• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH MAKAN IBU SERTA PREFERENSI DAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH ANAK USIA SEKOLAH DI BOGOR ANNISA SOPHIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ASUH MAKAN IBU SERTA PREFERENSI DAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH ANAK USIA SEKOLAH DI BOGOR ANNISA SOPHIA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH MAKAN IBU SERTA PREFERENSI

DAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH

ANAK USIA SEKOLAH DI BOGOR

ANNISA SOPHIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Asuh Makan Ibu serta Preferensi dan Konsumsi Sayur dan Buah Anak Usia Sekolah di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Annisa Sophia

(3)

ABSTRAK

ANNISA SOPHIA. Pola Asuh Makan Ibu serta Preferensi dan Konsumsi Sayur dan Buah Anak Usia Sekolah di Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Tujuan umum penelitian adalah mempelajari kaitan pola asuh makan ibu dengan preferensi dan konsumsi sayur dan buah anak usia sekolah. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan teknik penarikan sampel secara

purposive sebanyak 108 sampel anak usia sekolah di SDN Cibanteng 1 Kabupaten

Bogor dan SDN Papandayan Kota Bogor. Pengukuran preferensi menggunakan skala hedonik dan konsumsi menggunakan semi-quantitative food frequency

questionnaire. Konsumsi sayur anak di kota (68.5±31.6 g/hari) lebih tinggi

dibandingkan di kabupaten (45.4±18.7 g/hari). Konsumsi buah anak di kota (166.5±67.7 g/hari) lebih tinggi dibandingkan di kabupaten (106.9±43.0 g/hari). Terdapat hubungan signifikan negatif (p<0.050) antara peran ibu dalam pemberian makan dengan konsumsi buah anak. Terdapat hubungan signifikan positif antara tingkat kesukaan 8 jenis sayur (wortel, tauge, jagung muda, jamur, daun singkong, ketimun, kacang panjang, dan caisim) dan 3 jenis buah (manggis, pir, dan jambu air) dengan konsumsinya (p<0.050).

Kata kunci: konsumsi, pola asuh makan, preferensi pangan, sayur dan buah

ABSTRACT

ANNISA SOPHIA. Mother‟s Food Parenting Practices and School-Age Children‟s Preference and Consumption of Vegetables and Fruits in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH.

The aim of this study was to learn the correlation between mother‟s food parenting practices with school-age children‟s preference and consumption of vegetables and fruits. Design of this study was cross-sectional with purposive sampling 108 school-age children in SDN Cibanteng 1 in rural area in Bogor and SDN Papandayan in urban area in Bogor. Hedonic scale and semi-quantitative food frequency questionnaire were used for measure preference and consumption of vegetables and fruits. Result showed that children‟s vegetables consumption in urban area (68.5±31.6 g/hari) was higher than rural area (45.4±18.7 g/hari). Children‟s fruits consumption in urban area (166.5±67.7 g/hari) was higher than rural area (106.9±43.0 g/hari). There was negative significant correlation (p<0.050) between mother‟s role in feeding with children‟s fruits consumption. There was positive significant correlation (p<0.050) between preference toward 8 kinds of vegetable (carrot, bean sprout, baby corn, mushroom, cassava leaf, cucumber, cowpea, and caisim) and 3 kinds of fruit (mangosteen, pear, and rose apple) with consumption of that vegetables and fruits.

Key words: consumption, food parenting practices, food preference, vegetables and fruits

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

POLA ASUH MAKAN IBU SERTA PREFERENSI

DAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH

ANAK USIA SEKOLAH DI BOGOR

ANNISA SOPHIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah pola asuh makan ibu, preferensi pangan, dan konsumsi sayur dan buah anak usia sekolah di Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang telah membimbing penulis sejak awal perumusan tema hingga selesainya karya tulis ini, juga atas segala bentuk dukungan lain yang telah diberikan.

2. Dr. Katrin Roosita, SP., M.Si sebagai dosen pemandu seminar dan penguji sidang yang telah memberikan masukan yang teramat berharga bagi penulis. 3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing dan memberikan dukungan selama menjalankan studi di Departemen Gizi Masyarakat.

4. SDN Cibanteng 1 Kab. Bogor dan SDN Papandayan Bogor yang telah bersedia menjadi mitra dalam penelitian yang dilakukan penulis.

5. Ibunda tercinta, Sri Rahayu, yang selalu memberikan kasih sayang serta teladan atas semangat menuntut ilmu, serta almarhum ayahanda, Heru Yuwono, yang juga telah memberikan kasih sayang serta peninggalan berharga sehingga putrinya bisa terus semangat melanjutkan studinya, dan juga kakak dan adik tersayang (Aria Maulana, Silva Isma, Indrawan Muhammad, dan Laila Wulanalfi) atas segala dukungan yang diberikan. 6. Andika Mohammad dan Yenny Nurfajriani sebagai rekan seperjuangan dalam

penelitian, serta teman-teman lain yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

7. Teman-teman GM 47 yang telah memberikan banyak inspirasi, semangat, ruang untuk diskusi dan berbagi, bantuan lainnya, serta penghantarannya menuju seminar, sidang, hingga lulus.

8. Saudara seperjuangan di Forkom Alims (Forum Komunikasi Alumni Muslim SMAN 1 Bogor) atas dukungan dan doa tulus, atas kesediaan menjadi tempat „pulang‟ yang menyegarkan di tengah kejenuhan.

9. Teman-teman Rakit Bambu (alumni SMAN 1 Bogor angkatan 2010) atas inspirasi dan semangat yang telah diberikan selama ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang belum disebutkan yang juga turut membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 4

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Gambaran Umum Sekolah 9

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga 10

Karakteristik Contoh 12

Pola Asuh Makan 12

Preferensi Anak terhadap Sayur dan Buah 18

Konsumsi Sayur dan Buah Anak 20

Hubungan antar Variabel 23

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(9)

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan cara pengumpulan data 6

2 Kategori untuk masing-masing variabel penelitian 7 3 Sebaran anak berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua di

kabupaten dan kota 10

4 Sebaran anak berdasarkan pendapatan dan besar keluarga di kabupaten

dan kota 11

5 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur di kabupaten dan

kota 12

6 Sebaran anak berdasarkan peran ibu dalam pemberian makan di

kabupaten dan kota 13

7 Sebaran anak berdasarkan kategori peran ibu dalam pemberian makan

di kabupaten dan kota 13

8 Sebaran anak berdasarkan pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu

di kabupaten dan kota 14

9 Sebaran anak berdasarkan kategori pengawasan makan yang dilakukan

oleh ibu di kabupaten dan kota 15

10 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan keluarga di kabupaten dan

kota 15

11 Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan keluarga di

kabupaten dan kota 16

12 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan sayur dan buah di

kabupaten dan kota 17

13 Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan sayur dan buah di

kabupaten dan kota 18

14 Rata-rata jumlah jenis sayur dan buah yang disukai anak di kabupaten

dan kota 18

15 Urutan kesukaan anak terhadap sayur 20

16 Urutan kesukaan anak terhadap buah 20

17 Urutan sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota 21 18 Urutan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota 22 19 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi sayur di kabupaten dan

kota 22

20 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi buah di kabupaten dan kota 23 21 Rata-rata jumlah jenis sayur yang disukai anak menurut kategori

komponen pola asuh makan 23

22 Rata-rata jumlah jenis buah yang disukai anak menurut kategori

komponen pola asuh makan 24

23 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi sayur dan kategori

komponen pola asuh makan 25

24 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi buah dan kategori

komponen pola asuh makan 26

25 Rata-rata jumlah konsumsi sayur menurut tingkat kesukaan anak 27 26 Rata-rata jumlah konsumsi buah menurut tingkat kesukaan anak 28

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran penelitian keterkaitan pola asuh makan ibu,

preferensi, dan konsumsi sayur dan buah 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar urutan sayur yang paling disukai anak di kabupaten dan kota 32 2 Daftar urutan buah yang paling disukai anak di kabupaten dan kota 33 3 Daftar urutan sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten

dan kota 34

4 Daftar urutan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak usia sekolah (usia 6-13 tahun) merupakan kelompok umur yang termasuk ke dalam kelompok rentan gizi, yaitu kelompok yang paling mudah menderita kelainan gizi apabila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Kelompok anak usia sekolah sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat dan memerlukan zat gizi dalam jumlah yang relatif besar sehingga kelompok anak-anak perlu mendapatkan perhatian yang besar. Perhatian tersebut dapat diberikan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan fisik atau pemenuhan kecukupan zat gizi serta pemenuhan kebutuhan psikis. Pemenuhan kebutuhan pangan pada anak-anak tidak hanya sekedar pemenuhan secara kuantitas tetapi juga kualitas (Sediaoetama 2008).

Vitamin, mineral, dan serat merupakan beberapa dari zat gizi dan non gizi yang harus dipenuhi kebutuhannya pada anak-anak. Salah satu pangan sumber zat gizi tersebut adalah sayur dan buah. Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 96.4% penduduk Jawa Barat (umur >10 tahun) kurang konsumsi sayur dan buah (Depkes 2013). Konsumsi sayuran penduduk Indonesia hanya sebesar 40.1 kg/kapita/tahun, jauh dari rekomendasi FAO sebesar 65.7 kg/kapita/tahun (Parhati 2011).

Kurangnya konsumsi sayur dan buah pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktornya adalah pemilihan makanan. Pemilihan makanan oleh anak masih banyak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu preferensi pangan. Preferensi pangan merupakan faktor penentu utama konsumsi pangan, terutama yang terjadi pada anak-anak (Fisher dan Birch 1995). Penentu konsumsi pangan ini berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa, dimana orang dewasa sudah dapat mempertimbangkan harga, nilai gizi dan atau kemudahan dalam menyiapkan makanan tersebut. Anak-anak hanya makan apa yang mereka sukai dan tidak memakan yang tidak mereka sukai (Fisher dan Birch 1999). Pérez-Rodrigo et al. (2003) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kesukaan/ketidaksukaan terhadap sayur dan buah dengan kebiasaan mengonsumsi jenis pangan tersebut pada anak-anak dan dewasa muda di Spanyol, sebagaimana terlihat juga pada penelitian Rasmussen et al. (2006) yang menguji apakah yang menjadi determinan dari konsumsi sayur dan buah pada anak-anak sekolah dan remaja. Hasilnya menunjukkan bahwa preferensi anak terhadap sayur dan buah merupakan prediksi yang signifikan terhadap konsumsi buah sayur mereka.

Penelitian telah menunjukkan bahwa preferensi pangan anak berkaitan juga dengan praktik yang dilakukan oleh orang tua, salah satunya adalah pola asuh makan ibu. Menurut Ventura dan Birch (2008), pengulangan pengalaman dengan makanan baru dan peningkatan ketersediaannya dapat meningkatkan preferensi anak terhadap makanan tersebut. Model sosial dapat mempengaruhi preferensi pangan anak. Orang tua atau pengasuh anak yang menawarkan makanan sehat dan bergizi bagi anak dengan ikut mengonsumsi makanan tersebut dengan menikmatinya akan membentuk pola makan anak yang lebih sehat. Perilaku orang tua yang sering menekan anak untuk makan berhubungan dengan perilaku memilih-milih makanan pada anak (Contento 2011).

(12)

2

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui pola asuh makan ibu, preferensi pangan terhadap sayur dan buah, serta konsumsi sayur dan buah pada anak usia sekolah. Selanjutnya, dilakukan analisis untuk melihat kaitan pola asuh makan ibu dengan preferensi dan konsumsi sayur dan buah anak serta kaitan preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah dengan konsumsi sayur dan buah anak.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar pola asuh makan ibu dengan

preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah.

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar pola asuh makan ibu dengan konsumsi sayur dan buah anak.

3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah dengan konsumsi sayur dan buah anak.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kaitan pola asuh makan ibu dengan preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah dan konsumsi sayur dan buah anak usia sekolah.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga contoh. 2. Menilai dan membandingkan pola asuh makan ibu, preferensi pangan anak

terhadap sayur dan buah dan konsumsi sayur dan buah anak usia sekolah di wilayah kabupaten dan kota.

3. Menganalisis hubungan antara pola asuh makan ibu dengan preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah; pola asuh makan ibu dengan konsumsi sayur dan buah anak; preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah dengan konsumsi sayur dan buah anak.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini harapannya dapat memberikan gambaran mengenai kaitan pola asuh makan ibu dengan preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah dan konsumsi sayur dan buah anak usia sekolah. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam penelitian yang lebih mendalam mengenai pola asuh makan, preferensi pangan, dan konsumsi sayur buah.

(13)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Konsumsi pangan ditentukan oleh banyak hal, mulai dari faktor internal (pengetahuan, sikap, preferensi), faktor sosial-ekonomi, hingga budaya. Namun, pada anak-anak, faktor penentu utama konsumsi pangan adalah preferensi pangan. Anak-anak cenderung memilih makanan yang disukai saja untuk dikonsumsi, belum memperhatikan faktor gizi, kesehatan, maupun ekonomi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa preferensi anak terhadap sayur dan buah berhubungan erat dengan konsumsi sayur dan buahnya. Studi pada anak-anak dan remaja di Spanyol menunjukkan bahwa kesukaan/ketidaksukaan terhadap sayur dan buah berhubungan dengan konsumsi sayur dan buah (Pérez-Rodrigo et al. 2003). Rasmussen et al. (2006) juga menemukan bahwa preferensi anak terhadap sayur dan buah dapat menjadi prediksi yang signifikan terhadap konsumsi buah sayur mereka.

Banyak faktor yang mempengaruhi preferensi anak terhadap sayur dan buah, antara lain karakteristik individu meliputi jenis kelamin, usia, persepsi, pengetahuan dan sikap gizi yang dimiliki seseorang dan karakteristik makanan yaitu terdiri dari rasa, aroma, dan tekstur. Preferensi pada anak-anak khususnya juga dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah (Contento 2011). Selain itu, preferensi pangan anak juga dapat dipengaruhi oleh media informasi. Studi yang dilakukan Dixon et al. (2007) menunjukkan bahwa kebiasaan anak menonton iklan di televisi berhubungan dengan preferensi pangannya. Anak lebih menyukai snack gurih atau tinggi karbohidrat ketika lebih sering terpapar iklan mengenai produk-produk tersebut di televisi.

Preferensi dan konsumsi sayur dan buah juga berkaitan dengan praktik yang dilakukan orang tua, salah satunya yaitu pola asuh makan orang tuanya. Praktik yang dilakukan orang tua dapat membentuk lingkungan makan anak di rumah. Selain itu, anak cenderung mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tua. Terdapat bukti cukup banyak bahwa kegiatan pengasuhan yang dilakukan orangtua mempengaruhi anaknya. Menurut Birch dan Fisher (1998), praktik pemberian makan dapat memberi pengaruh utama pada preferensi makan anak dan dalam mengembangkan kontrol asupan makan pada anak. Perilaku makan dipelajari anak melalui model perilaku makan orangtuanya (Cutting et al. 1999), melalui pengasuhan orangtua yang digunakan untuk membatasi perilaku anak makan (Edmunds dan Hill 1999, Fisher dan Birch 1999).

Ketersediaan sayur dan buah, baik di rumah maupun di sekolah juga berkaitan dengan preferensi dan konsumsi sayur dan buah. Anak-anak akan mencoba mengonsumsi apa yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, apa yang sering tersedia di rumah bisa saja membentuk preferensi anak terhadap pangan tersebut karena besarnya peluang anak untuk dapat mengonsumsi pangan tersebut secara berulang. Seperti yang ditemukan oleh Ventura dan Birch (2008) dalam studinya, yaitu pengulangan pengalaman dengan makanan disertai peningkatan ketersediaannya dapat meningkatkan preferensi dan konsumsi anak terhadap makanan tersebut. Kerangka pemikiran penelitian keterkaitan pola asuh makan ibu, preferensi, dan konsumsi sayur dan buah dapat dilihat pada Gambar 1.

(14)

4

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian keterkaitan pola asuh makan ibu, preferensi, dan konsumsi sayur dan buah

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan pada satu periode waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan di dua sekolah dengan karakteristik berbeda, yaitu SDN Cibanteng 1 Kabupaten Bogor yang mewakili karakteristik pedesaan dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah dan SDN Papandayan Kota Bogor yang mewakili karakteristik perkotaan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas.

Penelitian berlangsung selama tiga bulan pada bulan Mei-Juli 2014. Penyusunan proposal dan pengambilan data primer berlangsung pada bulan Mei-Juni 2014. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada bulan Juli 2014.

(15)

5

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah anak yang dipilih secara purposive dengan kriteria: 1) duduk di kelas 5 dan 6 SD; 2) memiliki ibu yang tinggal bersama anaknya; 3) orang tua bersedia menjadi responden dan mengizinkan anak untuk diwawancarai dengan mengisi dan menandatangani informed consent. Jumlah sampel minimum dihitung berdasarkan prevalensi penduduk Jawa Barat di atas 10 tahun yang terkategori kurang konsumsi sayur dan buah menurut rumus Lemeshow et al. (1997). n = Z2 (1-α/2)P(1-P) d2 n = 1.962 x 0.964 (1-0.964) 0.052 n = 54 Dimana: n = Besar sampel

Z(1-α/2) = Tingkat signifikansi pada 95% (α = 0.05) = 1.96

P = Prevalensi penduduk Jawa Barat di atas 10 tahun yang terkategori kurang konsumsi sayur dan buah

(96.4% berdasarkan Riskesdas 2013)

d = presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05) Berdasarkan perhitungan di atas maka sampel minimum yang dibutuhkan adalah 54 sampel di masing-masing sekolah. Total siswa dan orang tua yang bersedia menjadi responden adalah 63 siswa di SDN Cibanteng 1 dan 75 siswa di SDN Papandayan. Namun, siswa yang dijadikan contoh adalah siswa yang kuesionernya (baik kuesioner siswa atau ibu) terisi dengan lengkap dan jelas. Jumlah contoh terpilih dalam penelitian ini berdasarkan kelengkapan kuesionernya adalah 108 siswa (54 siswa dari SDN Cibanteng 1 dan 54 siswa dari SDN Papandayan).

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan kuesioner dan pemberian kuesioner kepada ibu contoh melalui contoh (diisi oleh ibu di rumah). Data sekunder diperoleh dari sekolah lokasi penelitian.

Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga), karakteristik contoh (jenis kelamin anak dan usia), preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah, konsumsi sayur dan buah anak, dan pola asuh makan ibu. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu gambaran umum lokasi penelitian. Tabel 1 menyajikan variabel dan cara pengumpulan data.

(16)

6

Tabel 1 Variabel dan cara pengumpulan data

No. Variabel Cara Pengumpulan Data

1. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh

Besar keluarga Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga

Pemberian kuesioner kepada ibu melalui contoh untuk diisi di rumah

2. Karakteristik contoh Jenis kelamin Usia

Wawancara langsung contoh dengan kuesioner

3. Preferensi pangan anak terhadap sayur dan buah

Suka/biasa/tidak suka

Wawancara langsung contoh dengan menggunakan skala hedonik

4. Konsumsi sayur dan buah anak Frekuensi

Jumlah

Wawancara langsung contoh dengan menggunakan

semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ)

5. Pola asuh makan ibu

Peran ibu dalam pemberian makan Pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu

Kebiasaan makan keluarga Kebiasaan makan sayur dan buah keluarga

Pemberian kuesioner kepada ibu melalui contoh untuk diisi di rumah

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, grouping, dan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft

Office Excel 2010 for Windows dan Statistical Product and Service Solution

(SPSS) for Windows versi 16.0. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistika inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Data karakteristik sosial ekonomi keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil, sedang, dan besar (BKKBN 1998). Tingkat pendidikan formal orang tua dikelompokkan sebagai tidak sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, D3/S1 dan S2/S3. Pendapatan keluarga merupakan total penghasilan yang didapatkan semua anggota keluarga (ayah, ibu, anak atau anggota keluarga lainnya) per bulannya dalam bentuk uang dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pengkategorian data pendapatan didasarkan pada garis kemiskinan (GK) Jawa Barat tahun 2014 yaitu Rp277 645/kap/bulan untuk wilayah desa dan Rp288 742/kap/bulan untuk wilayah kota (BPS 2014). Pengkategorian variabel penelitian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

(17)

7

Tabel 2 Kategori untuk masing-masing variabel penelitian

No. Variabel Kategori Sumber

1. Besar keluarga Kecil (≤4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar (≥7 orang)

BKKBN 1998

2. Pendidikan orang tua Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat D3/S1 S2/S3 -

3. Pekerjaan orang tua Tidak bekerja Buruh bangunan Buruh tani Jasa (ojeg/supir) PNS/TNI Pegawai swasta Pedagang/wiraswasta Lainnya -

4. Pendapatan keluarga Miskin (<1 GK)

Hampir miskin (1 GK-2 GK) Menengah ke atas (>2 GK)

Puspitawati 2010

5. Usia anak Anak-anak (9-12 tahun) Remaja awal (13-14 tahun) Remaja akhir (15-18 tahun)

Hurlock 2004

6. Preferensi anak terhadap sayur buah

Tidak suka Biasa Suka

Sanjur 1982

7. Konsumsi sayur <60 g/hari 60-120 g/hari ≥120 g/hari

Kemenkes 2014

8. Konsumsi buah <50 g/hari 50-100 g/hari ≥100 g/hari

Kemenkes 2014

Preferensi anak terhadap sayur dan buah dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu 1) tidak suka; 2) biasa; 3) suka. Jawaban suka diberi skor 3, biasa diberi skor 2, dan suka diberi skor 1 (Sanjur 1982). Kemudian dihitung jumlah sayur dan buah yang disukai oleh anak. Data tersebut juga diolah per pangan sayur dan buah untuk dilihat berapa persentase anak yang menyukai setiap jenis sayur dan buah.

Data konsumsi sayur dan buah dihitung dengan kesetaraan ukuran rumah tangga (URT) dan dikonversi ke dalam satuan gram. Frekuensi konsumsi sayur dan buah diolah per jenis sayur dan buah dan dikonversi menjadi kali per minggu kemudian diurutkan sayur dan buah yang paling sering dikonsumsi. Jumlah konsumsi sayur dibagi menjadi 3 kategori. Pengelompokan tersebut mempertimbangkan bahwa anjuran makan sayur dan buah untuk remaja dalam

(18)

8

Pedoman Gizi Seimbang 2014 adalah 300-400 g/hari dengan dua pertiga dari anjuran tersebut adalah konsumsi sayur (Kemenkes 2014) sehingga pengelompokan didasarkan pada sepertiga, dua pertiga, dan lebih dari dua pertiga dari angka anjuran tersebut.

Pola asuh makan diukur dengan cara pemberian skor terhadap jawaban contoh atas 20 pertanyaan berbentuk multiple choice yang diajukan. Masing-masing pertanyaan diberi skor 2 untuk jawaban tepat, 1 untuk jawaban kurang tepat, dan skor 0 untuk jawaban tidak tepat. Total nilai untuk jawaban per komponen pola asuh makan kemudian dipersentasekan terhadap jumlah nilai maksimum per komponen dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik, sedang, dan kurang (Waysima 2011).

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia setelah data dikategorikan. Analisis secara statistik inferensia diawali dengan uji normalitas untuk data kontinu, kemudian dilanjutkan dengan analisis berikut:

1. Uji beda

a. Data dengan sebaran tidak normal atau data berbentuk kategorik ordinal menggunakan Mann-Whitney: pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, besar keluarga, usia anak, peran ibu dalam pemberian makan, pengawasan makan oleh ibu, kebiasaan makan keluarga, kebiasaan makan sayur dan buah keluarga, dan jumlah jenis sayur dan buah yang disukai anak

b. Data kontinu dengan sebaran normal menggunakan independent-samples

t-test: jumlah konsumsi sayur per hari dan jumlah konsumsi buah per hari

2. Uji korelasi Spearman

Salah satu data sebarannya tidak normal atau berbentuk kategorik ordinal: hubungan pola asuh makan dengan jumlah sayur dan buah yang disukai anak, hubungan pola asuh makan dengan konsumsi sayur dan buah, dan hubungan preferensi dengan konsumsi sayur dan buah

Definisi Operasional

Anak usia sekolah adalah akhir masa anak-anak (late childhood) sebagai usia sekolah dasar berlangsung dari usia 6 hingga anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun pada perempuan dan 14 tahun pada laki-laki.

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dalam suatu atap dan bergantung pada sumber penghidupan yang sama.

Buah dan sayur adalah golongan pangan sumber vitamin, mineral, dan serat, bagian dari tanaman yang dapat berupa daun, bunga, buah, dan akar yang dapat dimakan sebagai pelengkap makan nasi atau dimakan secara terpisah. Frekuensi konsumsi sayur dan buah adalah derajat keseringan mengonsumsi

buah dan sayur dalam satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam kali/minggu.

Jumlah konsumsi sayur dan buah adalah jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi baik dalam bentuk mentah atau olahannya.

Pendapatan keluarga adalah banyaknya penghasilan atau sejumlah uang yang diperoleh suatu keluarga dengan cara menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama maupun sampingan selama satu bulan.

(19)

9

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh orang tua.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu/pengasuh yang dibagi dalam 8 jenis pekerjaan.

Pola asuh makan ibu adalah pengalaman makan ibu berupa praktik pengasuhan yang berkaitan dengan pemberian makan, meliputi peran ibu dalam pemberian makan, pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu, kebiasaan makan keluarga, dan kebiasaan makan sayur dan buah keluarga.

Peran ibu dalam pemberian makan adalah keberadaan ibu secara langsung dalam pemberian makan kepada anak, mulai dari menyiapkan hingga menyajikan makanan.

Pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu adalah praktik pengontrolan makan anak yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Kebiasaan makan keluarga adalah kebiasaan yang dilakukan keluarga dalam kegiatan makan meliputi kebiasaan makan bersama dan kondisi saat makan. Kebiasaan makan sayur dan buah keluarga adalah kebiasaan yang dilakukan

keluarga terkait makan sayur dan buah meliputi konsumsi sayur dan buah, ketersediaan sayur dan buah di rumah, aturan makan mengenai konsumsi sayur dan buah, serta variasi jenis sayur dan buah serta olahan yang ada di rumah.

Preferensi anak terhadap sayur dan buah adalah tingkat kesukaan anak terhadap sayur dan buah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Penelitian dilakukan di dua sekolah dasar, yaitu SDN Cibanteng 1 Kabupaten Bogor dan SDN Papandayan Kota Bogor. Pemilihan sekolah tersebut didasarkan atas letak dan pertimbangan kemudahan dalam melakukan penelitian.

SDN Cibanteng 1 Kabupaten Bogor terletak di Desa Cibanteng, Kabupaten Bogor. SDN Cibanteng 1 memiliki 310 siswa dan 10 guru. SDN Cibanteng 1 hanya mengelola 6 kelas, yaitu 1 kelas per angkatan dengan jumlah siswa sekitar 50 orang per kelas. Fasilitas yang dimiliki SDN Cibanteng 1 adalah 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah dan guru, 1 ruang administrasi, 1 lapangan olahraga, dan 5 bilik toilet. SDN Cibanteng 1 tidak memiliki kantin di dalam sekolah tetapi di depan sekolah terdapat warung milik warga setempat dan beberapa penjual jajanan anak-anak.

SDN Papandayan Kota Bogor terletak di jalan Papandayan 25, Babakan, Bogor Utara. SDN Papandayan memiliki 1040 siswa dan 49 guru. Terdapat 5 kelas dalam satu angkatan sehingga total kelas yang dikelola SDN Papandayan adalah sebanyak 30 kelas dengan jumlah siswa per kelas sekitar 30-35 orang. Fasilitas yang dimiliki SDN Papandayan adalah 30 ruang kelas, 2 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang tata usaha, 1 laboratorium komputer, 2 lapangan olahraga, dan 10 bilik toilet. SDN Papandayan tidak memiliki kantin di dalam sekolah tetapi di luar sekolah terdapat banyak penjual jajanan anak-anak.

(20)

10

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh meliputi pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar rumah tangga. Hastuti (2009) menyatakan bahwa institusi pertama yang dikenal oleh anak adalah keluarga sehingga kualitas anak yang terbentuk bisa dikatakan sebagai hasil dari apa yang terjadi di dalam keluarga. Pendidikan ayah dan ibu merupakan tahapan pendidikan formal yang dapat dicapai oleh ayah dan ibu. Sebaran anak berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua di kabupaten dan kota

Sosial-Ekonomi Keluarga

SDN Cibanteng SDN Papandayan

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Pendidikan Orang Tua

Tidak Sekolah 0 0.0 1 1.9 0 0.0 0 0.0 SD/sederajat 27 50.0 35 64.8 1 1.9 0 0.0 SMP/sederajat 12 22.2 12 22.2 3 5.7 8 14.8 SMA/sederajat 14 25.9 5 9.3 19 35.8 18 33.3 D3/S1 1 1.9 1 1.9 27 50.9 23 42.6 S2/S3 0 0.0 0 0.0 3 5.7 5 9.3 Total 54 100.0 54 100.0 53* 100.0 54 100.0 Pekerjaan Orang Tua

Tidak bekerja 3 5.6 38 70.4 0 0.0 26 48.1 Buruh bangunan 7 13.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Buruh tani 16 29.6 1 1.9 1 1.9 0 0.0 Jasa (ojeg/supir) 4 7.4 0 0.0 2 3.8 1 1.9 PNS/TNI 2 3.7 0 0.0 11 20.8 7 13.0 Pegawai Swasta 12 22.2 4 7.4 26 49.1 10 18.5 Pedagang/wiraswasta 8 14.8 9 16.7 10 18.9 9 16.7 Lainnya 2 3.7 2 3.7 3 5.7 1 1.9 Total 54 100.0 54 100.0 53* 100.0 54 100.0

Keterangan: *1 ayah meninggal

Terdapat perbedaan nyata tingkat pendidikan ayah (p=0.000) dan tingkat pendidikan ibu (p=0.000) di kedua wilayah

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu. Ayah yang tingkat pendidikannya mencapai sekolah menengah ke atas di kabupaten mencapai 50%, sedangkan sebanyak 64.8% ibu di kabupaten berpendidikan tingkat dasar (SD). Begitu pula di kota, persentase ayah yang mengenyam pendidikan hingga SMA ke atas (92.4%) lebih tinggi. Tingkat pendidikan ayah dan ibu di kota secara signifikan lebih tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari kebanyakan jumlah ayah di kota mengenyam pendidikan hingga D3/S1, sedangkan di kabupaten hanya berpendidikan tingkat dasar. Begitu juga dengan pendidikan ibu, sebanyak 42.6% ibu di kota mengenyam pendidikan hingga D3/S1, sedangkan 64.8% ibu di

(21)

11

kabupaten mengenyam pendidikan sampai SD. Menurut Hastuti (2009), kematangan berpikir dapat terbentuk dari pendidikan formal dan hal tersebut dapat berdampak pada kematangan sosial emosi seseorang yang nantinya dapat membentuk perilaku dalam berinteraksi dengan anaknya.

Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh ayah di kabupaten adalah buruh tani dan pegawai swasta, sedangkan di kota adalah pegawai swasta dan PNS/TNI. Sebagian besar ibu di kabupaten dan kota merupakan ibu rumah tangga (IRT) dengan persentase lebih besar di kabupaten (70.4% dan 48.1%). Jenis pekerjaan lain yang dilakukan ibu di kabupaten adalah pedagang/ wiraswasta, sedangkan di kota adalah pegawai swasta.

Rataan dari pendapatan keluarga di SDN Cibanteng 1 dan SDN Papandayan adalah Rp 269 347±206 697/kap/bulan dan Rp 1 435 315±1 192 162/kap/bulan. Sebagian besar keluarga di kabupaten berada pada kategori keluarga miskin (64.8%), sedangkan sebagian besar keluarga di kota berada pada kategori keluarga menengah ke atas (81.5%). Sebaran anak berdasarkan pendapatan keluarga terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran anak berdasarkan pendapatan dan besar keluarga di kabupaten dan kota

Sosial-Ekonomi Keluarga SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n %

Pendapatan

Keluarga miskin (<1GK) 35 64.8 4 7.4

Keluarga hampir miskin (1GK-2GK) 13 24.1 6 11.1

Keluarga menengah ke atas (>2GK) 6 11.1 44 81.5

Total 54 100.0 54 100.0

Rata-rata pendapatan±SD (Rp/kap/bulan) 269 347±206 697 1 435 315±1 192 162 Besar Keluarga

Kecil (≤4 orang) 19 35.2 37 68.5

Sedang (5-6 orang) 18 33.3 16 29.6

Besar (≥7 orang) 17 31.5 1 1.9

Total 54 100.0 54 100.0

Rata-rata besar keluarga±SD 6±2 4±1

Keterangan:

Terdapat perbedaan nyata pendapatan keluarga (p=0.000) dan besar keluarga (p=0.000) di kedua wilayah

Pendapatan per kapita per bulan di wilayah kota secara signifikan lebih tinggi dibandingkan di kabupaten (p=0.000). Perbedaan pendapatan ini dapat menyebabkan perbedaan konsumsi dari segi jenis dan jumlah pangan di kedua wilayah. Keluarga contoh di kabupaten secara merata termasuk kepada kategori keluarga kecil (35.2%), sedang (33.3%), dan besar (31.5%), sedangkan keluarga contoh di kota sebagian besar berada pada kategori keluarga kecil (68.5%). Rataan besar keluarga di kabupaten adalah 6±2, lebih tinggi dibandingkan rataan besar keluarga di kota (4±1). Sebaran anak berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 4.

(22)

12

Karakteristik Contoh

Contoh anak dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 5 dan 6 SD, berjumlah 108 siswa dengan kisaran usia antara 10-15 tahun. Sebanyak 38.9% dan 44.4% contoh di SDN Cibanteng 1 dan SDN Papandayan adalah laki-laki dan 61.1% dan 55.6% adalah perempuan. Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur di kabupaten dan kota

Karakteristik Contoh SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 21 38.9 24 44.4 Perempuan 33 61.1 30 55.6 Total 54 100.0 54 100.0 Umur Anak-anak (9-12 tahun) 6 85.2 54 100.0 Remaja awal (13-14 tahun) 7 13.0 0 0.0 Remaja akhir (15-18 tahun) 1 1.9 0 0.0

Total 54 100 54 100

Rata-rata umur±SD (tahun) 11.5±1.0 10.6±0.5

Keterangan:

Terdapat perbedaan nyata usia anak (p=0.000) di kedua wilayah

Rataan usia anak di SD kabupaten (11.5±1.0) lebih tinggi dari rataan usia anak di SD kota (10.6±0.5) secara signifikan. Terdapat contoh anak yang berada pada kategori usia remaja awal dan akhir di SD kabupaten, sedangkan seluruh anak di SD kota tergolong pada kategori usia anak-anak. Hal ini diduga berhubungan dengan umur masuk sekolah dasar yang lebih tinggi pada wilayah kabupaten.

Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan. Pola asuh meliputi siapa orang yang menyiapkan makan, praktik pemberian makan (menyuapi atau tidak), pengawasan ibu ketika tidak disuapi, penentu jadwal makan, ketetapan jadwal makan. Selain itu, pola asuh makan juga diukur melalui cara menghidangkan makanan, situasi makan, cara memberi makan, memperkenalkan makanan baru, respons jika anak menolak makanan baru, dan apakah anak menghabiskan makanan (Khomsan et al. 2013).

Peran Ibu dalam Pemberian Makan

Peran ibu biasanya yang paling banyak dalam berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak-anak. Hal ini karena ibulah yang mengatur banyak hal mulai dari mempersiapkan menu, berbelanja, memasak, menyiapkan/

(23)

13

menghidangkan makanan, mendistribusikan makanan serta mengajarkan tata cara makan terhadap anak-anaknya (Khomsan et al. 2013). Peran ibu dalam pemberian makan pada penelitian ini dilihat dari siapa yang memberi makan anak di masa kecil, menyusun, memasak, dan menyajikan makanan di rumah sehari-hari. Tabel 6 menunjukkan sebaran anak berdasarkan peran ibu dalam pemberian makan di kedua wilayah.

Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan peran ibu dalam pemberian makan di kabupaten dan kota

Peran Ibu dalam Pemberian Makan

SDN Cibanteng (%) SDN Papandayan (%)

A B C A B C

Pemberi makan masa kecil 0.0 0.0 100.0 1.9 3.7 94.4 Penyusun menu makanan di rumah 0.0 0.0 100.0 0.0 3.7 96.3 Pemasak makanan di rumah 0.0 1.9 98.1 5.6 3.7 90.7 Penyaji makanan di rumah 0.0 0.0 100.0 7.4 5.6 87.0

Keterangan: A = Pembantu; B = Anggota keluarga lain; C = Ibu

Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir semua ibu di kabupaten berperan dalam pemberian makan masa kecil, penyusunan menu makanan di rumah, proses memasak makanan di rumah, dan penyajian makanan di rumah. Sebagian besar ibu di kota juga berperan dalam pemberian makan di rumah tetapi masih terdapat peran anggota keluarga lain dan pembantu dalam proses memasak (9.3%) dan penyajian makanan (13%).

Secara keseluruhan, peran ibu dalam pemberian makan di kabupaten semuanya tergolong ke dalam kategori baik (Tabel 7). Peran ibu dalam pemberian makan di kota sebagian besar juga tergolong ke kategori baik (85.2%) tetapi masih ada yang tergolong ke dalam kategori sedang dan kurang (14.8%). Artinya, sebagian besar ibu sudah berperan secara langsung dalam memberikan makan kepada anaknya.

Tabel 7 Sebaran anak berdasarkan kategori peran ibu dalam pemberian makan di kabupaten dan kota

Peran Ibu dalam Pemberian Makan SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n % Kurang 0 0.0 4 7.4 Sedang 0 0.0 4 7.4 Baik 54 100.0 46 85.2 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata skor±SD 99.8±1.7 94.2±14.7 Keterangan:

Terdapat perbedaan nyata skor peran ibu dalam pemberian makan (p=0.013) di kedua wilayah

Bila diperbandingkan, rataan skor peran ibu dalam pemberian makan secara signifikan lebih tinggi di kabupaten daripada di kota. Hal ini mungkin berkaitan dengan jumlah ibu sebagai ibu rumah tangga di kabupaten lebih banyak daripada

(24)

14

di kota sehingga ibu bisa sepenuhnya berperan langsung dalam mengatur urusan makan di rumah.

Pengawasan Makan oleh Ibu

Pola asuh tidak hanya meliputi siapa yang menyiapkan makan dan praktik pemberian makan saja tetapi juga meliputi pengawasan ibu terhadap pola makan anaknya, termasuk ketetapan jadwal makan dan pengawasan saat ibu tidak ada di rumah (Khomsan et al. 2013). Pengawasan makan pada penelitian ini dilihat dari pengawasan ibu terhadap jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak, waktu makan, dan pengasuh jika ibu sedang tidak dapat mengawasi langsung.

Sebanyak 79.6% ibu di kota mengawasi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak. Angka tersebut lebih tinggi daripada persentase ibu di kabupaten yang mengawasi jumlah dan jenis makanan (74.1%). Namun, untuk pengawasan waktu makan, persentase ibu yang selalu mengawasi waktu makan anak lebih tinggi di kabupaten dibandingkan di kota. Sebagian besar ibu di kabupaten (66.7%) dan di kota (70.4%) mengharuskan anak untuk makan sebanyak tiga kali sehari. Lebih dari setengah ibu di kabupaten dan di kota selalu memberikan pengarahan kepada pengasuh anak saat ibu tidak ada di rumah. Persentase pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu di kabupaten dan kota dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu di kabupaten dan kota

Pengawasan Makan yang Dilakukan oleh Ibu

SDN Cibanteng (%) SDN Papandayan (%)

A B C A B C

Pengawasan jumlah dan jenis

makanan(1) 13.0 13.0 74.1 5.6 14.8 79.6

Pengawasan waktu makan(2) 1.9 24.1 74.1 0.0 46.3 53.7 Mengharuskan anak makan

sebanyak(3) 5.6 24.1 66.7 1.9 25.9 70.4

Memberikan pengarahan kepada pengasuh makan saat ibu tidak ada di rumah(4)

7.4 25.9 66.7 9.3 27.8 63.0

Keterangan: (1) : A = Tidak mengawasi; B = Hanya mengawasi jenis makanan; C = Mengawasi jumlah dan jenis makanan

(2) : A = Tidak pernah; B = Kadang-kadang; C = Selalu

(3) : A = Tidak mengharuskan; B = Minimal 2 kali/hari; C = 3 kali/hari (4) : A = Tidak pernah; B = Kadang-kadang; C = Selalu

Secara keseluruhan, pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu di kabupaten dan di kota sebagian besar tergolong ke dalam kategori baik. Artinya, ibu melakukan pengontrolan makan kepada anak dengan baik, tidak membiarkan anak tidak makan teratur, baik dari segi waktu maupun jenis dan jumlah pangannya. Bila diperbandingkan, rataan skor pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu lebih tinggi di kabupaten daripada di kota tetapi tidak berbeda secara signifikan (82.2±19.7 dan 81.5±19.2). Hal ini mungkin berkaitan dengan jumlah ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga di kabupaten lebih banyak daripada di kota sehingga ibu lebih mudah mengawasi pola makan anak. Tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.736) pada skor pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu

(25)

15

di kabupaten dan kota. Sebaran anak berdasarkan kategori pengawasan makan yang dilakukan ibu di kedua wilayah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan kategori pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu di kabupaten dan kota

Pengawasan Makan yang Dilakukan oleh Ibu

SDN Cibanteng SDN Papandayan n % n % Kurang 8 14.8 5 9.3 Sedang 13 24.1 17 31.5 Baik 33 61.1 32 59.3 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata skor±SD 82.2±19.7 81.5±19.2 Keterangan:

Tidak terdapat perbedaan nyata skor pengawasan makan yang dilakukan oleh ibu (p=0.736) di kedua wilayah

Kebiasaan Makan Keluarga

Hasil studi Neumark-Sztainer et al. (2000) terhadap remaja awal menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengindikasikan mereka makan makanan sehat bila mereka lebih sering makan bersama keluarga. Frekuensi kegiatan makan bersama dalam keluarga juga ditemukan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas makan (Neumark-Sztainer 2003). Kebiasaan makan keluarga dilihat dari kebiasaan makan bersama dan pengkondisian suasana makan.

Tabel 10 menunjukkan persentase anak berdasarkan kebiasaan makan keluarga di kedua wilayah. Sebagian besar keluarga di kabupaten memiliki kebiasaan makan bersama minimal dua kali sehari (46.3%), sedangkan keluarga di kota sebagian besar (59.3%) hanya satu kali sehari. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, keluarga di kabupaten yang tidak memiliki kebiasaan makan bersama (24.1%) lebih tinggi persentasenya dibandingkan di kota (14.8%). Sebagian besar ibu pada keluarga di kabupaten (70.4%) dan kota (61.1%) selalu berusaha mengkondisikan suasana makan yang menyenangkan di rumah.

Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan keluarga di kabupaten dan kota

Kebiasaan makan Keluarga SDN Cibanteng (%) SDN Papandayan (%)

A B C A B C

Kebiasaan makan bersama(1) 24.1 29.6 46.3 14.8 59.3 25.9 Mengkondisikan suasana makan

yang menyenangkan(2) 25.9 3.7 70.4 14.8 24.1 61.1

Keterangan: (1) : A = Tidak ada; B = Minimal 1 kali/hari; C = Minimal 2 kali/hari (2) : A = Tidak pernah; B = Kadang-kadang; C = Selalu

Sebanyak 59.3% keluarga di kedua wilayah tergolong kepada kategori sedang dan baik pada skor kebiasaan makan keluarga. Rataan skor di kabupaten sedikit lebih tinggi dibandingkan di kota. Tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.420) pada skor kebiasaan makan keluarga di kabupaten dan kota. Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan keluarga di kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 11.

(26)

16

Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan keluarga di kabupaten dan kota

Kebiasaan makan Keluarga SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n % Kurang 22 40.7 22 40.7 Sedang 10 18.6 21 38.9 Baik 22 40.7 11 20.4 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata skor±SD 66.7±34.7 64.4±28.2 Keterangan:

Tidak terdapat perbedaan nyata skor kebiasaan makan keluarga (p=0.420) di kedua wilayah

Kebiasaan Makan Sayur dan Buah di Keluarga

Orang tua mempengaruhi lingkungan makan anak-anaknya dengan berbagai cara, seperti penyediaan makanan, menjadi model perilaku makan, interaksi dengan anak dalam situasi makan (Birch dan Fisher 1998) dan melalui aturan yang diberlakukan seperti perhatian orang tua pada konsumsi gizi dan pola makan keluarga (Neumark-Sztainer et al. 1998). Oleh karena itu, jika orang tua menginginkan anak untuk sering mengonsumsi sayur dan buah, maka perlu dilakukan berbagai cara seperti penyediaan sayur dan buah di rumah, aturan makan tentang sayur dan buah, serta pemberian teladan dalam konsumsi sayur dan buah. Kebiasaan makan sayur dan buah yang dilihat dalam penelitian ini adalah ketersediaan sayur dan buah di rumah, aturan makan mengenai konsumsi sayur dan buah, edukasi yang dilakukan ibu, respon ibu saat anak tidak mau makan sayur dan buah, teladan yang diberikan ibu dan anggota keluarga lain, serta variasi jenis sayur dan buah serta olahan yang ada di rumah.

Sebagian besar keluarga di kabupaten dan kota sudah menyediakan sayur untuk setiap waktu makan di rumah, sedangkan untuk ketersediaan buah, dapat dilihat bahwa sebanyak 53.7% keluarga di kabupaten hanya menyediakan buah kurang dari dua hari dalam seminggu di rumah dan sebanyak 51.9% keluarga di kota sudah menyediakan buah setiap hari di rumah. Setengah dari ibu di kabupaten mengharuskan anak makan sayur setiap kali makan, sedangkan sebagian besar dari ibu di kota hanya mengharuskan anak makan sayur minimal satu kali sehari. Ibu di kabupaten dan di kota sebagian besar hanya mengharuskan anak untuk makan buah minimal satu kali sehari (38.9% dan 51.9%) dengan persentase lebih tinggi di kota. Sebagian besar ibu di kabupaten dan di kota selalu memberikan penjelasan mengenai manfaat mengonsumsi sayur dan buah kepada anaknya. Jika anak tidak mau mengonsumsi sayur dan buah, sebanyak 51.9% ibu di kabupaten memilih untuk membujuk anak agar mau mengonsumsi sayur dan buah, sedangkan sebanyak 53.7% ibu di kota memilih untuk menawarkan sayur dan buah/jenis olahan lain yang diinginkan anak. Sebagian besar ibu di kabupaten dan kota selalu mencontohkan untuk mengonsumsi sayur dan buah kepada anaknya, begitu pula dengan kebiasaan konsumsi sayur dan buah anggota keluarga lain, sebagian besar keluarga di kabupaten dan kota selalu mengonsumsi sayur dan buah di rumah. Variasi jenis sayur dan buah yang tersedia di rumah hanya 2-3 jenis saja pada setengah dari keluarga di kabupaten dan di kota. Variasi

(27)

17

olahan sayur dan buah, pada keluarga di kabupaten, sebanyak 59.3% memiliki 2-3 jenis variasi, sedangkan keluarga di kota sebanyak 71.1% memiliki tiga atau lebih variasi olahan sayur dan buah dalam seminggu. Tabel 12 menunjukkan sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan sayur dan buah di kedua wilayah.

Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan sayur dan buah di kabupaten dan kota

Kebiasaan makan Sayur dan Buah

SDN Cibanteng (%) SDN Papandayan (%)

A B C A B C

Ketersediaan sayur di rumah(1) 5.6 27.8 66.7 7.4 31.5 61.1 Ketersediaan buah di rumah(2) 53.7 29.6 16.7 18.5 29.6 51.9 Mengharuskan anak

mengonsumsi sayur(3) 14.8 35.2 50.0 3.7 61.1 35.2 Mengharuskan anak

mengonsumsi buah(4) 33.3 38.9 27.8 22.2 51.9 25.9 Ibu menjelaskan manfaat sayur

dan buah(5) 1.9 27.8 70.4 0.0 20.4 79.6

Jika anak tidak mau mengonsumsi sayur dan buah, hal yang

dilakukan ibu(6)

3.7 51.9 44.4 3.7 42.6 53.7 Ibu mencontohkan mengonsumsi

sayur dan buah(7) 1.9 29.6 68.5 0.0 22.2 77.8

Kebiasaan konsumsi sayur dan

buah anggota keluarga lain(8) 5.6 33.3 61.1 0.0 38.9 61.1 Variasi jenis sayur dan buah yang

tersedia di rumah(9) 51.9 25.9 22.2 50.0 31.5 18.5 Variasi olahan sayur dan buah

yang tersedia di rumah(10) 59.3 16.7 24.1 38.9 38.9 22.2

Keterangan:

(1) : A = Tidak tersedia setiap hari B = Minimal di 1 waktu makan C = Setiap kali makan

(2) : A = 2 hari/tidak tersedia dalam seminggu B = 3 hari dalam seminggu

C = Setiap hari

(3) : A = Tidak mengharuskan B = Minimal 1 kali/hari C = Setiap kali makan (4) : A = Tidak mengharuskan B = Minimal 1 kali/hari C = Minimal 2 kali/hari (5) : A = Tidak pernah B = Kadang-kadang C = Selalu

(6) : A = Memaksa anak untuk makan B = Membujuk anak untuk makan C = Menawarkan sayur dan buah/ olahan sesuai dengan yang anak mau (7) : A = Tidak pernah B = Kadang-kadang C = Selalu (8) : A = Tidak pernah B = Kadang-kadang C = Selalu

(9) : A = 2-3 jenis yang tersedia sehari-hari B = 3-5 jenis dalam seminggu

C = Beraneka ragam setiap hari (10) : A = 2-3 jenis yang tersedia sehari-hari

B = 3-5 jenis dalam seminggu C = Beraneka ragam setiap hari

Secara keseluruhan, keluarga di kabupaten sebagian besar (42.6%) tergolong kepada kategori kurang untuk skor kebiasaan makan sayur dan buah, begitu pula dengan di kota (37.0%). Jika dibandingkan, rataan skor kebiasaan makan sayur dan buah di kota lebih tinggi dibandingkan dengan di kabupaten.

(28)

18

Tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.175) pada skor kebiasaan makan sayur dan buah pada keluarga kabupaten dan kota. Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan sayur dan buah keluarga di kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran anak berdasarkan kategori kebiasaan makan sayur dan buah di kabupaten dan kota

Kebiasaan makan Sayur dan Buah SDN Cibanteng SDN Papandayan n % n % Kurang 23 42.6 20 37.0 Sedang 17 31.5 19 35.2 Baik 14 25.9 15 27.8 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata skor±SD 60.5±22.3 66.4±17.6 Keterangan:

Tidak terdapat perbedaan nyata skor kebiasaan makan sayur dan buah keluarga (p=0.175) di kedua wilayah

Preferensi Anak terhadap Sayur dan Buah

Pengukuran terhadap preferensi pangan dilakukan dengan menggunakan skala hedonik terhadap 25 jenis sayur dan 30 jenis buah yang diperkirakan dikenali oleh anak usia sekolah. Tabel 14 menunjukkan rata-rata jumlah jenis sayur dan buah yang disukai anak di wilayah kabupaten dan kota.

Tabel 14 Rata-rata jumlah jenis sayur dan buah yang disukai anak di kabupaten dan kota

Kesukaan

Jumlah Jenis Sayur dan Buah

SDN Cibanteng SDN Papandayan Rata-rata±SD Rata-rata % Kisaran Rata-rata±SD Rata-rata % Kisaran Suka Sayur 12.6±4.9a 50.3 4-24 9.7±4.9b 38.9 2-23 Buah 22.6±5.2a 75.4 11-30 19.8±6.7b 65.9 1-30 Biasa Sayur 2.3±3.6a 9.2 0-13 4.6±4.0b 18.6 0-17 Buah 3.1±4.5a 10.4 0-17 3.5±3.8a 11.8 0-12 Tidak suka Sayur 7.7±3.8a 30.7 1-17 7.4±4.3a 29.7 0-16 Buah 2.0±2.8a 6.5 0-14 3.7±4.1b 12.4 0-17

Tidak pernah mengonsumsi

Sayur 2.4±2.7a 9.8 0-10 3.2±4.2a 12.8 0-21

Buah 2.3±2.6a 7.7 0-9 3.0±5.3a 9.9 0-29

Keterangan:

Total jenis yang ditanyakan adalah 25 jenis sayur dan 30 jenis buah

a,b

(29)

19

Tabel 14 menunjukkan rataan jumlah jenis sayur dan buah yang disukai anak di kabupaten dan kota. Rataan jumlah sayur dan buah yang disukai anak di kabupaten lebih tinggi dibandingkan dengan di kota. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah sayur (p=0.003) dan buah (p=0.015) yang disukai anak di kabupaten dan kota. Rataan jumlah sayur dan buah dimana anak menyatakan biasa atau netral lebih tinggi di kota dibandingkan dengan di kabupaten. Terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah sayur yang dinyatakan biasa (p=0.000) antara kedua wilayah. Anak di kabupaten memiliki rataan yang lebih tinggi pada jumlah sayur yang tidak disukai daripada rataan anak di kota, sedangkan untuk buah yang tidak disukai, rataan anak di kota lebih tinggi dibandingkan dengan di kabupaten. Terdapat perbedaan yang nyata pada jumlah buah yang tidak disukai (p=0.010) di antara kedua wilayah. Rataan jumlah sayur dan buah yang tidak pernah dikonsumsi anak lebih tinggi di kota dibandingkan dengan di kabupaten. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada jumlah sayur dan buah yang tidak pernah dikonsumsi (p>0.05) di antara kedua wilayah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan Shi et al. (2005) di Provinsi Jiangsu, Cina, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara preferensi pangan siswa dengan sosial-ekonomi yang rendah dan tinggi. Anak yang berada di pedesaan cenderung menginginkan konsumsi sayur dan buah lebih banyak daripada anak di daerah perkotaan.

Preferensi pangan didefinisikan sebagai derajat suka atau tidak suka terhadap suatu pangan. Preferensi pangan merupakan suatu fenomena yang melekat secara dominan terhadap sikap dan dapat terpisah dari konsumsi pangan. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka preferensinya (Sanjur 1982). Preferensi memainkan suatu peran penting di dalam menjelaskan pola makanan anak-anak (Birch & Fischer 1998).

Preferensi pangan berkembang sangat awal, bahkan sejak dalam kandungan tergantung pada diet ibu (Contento 2011). Berbagai macam pilihan (preferensi) makanan merupakan hasil interaksi dari kondisi-kondisi saling mempengaruhi yang berbeda, apa yang dipilih seorang anak untuk dimakan atau apa yang membuat makanan menjadi bagian dari konsumsi anak sehari-hari adalah kumpulan atau hasil interaksi dari beberapa faktor, antara lain: keturunan (genetik), budaya, serta status sosial dan ekonomi. Hal ini merupakan suatu titik kritis sebab preferensi pangan dapat mempunyai konsekuensi kekal, artinya preferensi pangan dibentuk sejak dini dan cenderung akan tetap berlaku untuk mempengaruhi preferensi pangannya saat dewasa sehingga apa yang dipelajari seorang anak pada tahun awal kehidupannya dapat membangun berbagai macam preferensi pangannya pada saat dewasa (Contento 2011).

Preferensi anak terhadap sayur pada SDN Cibanteng 1 dan SDN Papandayan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 menunjukkan sepuluh sayur yang paling disukai oleh anak-anak di kabupaten dan di kota. Sayur di urutan teratas yang paling disukai oleh anak di kabupaten adalah kangkung (94%), sedangkan di kota adalah wortel (83.3%). Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada daftar sepuluh sayur yang paling disukai anak di kabupaten dan di kota. Urutan kesukaan anak terhadap sayur di kedua wilayah lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1.

(30)

20

Tabel 15 Urutan kesukaan anak terhadap sayur

No SDN Cibanteng No SDN Papandayan

Jenis Sayur n % Jenis Sayur n %

1 Kangkung 51 94.4 1 Wortel 45 83.3

2 Bayam 50 92.6 2 Kangkung 42 77.8

3 Wortel 49 90.7 3 Bayam 41 75.9

4 Daun singkong 42 77.8 4 Jamur 33 61.1

5 Tauge 38 70.4 5 Jagung muda 32 59.3

6 Kacang panjang 34 63.0 6 Tauge 30 55.6

7 Ketimun 34 63.0 7 Brokoli 25 46.3

8 Nangka muda 34 63.0 8 Ketimun 23 42.6

9 Jagung muda 33 61.1 9 Sawi hijau 21 38.9

10 Tomat 31 57.4 10 Caisim 20 37.0

Preferensi anak terhadap buah pada SDN Cibanteng 1 dan SDN Papandayan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan sepuluh buah yang paling disukai di kabupaten dan kota. Buah yang berada di urutan teratas yang paling disukai anak di kabupaten adalah anggur (98.1%), sedangkan di kota adalah mangga (94.4%). Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada daftar sepuluh buah yang paling disukai anak di kabupaten dan kota. Manggis, jambu air, nangka, salak, dan nanas masuk dalam sepuluh buah yang paling disukai anak di kabupaten, sedangkan di kota adalah apel fuji, pepaya, alpukat, pir, dan pisang ambon. Urutan kesukaan anak terhadap buah di kedua wilayah lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 16 Urutan kesukaan anak terhadap buah

No SDN Cibanteng No SDN Papandayan

Jenis Sayur n % Jenis Sayur n %

1 Anggur 53 98.1 1 Mangga 51 94.4

2 Mangga 53 98.1 2 Anggur 49 90.7

3 Manggis 53 98.1 3 Apel Merah 49 90.7

4 Apel Merah 50 92.6 4 Rambutan 48 88.9

5 Rambutan 50 92.6 5 Semangka 47 87.0

6 Jambu air 48 88.9 6 Apel Fuji 42 77.8

7 Nangka 48 88.9 7 Pepaya 42 77.8

8 Salak 48 88.9 8 Alpukat 41 75.9

9 Semangka 48 88.9 9 Pir 41 75.9

10 Nanas 45 83.3 10 Pisang Ambon 41 75.9

Konsumsi Sayur dan Buah Anak

Menurut Kemenkes (2014) dalam Pedoman Gizi Seimbang, anjuran konsumsi sayur dan buah untuk anak balita dan usia sekolah adalah 300-400 g sehari dengan dua-pertiga dari jumlah anjuran adalah sayur dan sisanya buah. Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi buah dan sayur dapat

(31)

21

mengurangi timbulnya penyakit, seperti kanker dan jantung. Dauchet et al. (2006) dalam studinya menemukan bahwa konsumsi sayur dan buah berhubungan signifikan negatif dengan kejadian penyakit jantung kronis. Setiap kenaikan satu porsi konsumsi sayur dan buah, terdapat penurunan risiko terkena penyakit jantung kronis sebanyak 4%. Studi yang dilakukan Boffetta et al. (2010) di 10 negara Eropa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan negatif antara risiko terkena penyakit kanker dengan konsumsi sayur dan buah yang lebih tinggi. Hasil penilaian konsumsi sayur dan buah pada penelitian ini dengan menggunakan FFQ dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Urutan sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota No

SDN Cibanteng

No

SDN Papandayan Jenis Sayur Rata-rata±SD

(kali/minggu) Jenis Sayur

Rata-rata±SD (kali/minggu)

1 Wortel 6.4±5.4 1 Bayam 5.7±4.7

2 Kangkung 5.7±5.6 2 Wortel 5.3±4.8

3 Tomat 4.9±5.0 3 Kangkung 4.2±4.6

4 Kacang panjang 4.0±4.7 4 Tauge 3.5±4.2

5 Ketimun 4.0±4.5 5 Kacang panjang 3.1±4.0

6 Bayam 3.9±3.7 6 Ketimun 2.9±4.5

7 Tauge 3.4±4.0 7 Buncis 2.7±4.2

8 Daun singkong 3.3±4.2 8 Jagung muda 2.7±4.0

9 Nangka muda 2.8±4.2 9 Brokoli 2.6±3.9

10 Buncis 2.8±4.3 10 Tomat 2.5±3.6

Tabel 17 menunjukkan urutan sepuluh sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota. Sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten adalah wortel, yaitu rata-rata dikonsumsi sekitar 6 kali per minggu. Bayam merupakan sayur yang paling sering di konsumsi di kota, yaitu rata-rata sekitar 5 kali per minggu. Anak di kabupaten dan di kota sering mengonsumsi delapan sayur yang sama dalam sepuluh sayur yang paling sering dikonsumsi meskipun urutannya berbeda. Perbedaannya hanya terdapat pada dua jenis sayur, dimana di kabupaten anak cukup sering mengonsumsi daun singkong dan nangka muda, sedangkan di kota kedua sayur tersebut tidak termasuk sepuluh sayur yang sering dikonsumsi. Brokoli dan jagung muda sering dikonsumsi anak di kota, sedangkan di kabupaten tidak. Urutan sayur yang paling sering dikonsumsi anak di kedua wilayah lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

Buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten adalah jambu biji, yaitu dikonsumsi rata-rata sekitar 4 kali per minggu. Buah pepaya merupakan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kota, yaitu dikonsumsi rata-rata sekitar 4 kali per minggu. Terdapat tiga buah yang berbeda diantara daftar urutan sepuluh buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan di kota. Jambu biji, jambu air, dan kedondong masuk dalam sepuluh buah paling sering dikonsumsi di kabupaten, sedangkan di kota tidak. Pir, melon, dan pisang ambon masuk dalam sepuluh buah yang paling sering dikonsumsi anak di kota, sedangkan di kabupaten tidak. Urutan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota dapat dilihat pada Tabel 18. Urutan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kedua wilayah lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.

(32)

22

Tabel 18 Urutan buah yang paling sering dikonsumsi anak di kabupaten dan kota

No

SDN Cibanteng

No

SDN Papandayan Jenis Buah Rata-rata±SD

(kali/minggu) Jenis Buah

Rata-rata±SD (kali/minggu) 1 Jambu biji 4.4±4.4 1 Pepaya 4.3±4.9

2 Jambu air 4.4±4.2 2 Anggur 4.0±4.6

3 Anggur 4.3±4.6 3 Rambutan 3.9±5.3

4 Pepaya 4.1±5.0 4 Mangga 3.9±4.1

5 Mangga 4.0±4.7 5 Semangka 3.9±4.7

6 Salak 3.8±4.1 6 Pir 3.7±4.9

7 Apel Merah 3.8±4.5 7 Melon 3.6±4.5

8 Rambutan 3.8±4.7 8 Salak 3.6±4.7

9 Semangka 3.8±4.8 9 Apel Merah 3.5±4.4 10 Kedondong 3.5±4.2 10 Pisang Ambon 3.2±4.9

Tabel 19 menunjukkan jumlah konsumsi sayur anak per hari di kabupaten dan di kota. Sebagian besar anak di kabupaten mengonsumsi sayur kurang dari 60 g sehari (81.5%), sedangkan sebanyak 46.3% anak di kota mengonsumsi sayur sebanyak 60 hingga 120 g sehari. Hal ini berarti sebagian besar anak di kabupaten dan di kota masih cukup jauh dari anjuran konsumsi sayur dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, yaitu sebanyak 200-250 g per hari. Anak yang mengonsumsi sayur di atas 120 g sehari hanya terdapat sekitar 9.3% di kota dan 0.0% di kabupaten. Terdapat perbedaan yang nyata pada konsumsi sayur anak (p=0.000) di kabupaten dan kota dengan rataan konsumsi sayur per hari anak di kota lebih tinggi.

Tabel 19 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi sayur di kabupaten dan kota

Konsumsi Sayur (g/hari) SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n % < 60 44 81.5 24 44.4 60-120 10 18.5 25 46.3 ≥ 120 0 0.0 5 9.3 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata±SD (g/hari) 45.4±18.7 68.5±31.6 Keterangan:

Terdapat perbedaan nyata konsumsi sayur per hari (p=0.000) di kedua wilayah

Konsumsi buah anak di kabupaten sebagian besar tergolong ke kategori 50-100 g per hari (48.1%). Sebanyak 79.6% anak di kota mengonsumsi buah sebanyak lebih dari 100 g per hari. Rataan konsumsi buah anak sehari di kedua wilayah berada di atas 100 g sehari. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak sudah memenuhi anjuran makan buah dalam PGS 2014, yaitu 100-150 g per hari. Terdapat perbedaan yang nyata pada konsumsi buah anak (p=0.000) di kedua wilayah dengan rataan konsumsi buah per hari anak di kota lebih tinggi. Sebaran anak berdasarkan konsumsi buah dapat dilihat pada Tabel 20.

(33)

23

Tabel 20 Sebaran anak berdasarkan jumlah konsumsi buah di kabupaten dan kota

Konsumsi Buah (g/hari) SDN Cibanteng SDN Papandayan

n % n % < 50 3 5.6 2 3.7 50-100 26 48.1 9 16.7 ≥ 100 25 46.3 43 79.6 Total 54 100.0 54 100.0 Rata-rata±SD (g/hari) 106.9±43.0 166.5±67.7 Keterangan:

Terdapat perbedaan nyata konsumsi buah per hari (p=0.000) di kedua wilayah

Hasil penelitian mengenai konsumsi sayur dan buah ini berbeda dengan studi yang dilakukan Rasmussen et al. (2006). Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah anak dan remaja di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak dan remaja di perkotaan.

Hubungan antar Variabel

Pola Asuh Makan dan Jumlah Jenis Sayur dan Buah yang Disukai Anak Tabel 21 menunjukkan rata-rata jumlah jenis sayur yang disukai anak menurut kategori komponen pola asuh makan. Berdasarkan Tabel 21, rata-rata jumlah jenis sayur yang disukai anak dimana skor komponen peran ibu dalam pemberian makannya tergolong pada kategori baik adalah 11.2±5.1 sayur, lebih tinggi dibandingkan rataan dimana skor peran ibu dalam pemberian makannya tergolong kepada sedang (11.0±4.2) tetapi tidak lebih tinggi dibanding dengan kategori kurang.

Tabel 21 Rata-rata jumlah jenis sayur yang disukai anak menurut kategori komponen pola asuh makan

Pola Asuh Makan Rata-rata±SD Nilai p

(r)

Kurang Sedang Baik

Peran ibu dalam pemberian makan 11.3±4.5 11.0±4.2 11.2±5.1 0.062

(0.180)

Pengawasan makan oleh ibu 11.5±4.9 12.5±4.9 10.5±5.1 0.883

(-0.014)

Kebiasaan makan keluarga 12.2±4.8 9.9±4.9 10.9±5.3 0.358

(0.089) Kebiasaan makan sayur dan buah

keluarga 12.2±4.9 9.7±4.9 11.4±5.2

0.911 (-0.011)

Rataan jumlah jenis sayur yang disukai anak pada kategori pengawasan makan oleh ibu paling tinggi berada pada kategori sedang, diikuti dengan kurang dan baik. Rataan jumlah jenis sayur yang disukai anak pada kategori kebiasaan makan keluarga paling tinggi berada pada kategori kurang, diikuti dengan baik dan sedang. Begitu pula dengan rataan jumlah jenis sayur yang disukai anak pada kategori kebiasaan makan sayur dan buah keluarga, rataan paling tinggi berada pada kategori kurang, kemudian diikuti dengan baik dan sedang. Hal ini berarti

Gambar

Gambar 1  Bagan kerangka pemikiran penelitian keterkaitan pola asuh makan ibu,  preferensi, dan konsumsi sayur dan buah
Tabel 2  Kategori untuk masing-masing variabel penelitian
Tabel 3  Sebaran anak berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua di  kabupaten dan kota
Tabel 4  Sebaran anak berdasarkan pendapatan dan besar keluarga di kabupaten   dan kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila karyawan tidak memiliki predikat good citizenship behaviour maka karyawan tersebut tidak akan bersedia bekerja melebihi apa yang seharusnya dia kerjakan sehingga

Pada aplikasi control alat elektronik menggunakan virtual keypad ini memiliki kelebihan dalam hal keakuratan pendeteksian obyek sesuai dengan range warna yang

Dalam kegiatan pengolahan data Pinjaman Modal Usaha (PMU) pada koperasi tersebut dilakukan masih dengan manual, sehingga kekuratan akan informasi pinjaman dan pengembalian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan antara sebelum dan setelah merger dan akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

4.2 Contoh jawaban siswa merumuskan masalah kurang tepat

Language is a symbol of existence of a nation. The distinction of a language could represent the vanished of specific nation or tribe. Government of every nation

Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitan tentang pergeseran kata enyong pada masyarakat Jawa di Kabupaten Batang yaitu bahwa pada masayarakat yang tinggal di daerah rural,

Quick lock : bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua