• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produktifitas Kerja 2.1.1. Pengertian

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan

tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkat efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Dimana produktifitas mengutarakann cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang (Sinungan, 2005).

Hasil konferensi Oslo dalam Sinungan (2005), secara umum produktivitas yaitu suatu konsep yang bersifat universal bertujuan menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit. Produktivitas merupakan pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen,

(2)

informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup.

Whitmore dalam Sedarmayanti (2001) mengemukakan “productivity is a measure of the use resources of an organization and is usually expressed as a ratio

of the output obtained by the uses resources to the amount of reseources employed”.

Whitemore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dari sumber daya yang digunakan. Dengan kata lain produktivitas dapat diartikan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Produktivitas merupakan komponen menentukan syarat utama dalam keberhasilan suatu perusahaan. Produktivitas menunjukkan tingkat kualitas perusahaan dalam menghadapi era persaingan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dimensi pertama dikaitkan dengan pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya dan bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Suatu perusahaan industri merupakan unit proses yang mengolah sumber daya (input) menjadi (output) dengan suatu transformasi tertentu. Dalam proses inilah

terjadi penambahan nilai atas sumber daya sehingga secara ekonomis output yang

dihasilkan mempunyai nilai lebih jika dibandingkan sebelum diproses. Perhatian dan harapan terhadap produktivitas demikian besar dan fundamental. Manfaat produktivitas menjadi demikian luas dan strategis, yaitu :

(3)

• Produktivitas dapat dijadikan sebagai ukuran kinerja dan daya saing perusahaan.

• Pengaruh produktivitas terhadap kerja makro ekonomi. Suatu organisasi dapat melakukan lompatan besar dalam memperbaiki produktivitas.

• Suatu organisasi dapat memanfaatkan karyawan dan supervisor dengan sikap baru dalam proses kerja tradisional secara efisien untuk meningkatkan standar kehidupan yang lebih tinggi.

• Perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dengan komitmen yang ada tanpa mengganti fasilitas produksi seperti mesin/peralatan, tenaga kerja dan lain-lain.

• Produktivitas dapat mengendalikan inflasi.

• Manajemen dapat memperbaiki cara pengelolaan kompleksitas dengan inovasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan berdasarkan pengalaman dan pencapaian produktivitas.

• Manajemen dapat memotivasi para pekerja ke arah pencapaian produktivitas yang tinggi.

• Produktivitas dapat diukur pada berbagai tingkat organisasi (nasional, industri maupun tingkat perusahaan).

Pada level nasional, produktivitas berkaitan dengan National Income (NI), Gross Domestic Product (GDP), National Economy Welfare Index (NEWI) dan National Economy Productivity

(4)

Peningkatan produksitivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan utama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya, pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan juga merupakan sumber yang penting dalam menjaga kesinambungan peningkatan produktivitas jangka panjang. Dengan demikian, pertumbuhan dan produktivitas bukan dua hal yang terpisah atau memiliki pengaruh satu arah, melainkan keduanya adalah saling tergantung dengan pola pengaruh yang dinamis, tidak mekanistik, non linear dan kompleks. Secara makro, sumber pertumbuhan dapat dikelompokkan ke dalam unsur berikut : Pertama,

peningkatan stok modal sebagai hasil akumulasi dari proses pembangunan yang terus berlangsung. Proses akumulasi ini merupakan hasil dari proses investasi. Kedua,

peningkatan jumlah tenaga kerja juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketiga, peningkatan produktivitas merupakan sumber pertumbuhan yang

bukan disebabkan oleh peningkatan penggunaan jumlah dari input atau sumber daya,

melainkan disebabkan oleh peningkatan kualitasnya. Dengan jumlah tenaga kerja dan model yang sama, pertumbuhan output akan meningkat lebih cepat apabila kualitas

dari sumber daya tersebut meningkat. Walaupun secara teoritis faktor produksi dapat dirinci, pengukuran konstribusinya terhadap output dari suatu proses produksi sering

dihadapkan pada berbagai kesulitan. Di samping itu, kedudukan manusia, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun sebagai manajer, dari suatu aktivitas produksi tertentunya juga tidak sama dengan mesin atau alat produksi lainnya. Seperti diketahui bahwa output dari setiap aktivitas ekonomi tergantung pada manusia yang

(5)

utama dalam pembangunan. Sejalan dengan fenomena ini, konsep produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja. Tentu saja, produktivitas tenaga kerja ini dipengaruhi, dikondisikan atau bahkan ditentukan oleh ketersediaan faktor produksi komplementernya seperti alat dan mesin. Namun demikian konsep produktivitas adalah mengacu pada konsep produktivitas sumber daya manusia. Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan

masukan (input) persatuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila :

1. Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama.

2. Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah

masukan/sumber daya lebih kecil.

3. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya

yang relatif kecil (Soeripto, 1989; Chew, 1991 dan Pheasant, 1991).

Konsep tersebut tentunya dapat dipakai di dalam menghitung produktivitas di semua sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran

sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain bahwa produktivitas

merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja secara total.

2.1.2. Ruang Lingkup Produktivitas

(6)

1) Ruang lingkup rasional, memandang negara secara keseluruhan. Dalam hal ini memperhitungkan faktor-faktor, secara sederhana seperti pengaruh dari buruh, manajemen, bahan mentah dan sumber lainnya sebagai kekuatan yang mempengaruhi barang-barang ekonomi dan jasa.

2) Ruang lingkup industri, dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi dan berpengaruh dikelompokkan dalam ke ompok industri yang sama, misalnya, industri penerbangan, industri minyak, industri baja, dan lain-lain.

3) Ruang lingkup perusahaan/organisasi. Dalam sebuah perusahaan/organisasi pengaruh antara faktor-faktor lebih memungkinkan untuk diukur. Produk per jam dapat diukur dan dapat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau dibandingkan dengan perusahaan lain. Dalam sebuah organisasi, produktivitas tak hanya diukur dari beberapa dan seberapa baik buruh melakukan pekerjaannya.

4) Ruang lingkup pekerjaan perorangan. Produktivitas perorangan dipengaruhi oleh lingkungan kerja serta peralatan yang digunakan proses dan perlengkapan. Di sini timbul faktor baru yang tak dapat diukur yaitu motivasi. Motivasi sangat dipengaruhi oleh kelompok kerja dimana si pekerja menjadi anggota dipengaruhi oleh kelompok dan sebab-sebab mengapa si pekerja dapat bekerja lebih produktif.

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Agar seorang tenaga kerja dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat menjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya,

(7)

di antaranya yaitu faktor beban kerja, kapasitas kerja, beban tambahan akibat lingkungan kerja (Suma’mur, 1999).

(1) Beban Kerja

Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa fisik maupun mental dan menjadi tanggung jawabnya. Dalam hal ini, harus ada keseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan individu agar tidak terjadi hambatan ataupun kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Seorang tenaga kerja mempunyai kemampuan tersendiri dalam pengaruh dengan beban kerja, mungkin di antara pekerjaan ada yang cocok untuk beban fisik, mental atau sosial, namun sebagai persamaan yang umum, hanya mampu memikul sampai suatu berat tertentu. Bahkan ada beban dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan yang tepat pada pekerjaan yang tepat (Suma’mur, 1999:102).

Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang melebihi 30 – 40 % dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam waktu 8 jam sehari

dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Pembebanan yang lebih berat diperkenankan dalam waktu yang lebih singkat dan ditambah dengan istirahat yang sesuai dengan bertambah beratnya beban (Suma’mur, 1999:54).

(2) Kapasitas Kerja

Kemampuan seorang tenaga kerja berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, usia, masa kerja, status gizi dan kesehatan.

(8)

Ukuran dan daya tahan tubuh wanita berbeda dengan pria. Pria lebih sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang biasanya tidak sedikitpun dapat dikerjakan wanita, kegiatan wanita pada umumnya lebih banyak membutuhkan ketrampilan tangan dan kurang memerlukan tenaga. Beberapa data menunjukkan bahwa pekerja wanita lebih diperlukan ada suatu industri yang memerlukan keterampilan dan ketelitian daripada tenaga kerja laki-laki (Soeripto, 1992:36).

(4) Umur

Peneliti Flippo (1984) menunjukkan bahwa pada pekerja yang mempunyai tingkat kesukaran absensi tinggi adalah bukan karena penyakit tetapi karena adanya kesukaran adaptasi terhadap lingkungan kerja. Pada usia tua penyakit syaraf seperti tumor pada tangan dapat menurunkan produktivitas kerja pada perusahaan yang memerlukan ketrampilan tangan. Hal ini juga dapat diukur dengan tingkat absensi yang tinggi pada golongan umur ini.

(5) Masa Kerja

Suma’mur (1999), menunjukkan bahwa masa kerja mempunyai kaitan dengan kepuasan kerja. Tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus meningkat sampai masa kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai masa kerja 8 tahun, tetapi kemudian setelah tahun ke delapan maka kepuasan kerja secara perlahan-lahan akan meningkat lagi.

(6) Pendidikan

Bremmer (1982) menemukan bahwa individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih agresif. Lebih berorientasi prestasi kerja. Hal

(9)

ini disebabkan karena faktor pendidikan dapat mempengaruhi ambisi, harapan-harapan yang lebih tinggi serta adanya pengetahuan tentang pekerjaan tersebut, sehingga dapat menunjang pencapaian prestasi kerja.

Suma’mur (1996) mengemukakan bahwa faktor pendidikan berpengaruh positif dengan prestasi kerja. Artinya makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi hasil atau prestasi kerja yang dicapai. Faktor pendidikan mempengaruhi aspirasi pekerja terhadap prestasi yang harus dicapai. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap prestasi kerja sehingga tingkat pendidikan dijadikan variabel sertaan.

2.2. Sikap Kerja

Sikap kerja erat kaitannya dengan ergonomis kerja. Ergonomis yang merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang berupaya menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, dan efisien (Granjean, 2003).

Dalam hal ini ergonomik juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan ergonomik dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena itu ergonomik dan K3 perlu diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja tenaga kerja. Namun kenyataannya penerapan

(10)

ergonomik dan K3 di perusahaan terutama di perusahaan kecil dan menengah masih jauh dari yang diharapkan. Program-program ergonomik dan K3 sering menempati prioritas yang rendah dan terakhir bagi manajemen perusahaan (Manuaba, 1998).

Menyadari pentingnya ergonomik dan K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik dan jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat, namun sebaliknya jika pekerja tidak mematuhi ketentuan dalam ergonomis kerja maka akan menimbulkan cidera dan kecelakaan kerja (Adiputra, dkk, 2001).

Beberapa cidera umum yang terjadi jika kerja salah atau tidak ergonomis, seperti pada Tabel 2.1.

(11)

Tabel 2.1. Gambaran Cidera Yang Umumnya Terjadi Karena Posisi Kerja Tidak Ergonomis

Cedera Gejala Penyebab

Bursitis : meradangnya kantung antara tulang dengan kulit, atau tulang dengan tendon. Dapat terjadi di lutut, siku, atau bahu.

Rasa sakit dan bengkak

pada tempat cedera Berlutut, tekanan pada siku, gerakan bahuyang berulang-ulang Sindroma pergelangan tangan :

tekanan pada syaraf yang melalui pergelangan tangan

Gatal, sakit, dan kaku pada jari-jemari, terutama di malam hari

Membengkokkan pergelangan berulang-ulang. Menggunakan alat yang bergetar. Kadang diikuti dengan tenosynovitis. Ganglion : kista pada sendi atau pangkal

tendon. Biasanya dibelakang tangan atau pergelangan

Begkak bundar, keras, dan kecil yang biasanya tidak

menimbulkan sakit. Gerakan tangan yang berulang-ulang Tendonitis : radang pada daerah antara

otot dan tendon

Rasa sakit, bengkak, dan merah di tangan, pergelangan, dan/atau lengan. Kesulitan menggerakan tangan

Gerakan yang berulang-ulang.

Tenosynovitis : radang pada tendon dan/atau pangkal tendon

Sakit, bengkak, sulit menggerakan tangan.

Gerakan yang berulang- ulang dan berat. Dapat disebabkan oleh peningkatan kerja yang tiba-tiba, atau pengenalan pada proses baru.

Tegang pada leher atau bahu : radang

pada tendon dan atau pangkal tendon Rasa sakit di leher dan bahu Menahan postur yang kaku Gerakan jari yang tersentak :

radang pada tendon dan/atau pangkal tendon di jari

Kesulitan menggerakkan jari dengan pelan, dengan atau tanpa rasa sakit

Gerakan berulang-ulang. Terlalu lama mencengkam, terlalu keras atau terlalu sering Sumber: Occuptional Health Program, 2000

Menurut Suma’mur secara umum sikap kerja yang ergonomis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sikap kerja dalam pekerjaan dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah dan kekuatan).

(12)

b. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar-dasar ukuran-ukuran dan penempatan alat-alat industri. Antropometri akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Untuk mendapatkan perancangan yang optimum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah faktor seperti panjang dari suatu dimensi tubuh manusia baik dalam posisi statis dan dinamis (antropometri statis dan dinamis). Dimensi tubuh manusia dalam posisi statis adalah aplikasi data antropometri dalam keadaan diam. Sedangkan

dimensi tubuh manusia dalam posisi dinamis adalah pengukuran keadaan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak. Menurut Wignjosoebroto (2003)

yang dikutip oleh Sinambela (2006) Pada umumnya manusia berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia, yaitu : umur, jenis kelamin, suku dan posisi tubuh (postur).

c. Posisi duduk yang akan diukur adalah : 1. Tinggi Duduk (TD)

Diukur dari jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung atas kepala. Ukuran tinggi duduk digunakan untuk menentukan batas ukuran tinggi daerah kerja agar pengguna bebas bergerak (biasanya diterapkan dalam perancangan tempat duduk pada kendaraan)

(13)

2. Tinggi Bahu (TB)

Diukur dari jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bahu bagian dalam. Tinggi bahu digunakan untuk menentukan lebar minimum sandaran kursi yang digunakan.

3. Tinggi Siku (TS)

Diukur dari jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku kanan. Tinggi siku digunakan untuk menentukan tinggi sandaran tangan dan tinggi meja kerja.

4. Lebar Pinggul (LP)

Diukur dari jarak horizontal dari bagian luar pinggul sisi kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan. Pinggul digunakan untuk menentukan lebar tempat duduk.

5. Tinggi Pinggang (TP)

Diukur dari pinggang atas sampai alas duduk. 6. Tinggi Lutut (TL)

Diukur dari lutut sampai alas kaki dalam posisi sikap duduk tegak. 7. Panjang Tungkai Bawah (PTB)

Diukur dari lutut belakang sampai alas kaki dalam sikap duduk pada keadaan vertikal. Tinggi lutut dan panjang tungkai bawah digunakan untuk menentukan tinggi meja kerja.

(14)

8. Tinggi Mata (TM)

Diukur dari jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung mata bagian dalam. Tinggi mata duduk digunakan untuk menentukan tinggi peralatan di meja kerja.

d. Ukuran-ukuran kerja

- Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-1 cm dibawah siku.

- Apabila bekerja berdiri dengan pekerjaan di atas meja, dan jika dataran tinggi disebut siku O, maka hendaknya dataran kerja untuk pekerjaan:

o Memerlukan ketelitian = 0+5-10) cm

o Ringan = 0 – 5-10)cm

o Berat, yang memerlukan otot punggung =0-(10-20) cm

- Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk. Sedangkan dari sudut tulang dinasehatkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. Maka dianjurkan pemilihan sikap duduk yang tegak yang diselingi istirahat sedikit membungkuk.

- Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Dalam hal ini mungkin kepada pekerja diberi tempat dan kesempatan untuk duduk.

- Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23°-37° ke bawah,

sedangkan untuk pekerjaan duduk 32°-44° ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat.

(15)

- Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan lengan bawah. Pegangan harus diletakkan di daerah tersebut, lebih-lebih bila sikap tubuh tidak berubah.

- Apabila seorang pekerja dengan atau tanpa beban harus berjalan pada jalan menanjak atau naik tangga, maka derajat tanjakan optimum adalah adalah

o Jalan menanjak l..k 10°; Tangga rumah l..k 30°, dan Tangga l..k 70° - Kemampuan seorang bekerja adalah 8-10 jam sehari, lebih dari itu efesiensi

dan kualitas kerja sangat menurun.

Kondisi kerja duduk dan berdiri secara terus menerus memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak alamiah yang berlangsung lama dan menetap/statis. Menurut Grandjean (1988) dan Pheasant (1991) sikap kerja yang statis dalam jangka waktu yang lama lebih cepat menimbulkan keluhan pada sistem muskuloskeletal. Akibat lama bekerja yang menyebabkan beban statik yang terus menerus tanpa memperhatikan faktor-faktor ergonomi akan lebih mudah menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah (Hasyim, 2000). Faktor-faktor ergonomi berarti menyangkut sikap tubuh saat bekerja, tinggi tempat duduk dengan lantai, letak ketinggian meja dan faktor lingkungan seperti sirkulasi udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan ruangan tempat bekerja (Kroemer, K.H.E & Grandjean, E.1997). Dalam posisi kerja seperti ini jelas merupakan posisi yang tidak ergonomis.

(16)

Sikap kerja yang demikian ini dapat sebagai akibat situasi lingkungan kerja yang tidak memadai, aktifitas yang repetitif atau berulang, desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan pengguna, sikap kerja yang tidak alamiah yang menimbulkan kontraksi otot secara isometris (melawan tahanan) pada otot-otot utama yang terlibat dalam pekerjaan (Sutajaya, 1997).

Dalam posisi duduk otot-otot punggung akan bekerja keras menahan beban anggota gerak atas yang sedang melakukan pengeboran. Beban kerja paling banyak dialami oleh daerah pinggang. Akibatnya otot-otot pinggang sebagai penahan baban utama akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan mudah terjadinya nyeri pada otot sekitar pinggang/punggung bawah. Apalagi posisi kaki yang memendek, sehingga tidak ada keseimbangan penyebaran gaya pada otot selain punggung bawah (Lientje, 2000).

2.2.1 Sikap Duduk

Sikap duduk pada otot rangka (muscolusskelatal) dan tulang belakang (vertebal) terutama pada pinggang (sacrum lumbar dan thoracic) harus dapat ditahan

oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah (fatique). Menurut Richard Albett (2001) saat ini terdapat 80% orang hidup setelah

dewasa mengalami nyeri pada bagan tubuh belakang (back pain) karena berbagai

(17)

itu, ketika duduk kaki harus berada pada alas kaki dalam sikap susuk dapat bergerak dengan relaksasi.

Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Eko Nurmianto (1998) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan dengan membungkuk ke depan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak Statis).

2.2.2 Sikap Berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti pembersih (clerks),

dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur (barbers) pasti memerlukan sepatu ketika

bekerja, apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungin akan sobek

(bengkak) pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja secara ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki (tubuh), bukan kaki direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu untuk kerja berdiri, ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaku, apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahan yang kuat

(18)

pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan hal itu terjadi pada jangka waktu

yang lama, maka otot rangka (muscles) akan mudah mengalami kelelahan (fatigued).

Beberapa penelitian yang lalu telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja posisi berdiri, seperti Granjean (1988) dikuti Sanders et al (1993) merekomedasi bahwa “untuk jenis pekerjaan teliti (precision) letak tinggi meja kerja

diatur 10 cm di atas tinggi siku, untuk jenis pekerjaan ringan (light) letak tinggi meja

diatur sejajr dengan tinggi siku, dan untuk jenis pekerjaan berat (heavy) letak tinggi

meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku”. Begitu pula Suma’mur (1994) menyebutkan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan posisi berdiri “tinggi kerja” sebaiknya 5-10 cm di bawah siku arah penglihatan 23-37 derajat ke bawah” Kerja Berdiri Setengah Duduk

Berdasarkan penelitian Gempur (2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa dengan posisi berdiri tegak (TG) diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk yang sandaran (SDTS) dan setengah duduk pakai sandaran (SDPS) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik (TKOB)

antar kelompok. Rata-rata nilai nominal TKOB kerja bubut posisi berdiri TG 2,2 > SDTS 1,8 > SDPS 1,4. Jadi, kerja bubut posisi berdiri TG lebih melelahkan

dibanding SDTS maupun SDPS. Kelelahan otot biomekanik tersebut berbanding langsung dengan peningkatan asam laktat dan penurunan glukosa, sebagaimana disebutkan oleh Guyton et.al. (1997) bahwa “ kelelahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot”, dan disebutkan

(19)

pula oleh Kroemer et.al.(1986), Anna (1994), Niels (2000) bahwa “dalam keadaan anaerob, asam laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah dan dalam hal ini glikogen dalam otot berkurang”. Berdasarkan hasil penelitian Gempur (2003) terbukti bahwa kofisien respons metabolisme energi anaerobik (MEA) posisi berdiri TG (laktat 4,853 mmol/kg, glukosa 0,221 mg%); SDTS turun menjadi (laktat 3,100 mmol/kg,glukosa 0,017 mg%); dan SDPS menjadi (laktat 3,314 mmol/kg,glukosa 0,07089 mg%).jadi respon MEA pada kerja bubut posisi berdiri TG lebih tinggi dibanding posisi berdiri SDTS maupun SDPS.

Berdasarkan penelitian Gempur (2003) bahwa posisi kerja berdiri TG, SDTS, SDPS berpengaruh terhadap perubahan sudut tubuh (PST). Besar PST antar kelompok kerja bubut, untuk kelompok posisi berdiri TG (PST rata-rata 22,8 ±9,2712 derajat), posisi berdiri SDTS (PST rata-rata 14,7 ± 6,4987 derajat) dan, posisi berdiri SDPS (PST rata-rata 14,8 ± 7,9554 derajat). Hal ini dapat dijelaskan bahwa, suatu kondisi tempat kerja untuk jenis kerja posisi berdiri maka akan mengakibatkan perubahan pula pada performance tubuh. Oleh karena itu, apabila bekerja dalam

jangka waktu yang relatif lama dengan performance posisi berdiri yang berbeda maka berdampak pada besar performance PST.

Perubahan performance PST berdampak pada TKOB. Hal itu dapat dijelaskan

bahwa kerja posisi berdiri pada awal kerja sampai dengan akhir kerja, tubuh semakin condong ke depan, akibatnya PST semakin besar pula. Apabila PST semakin besar maka momen gaya yang diterima otot biomekanik juga semakin besar. Momen gaya yang diterima otot biomekanik semakin besar maka tubuh memerlukan tambahan

(20)

energi dari pemechanadenosin triphosphat (ATAP) dengan cara metabolisme energi

respirasi anaerobik. Meningkatnya asam laktat tersebut akan mempercepat kelelahan otot biomekanik.

2.3. Mekanisme Kerja Tubuh

Banyak jenis pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti

mengangkat, menurunkan, menurunkan, mendorong, menarik, melempar, menyokong, memindahkan beban atau memutar beban dengan tangan atau bagian tubuh lain. Laserasi, hematoma, fraktur, kelelahan otot dan cedera muskuloskeletal

terutama pada tulang belakang seperti nyeri punggung sering diderita pada jenis pekerjaan ini ( Harrianto, 2009).

Batang tubuh (kolumna vertebralis) menyebabkan tubuh manusia dapat

berdiri tegak, dibentuk oleh 32 – 33 ruas tulang belakang yang terdiri dari 5 ruas tulang leher, 12 ruas tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang yang saling terpisah satu sama lain oleh cakram antar ruas, yang dibentuk oleh jaringan ikat yang berstruktur, serta 5 ruas tulang tungging dan 3 – 4 ruas tulang ekor yang telah bersatu menjadi sebuah tulang tungging pada saat lahir dan sebuah tulang ekor . Kolumna vertebralis berbnetuk seperti huruf S, didaerah punggung berbentuk cekung, sedangkan didaerah daerah cembung bentuknya. Bentuk seperti ini memungkinkan timbulnya elastisitas batang tubuh untuk menyerap gaya tekanan ke bawah pada saat meloncat dan mengangkat beban (Harrianto, 2009).

(21)

Mekanisme bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan mengangkat atau membawa beban merupakan dasar dari teknik-teknik dan praktik-praktik pengembangan untuk memastikan otot-otot tidak bekerja melampaui batas. Ruas-ruas tulang belakang dengan cakram, susunan saraf tulang belakang dan otot-otot punggung yang dikaitkan ke tonjolan mirip tanduk dari setiap ruas tulang belakang. Tulang belakang berputar terhadap cakram diantara ruas-ruas tulang belakang dengan kekuatan yang diaplikasikan oleh otot. Keseluruhan beban yang diangkat diambil alih oleh tulang belakang. Menurut Ridley (2008), nilai beban pada tulang belakang dapat diketahui melalui :

Momen lentur terhadap tulang belakang akibat beban = W x y, dimana W = beban dan y = jarak. Momen ini ditahan oleh momen tarik otot dikali jaraknya

dari ruas tulang belakang = P x r. Oleh karena itu untuk keseimbangan maka W x y = P x r, dengan demikian beban pada otot tulang belakang P = W x y : r.

Jika nilai r kecil dibandingkan dengan y, maka beban yang ditanggung otot tulang belakang menjadi beberapa kali lebih besar dari pada beban yang sedang dibawa. Sebagai contoh, jika beban 10 kg dibawa pada panjang siku lengan, yaitu 400 mm dari tulang belakang dan jarak otot tulang belakang dari pusat cakram adalah 20 mm, maka beban pada otot belakang sebagai berikut :

(22)

Gambar 2.1. Beban Maksimum yang Disarankan pada Berbagai Jarak yang Disarankan

Mencegah regangan punggung (back strain), beban yang diangkat sebaiknya

dibuat serendah mungkin dan dibawa sedekat mungkin ke tubuh. Otot- otot lain merekat ke tulang-tulang dekat dengan titik putarnya, misalnya lengan dengan pergelangan tangan, dan dengan cara yang serupa menanggung beban hingga bebrapa kali berat yang sedang diangkat (Ridley, 2008).

2.4. Landasan Teori

Produktivitas merupakan komponen yang turut menentukan dan menjadi syarat utama dalam keberhasilan suatu perusahaan. Produktivitas menunjukkan tingkat kualitas perusahaan dalam menghadapi era persaingan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut Whitemore dalam Sedarmayati

(23)

(2001), produktivitas merupakan suatu ukuran atas penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dari sumber daya yang digunakan.

Menurut Suma’mur (1999), beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu faktor internal berpa faktor individu pekerja seperti umur, pendidikan, jenis kelamin, status gizi dan masa kerja serta sikap kerja, sedangkan faktor eksternal seperti keadaan lingkungan fisik, kimia dan biologis yang terintegrasi dalam proses pekerjaannya.

Menurut Suma’mur (1996) sikap tubuh pekerja secara alamiah dibentuk oleh tubuh pekerja akibat berinteraksi dengan fasilitas yang digunakan ataupun kebiasaan kerja, dan secara keseluruhan merupakan bagian dari prinsip ergonomi dalam bekerja. Sikap kerja pekerja dalam melakukan pekerjaannya berpengaruh terhadap dampak sikap kerja yang salah seperti kelelahan kerja dan cidera otot. Sikap kerja tersebut dapat berupa posisi duduk, posisi berdiri, mengangkat, dan menggunakan peralatan yang tidak seimbang dengan kemampuan tubuh.

(24)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Individu (1) Umur (2) Pendidikan (3) Masa Kerja Sikap Kerja Produktivitas Kerja

Gambar

Gambar 2.1. Beban Maksimum yang Disarankan pada Berbagai Jarak yang  Disarankan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Individu (1) Umur (2) Pendidikan (3) Masa Kerja Sikap Kerja  Produktivitas  Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada hasil analisis yang dilakukan pada set persilangan yang berbeda dengan tanaman kontrol menunjukkan perbedaan nyata pada karakter panjang beras pecah kulit dan lebar

Pencemaran udara adalah salah satu masalah yang perlu cepat diselesaikan karena dampaknya yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, terutama dapat mengganggu

Setelah dilakukan pengujian III, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa aplikasi bisa menemukan nilai fingerprint yang sama dalam teks dokumen meskipun telah dilakukan

Untuk menjawab tantangan sekaligus peluang kehidupan global di atas, diperlukan paradigma baru pendidikan sebagai berikut : (1) pendidikan ditujukan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Job order costing system dalam penetuan harga pokok pesanan untuk penetuan harag jual pada produk di holland

UU tersebut mengatur bahwa (1) asuransi pertanian merupakan bagian dari strategi untuk melindungi petani; (2)yang dimaksud petani meliputi a) petani penggarap tanaman pangan yang

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 31 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 41 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat

puncak eksotermik yang tinggi, ini menjelaskan bahwa spesimen tersebut tidak memiliki fasa kristal (semuanya fasa amorf), sedangkan spesimen dengan anil selama 23