadap penggunaan pupuk pada tanaman sayuran. Penggunaan pupuk efisien berdasarkan LDR pada Kubis yaitu 650 Kg/ Ha, Kubis Bunga yaitu 780 kg/0,25ha, dan Wortel yaitu 185 kg/0,25ha.

2.Perbandingan antara penggunaan pupuk yang efisien menurut teori LDR dengan penggunaan pupuk oleh petani sayuran, ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan pupuk secara efisien dengan

(17)

berdasarkan teori LDR dengan penggunaan pupuk 5. Bagaimana menentukan penggunaan dosis pupuk untuk tanaman sayuran oleh petani

penggunaan pupuk oleh petani kubis, kubis bunga dan wortel. 2. Rotua (2005) Pengetahuan, Sikap, Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida dan Aktivitas Cholinesterase Pada Darah di Desa Senpajaya Kecamatan Berastagi Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam penggunaan pestisida terhadap aktivitas cholinesterase dalam darah petani di desa Sempa Jaya Kecamatan Berastagi Variabel : 1. Sikap petani 2.Tindakan petani Metode yang digunakan: 1.Metode skor likert dan deskriptif

1.Pengetahuan responden tentang pestisida dan penggunaannya sebagaian besar pada kategori sedang (76,6 %)

2.Sikap responden pestisida dan penggunaannya sebagian besar pada kategori sedang (70,0 %) 3.Tindakan responden dalam penggunaan pestisida sebagian besar pada kategori sedang (71,7). 4.Tingkat keracunan pestisida berdasarkan aktifitas cholinesterase dalam darah responden sebagian besar (45,0 %) pada kategori keracunan ringan dengan persentase aktifitas cholinesterase 50-74% 3. Tengku (2014) Hubungan, Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Pada Lingkungan di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru 1.Bagaimana tingkat sosial ekonomi, pengetahuan, persepsi dan perilaku petani dalam penggunaan pestisida pada Lingkungan di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru? 2.Bagaimana hubungan tingkat sosial ekonomi pengetahuan, persepsi dan perilaku petani dalam penggunaan pestisida pada Lingkungan di Kelurahan Maharatu Kota Pekanbaru? Variabel : 1.sosial ekonomi Metode yang digunakan: 1.Analisis korelasi Range Spearman. 1.Petani di Kelurahan Maharatu mempunyai tingkat sosial ekonomi rendah, mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi serta mempunyai persepsi dan pengetahuan yang baik dalam penggunaan pestisida pada lingkungannya. 2.Tingkat Sosisal ekonomi berpengaruh secara nyata terhadap pengetahuan, persepsi dan perilaku petani. Persepsi dan perilaku penanganan risiko pestisida pada lingkungan cukup baik, namun beberapa hal masih potensial sebagai masalah dan sumber pencemaran oleh penggunaan pestisida.

4. Zuraida (2011) Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat 1.Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada Variabel: 1. Tingkat Keracunan 2.sikap 3.pengetahuan 1.Tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Srimahi Kelurahan Tambun Utara Kecamatan

(18)

Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Srimahi Tambun Utara Bekasi petani di daerah penelitian? 2.Bagaimana gambaran faktor internal pada petani meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, sikap, masa kerja, lama kontak dan tata cara petani di daerah penelitian/ 3.Bagaimana gambaran faktor eksternal (peralatan dan perlengkapan kerja pestisida) petani di daerah penelitian? 4.Adakah hubungan antara faktor internal dan eksternal terhadap tingkat keracunan petani di daerah penelitian? 4.masa kerja 5.lama kontak 6.peralatanm Metode yang digunakan: 1.Analisis Bivariat dan Univariat

Tambun Kota Madya Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 sebesar 6,1% 2.Berdasarkan faktor internal petani responden terbanyak petani dengan usia >= 55 tahun,

berpendidikan rendah, lebih banyak petani jenis kelamin laki-laki, dengan lama bekerja ≥ 5 tahun, dengan pengetahuan kurang, namun mempunyai lama kontak yang kurang, sikap yang baik dan tata cara yang baik.

3. Berdasarkan penggunaan peralatan dan perlengkapan kerja dalam hal ini alat pelindung diri mempunyai hasil yang kurang baik 4. Tidak ada hubungan antara faktor internal terhadap tingkat keracunan petani dan tidak ada hubungan faktor eksternal terhadap tingkat keracunan petani

2.4. Kerangka Pemikiran

Usahatani Kubis adalah kegiatan yang banyak dilakukan petani Kubis di daerah Kabupaten Karo. Dalam pembudidayaan tanaman sayuran Kubis, petani masih banyak menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama penyakit dan gulma. Pengaplikasian pestisida yang dilakukan petani dapat dilihat standart atau tidaknya dari beberapa faktor yang terkait yaitu luas lahan, lama berusahtani, lama pendidikan.

Pupuk juga berperan dalam pembudidayaan tanaman sayuran. Untuk memberikan hasil panen yang bagus dan tinggi petani menggunakan pupuk yang efektif dan efesien. Salah satunya pupuk anorganik. Pupuk digunakan karena penggunaannya yang lebih praktis dan mudah diperoleh di toko-toko pupuk. Pada pengaplikasian pupuk yang dilakukan petani dapat dilihat standart atau tidaknya

(19)

dari beberapa faktor yang terkait yaitu luas lahan, lama berusahatani dan lama pendidikan.

Di sisi lain, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani sayuran di dalam penggunaan pestisida dan pupuk. Adapun faktor-faktornya yaitu K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), tingkat kosmopolitan dan tingkat penyuluhan. Penggunaan pestisida dan pupuk dapat di lihat dari seberapa mendukungnya faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pestisida dan pupuk dalam pengaplikasiannya.

Tujuan petani menggunakan pestisida pada usahatani sayur karena petani menganggap pestisida dapat mempertahankan produksi usahatani sayur mereka meski ada serangan gulma dan serangga, untuk itu perlu menganalisis sikap petani tentang pengetahuan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran Kubis. Begitu juga pupuk, tujuan petani menggunakan pupuk anorganik dan melebihkan dosisnya agar tanaman sayuran yang ditanamnya bisa panen lebih cepat dan menghasilkan hasil yang tinggi.

Sikap dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan masih dianggap tidak terlalu penting. Bagi petani kalau tidak menggunakan pestisida, tanaman sayuran akan terkena penyakit dan hama. Begitu juga dengan pupuk, kalau tidak menggunakan pupuk yang efektif dan efesien mka tidak mengahasilakn panen yang lebih banyak seperti yang diinginkan petani (tidak memuaskan).

(20)

Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hasil

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran Sikap Petani Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Pestisida Dan Pupuk Pada Tanaman Sayuran Kubis (Brasiica Oleracea)

Di Kabupaten Karo Usahatani Sayuran Kubis Pengaplikasian Pestisida Sikap Petani -Lama Pendidikan -Lama Berusahatani -Luas Lahan Faktor Yang Mempengaruhi Upaya menanggulangi penggunaan pestisida dan pupuk Pengaplikasian Pupuk Faktor Yang Mempengaruhi -Lama Pendidikan -Lama Berusahatani -Luas Lahan - Peran Pelatihan K3 -Peran Kosmopolitan -Peran Penyuluh

(21)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sikap petani terhadap penggunaan pestisida dan pupuk pada tanaman sayuran Kubius adalah Negatif.

2. Faktor luas lahan, lama pendidikan dan lama berusahatani mempengaruhi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran Kubis (Brassica Oleracea ) di daerah penelitian.

3. Faktor luas lahan, lama pendidikan dan lama berusahatani mempengaruhi penggunaan pupuk pada tanaman sayuran Kubis (Brassica Oleracea ) di daerah penelitian.

Gambar

Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran Sikap Petani Dan Faktor-Faktor           Yang Mempengaruhi Penggunaan Pestisida Dan Pupuk Pada           Tanaman Sayuran Kubis (Brasiica Oleracea)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Elnusa is an integrated energy services company, with core competencies in the upstream oil and gas which include seismic services (geoscience services: land, marine and

[r]

ELNUSA is integrated energy services company that provides total solutions with core competencies in the upstream oil and gas are seismic services

Penawaran dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi apabila syarat-syarat yang diminta berdasarkan dokumen pengadaan penyedia barang beserta

Judul Jurnal llmiah (Artikel): Pengaruh Penqgunaan Media Film AnimasiTerhadap Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD. Penulis Jurnal llmiah :