• Tidak ada hasil yang ditemukan

Juara Kompetisi Paper dan Hasil Penelitian dalam IRIE 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Juara Kompetisi Paper dan Hasil Penelitian dalam IRIE 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Juara Kompetisi Paper dan

Hasil Penelitian dalam IRIE

2016

UNAIR NEWS – Menyertai pelaksanaan ”Indonesia Research and Innovation Expo” (IRIE) 2016, untuk memeriahkan acara juga diadakan berbagai kegiatan. Misalnya presentasi ilmiah, seminar, lomba-lomba, pameran ternak dan ikan, serta pentas seni sebagai hiburan. Diantara yang bersifat kompetisi itu adalah ”Animal Science Paper Competition” 2016 (ASPC) yang diprakarsai BEM Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR, yang diikuti mahasiswa veteriner secara nasional.

Seperti yang disampaikan Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., MP., dari seksi lomba IRIE 2016, dalam ASPC 2016 ini berhasil menjadi juara I adalah tim mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) dengan paper yang disampaikan berjudul “EPOT (Eco Poultry Transportation) Desain Transportasi Unggas Terintegrasi Animal Welfare yang Ramah Lingkungan untuk Mengurangi Pencemaran Udara”.

Juara II direbut tim mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan judul paper “Portable Heating Cage for Neonatal and Weaning of Kitten and Puppies: Kandang Penghangat Portabel Sebagai Alat Alternatif untuk Menurunkan Tingkat Kematian pada fase Neonatal dan Fase Sapih Anak Kucing dan Anak Anjing”. Sedang juara III diraih tim mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan paper bertajuk “Aplikasi SCADA untuk Mengendalikan Gas Amoniak Berbahaya pada Kandang Ayam Broiler Berbasis Cloud Computing”.

Lomba presentasi hasil penelitian; bidang Health Science: Juara I oleh peneliti Prof. Kuntaman (FK) dengan judul “Methicilin Resistent Staphylocoscus Aureus (MRSA) Acquistion and Infection in Surgical Wards and Medical Wards in Dr.

(2)

Soetomo Hospital Surabaya”. Juara II, peneliti Prof. Sukardiman dengan judul “Aktivitas Anti Diabetes dari Campuran Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees) dengan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq) pada Mencit yang Diiduksi Aloksan”. Sedang juara III oleh Dr. Purkan dengan judul “Ekspresi Gen Katg Mycibacterium Tuberculosis Isolat Klinis Lokal dan Uji Imunogenitas Proteinnya untuk Konstruksi Vaksin TB yang Potensial”.

Presentasi bidang Life Science: Dr. Erma Savitri, Drh., M.Kes dengan penelitian berjudul “Pemanfaatan Madu Sebagai Upaya Mobilisasi dan Adaptivitas Stem Cell pada Kasus Degenerasi Ovarion Akibat Malnutrisi” menyabet juara I. Sedang juara II diraih Dr. Miratul Khasanah, M.Si, judul penelitiannya ”Deteksi Dini Asam Urat dalam Serum Menggunakan Sensor Pasta Karbon Nanopori Berbasis Imprinting”. Sedangkan posisi III dimenangkan Dr. E. Bimo Aksono, M.Kes., drh yang meneliti tentang ”Genetic Diversity dari Legionella SP Isolat Lokal pada Sampel Beresiko sebagai Upaya Tanggap dan Pengendalian Adanya New Emerging Disease di Surabaya”.

Sementara bidang Social Science, dengan judul penelitian ”Pemarkah Waktu pada Abstrak Tulisan Ilmiah di Bidang Kesehatan, Hayati Sosial dan Fisika”, Deny Arnos Kwary (FIB) meraih yang terbaik. Juara II direbut oleh Prof. Bagong Suyanto (FISIP) dengan judul penelitian ”Model Penanganan Perempuan dan Anak Korban Trafficking di Industri Seksual Komersial”. Sedangkan Dr. I Gde Wahyu Wicaksana, sebagai juara III dengan judul penelitian ”Iklim Global Terhadap Keamanan Maritim Indonesia”.

Lomba poster penelitian dimenangkan oleh Handoko (FST) dengan judul “Senyawa Kompleks Pewarna 4zo sebagai Sinsitizer Sel Surya Penghasil Energi Terbarukan”. Sedangkan juara II oleh Poedji Hastutik (FKH) ”Gambaran Histologi Kulit Kelenci Pasca Terapi dengan Salep Crude Extrak Daun Permot”. Sedangkan juara III oleh Dewi Melani Hariadi (Fak. Farmasi) dengan judul poster “Respon Gemunogenitas Mikro Ovalbumin Alginan dan

(3)

Produk Vaksin”.

Sedangkan penampilan booth, stand FKH tampil sebagai yang terbaik dalam IRIE 2016 ini. Terbaik II oleh booth Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR, sedangkan juara III stand/booth PT Petrosida Gresik. (*)

Penulis : Bambang Bes

Perjalanan Produksi Sperma

Beku Sapi, 89 Persen Berhasil

Bunting

UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR bisa dibilang sukses dalam pengembangan sperma beku yang sampai sekarang bisa dirasakan manfaatnya. Sejak tahun 2001, sivitas akademika Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga sudah mulai mengembangkan sperma beku dari sapi pejantan. Namun, sperma beku dari sapi-sapi yang bersertifikat dan terstandar baru mulai dihasilkan sejak dua tahun lalu, yakni tahun 2014.

Ahli dan dosen inseminasi buatan (IB) FKH UNAIR Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si., menerangkan, proyek pengembangan sperma beku pada awalnya merupakan kesanggupan atas permintaan dari Dirjen Peternakan melalui Gubernur Provinsi Jatim pada saat itu. Dosen FKH diminta untuk mengisi kekurangan stok sperma beku yang diperuntukkan untuk IB sapi-sapi di Jatim.

“Kita waktu itu hanya diminta untuk produksi tiga ribu sampai delapan ribu dan itu berasal dari sapi-sapi pejantan eks Tapos,” tutur Trilas.

(4)

dengan tekad dan keyakinan dosen FKH menyanggupi permintaan dari pemerintah. Keberadaan sumber daya manusia berkompetensi menjadi satu-satunya faktor utama pada saat itu.

Pada saat awal pengembangan semen beku, tim dari FKH UNAIR menggunakan sapi pejantan yang belum teridentifikasi sumbernya. Oleh karena itu, tim menjadikan sapi-sapi pejantan itu sebagai uji coba keberhasilan produksi dan efektivitas sperma beku. Sampai pada akhirnya, tim diberi peluang untuk memanfaatkan sapi pejantan dari peternakan eks Tapos, Bogor, Jawa Barat. Dari sapi pejantan eks Tapos itulah, sapi-sapi itu mulai teridentifikasi dan tersertifikasi oleh pihak-pihak berwenang.

“Sapi pejantan yang tersertifikat itu menunjukkan bahwa sapi ini layak untuk digunakan pejantan karena memiliki keturunan yang ciri tubuhnya bagus, seperti postur tubuhnya, panjang tubuhnya, tinggi, dan semuanya memenuhi standar, termasuk berat lahir dan pertambahan berat,” tutur Trilas.

Saat ini

Pada tahun 2012, melalui skema kerja sama, tim FKH yang dipimpin Trilas membeli lima ekor sapi berbagai jenis dari Australia. Jenis sapi yang dibeli adalah 2 ekor jenis sapi simental, 2 ekor jenis sapi limousine, dan 1 sapi perah. Seluruh sapi itu kini ditempatkan di teaching farm di Kabupaten Gresik.

Sapi-sapi itulah yang kini dimanfaatkan untuk memproduksi sperma beku. Pada tahun 2013, sapi-sapi itu mulai dilatih untuk berahi. Setahun setelahnya, tahun 2014, sapi-sapi pejantan tersebut baru dimanfaatkan untuk produksi sperma beku. Satu ekor sapi dalam satu kali ejakulasi pernah bisa menghasilkan sampai 500 dosis. Rata-rata, 200 sampai 300 dosis dalam sekali ejakulasi.

Namun, hal ini bergantung pada sejumlah faktor penyebab. Salah satunya adalah musim. “Pada musim yang tidak menentu, akan

(5)

sulit mendapatkan sperma yang banyak,” ungkap Trilas.

Dari berbagai hasil uji coba IB di beberapa daerah, sperma beku sapi yang dihasilkan oleh tim UNAIR bisa dinilai membuahkan hasil yang berarti. Pada tahun 2009 lalu, pada implementasi program di Kediri, peternak setempat menggunakan seratus dosis sperma beku. Hasilnya, sekitar 77 sapi betina bunting pada berahi pertama, dan sebanyak 11 sapi betina bunting berhasil pada berahi kedua.

Sedangkan, daerah yang diberi pasokan sperma beku produksi FKH di antaranya Banyuwangi, Jember, Nganjuk, Lamongan, Bojonegoro, dan Sidoarjo.

Dengan inovasi pengembangan sperma beku yang dilakukan tim FKH UNAIR diharapkan bisa mendorong kesuksesan program pemerintah yakni SIWAB (Sapi Induk Wajib Bunting). Dengan melihat hasil memuaskan yang dikembangkan FKH UNAIR, Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman memberi mandate pada UNAIR untuk bisa memproduksi setidaknya 20.000 sperma beku. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor : Faridah Hari

Tiga Profesor UNAIR Serukan

Eksplorasi Tanaman Herbal

UNAIR NEWS – Gelar Inovasi Guru Besar UNAIR Seri ke-IV telah digelar, Kamis (27/10). Acara yang berlangsung di Ruang Kahuripan 300, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR tersebut mengusung tajuk “Back to Nature: Pengobatan Herbal sebagai Alternatif Sehat Tanpa Efek Samping”. Acara yang diinisiasi oleh Pusat Informasi dan Humas (PIH) UNAIR ini diikuti oleh

(6)

kurang lebih 150 peserta dari berbagai kalangan.

Acara yang dimoderatori oleh Prof. Dr. Sukardiman, Apt., M.S tersebut menghadirkan tiga Guru Besar UNAIR. Ketiganya yaitu, Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR Prof. Mangestuti Agil, Apt., M.S., Guru Besar Fakultas Kedokteran UNAIR Prof. Dr. Suhartati, dr., M.S., dan Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR Prof. Hery Purnobasuki., Drs., M.Si., Ph.D. Selaku pembicara pertama, Prof. Hery menyampaikan materi terkait interaksi manusia dengan tumbuhan. Sebagai negara dengan biodiversity terkaya kedua di dunia setelah Brasil, sudah selayaknya Indonesia dapat memanfaatkan tanaman sebagai alternatif untuk kesehatan. Namun nyatanya, masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan bahan tanaman sebagaimana mestinya.

“Daun sejenis Ganja itu bisa dijadikan bahan kesehatan kalau digunakan sesuai kebutuhan dan takarannya, sehingga tidak memiliki ketergantungan,” terang Prof. Hery. “Indonesia itu butuh tobat, bukan hanya obat,” ujarnya sembari disambut tawa para hadirin.

Prof. Hery mengungkapkan bahwa Ethnobotany (kajian tumbuhan) merupakan sumber energi dan juga kehidupan. Selain itu, tumbuhan juga dapat menghasilkan bahan kimia untuk aktivitas pangan, pertahanan, perlindungan, dan penyebaran biji. Bahkan, tumbuh-tumbuhan juga memiliki nilai budaya.

“Orang mantenan (acara pernikahan, –Red) itu biasanya pakai kalung melati, orang mati dikubur juga ditaburi kembang-kembang. Itu semua sudah menjadi budaya dan punya filosofi,” jelas Prof. Hery.

Sependapat dengan Prof. Hery, Prof. Mangestuti menambahkan, Indonesia memiliki kurang lebih 1700 bahan resep obat herbal yang kaya akan antioxidant. Namun kurangnya eksplorasi menyebabkan obat-obatan herbal belum dimanfaatkan secara maksimal.

(7)

“Indonesia itu punya 1700 resep, lho. Lalu orang Jepang bilang kalau Indonesia harusnya gak ada yang sakit ya,” jelas Prof. Mangestuti.

Menurut Prof. Mangestuti, banyak masyarakat yang meragukan obat herbal. Pasalnya, respons tubuh terhadap obat alam terjadi lebih lambat dibanding obat yang bersifat supresif, sehingga membuat sikap pasien yang sering kali tidak sabar. “Respon terhadap obat-obatan alam untuk kesehatan terjadi secara perlahan apabila disertai perubahan gaya hidup untuk mengendalikan penyakit, seperti puasa,” jelas Prof. Mangestuti.

Prof. Mangestuti mengungkapkan, motto back to nature dapat terlaksana jika ada dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan dukungan ilmiah berupa evidence-based Research.

“Kajian filosofi obat herbal begitu lengkap. Tentunya dengan support agen dari para konsumen obat herbal,” pungkas Prof. Mangestuti.

Dari aspek klinis, Prof. Suhartati mengungkapkan, obat herbal bisa memberikan terapi bagi konsumennya, khususnya obat herbal yang memiliki kandungan flavonoid, yakni senyawa yang dapat mencegah beragam penyakit.

“Hal tersebut terjadi karena falvonoid memiliki gugus-gugus reaktif yang bisa meningkatkan enzim,” jelasnya.

Prof. Suhartati juga mengungkapkan, banyak dokter yang menganjurkan untuk tidak banyak mengonsumsi serbuk. Sehingga, hal itu memengaruhi jumlah konsumen produk herbal atau obat tradisional.

“Kita harusnya mengkaji dulu, apa kandungan yang ada di serbuk yang dimaksud itu, lalu bagaimana dengan kualitasnya, takarannya, semua harus diperhitungkan,” pungkas Prof. Suhartati. (*)

(8)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh

Tiga Profesor UNAIR Bahas

Obat Herbal

UNAIR NEWS – Setelah suskes dengan gelar inovasi guru besar dengan tema “Demokrasi dan Keadilan : Mimpi yang Harus Segera Direalisasikan”, kali ini Universitas Airlangga akan menggelar acara serupa dengan tema “Back to Nature: Pengobatan Herbal sebagai Alternatif Sehat Tanpa Efek Samping”.

Tiga guru besar UNAIR yang kompeten dalam bidangnya akan dihadirkan pada acara ini. Mereka adalah Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR Prof. Mangestuti Agil, Apt., M.S., Guru Besar Fakultas Kedokteran UNAIR Prof. Dr. Suhartati, dr., M.S., dan Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR Prof. Hery Purnobasuki., Drs., M.Si., Ph.D. Jalannya acara yang akan diselenggarakan di Ruang Kahuripan 300, Kamis (27/10) akan dipandu sepenuhnya oleh moderator Prof. Dr. Sukardiman, Apt., M.S.

Ada beragam alasan yang mendasari Pusat Informasi dan Humas (PIH) untuk memilih topik obat herbal itu. Pertama, kekayaan biodiversitas Indonesia, khususnya tumbuh-tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Kedua, angka resistensi kuman terhadap obat-obatan produk industri farmasi yang kian meningkat. Itulah sebabnya, motto back to nature tengah digencarkan oleh para ilmuwan farmasi saat ini.

“Tema ini dekat sekali dengan persoalan-persoalan kesehatan dan penyakit yang ada di Indonesia. Mari kita dekati lagi dengan kembali pada alam. Harapannya, kasus resistensi itu

(9)

bisa diatasi,” ujar Dr. Bimo Aksono, drh., M.Kes, Sekretaris PIH UNAIR.

Persoalan back to nature akan dibahas melalui tiga aspek. Pertama, aplikasi pemanfaatan tanaman obat untuk mengatasi persoalan kesehatan. Kedua, perkembangan riset tanaman obat herbal terbaru. Ketiga, banyaknya tanaman di Indonesia yang potensial untuk dijadikan obat herbal.

Melalui gelar inovasi guru besar ini, Bimo berharap guru besar di UNAIR dapat memberikan sumbangsih pengetahuan bagi persoalan kesehatan yang selama ini ada di Indonesia. Utamanya, kasus-kasus pemalsuan obat dan resistensi yang sebenarnya dapat diatasi dengan penggunaan obat-obat dari alam. Selain itu, ia juga berharap masyarakat semakin menyadari bahwa Indonesia memiliki beragam tanaman yang memiliki potensi besar sebagai obat.

“Diharapkan melalui kegiatan ini profesor yang ada di UNAIR dapat memberikan sumbangsih bagi persoalan kesehatan, terutama terkait kasus resistensi dan kasus pemalsuan obat yang dapat didekati dengan obat dari alam. Menjadi hal penting ketika kita kembali ke alam, mungkin berbagai persoalan itu bisa kita hindari,” ujarnya.

Peserta yang diundang dalam acara ini terdiri dari beragam elemen mulai dari tenaga kesehatan di RS se-Surabaya, pusat-pusat riset tanaman obat alam di Surabaya, civitas perguruan tinggi di Surabaya baik dosen maupun mahasiswa yang menggeluti tema serupa, praktisi dalam bidang kesehatan, serta pengusaha jamu baik skala besar maupun tradisional. “Kita memperkenalkan back to nature, tapi tetap yang sehat dan yang bersih,” pungkas Bimo. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S

(10)

Tiga

Guru

Besar

UNAIR

Diskusikan

Keadilan

dan

Demokrasi

UNAIR NEWS – UNAIR kembali menghelat acara Gelar Inovasi Guru Besar. Kali ini, Rabu (19/10), di Ruang Kahuripan 300, Kantor Manajemen UNAIR, acara sumbang intelektual dari Gubes UNAIR tersebut bertajuk “Demokrasi dan Keadilan : Mimpi yang Harus Direalisasikan”.

“Melalui forum ini, kita gandakan pemikiran-pemikiran para Guru Besar UNAIR untuk masyarakat Indonesia,” ujar Drs. Suko Widodo, M.Si, Ketua Pusat Informasi dan Humas UNAIR saat memberikan sambutan.

Gelar Inovasi tersebut menghadirkan tiga Gubes, yaitu Guru Besar FISIP Prof. Drs. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D, Guru Besar FEB Prof. Dr. Djoko Mursinto, S.E., M.Ec, dan Guru Besar FISIP Prof. Dr. Hotman Siahaan, Drs.

Acara yang dimoderatori oleh Dr. Suparto Wijoyo, SH., M.Hum tersebut dihadiri oleh kurang lebih 150 peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari sivitas akademika, hingga perwakilan dari instansi pemerintah.

Kondisi Demokrasi Indonesia

Dalam pembahasan Gelar Inovasi tersebut, Prof. Hotman menyatakan bahwa di Indonesia banyak perlakuan diskriminasi namun mengatasnamakan demokrasi, hal tersebut terjadi karena voting yang selalu mengesahkan suara mayoritas.

(11)

masanya, Laksamana Malahayati. Nah sekarang, perempuan naik motor pakai celana jeans saja dilarang oleh sebuah peraturan,” jelas Prof. Hotman memberikan contoh.

Dekan FISIP Periode 2001-2007 tersebut menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia sudah terlampau inflasi. “Partai politik yang menggagas demokrasi saja sudah tidak demokrasi. Mana mungkin pemimpin parpol digantikan oleh anggota parpol yang lainnya, ini kan sudah tidak demokrasi, wong mereka yang mbandani,” jelasnya.

Senada dengan Prof. Hotman, Prof. Ramlan Surbakti menambahkan, bahwa kesenjangan sosial tidak selalu buruk. Sesuai survei di Amerika, Prof. Ramlan mengungkapkan bahwa kesenjangan sosial itulah yang mampu memotivasi manusia untuk saling bersaing. Kendati demikian, pemerintah selayaknya tetap melakukan kewajibannya untuk menentukan dan memiliki arah terkait apa yang harus diurus oleh sebuah negara. “Harus jelas bentuk dan arahnya, apa yang benar-benar harus diurus oleh negara, supaya demokrasi ini mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Percuma demokrasi tapi gak sejahtera, mending otoriter, tapi rakyatnya sejahtera,” jelas Prof. Ramlan.

Mengenai carut marut demokrasi di Indonesia, Prof. Djoko Mursinto menilai bahwa demokrasi dapat dimulai dari pedesaan. Sebagai Guru Besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prof. Djoko menyatakan bahwa pembangunan desa dan pembangunan kawasan pedesaan akan lebih berhasil bila di desa tersebut berdiri BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Faridah Hari

(12)

Guru Besar UNAIR Akan Bicara

Demokrasi dan Keadilan di

Indonesia

UNAIR NEWS – Gelar Inovasi Guru Besar kembali dihelat oleh Universitas Airlangga. Kali ini, seminar yang melibatkan para Guru Besar UNAIR ini bertajuk “Demokrasi dan Keadilan : Mimpi yang Harus Segera Direalisasikan”.

Acara yang akan dilaksanakan pada Rabu (19/10) tersebut, menghadirkan tiga Guru Besar UNAIR yang berkompeten dalam bidangnya. Ketiganya adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Prof. Drs. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof. Dr. Djoko Mursinto, S.E., M.Ec, dan Guru Besar FISIP Prof. Dr. Hotman Siahaan, Drs.

Pada acara yang akan dilangsungkan di Ruang Kahuripan 300, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR tersebut, ketiga Gubes dari UNAIR akan mengupas lebih dalam persoalan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Termasuk, solusi dari segala problem di masyarakat yang dapat dijadikan alternatif bagi para pemangku kebijakan dalam mengambil keputusan. Tentu, ide-ide dalam forum ini dapat digunakan untuk merealisasikan kesejahteraan yang lebih luas dan menyentuh bagi semua elemen masyarakat. Forum Gelar Inovasi Guru Besar ini sekaligus mengingatkan tujuan berdirinya negara demokrasi yakni untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan di segala bidang. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berlandaskan asas dari, oleh, dan untuk rakyat. Namun pada kenyataannya, masih banyak ketimpangan yang melibatkan strata sosial, tingkat pendidikan, dan kemampuan ekonomi di seluruh penjuru nusantara.

“Sejatinya, demokrasi itu di tangan rakyat. Sehingga, ketika rakyat menjadi jantung demokrasi, maka keadilan seharusnya

(13)

dapat diterima oleh rakyat. Tapi kenyataannya masih seperti mimpi yang harus diperjuangkan, meskipun melalui proses yang panjang,” jelas Bimo Aksono, Sekretaris Pusat Informasi dan Humas UNAIR.

Melalui Gelar Inovasi Guru Besar Edisi III ini, diharapkan banyak buah pikir dan karya inovatif yang dapat diberikan perguruan tinggi, khususnya para pakar dari UNAIR, terkait berbagai persoalan di Indonesia. Salah satunya, demokrasi dan keadilan.

“UNAIR sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam mencetak ilmuwan sekaligus kader bangsa, sekaligus untuk membantu menjawab banyaknya persoalan di Indonesia saat ini,” pungkas Bimo. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh

Prof. Tatiek Sri Djatmiati,

Tax Amnesty Harus Dilandasi

Asas Keadilan

UNAIR NEWS – Untuk ketiga kalinya dalam sejarah Indonesia (setelah 1964 dan 1984), pemerintah kembali mencanangkan program tax amnesty (pengampunan pajak) bagi masyarakat Indonesia. Berbagai tanggapan telah terlontar dari para ahli, salah satunya dari Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, SH., MS., dalam acara Gelar Inovasi Guru Besar Seri II bertajuk “Tax amnesty : Antara Harapan dan Kenyataan” di Ruang Kahuripan 300, Gedung Manajemen UNAIR Kampus C, Selasa (27/9).

(14)

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Tatiek membahas program tax amnesty dari segi keahlian dibidangnya yakni Hukum Administrasi. Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UNAIR tersebut, banyak masyarakat yang menyatakan kontra akan program tersebut dan dengan dilandasi kecemburuan.

“Banyak sekali orang yang cemburu. Mereka beranggapan, kita sudah taat membayar pajak, nah ini yang tidak bayar pajak malah dapat pengampunan,” jelas Prof. Tatiek.

Prof. Tatiek mengungkapkan, selayaknya program tax amnesty ini tidak menimbulkan diskriminasi atau ketidakadilan, sehingga dapat meminimalisir pro dan kontra. “Tax amnesty seharusnya gak terus-terusan dilakukan. Masa iya, orang gak bayar pajak diampuni terus,” serunya.

Kendati demikian, mengutip dari pasal 2 UU No 11 tahun 2016, Prof. Tatiek membeberkan beberapa tujuan dari dilaksanakannya program tax amnesty. “Selain mempercepat pertumbuhan restrukturisasi ekonomi, TA (tax amnesty, –red) juga mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan,” jelasnya.

Sayangnya, sebagaimana yang dijelaskan Prof. Tatiek, masih ada problem yuridis dalam pelaksanaan pengampunan pajak, yaitu adanya pro kontra yang berkaitan dengan pemahaman asas keadilan. Menurut Prof. Tatiek, hal tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang belum sesuai antara internal Dirjen Pajak dengan pemahaman tax amnesty yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

“Dalam Pasal 2 UU No 11 Tahun 2016 disebutkan tentang asas dan tujuan TA, yaitu pengampunan pajak dilaksanakan atas asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional,”ungkapnya.

Terkait penegakan hukum dalam konteks hukum administrasi, Prof. Tatiek menyebut ada dua unsur yang melandasi, yaitu pengawasan dan pemberian sanksi. “Pejabat yang memiliki

(15)

wewenang harus melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pengampunan pajak, oleh karena dari instrument pengawasan ini, sanksi berupa administrasi baru dapat diterapkan apabila terdapat pelanggaran,” jelasnya.

Prof. Tatiek menghimbau, agar pemerintah selaku pengelola pajak dan masyarakat Indonesia harus saling percaya. Agar reformasi sistem perpajakan tersebut dapat berjalan untuk Indonesia yang lebih baik.(*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan

Prof. Kacung Marijan, Tax

Amnesty

Stimulator

Pertumbuhan Ekonomi

UNAIR NEWS – Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menyehatkan keuangan negara dengan program tax amnesty (amnesti pajak) tak hanya sekali dilakukan. Menurut sejarah, pemerintah RI terhitung pernah tiga kali menerapkan amnesti pajak yakni pada tahun 1964, 1984, dan 2016. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk memaksimalkan penerimaan negara.

Pada tahun 1964, pemerintah Indonesia ingin mengembalikan dana revolusi ke kas negara melalui program amnesti pajak. Pada tahun 1984, Indonesia mengalami krisis minyak. Sehingga pemerintah RI memutuskan untuk menggali pendapatan dari sektor non-migas, termasuk dari perpajakan. Pada tahun 2016, program amnesti pajak dilakukan untuk menutupi defisit keuangan negara.

(16)

Pada tahun 2016, meski perhitungan keuangan amnesti pajak sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara – Perubahan 2016, kondisi keuangan masih mengalami defisit. Pada APBN – P 2016 saja, muncul defisit sebesar Rp296,723 triliun atau sekitar Rp2,35% dari produk domestik bruto.

Guru Besar Ekonomi Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Prof. Kacung Maridjan, Ph.D, mengatakan, kemampuan pemerintah untuk melakukan penarikan pajak mengalami penurunan. Sehingga, program ini diharapkan bisa menjadi stimulator bagi pertumbuhan ekonomi.

“Ini bagian dari reformasi perpajakan, khususnya untuk mendata potensi wajib pajak kita. Karena sampai sekarang baru ada 18 juta penduduk Indonesia yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia dan jumlah penduduk yang seharusnya memiliki NPWP. Kedua, untuk menarik dana yang di luar negeri (repatriasi) sebagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kita. Ketiga, negara mengalami defisit anggaran yang cukup besar,” tutur Prof. Kacung.

“Dari orang yang mengikuti tax amnesty lumayan antusias, khususnya selama dua minggu terakhir. Dana yang sudah dideklarasikan hampir setengah dari target. Mungkin, bisa jadi akhir minggu ini bisa tembus Rp2.000 triliun. Yang agak kurang adalah repatriasi. Begitu pula dengan tebusan. Dari sini, saya sebut kebijakan ini masih separuh-separuh. Separuh gagal juga. Itu soal repatriasi yang masih 10%, dan tebusan masih sepertiga,” imbuh Prof. Kacung.

Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, deklarasi pajak ditarget mencapai Rp4.000 triliun, sedangkan repatriasi mencapai Rp1.000 triliun. Untuk menutup defisit anggaran, target yang didapat adalah Rp165 triliun. Menurut data, sampai 26 September 2016, tren pelaporan kekayaan dari program amnesti pajak cenderung positif.

(17)

Pada tanggal 11 September 2016, deklarasi pajak baru berkisar di angka Rp174 triliun, repatriasi Rp18,6 triliun, dan tebusan Rp8,53 triliun. Pada tanggal 26 September 2016, deklarasi pajak telah mencapai Rp1.849 triliun, repatriasi Rp94,5 triliun, dan tebusan mencapai Rp56,1 triliun.

Bila angka defisit mencapai maksimal tiga persen dari PDB, maka presiden berisiko mengalami pemakzulan. Untuk menghindari itu, maka dua hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah memangkas anggaran yang sedang berjalan, dan melakukan utang luar negeri.

“Bila defisit itu mencapai tiga persen dari PDB, politik akan gaduh karena presiden melanggar undang-undang. Presiden bisa dimakzulkan, meski sekarang parpol (partai politik) dukungannya mengarah ke presiden,” terang Prof. Kacung.

Menurut Prof. Kacung, kebijakan amnesti pajak memang dirasa tidak mempertimbangkan asas keadilan. Karena negara memberikan ampunan bagi warga negara yang tidak melaporkan dan membayar pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, justru itulah kebijakan amnesti pajak dirasa tepat dilaksanakan agar penerimaan keuangan negara tercapai.

“Iya, ini memang tidak adil. Artinya, orang yang nakal sama yang tidak menjadi sama kedudukannya. Hanya saja, akan lebih tidak adil lagi apabila negara secara terus menerus membiarkan orang yang mengemplang. Saya kira negara ini mengambil suatu posisi, kalau dilanjutkan terus, maka lebih tidak adil. Makanya harus ada kebijakan untuk memangkas pengemplang pajak. Akhirnya, ya sudah diampuni kan diskresi,” tutur Prof. Kacung. Penulis: Defrina Sukma S.

(18)

Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono,

Nilai

Keberhasilan

Tax

Amnesty 2016

UNAIR NEWS – Kebijakan tax amnesty hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Kendati demikian, tax amnesty yang sudah berjalan ketiga kali dalam sejarah Indonesia (1964, 1984, 2016 -red) ini bisa dibilang sukses. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono, M.Ec., Ph.D dalam Gelar Inovasi Guru Besar Seri II bertajuk “Tax Amnesty : Antara Harapan dan Kenyataan”, di Ruang Kahuripan 300, Kantor Manajemen UNAIR, Selasa (27/9).

“Walaupun ini yang ketiga, tapi sebelumnya tidak berhasil. Nah, yang sekarang ini lumayan ada hasilnya, kalau melihat dari uang tebusan,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR tersebut. “Tadi pagi saya baca, sudah mencapai 53 Triliun. Lumayan sudah ada peningkatan dari minggu lalu,” ungkapnya sembari menunjukkan data tebusan 27 Triliun per 21 September.

Meski demikian, Prof. Tjipto masih menyayangkan sedikitnya jumlah wajib pajak yang terdaftar. Pasalnya, jumlah wajib pajak yang terdaftar hanya berkisar 18 juta. “Kalau dilihat dari jumlah penduduk Indonesia, atau jumlah seluruh pebisnis Indonesia, 18 juta itu sedikit sekali,” tandasnya.

Prof. Tjipto menganggap, salah satu faktor diadakannya program tax amnesty ini didasari atas banyaknya orang atau badan bisnis yang tidak taat pajak. “Ibaratnya orang berfikiran, lawong saya sudah bekerja keras kok, ngapain harus bayar,” jelasnya.

Terkait pembayaran pajak, Prof. Tjipto memberikan wejangan, agar masing – masing individu tidak memisahkan antara agama

(19)

dengan kehidupan sehari-hari. Wakil Rektor I Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) Gresik tersebut juga mengutip sebuah ayat di kitab suci al Quran.

“Ada perintah untuk menaati ulil amri (pemimpin, -red). Salah satunya ya menaati kebijakan untuk membayar pajak. Agamis itu t i d a k h a n y a b e r i b a d a h s e t i a p h a r i , t a p i j u g a mengimplementasikan agama dalam kehidupan sehari-hari,” serunya.

Diakhir pemaparanya, Prof Tjipto mengingatkan kepada peserta seminar, agar selalu taat membayar pajak. Ia mengungkapkan, banyak rakyat yang masih memerlukan dana, salah satunya dari pajak.

“Bayarlah pajak, anggap saja sedekah. Seharusnya bersukur bahwa perusahaanya sudah dapat rezeki. Dalam harta kita ada hak orang lain. Kita bayar pajak, masuk kas negara. Kita percayakan pada negara yang mengelolanya,” pungkasnya.(*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan

Bahas Solusi Pro dan Kontra

Kebijakan Pengampunan Pajak

UNAIR NEWS – Setelah sukses dengan acara Gelar Inovasi Guru Besar bertema “Stem Cell: Harapan untuk Kehidupan yang Lebih Baik”, Universitas Airlangga kembali mengadakan acara serupa dengan tema berbeda. Kali ini, tema yang akan diangkat adalah mengenai isu pengampunan pajak atau tax amnesty.

(20)

tersebut, menghadirkan tiga guru besar UNAIR yang berkompeten yang dalam bidangnya, ialah Guru Besar FEB UNAIR Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono, M.Ec., Ph.D, Guru Besar FISIP UNAIR Prof. Kacung Marijan, MA., Ph.D, dan Guru Besar FH UNAIR Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, M.S., acara akan dimoderatori oleh Dr. Sarwirini, S.H., M.S.

Seperti yang pernah dituturkan Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco, Ph.D, acara gelar inovasi guru besar ini diselenggarakan untuk menunjukkan kepedulian para pakar UNAIR atas permasalahan di masyarakat. Sehingga harapannya, guru besar UNAIR dapat memberikan sumbangsih pemikiran mereka atas permasalahan yang sedang perkembang di masyarakat.

Seminar dengan tajuk “Tax Amnesty: Antara Harapan dan Kenyataan” ini mengundang pimpinan UNAIR, mahasiswa dan dosen fakultas ekonomi se-Surabaya, kepala dinas di lingkungan Jawa Timur, pengusaha, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Cabang Surabaya, dan tokoh masyarakat yang memiliki kepentingan dengan ekonomi dan pajak.

Tax Amnesty atau pengampunan pajak memang sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat saat ini, utamanya ekonom. Pasalnya, UU Pengampunan Pajak yang diajukan pemerintah sudah disahkan DPR dan berlaku sejak 1 Juli 2016 melalui UU 11/2016. Sehingga, tema Tax Amnesty relevan untuk dibicarakan sebab menyangkut sosialisasi pembayaran pajak oleh masyarakat.

Seperti yang sudah diketahui, kebijakan Tax Amnesty atau pengampunan pajak dikeluarkan dengan tujuan untuk “menyehatkan” kondisi kas negara. Namun dalam perjalanannya, muncul sejumlah perspektif bernuansa pro dan kontra. Bagi pihak yang pro, kebijakan tersebut memang bisa menyehatkan kondisi kas negara, namun bagi yang kontra, ada asumsi kalau langkah eksekutif itu hanya memberi keuntungan pada pengusaha-pengusaha besar. Untuk itu, Sekretaris Pusat Informasi dan Humas UNAIR mengatakan, tema Tax Amnesty sangat relevan

(21)

didiskusikan oleh pakar UNAIR dan masyarakat yang berkaitan langsung.

“UNAIR sebagai intitusi pendidikan yang lebih netral, memiliki pakar-pakar yang akan memberi tanggapan terkait pro kontra pengampunan pajak. UNAIR ingin memberikan kontribusi bagi carut marut pro kontra tax amnesty,” ujar Bimo.

Menyikapi hal tersebut, Universitas Airlangga turut ambil andil untuk mengupas baik-buruk dari kebijakan Tax Amnesty. Sekaligus, memberi solusi konkret bagi pemerintah terkait apa saja yang mesti dilakukan agar kebijakan ini tidak salah sasaran, apalagi berdampak negatif. Yang mesti diperhatikan pula, isu stratregis ini tidak hanya berkisar di satu bidang. Melainkan, melingkupi banyak aspek mulai ekonomi, sosial, politik, dan hukum. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait

Djamil, Penyelesaian Pembiayaan …, hal.. sampai dengan 180 hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang

Amplitudo, frekuensi dan beda fasa kedua getaran harmonik yang saling bersuerposisi akan menentukan bentuk gambar lissajous yang diperoleh... Tombol - knop

Menurut Aslan (1999), ciri-ciri umum alga coklat ini yaitu saat bereproduksi alga ini memiliki stadia gamet atau zoospora berbulu cambuk seksual dan aseksual; mempunyai pigmen

menjadi arteriol %arteriarteri kecil& dan akhirnya menjadi apa yang disebut apillary bed %tempat pertukaran cairan dan nutrisi&. Kapilerkapiler bersatu membentuk vena

Penelitian lebih lanjut terkait dengan perilaku dari para user yang berhubungan dengan continuos reporting yang dapat dilakukan adalah untuk menjawab: (1)

Program Promosi Kesehatan di Puskesmas selain sebagai salah satu upaya kesehatan wajib (esensial), di butuhkan tenaga yang memiliki kompetensi dan kemampuan untuk mengelola promosi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Terdapat perbedaan biomassa perifiton pada substrat keramik antara hulu, tengah, dan hilir Sungai Salo”..