Wealth Management Newsletter | November 2017
PERSPECTIVE
Break New High Posibility
IHSG berpotensi untuk melanjutkan kenaikan karena asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan lebih tinggi dibanding tahun ini.
Terima kasih atas kepercayaan Anda menjadi Nasabah setia Commonwealth Bank. Pada edisi Market Perspective e-Newsletter kali ini Kami membahas mengenai pergerakan pasar keuangan baik pasar saham maupun obligasi sepanjang bulan Oktober 2017 serta membahas faktor yang dapat membuat IHSG naik lebih tinggi lagi.
IHSG kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada bulan Oktober. Kondisi tersebut membuat beberapa investor mulai bertanya-tanya apakah level IHSG tersebut sudah terlalu tinggi. Kami mencoba mengulas dengan membandingkan dengan saham Google di AS ketika terus mencetak rekor tertingginya. Satu hal yang membuat rekor tersebut selalu dipecahkan adalah perusahaan yang terus bertumbuh. Dalam skala sebuah negara, Indonesia saat ini mempunyai potensi pertumbuhan yang cukup tinggi dibanding negara-negara lain di dunia, ditambah dengan asumsi pertumbuhan yang terus membaik pada tahun depan.
Meskipun tahun depan mulai memasuki tahun politik, dimana pasar saham mempunyai historis yang tidak terlalu baik di tahun pra-pemilu, namun kondisi ekonomi dan pengetahuan politik masyarakat Indonesia sudah banyak berubah jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Kami berharap pasar saham masih akan terus bergairah pada tahun depan apalagi dengan adanya penyelenggaraan Asian Games di Indonesia serta Pilkada serentak yang dapat membuat roda perekonomian berputar lebih kencang pada tahun depan.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai strategi dan rekomendasi produk-produk investasi, Anda dapat menghubungi Relationship Manager Kami di cabang terdekat.
Rustini Dewi
Sepanjang bulan Oktober IHSG mengalami kenaikan signifikan sebesar 1,78%. Rilis laporan keuangan 3Q17 yang melampaui ekspektasi analis, baik di AS maupun Indonesia, memberikan sentimen positif untuk pasar. Kenaikan IHSG cukup terjustifikasi dengan fundamental yang ada.
Dari AS perhatian pasar terfokus pada calon pengganti Gubernur The Fed, Janet Yellen. Pada akhirnya calon yang terpilih adalah Jerome Powell. Latar belakang yang dimiliki Jerome sedikit unik dibandingkan pendahulunya Yellen ataupun Bernanke. Powell tidak mengawali kariernya sebagai ekonom namun bekerja sebagai
investment banker dan private equity. Sesuai perkiraan
pasar Trump memilih gubernur baru yang market friendly, melanjutkan kebijakan moneter yang longgar.
Sementara pada akhir bulan Oktober pertemuan bank sentral Eropa, ECB memutuskan untuk melanjutkan program Quantitatitve Easing-nya hingga September 2018 namun dengan jumlah pembelian asset yang dikurangi dari 60 menjadi 30 miliar euro setiap bulannya mulai Desember.
Baiknya rilis laporan keuangan menjadi penopang menguatnya IHSG di bulan Oktober ini. Laba bersih pada kuartal ketiga naik +20% YoY dan +5% QoQ. Sementara indeks AS, S&P 500 juga bertumbuh 8% YoY melampaui konsensus yang hanya memperkirakan kenaikan 5,8%
YoY.
Hingga akhir Oktober IHSG naik +13,39% YTD, MSCI World Index naik +16,31% YTD, dan MSCI Emerging
Market Index naik +29,78% YTD. Sementara investor
asing telah keluar dari pasar saham sebesar Rp17.15 triliun.
Yield Curve SBN Indeks Global Dalam Periode Uptrend
Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg
Setelah secara bulanan sepanjang tahun bergerak positif, pada bulan Oktober pasar obligasi domestik mencatatkan total return negatif sebesar -1,23% seperti tercermin pada kinerja BINDO Index. Sementara sebaliknya terjadi pada kinerja INDON yang masih mencatatkan total return +0,49% sepanjang Oktober.
Yield SUN 10 tahun melonjak +30bps menjadi 6,80%
dari 6,50%. Sementara yield INDON 10 tahun naik tipis +0,9bps ke level 3,49 di akhir bulan Oktober.
Investor asing yang mengurangi porsi kepemilikannya pada obligasi pemerintah Indonesia menjadi motor naiknya yield SUN pada bulan Oktober setelah bulan sebelumnya sempat mencatatkan porsi kepemilikan tertinggi sepanjang sejarah yakni 40,5%. Tercatat investor asing mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp23.2 triliun selama Oktober.
Keluarnya investor asing juga dipicu oleh pelemahan nilai tukar rupiah semenjak akhir bulan September yang melemah menjadi Rp13.563/USD dari Rp13.472/USD pada bulan sebelumnya. Namun secara akumulasi, investor asing masih mencatatkan
net-buy sebesar Rp130.4 triliun YTD.
Sesuai ekspektasi konsensus, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,25% pada RDG BI bulan Oktober. Kebijakan makroprudensial mengenai LTV sektor properti dan otomotif secara spasial masih belum diumumkan oleh BI. Kemungkinan kebijakan tersebut baru akan dirilis pada RDG BI bulan November.
EQUITY MARKET
Emerging Market Earnings Highly Correlated with China Imports
Fed Rate Dot Plot indicate 3 hike in 2018
Perkembangan ekonomi Tiongkok juga merupakan salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan pada 2018 terutama untuk negara di Asia. Tidak dapat disangkal bahwa negara berkembang di kawasan Asia memiliki ketergantungan yang besar pada Tiongkok. Besarnya ekonomi Tiongkok ikut memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi di sekitarnya. Sebagai contoh kebijakan supply side Tiongkok yang mengatur supply batubara hingga mengangkat harga saat ini menjadi di atas USD80 memberikan dampak positif pada Indonesia sebagai negara eksportir batubara.
Kebijakan pemerintah Tiongkok dalam pengendalian
supply side dapat dikatakan cukup sukses sejauh ini.
Harga komoditas menjadi lebih terjaga dan pertumbuhan ekonomi dapat terkendali sesuai ekspektasi pemerintah di level 6,8%. Risiko masih lebih terfokuskan pada kondisi perbankan Tiongkok dan kualitas kredit yang disalurkan.
Dari Uni Eropa, kebijakan ECB memperpanjang
quantitative easing hingga September 2018 dengan
besaran yang diturunkan menjadi EUR30 miliar dari EUR60 miliar mulai bulan Januari memberikan kepastian likuiditas dari pasar Eropa akan tetap besar. Presiden ECB Mario Draghi menambahkan jika diperlukan ECB akan terus melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter ini hingga ekonomi Uni Eropa dipandang siap untuk melakukan normalisasi. Meskipun hingga akhir 2017 ekonomi Eropa mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dan aktivitas manufaktur yang berada dalam fase ekspansi, namun dengan inflasi yang masih tetap rendah membuat ECB sangat berhati-hati dalam mengurangi stimulus moneter.
Market Risk on 2018
Bila melihat kondisi pasar dalam dua tahun terakhir maka investor merasakan keuntungan yang luar biasa. Baik berinvestasi ke saham ataupun obligasi, kedua kelas aset tersebut telah naik signifikan sejak 2016. Rendahnya VIX dan Citi Macro Risk Index, yang merupakan rasio untuk menunjukkan sentimen atau volatilitas, menunjukkan pasar saat ini memiliki fluktuasi yang sangat rendah sehingga investor percaya diri untuk berinvestasi.
Setelah hampir dua tahun mengalami penguatan, investor mulai mempertanyakan apakah rally ini akan berlanjut di 2018. Beberapa investor khawatir kemungkinan siklus 10 tahunan seperti pada 1998 dan 2008 kembali terulang di 2018, serta mulai mempertanyakan seberapa besar risiko yang akan dihadapi pada tahun depan. Pengamat pasar saat ini sepakat peristiwa synchronize
yield merupakan salah satu risiko yang paling perlu
diperhatikan di 2018. Diantaranya adalah mulai dikuranginya program quantitative easing Uni Eropa pada awal 2018, dari EUR60 miliar menjadi EUR30 miliar setiap bulannya dan rencana pengurangan porsi surat hutang pemerintah AS di neraca The Fed, mulai dari USD10 miliar hingga mencapai USD50 miliar tiap bulannya. Semakin berkurangnya permintaan dikhawatirkan akan meningkatkan yield di seluruh dunia. Rencana kelanjutan kenaikan Fed Fund Rate juga merupakan agenda yang perlu diperhatikan pada 2018, serta bagaimana dampak dari kenaikan tersebut pada aktivitas ekonomi di AS. Saat ini konsensus pasar cenderung tidak memperhitungkan ekspektasi kenaikan suku bunga AS di 2018. Apabila terjadi perubahan kebijakan yang membuat kenaikan suku bunga lebih cepat maka dapat memberikan efek yang lebih besar pada pasar.
GLOBAL MARKET
OUTLOOK
Sumber: Bloomberg
Sumber : Bloomberg
Waiting Powell’s Power
Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi 2018 Lebih Baik Secara fundamental perekonomian global sedang berada pada proses peralihan dari proses pemulihan hingga kembali normal terefleksi dengan mulai dikuranginya kebijakan pelonggaran moneter yang abnormal. Dilihat dari rasio manufaktur, perdagangan, dan tingkat pengangguran saat ini ekonomi global berada di jalur yang tepat untuk kembali ke level yang normal. Pada akhir 2016 sempat terjadi koreksi yang cukup signifikan pasca terpilihnya Donald Trump menjadi presiden. Namun seiring berjalannya waktu kekhawatiran akan dijalankannya kebijakan yang kontroversial tidak terlaksana.
Risiko lebih dititikberatkan pada perubahan kebijakan menuju pengetatan moneter. Seperti kita ketahui kebijakan pelonggaran moneter yang abnormal turut memberikan kontribusi melambungnya harga aset dunia seperti saham. Dengan mulai dikuranginya likuiditas tersebut analis mengkhawatirkan bagaimana dampaknya pada harga saham.
Periode rally aset investasi seperti saham dan obligasi dengan fluktuasi yang sangat minim diperkirakan akan segera berakhir dengan akan kembali normalnya kebijakan moneter ekonomi global.
Namun ini bukan berarti kenaikan tersebut akan berakhir di 2018. Dengan outlook ekonomi yang semakin baik maka arah investasi juga tetap sejalan dengan outlook yang cerah. Namun semakin normalnya kebijakan ekonomi akan membuat pergerakan investasi juga menjadi normal, risk
adjusted return. Fluktuasi akan timbul selama periode
berjalan, semakin tinggi risiko investasi maka juga akan semakin besar risiko fluktuasi yang dihadapi.
Menjelang berakhirnya masa jabatan Janet Yellen sebagai Gubernur The Fed pada Februari 2018, Presiden Donald Trump pada awal November telah menunjuk Jerome Powell untuk menggantikan Yellen. Powell berhasil menyisihkan lima orang kandidat termasuk Yellen.
Jerome Powell saat ini masih menjabat sebagai Dewan Gubernur The Fed sejak 2012. Powell, yang juga pendukung Partai Republik, sempat berkarier sebagai pengacara, investment banker, dan bekerja di Kementerian Keuangan dengan pokok kebijakan terkait institusi keuangan dan pasar surat utang.
Opini Powell dalam kebijakan moneter The Fed cenderung
dovish hingga centrist. Dalam hal kebijakan suku bunga
dia tampak dovish. Dia tidak pernah menolak keputusan FOMC dan dalam sebuah pidato pada 12 Oktober Powell mengatakan bahwa ‘normalisasi kebijakan moneter AS telah berjalan dan harus terus berlanjut secara bertahap, selama ekonomi AS berkembang tidak jauh dari yang diharapkan.’ Awal tahun ini dia mengatakan bahwa inflasi yang rendah memungkinkan The Fed untuk lebih bersabar dalam menaikkan suku bunga.
Namun, dalam hal quantitative easing dan normalisasi neraca dia tampak lebih centrist. Dia adalah salah satu dari tiga pendukung utama untuk normalisasi neraca. Setelah terpilih sebagai pemimpin The Fed, Powell diperkirakan tidak akan mengubah program normalisasi neraca saat ini.
Dalam hal kebijakan moneter, maka Powell dianggap akan menjadi kelanjutan dari Yellen, mungkin dengan orientasi yang agak lebih sentris mengenai penggunaan neraca. Namun, dia akan mengambil sikap yang kurang ketat untuk sebuah peraturan. Dalam sebuah pidato pada tanggal 5 Oktober, Powell mengatakan bahwa lebih banyak peraturan bukanlah jawaban terbaik untuk setiap masalah. Secara umum, posisinya dalam penetapan peraturan tampak moderat, antara berpegang pada peraturan saat ini dan melakukan deregulasi.
Dalam hal komunikasi Powell juga dianggap dapat melanjutkan sikap Yellen dengan gaya yang lebih berhati-hati dalam menyampaikan arah kebijakan moneter, sehingga pelaku pasar dapat menggali lebih dalam mengenai arah kebijakan tersebut. Sikap seperti ini dibutuhkan mengingat The Fed sedang melakukan normalisasi kebijakan.
Sejak tahun 2000 pengguna internet di seluruh dunia menggunakan Google sebagai mesin pencari andalan mereka. Siapa tidak tahu duet Larry Page dan Sergey Brin, dua mahasiswa Phd Stanford pendiri Google. Dengan market share yang begitu besar Google jauh melampaui pesaingnya Yahoo. Dengan melihat pangsa pasar yang sudah sedemikian besar membuat kita menjadi bertanya, mau tumbuh seberapa besar lagi? Namun nyatanya Google terus membuktikan mereka dapat bertumbuh, bahkan jauh melebihi perkiraan orang-orang paling optimis sekalipun.
Bila kita berbicara saham maka yang selalu menjadi fokus utamanya adalah pertumbuhan perusahaan. Dengan IHSG, yang merupakan kumpulan saham perusahaan terbuka di Indonesia, yang telah mencapai
level 6.000, maka mulai muncul nada skeptis yang
mengatakan IHSG saat ini sudah kemahalan. Namun nyatanya saat ini kapitalisasi IHSG hanya sebesar Rp6.500 triliun, atau setara dengan 2/3 dari kapitalisasi Google!! Maka bila pertanyaannya apakah IHSG masih bisa bertumbuh tentu jawabannya, bisa!! Masih sangat besar ruang ekonomi Indonesia untuk dapat bertumbuh. Berdasarkan kapitalisasi pasar saat ini saja IHSG masih kalah dari Thailand, negara yang memiliki PDB lebih kecil dari Indonesia. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2018 yang lebih tinggi mencapai 5,4% maka outlook untuk pertumbuhan IHSG juga sangat baik. Rekor tertinggi IHSG akan terus dipecahkan ke depannya seiring terus meningkatnya kinerja emiten.
Rekor Baru Akan Dapat Terus Dipecahkan Kontribusi Investasi Pada ekonomi Indonesia
Masih Rendah
Saham Google Terus Membuat Rekor Tertinggi
Sumber: Bloomberg, Media
Sumber: CLSA
Asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018 sebesar 5,4% tidak serta merta diamini oleh para ekonom. Menurut mereka pemerintah masih memiliki masalah yang sama untuk mendorong ekonomi tumbuh lebih tinggi lagi.
Dengan sumber penerimaan pemerintah dari pajak hanya tumbuh sekitar 10% dalam beberapa tahun terakhir, maka usaha pemerintah mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui belanja pemerintah menjadi terbatas. Usaha pemerintah untuk meningkatkan pemasukan dengan mencari sumber pajak baru justru membuat masyarakat menjadi khawatir dalam berbelanja sehingga membuat konsumsi publik menjadi tersendat. Padahal konsumsi publik masih tetap merupakan kontributor terbesar PDB Indonesia dengan menyumbangkan 55% dari total.
Mendorong pertumbuhan investasi menjadi salah satu solusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Presiden Jokowi sendiri telah menyatakan fokusnya untuk mengundang investasi sebesar-besarnya baik dari dalam maupun luar negeri.
Namun sayangnya di sisi lain pemerintah melakukan beberapa upaya intervensi yang menyebabkan ketidakpastian bisnis seperti wacana penetapan harga jual gas, semen, dan batubara. Padahal dari dunia usaha jelas salah satu concern yang paling utama diperhatikan sebelum memutuskan berinvestasi adalah konsistensi regulasi.
Diperlukan koordinasi pemerintah dalam membuat keseragaman untuk mencegah tindakan yang kontradiktif terhadap rencana utama pemerintah untuk mendorong pertumbuhan.
EQUITY MARKET
Dana Sosial dan Subsidi Pada APBN 2018
Di balik kekhawatiran pemerintah kembali mengalami kesulitan dalam meningkatkan penerimaan fiskal, perubahan kebijakan pemerintah yang terefleksi pada APBN 2018 memberikan harapan akan meningkatnya konsumsi publik di 2018.
Berdasarkan riset Mandiri Sekuritas, subsidi pemerintah untuk makanan seperti beras dan bibit dikurangi dari Rp20 triliun menjadi Rp7 triliun. Subsidi dialokasikan ke bantuan langsung sehingga dampaknya dapat langsung dirasakan masyarakat untuk dapat dikonsumsikan. Total pengeluaran untuk bantuan sosial dapat mencapai Rp80 triliun, naik 40% dari sebelumnya sebesar Rp57 triliun di 2017. Dengan ditopang consumer confidence Indonesia yang berada pada level all time high potensi konsumsi publik bertumbuh lebih dari 5% terbuka lebar.
Momen Pilkada serentak 2018 juga memberikan sisi positif dari banyaknya dana beredar yang digunakan untuk kampanye. Pengeluaran dana tersebut akan meningkatkan perputaran ekonomi dan memberikan efek pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan ditopang oleh terus membaiknya ekonomi global, termasuk Tiongkok, membuat outlook ekonomi Indonesia yang lebih positif di 2018 merupakan hal yang sangat wajar.
Dengan potensi ekonomi Indonesia bertumbuh lebih tinggi pada 2018 membuat IHSG berpeluang melanjutkan penguatan. Pada 3Q17 laba bersih IHSG tumbuh 20%, hasil yang sangat baik dan menjadi justifikasi IHSG menembus rekor baru.
Dalam menempatkan investasinya ke sebuah negara, Investor tidak lepas memperhatikan kondisi stabilitas politik negara tersebut. Di tahun yang mana terdapat peristiwa besar politik seperti pemilu membuat ketidakpastian politik meningkat.
Tahun 2018 merupakan awal tahun politik menuju pemilu presiden 2019. Satu hal yang baik dari tahun sebelum tahun pemilu adalah ekspektasi banyaknya konsumsi dan perputaran ekonomi. Berdasarkan pemilu sebelumnya, konsumsi swasta dan belanja pemerintah cenderung meningkat satu tahun sebelum pemilu berlangsung.
Pertumbuhan konsumsi swasta diharapkan bisa lebih tinggi dari pada periode pra-pemilu sebelumnya dengan mempertimbangkan adanya beberapa event besar dalam tahun depan yaitu Pilkada serentak di 17 provinsi, berlangsungnya Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang, serta awal kampanye untuk pemilihan DPR, DPD, DPRD dan presiden 2019.
Kinerja IHSG setahun menjelang pemilu presiden memang tidak terlalu baik. Pada tahun 2008 IHSG anjlok -50,37% namun faktor terbesarnya bukan karena setahun menjelang pemilu namun karena terjadi global
financial crisis. Sementara tahun 2013 kinerja IHSG
tercatat sebesar -1,66%.
Namun positifnya kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 2008 maupun 2013. Baik dari kondisi fiskal maupun makro ekonomi, ditambah kondisi ekonomi global yang mulai membaik dibanding tahun-tahun politik sebelumnya.
Outlook Ekonomi 2018 Memasuki Tahun Politik
Sumber: Bloomberg, Mandiri Sekuritas, Kementarian Keuangan Sumber: Bloomberg
Melalui sidang paripurna, DPR telah menyetujui RAPBN 2018 yang diajukan pemerintah menjadi APBN 2018. Ada beberapa faktor di dalam APBN tersebut yang yang dapat memberikan sentimen positif pada pasar obligasi tahun depan.
Asumsi makro yang dipakai pemerintah pada APBN 2018 memperlihatkan kondisi ekonomi tahun depan diharapkan akan lebih baik dari pada tahun ini. Salah satunya adalah asumsi tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi menjadi 5,4% dari 5,2% pada APBN-P 2017. Asumsi inflasi juga lebih rendah pada tahun depan yakni 3,5% dibanding 4,3% di tahun ini. Sementara rata-rata nilai tukar rupiah juga diasumsikan lebih baik pada tahun depan di level Rp13.400 dari Rp13.500.
Membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia membuka mata para investor obligasi global untuk menempatkan dananya di Indonesia yang akan meningkatkan permintaan terhadap obligasi Indonesia.
Goldman Sachs melaporkan bahwa ada kemungkinan Indonesia akan masuk ke dalam Bloomberg Global Bond Index pada tahun depan dengan besaran bobot sebesar 0,23% yang setara dengan arus dana sebesar USD4-5 miliar atau Rp54 triliun hingga Rp67 triliun.
Selain itu, demand terhadap obligasi juga akan meningkat karena adanya potensi kenaikan peringkat Indonesia oleh S&P di tahun depan seperti yang disampaikan oleh Menko Kemaritiman pada akhir Oktober lalu.
Sedangkan dari sisi supply, berdasarkan struktur RAPBN 2018 terlihat bahwa pemerintah akan menerbitkan surat utang bersih sebesar Rp414 triliun lebih rendah dari perkiraan tahun ini sebesar Rp433 triliun. Jika bercermin pada demand investor asing terhadap obligasi pemerintah Indonesia yang masih tinggi seperti pada tahun ini, ini merupakan katalis positif untuk pasar obligasi domestik.
Salah satu hal yang membuat investor asing memborong obligasi dari sebuah negara adalah nilai tukar mata uang negara tersebut. Selama mata uang negara tersebut stabil dapat dipastikan investor asing akan terus melakukan aksi beli. Nampaknya pemerintah Indonesia tahu persis hal tersebut, terlihat ketika nilai tukar rupiah melemah pada akhir September, Bank Indonesia mulai melakukan intervensi untuk stablisasi.
BOND MARKET
OUTLOOK
Better Macro Drive Less Bond Issuance Ruang Penurunan Suku Bunga Menyempit
Untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemotongan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun ini yakni pada bulan Agustus dan September. Namun di sisi lain, dampak penurunan suku bunga acuan membuat nilai tukar rupiah melemah. Hal tersebut terefleksi ketika Bank Indonesia menurunkan suku bunga pada September lalu.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 3Q17 meningkat menjadi 5,06% YoY dibanding kuartal sebelumnya, namun angka tersebut masih berada di bawah ekspektasi pemerintah maupun Bank Indonesia. Lalu apakah Bank Indonesia akan melakukan pemotongan suku bunganya kembali hingga akhir tahun ini untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi?
Menurut pandangan beberapa analis, semakin kecil kemungkinan Bank Indonesia akan memotong suku bunganya hingga akhir tahun ini dengan alasan kekhawatiran melemahnya nilai tukar rupiah.
Meski cadangan devisa Indonesia cukup besar untuk meredam gejokan pelemahan rupiah, namun melemahnya rupiah juga dapat berdampak pada current account deficit Indonesia. Hal tersebut masih menjadi alasan para agen pemeringkat untuk menilai peringkat kredit Indonesia. Dimana saat ini Indonesia masih memerlukan peringkat kredit yang baik untuk mengundang para investor asing berinvestasi Indonesia.
Langkah yang kemungkinan akan diambil oleh Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah menerbitkan kebijakan makroprudensial seperti yang pernah dijanjikan. Pelaku pasar masih menunggu realisasinya yang kemungkinan besar akan diumumkan pada RDG Bank Indonesia November ini.
Diharapkan Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, di sisi lain dengan mengeluarkan kebijakan makroprudensial (pengurangan down payment untuk sektor otomotif dan property secara spasial) dapat ikut mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Stabilnya nilai tukar rupiah dapat memicu para investor asing kembali membeli obligasi pemerintah Indonesia yang pada bulan Oktober lalu melakukan aksi jual bersih sebesar Rp23.2 triliun dari sepuluh bulan berturut-turut melakukan aksi beli. Ditambah dengan outlook inflasi Indonesia tahun depan yang lebih rendah dari tahun ini.
Rencana The Fed melakukan penyusutan balance
sheet-nya memberikan risiko baru bagi para investor
obligasi global. Tindakan melepas obligasi yang terlalu masif dapat menyebabkan kondisi over supply di pasar dan membuat yield meningkat sebelum kembali pada titik ekuilibrium. Ditambah dengan ditunjuknya Jerome Powell oleh Presiden Donald Trump sebagai pemimpin The Fed menggantikan Janet Yellen, merupakan sosok yang mendukung pengurangan kepemilikan obligasi pemerintah di dalam neraca The Fed.
Rencana Donald Trump untuk menaikkan tarif impor dan merenegosiasikan perjanjian perdagangan menciptakan ketidakpastian pada dunia usaha. Mengingat AS merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia, maka kebijakan yang diambil dapat memberikan dampak signifikan pada negara lainnya.
Janji Donald Trump untuk memangkas pajak korporasi dan individu disambut positif oleh masyarakat AS. Dampak dari pemangkasan pajak akan meningkatkan permintaan dan pada akhirnya meningkatkan inflasi melebihi inflasi rata-rata tahunan. Tingginya inflasi akan memaksa The Fed menaikkan suku bunga dan membuat harga obligasi berisiko terkoreksi.
Masih rendahnya penerimaan pajak di tengah kebutuhan dana yang besar untuk belanja pemerintah akan memperlebar defisit anggaran, yang dapat memicu meningkatnya supply obligasi di pasar.
Risiko capital outflow akan membayangi pasar keuangan di tahun ini. Harus diakui bahwa porsi kepemilikan investor asing di pasar saham maupun obligasi relatif besar. Dengan membaiknya kondisi ekonomi AS maka memperbesar tekanan outflow untuk keluar dari
emerging market yang dapat memberikan tekanan baik
di pasar saham maupun obligasi.
RISK
TO WATCH
Baiknya rilis laporan keuangan 3Q17 dimana IHSG tumbuh 20% YoY menjadi penopang untuk menembus rekor baru di 6.060. Pada periode ini investor mulai khawatir jika IHSG sudah terlalu tinggi. Namun dengan
outlook ekonomi global yang semakin baik di 2018 serta
ditopang ekspektasi pertumbuhan ekonomi 5,4% di 2018 oleh pemerintah menunjukkan besarnya potensi IHSG akan naik jauh lebih tinggi lagi di 2018. Dengan kebijakan moneter saat ini yang sangat kondusif untuk bisnis membuat kelas asset saham tetap menjadi salah satu pilihan paling tepat dalam berinvestasi ke depannya. Pandangan Kami masih bullish terhadap kelas aset saham dalam jangka menengah dan panjang, namun tetap memperhatikan risiko ketidakpastian jangka pendek dari The Fed dan kebijakan pemerintah AS. Meski investor asing melakukan aksi jual bersih pada bulan Oktober di pasar obligasi domestik Indonesia yang mengakibatkan yield naik, namun pasar obligasi saat ini dapat dikatakan masih dalam kondisi stabil mengingat inflasi tahun ini masih berada di level yang rendah yakni 3,58% YoY pada Oktober dan diperkirakan berada di bawah level 4,0% hingga akhir tahun. CDS Indonesia yang mengalami tren penurunan juga membuat daya tarik Investor asing kembali masuk ke pasar obligasi, ditambah dengan outlook inflasi tahun 2018 yang lebih rendah dari tahun ini dengan asumsi nilai tukar rupiah yang cenderung stabil. Faktor kenaikan Fed Fund Rate pada akhir Desember nanti sepertinya tidak banyak memberi dampak signifikan terhadap pasar obligasi domestik dikarenakan komunikasi yang dibangun oleh The Fed sudah sejak lama dan sesuai ekspektasi. Keputusan ECB untuk memperpanjang program quantitative easing-nya hingga tahun depan meski dengan besaran yang lebih kecil masih dapat memberikan dukungan likuiditas kepada pasar obligasi. Meski demikian total return YTD yang cukup tinggi dari instrumen obligasi membuat aksi ambil untung tidak terelakkan, dengan demikian akan lebih bijaksana jika sedikit mengurangi porsi obligasi dalam jangka pendek meski secara jangka panjang masih cukup positif. Dengan positifnya hasil laporan keuangan emiten di 3Q17 dan potensi pertumbuhan pada kelas aset saham, dengan demikian porsi kas dalam portofolio direkomendasikan untuk diturunkan untuk diinvestasikan ke dalam instrumen yang lebih berisiko.
REKOMENDASI
Based on Risk Profile
Dynamic Model Portfolio
REKOMENDASI
Pada bulan November ini AUD bergerak stabil dengan kecenderungan turun dalam range 0.7630-0.7897 seiring dengan pesimisnya pandangan dari RBA terhadap perekonomian Australia, RBA memberikan sinyal bahwa akan sulit mencapai target inflasi 2-3% sampai dengan awal tahun 2019. Suku bunga tetap dipertahankan di
level 1,5%, fokus RBA selain inflasi juga tertuju kepada
pertumbuhan upah yang masih lemah. Fokus masalah
geopolitik seperti ketegangan di semenanjung Korea juga membuat investor urung memburu aset beresiko seperti AUD.
Diperkirakan AUD/USD akan cenderung bergerak dengan rentang 0.7530-0.7750 pada kurun waktu bulan November-Desember 2017.
AUD/USD
Pergerakan USD/IDR hingga November 2017 cukup stabil dengan range antara 13450-13650 dengan dinominasikannya Jerome Powell oleh Presiden Donald Trump untuk menjabat presiden The FED berikutnya menggantikan kepemimpinan Janet Yellen disambut positif pasar karena Powell dianggap sebagai sosok yang bisa meneruskan kebijakan Yellen. Dalam statemen terbaru Powell menyatakan akan tetap memiliki kecenderungan menaikkan bunga seperti kecenderungan
USD/IDR
Fed saat ini. Data payroll dan pengangguran pada awal bulan mengalami ekspansi dibanding sebelumnya memberikan efek positif sendiri terhadap pergerakan USD.
Diperkirakan nilai tukar Rupiah akan berada di rentang 13,400-13,650, pada kisaran bulan November-Desember ini.
ANALISA
VALAS
Senator US akan meresmikan rancangan rencana pajak dalam beberapa waktu kedepan, yang diprediksi memiliki versi yang berbeda dengan House of Representatives. Perbedaan tersebut mencakup perlakuan pajak perusahaan, pemotongan pajak untuk negara dan pajak lokal, serta pajak tanah. Pergantian hukum pajak ini merupakan perubahan yang besar sejak tahun 1980-an. Senator US menyatakan bahwa akan memotong pajak korporasi dari 35% menjadi 20% pada tahun 2019 mendatang.
Nilai tukar Euro terhadap USD bergerak stabil dengan kecenderungan turun dari level tertinggi 2 tahun dengan
range 1.1555-1.1880 di bulan Oktober-November ini,
dipicu oleh keputusan ECB yang memangkas stimulus menjadi 30 miliar EUR/bulan sampai dengan September 2018 dan ada opsi perpanjangan stimulus setelah
September 2018 menyebabkan EUR melemah kembali ke level 1.1620.
Untuk jangka menengah diperkirakan EUR/USD akan cenderung bergerak dalam rentang 1.1550-1.1800 pada kurun waktu bulan November-Desember 2017.
USD/JPY
*Data di atas hanya bersifat indikatif dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi pasar.
Entry Point Profit Taking Cut Loss
USD/IDR EUR/USD GBP/USD AUD/USD USD/JPY
RECOMMENDATION
JPY masih bergerak sangat stabil pada bulan Oktober-November ini dengan range 112.95-114.75 kondisi geopolitik yang terjadi antara Korut dan US masih sebatas ancaman verbal dan dapat diantisipasi oleh pasar. BoJ juga memberikan indikasi akan tetap berkomitmen menggunakan suku bunga dan pembelian aset sebagai alat kebijakan utama untuk menghidupkan
kembali perekonomian menyebabkan JPY berpotensi kembali melemah secara signifikan untuk jangka waktu menengah dan panjang jika masalah geopolitik mulai mereda.
Diperkirakan USD/JPY akan cenderung bergerak dengan rentang 111.50-114.50 pada bulan November-Desember 2017.
GBP/USD
Pada bulan Oktober-November ini poundsterling bergerak cenderung melemah dengan 1.3040-1.3350
range dipicu oleh ketidakpastian politik di Inggris setelah
terjadi kisruh di partai konservatif dimana Theresa May mulai diragukan kredibilitasnya untuk menangani masalah Brexit. Sebanyak 40 anggota Partai Konservatif diberitakan siap menandatangani mosi tidak percaya ke Perdana Menteri Theresa May yang juga ketua partai
tersebut. Untuk kedepannya market masih menantikan proses negosiasi yang sampai sekarang masih berjalan buntu, kabar terkininya Inggris siap membayar fee sebesar 40 miliar EUR untuk Uni Eropa.
Diperkirakan GBP/USD akan bergerak dalam rentang 1.3000-1.3350 pada kurun waktu bulan November-Desember 2017.
Expected buying level 13.400 - 13.450 1.1550 - 1.1600 1.3000 - 1.3050 0.7550 - 0.7600 111.50 - 112.00 Expected selling level 13.600 - 13.650 1.1750 - 1.1800 1.3300 - 1.3350 0.7750 - 0.7800 114.00 - 114.50 Long profit taking 13.600 and above 1.1750 and above 1.3300 and above 0.7750 and above 114.00 and above Short profit taking 13.450 and below 1.1600 and below 1.3050 and below 0.7600 and below 112.00 and below Long cut loss 13.300 - 13.350 1.1450 - 1.1500 1.2900 - 1.2950 0.7450 - 0.7500 110.50 - 111.00 Short cut loss 13.700 - 13.750 1.1850 - 1.1900 1.3400 - 1.3450 0.7850 - 0.7900 115.00 - 115.50
dan perwakilannya dalam Lampiran ini selanjutnya bersama-sama disebut sebagai “Grup”. Laporan ini diterbitkan semata-mata untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu ajakan atau penawaran untuk membeli efek atau instrumen keuangan. Laporan ini telah disusun tanpa mempertimbangkan tujuan, situasi keuangan dan kapasitas untuk menanggung kerugian, pengetahuan, pengalaman atau kebutuhan orang-orang tertentu yang mungkin menerima laporan ini. Tidak ada anggota dari Grup yang melakukan atau harus melakukan penilaian kelayakan atau penyesuaian laporan untuk penerima laporan ini yang karenanya tidak mendapat manfaat dari perlindungan peraturan dalam hal ini. Laporan ini bukan nasihat atau petunjuk. Semua penerima laporan ini harus, sebelum bertindak atas dasar informasi dalam laporan ini, mempertimbangkan kewajaran/kelayakan dan kesesuaian informasi, dengan memperhatikan tujuan-tujuan mereka sendiri, situasi keuangan dan kebutuhan, dan jika perlu mencari profesional yang tepat, memperhatikan kondisi valuta asing atau nasihat keuangan tentang isi laporan ini sebelum membuat keputusan investasi. Kami percaya bahwa informasi dalam laporan ini adalah benar dan setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang cukup telah diadakan atau dibuat, berdasarkan informasi yang tersedia pada saat kompilasi, tetapi tidak ada pernyataan atau jaminan, baik tersurat atau tersirat, yang dibuat atau disediakan untuk akurasi, kehandalan atau kelengkapan setiap pernyataan yang dibuat dalam laporan ini. Setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang ditetapkan dalam laporan ini dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan, kesimpulan, pendapat atau rekomendasi yang diungkapkan oleh Grup di tempat lain. Kami tidak berkewajiban untuk, dan tidak, memberitahukan perkembangan terkini atau harus terus mengikuti informasi terkini yang terdapat dalam laporan ini. Grup tidak menerima tanggung jawab untuk setiap kerugian atau kerusakan yang timbul akibat dari penggunaan seluruh atau setiap bagian dari laporan ini. Setiap penilaian, proyeksidan prakiraan yang terkandung dalam laporan ini didasarkan pada sejumlah asumsi dan perkiraan dan tunduk pada kontinjensi dan ketidakpastian. Asumsi dan perkiraan yang berbeda dapat mengakibatkan hasil material yang berbeda pula. Grup tidak mewakili atau menjamin bahwa salah satu proyeksi penilaian atau prakiraan, atau salah satu dasar asumsi atau perkiraan, akan dipenuhi. Kinerja masa lalu bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk kinerja masa depan. Grup tidak menjamin kinerja dari produk investasi atau pembayaran kembali modal dengan produk yang didistribusikan oleh PTBC. Investasi dalam produk ini bukan merupakan simpanan atau kewajiban lainnya dari Grup atau anak perusahaannya dan setiap jenis produk investasi memiliki risiko investasi termasuk hilangnya pendapatan dan modal yang diinvestasikan. Contoh yang digunakan dalam komunikasi ini hanya untuk ilustrasi. Semua materi yang disajikan dalam laporan ini, kecuali bila ditentukan lain, berada di bawah hak cipta Grup. Tak satu pun dari materi, maupun isinya, maupun salinannya, dapat diubah dengan cara apapun, ditransmisikan ke, disalin atau didistribusikan kepada pihak lain, tanpa izin tertulis dari perusahaan terkait yang menjadi bagian dalam Grup. Grup, berikut agennya, asosiasinya dan kliennya memiliki atau telah memiliki posisi panjang atau pendek pada efek atau instrumen keuangan lainnya yang disebut di sini, dan dapat setiap saat melakukan pembelian dan/atau penjualan terhadap kepentingan atau surat berharga dalam kapasitasnya sebagai prinsipal atau agen, termasuk menjual atau membeli dari klien atas dasar pokok dan dapat terlibat dalam transaksi yang tidak konsisten dengan laporan ini. Silakan melihat website kami di www.commbank.co.id untuk informasi lebih lanjut. Jika Anda ingin berbicara dengan seseorang mengenai instrumen keuangan yang dijelaskan dalam laporan ini, silakan hubungi Call Centre kami di 15000 30 atau email kami di [email protected].