• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lap penelitian Bab 1 5 Heli tabel muncul di daftar isi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lap penelitian Bab 1 5 Heli tabel muncul di daftar isi"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masa remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertum-buhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan dimana kita sulit untuk memandang remaja itu sebagai anak-anak, namun juga tidak sebagai orang dewasa. Miller (1993) mengatakan …

may be seen in the descriptive label given in this periode of life as a “storm and

stress” period. Pada masa remaja, seseorang mengalami beberapa perubahan, baik secara fisik maupun secara psikis. Pada masa ini, terjadi perubahan dalam proses biologis, psikologis, sosiologis, budaya, dan historis (Lerner, 2002). Eisenstadt (1975:5) memandang remaja secara kultural yang digambarkan sebagai:

The transition from childhood and adolescence to adulthood, the develop-ment of personal identity, psychological autonomy and self regulation, the attempt to link personal temporal transition to general cultural image and to cosmic rhytms, and to link psychological maturity to the emulsion of definite role models – these constitute the basic elements of any archetypal image of youth. However, the way in which these various elements of any archetypal image of youth. However, the way in which these various element become crystallized in concrete figurations differ greatly from society and within of the same society.

(2)

kehidupan, dimana pembatasan-pembatasan dan peraturan-peraturan yang berlaku sering dirasakan remaja sebagai suatu peraturan yang sangat berat.

Bagi kebanyakan remaja, periode ini merupakan periode yang amat kritis, yang mungkin merupakan the best time atau the worst time. Jika remaja mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapinya secara integratif, maka ia akan menemukan jati dirinya. Sebaliknya bila gagal, ia akan berada pada krisis identitas yang berkepanjangan (Miller, 1993).

Dreyer (dalam Archer & Waterman, 1983) mengemukakan bahwa masa remaja ditandai dengan kapabilitas intelektual yang lebih tinggi seperti logika formal operasional, penalaran analitis, kognisi sosial, penalaran moral, komitmen intelektual dan etik. Kesemua pendekatan ini menggambarkan bahwa pemikiran remaja ditandai oleh peningkatan pemikiran abstrak, mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda ketika berusaha memecahkan masalah, dan menilai secara logis alternatif-alternatif ketika berusaha mencari jalan keluar dari dilema.

Menurut Marcia (1980), pembentukan identitas merupakan tugas rumit yang harus diselesaikan secara bertahap, dan tanpa disadari. Masa remaja yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah masa remaja akhir yang dikemukakan oleh Marcia (dalam Archer 1989), yaitu remaja berusia 18-22 tahun, mereka sudah memasuki perguruan tinggi, dan berada diantara SEMESTER 1 sampai 5.

(3)

mereka untuk mempertimbangkan berbagai peran. “The overall task of the individual is to acquire a positive ego identity as her or he moves from one stage

to the next”. Tugas dasar remaja adalah mengintegrasikan berbagai identifikasi yang dibawanya dari masa kanak-kanak kedalam situasi identitas yang lebih utuh (Erikson, dalam Rice,1996).

Bila remaja tidak dapat mengintegrasikan identifikasi dan peran-peran-nya, ia akan menghadapi ‘kekaburan identitas’ (identity diffusion), memiliki kepribadian yang labil, tidak memiliki sikap bagi masa depannya, dan bahkan menunjukkan ketidaktertarikan dalam berbagai hal. Erikson memandang identitas sebagai suatu konsep integratif antara individu dengan lingkungannya. Menurut Marcia (dalam Archer,1989), disebutkan bahwa identitas adalah proses dimana individu menempatkan dirinya dalam dunia sosial.

Masih menurut Marcia (1980), pembentukan identitas secara operasional dan konkrit didasarkan pada teori psikososial Erikson yaitu individu membuat suatu komitmen setelah melewati eksplorasi berbagai kemungkinan yang ada. Komitmen adalah titik kulminasi dari pembentukan identitas.

Remaja harus menetapkan identitas dirinya, siapa saya saat ini, ingin menjadi apa saya dimasa dewasa nanti. Untuk menetapkan identitas dirinya remaja harus mencari informasi berbagai alternatif-alternatif pekerjaan untuk pencapaian status identitas vokasional, dan harus memilih serta menetapkan salah satu pekerjaan yang menjadi minatnya (komitmen), dengan demikian remaja tersebut memiliki identitas achievement dalam bidang vokasional.

(4)

aktivitas eksplorasi pada remaja akhir yang mengacu pada aktivitas kognitif dan tingkah laku. Eksplorasi adalah usaha yang dilakukan remaja akhir secara aktif untuk mencari dan memahami masalah-masalah yang menyangkut pekerjaan, agama, dan politik sehingga sampai pada sebuah keputusan.

Archer (1989) mengemukakan bahwa komitmen merupakan titik akhir dari proses eksplorasi sebagai usaha pembentukan identitas. Komitmen merupa-kan aktifitas yang relatif tegas dan menarik tentang elemen-elemen identitas remaja, berperan sebagai pengarah menuju tindakan penuh arti pada sesuatu, yang dipilih dengan disertai keyakinan, kesetiaan, dan sulit untuk digoyang atau dipe-ngaruhi. Ketidakadaan komitmen menunjukkan bahwa remaja memiliki komitmen lemah dan mudah dipengaruhi serta mudah berubah.

Ada empat tipe identitas diri yaitu: 1) confusion/diffusion (tidak melaku-kan eksplorasi dan tidak membuat komitmen), 2) foreclosure (tidak melakukan eksplorasi, tetapi membuat komitmen, biasanya hal ini dipengaruhi oleh orang tua), 3) moratorium (melakukan eksplorasi, tetapi tidak membuat komitmen), serta 4) achievement (melakukan eksplorasi dan membuat komitmen).

(5)

Dalam konteks status identitas menurut Marcia, diterangkan bahwa status identitas ada empat kategori yaitu achievement, moratorium, diffusion, dan foreclosure. Empat tipe ini bergantung kepada eksplorasi dan komitmen mereka. Eksplorasi dan komitmen adalah dua proses yang ada dalam pembentukan iden-titas diri. Apakah mungkin dalam spiritualitas, remaja juga mengalami empat tipe status identitas ini? Misalnya, remaja yang secara spiritual diffusion, dia tidak melakukan eksplorasi dan tidak melakukan komitmen dalam pengalaman spi-ritualitasnya. Pertanyaan diatas adalah yang mendorong dibuatnya proposal pene-litian ini. Artinya tujuan penepene-litian ini adalah ingin mengetahui apakah remaja yang identitas dirinya moratorium, secara spiritual juga memiliki identitas

moratorium? Apakah remaja yang identitas dirinya achievement, secara spiritual juga memiliki identitas achievement? Apakah remaja yang identitas dirinya

foreclosure, secara spiritual juga memiliki identitas foreclosure? Apakah remaja yang identitas dirinya diffusion, secara spiritual juga memiliki identitas diffusion?

(6)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada hubungan eksplorasi dan komitmen dengan spiritualitas? 2. Apakah ada hubungan empat status identitas dan spiritualitas dengan

variabel demografis: jenis kelamin, usia, tingkatan kuliah, perasaan akan pentingnya menjadi religius, perasaan akan pentingnya menjadi spiritual.

3. Apakah ada perbedaan pengalaman spiritualitas antara remaja dengan status identitas yang berbeda?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui hubungan status identitas dengan spiritualitas.

2. Mengetahui hubungan status identitas dan spiritualitas dengan variabel demografis: jenis kelamin, usia, tingkatan kuliah, perasaan akan pen-tingnya menjadi religius, perasaan akan penpen-tingnya menjadi spiritual. 3. Mengetahui perbedaan pengalaman spiritualitas antar remaja dengan

status yang berbeda.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat bagi Pengembangan Teori

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengayaan teori psikologi perkembangan dan psikologi remaja.

2. Manfaat Praktis

(7)
(8)

BAB II

STATUS IDENTITAS DAN SPIRITUALITAS REMAJA AKHIR

A. TUGAS PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK REMAJA AKHIR

Para ahli perkembangan membagi masa remaja menjadi beberapa fase. Rentang usia remaja dapat berbeda-beda tergantung pada latar belakang sejarah dan budaya (Santrock, 2007), tetapi di Amerika dan kebanyakan budaya pada saat ini, usia remaja dimulai pada usia 10/13 tahun dan berakhir antara usia 18/22 tahun. Monks, Knoers, dan Haditono (1999) mengemukakan, secara global masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai dengan 21 tahun, dengan pembagian yaitu: masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Pada masa remaja ini, ada sejumlah ciri yang membedakan remaja dengan masa perkembangan yang lain. Hurlock (1980) mengungkapkan ciri-ciri masa remaja, yaitu: (1) masa remaja sebagai periode yang penting, (2) masa remaja sebagai periode pealihan, (3) masa remaja sebagai periode perubahan, (4) masa remaja sebagai usia bermasalah, (5) masa remaja sebagai masa mencari identitas, (6) masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, (7) masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan (8) masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

(9)

orangtua dan figur-figur otoritas, (2) menemukan model untuk identifikasi, (3) menerima diri sendiri, mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber yang ada pada dirinya, (4) memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada.

Dimjati (2000:152-153) menambahkan, pada masa remaja akhir, sese-orang memperoleh keseimbangan kembali dalam hidupnya. Ia mulai membuat rencana hidup yang akan dijadikan pedoman dalam perbuatan selanjutnya untuk mencapai cita-citanya. Pada masa ini, remaja akhir telah mengetahui apa yang ia kehendaki, cita-cita mana yang akan dicapai, dan nilai hidup mana yang menjadi pedoman hidupnya. Oleh karena itu, norma-norma yang telah mereka alami sangat menentukan untuk pilihan norma mana yang akan diteruskan.

B. IDENTITAS DIRI (EGO IDENTITY)

Erikson (1958, 1959, 1963, 1968, 1969) merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan krisis identitas (identity crisis). Istilah ini dikemukakannya

bahwa ”Identity as the general picture one has of oneself” dan juga “identity as a state toward which one strive”. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Miller (1993) bahwa dalam tugas perkembangan remaja, identitas merupakan

struggle of adolescence. Remaja harus berjuang mempelajari perilaku-perilaku baru, ide-ide baru mengenai dirinya dan orang lain, membuat keputusan yang penting yang akan berpengaruh terhadap kehidupannya.

(10)

apa yang mereka yakini. Atas dasar itu maka peluang-peluang untuk memainkan peran sosial baru, terbuka luas.

Bagi remaja identitas dapat dipandang sebagai hasil coba-coba yang pada akhirnya mereka dapat menetukan peran mana yang paling cocok bagi dirinya. Apabila mereka menemukan perannya dalam membuat suatu keputusan, maka ia disebut telah mencapai sence of identity. Erikson (dalam Dacey, 1997:185) mengemukakan ” if you were in state of identity, the various aspect of your self-concept would be in agreement other, they would be identical.”

1. Pembentukan Identitas Diri

Marcia (1993) mengemukakan bahwa pembentukan identitas merupakan peristiwa besar dalam perkembangan kepribadian. Peristiwa ini terjadi selama masa remaja akhir, dan merupakan tanda akhir dari masa kanak-kanak, serta diawalinya masa kedewasaan seseorang. Pembentukan identitas merupakan sintesis berbagai keterampilan, keyakinan, dan identitas masa kanak-kanak men-jadi bentuk keseluruhan yang unik dan mantap yang memberi ciri memadukan berlangsungnya masa lampau dan merupakan arah menuju masa depan.

(11)

realitas sekarang sebagai seorang pemuda yang matang, bukan sebagai kanak-kanak.

a. Eksplorasi

Menurut Marcia (dalam Archer, 1994), eksplorasi identitas adalah aktivitas eksplorasi pada remaja akhir yang mengacu pada aktivitas kognitif dan tingkah laku. Eksplorasi adalah usaha yang dilakukan remaja akhir secara aktif untuk mencari dan memahami masalah-masalah yang menyangkut pekerjaan, agama, dan politik sampai pada keputusan. Exploration (crisis) pertains to the examination of alternatives with the attention of establishing a firm of

commitment in the near future (Archer dalam Marcia, 1993:178).

Erikson (dalam Dacey, 1997:185), mengemukakan bahwa identity as a state toward which one strives. Remaja harus berusaha secara proaktif mencari berbagai informasi atau inisiatif dan motivasional dari dalam dirinya sendiri, serta harus dapat mempertimbangkan berbagai informasi yang dia peroleh dan memutuskan mana yang terbaik bagi dirinya atas dasar keyakinan pribadi.

b. Komitmen identitas

Archer (1994) mengemukakan bahwa komitmen merupakan titik akhir dari proses eksplorasi sebagai usaha pembentukan identitas. Waterman (dalam Archer, 1994:164) mengemukakan “commitment involves making a relativity firm choice about identity elements and anganging in significant activity directed

toward implementation of that choice”.

(12)

penuh arti pada sesuatu yang dipilih dengan disertai keyakinan, kesetiaan, dan sulit untuk digoyang atau dipengaruhi. Ketidakadaan komitmen menunjukkan bahwa remaja memiliki komitmen lemah dan mudah dipengaruhi serta mudah berubah.

c. Status Identitas

Berdasarkan pada gagasan teoritik Erikson mengenai pembentukan identitas pada masa remaja, Marcia (1960, 1980) adalah orang pertama yang menggunakan istilah status identitas. Marcia percaya bahwa dalam pembentukan identitas ada dua faktor yang sangat esensial yaitu “crisis and commitment”.

Untuk pilihannya Marcia mengajukan empat kemungkinan kategori ‘status’, dua status (Achievement dan Moratorium) merupakan status yang lebih tinggi dan kompleks daripada dua status yang lain (Diffusion dan Foreclosure). Kategori tersebut digambarkan dalam sebuah kuadran sebagai berikut:

(13)

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Status Identitas Diffusion

Identity confusion/diffusion. “No crisis has been experienced, but

commitment have been made” (Tidak melakukan eksplorasi, dan tidak

mem-buat komitmen). Waterman (1988) menyatakan bahwa klasifikasi ini tidak menyatakan bahwa individu yang memiliki identitas diffusion tidak punya identitas tapi hanya pikiran atau gagasan mereka secara kebetulan tertahan dan perasaan identitas mereka hanya mempunyai peran yang tidak besar dalam mengarahkan mereka di berbagai bidang. Ada kesepakatan antar para pemerhati status identitas bahwa ada beberapa subtipe dalam staus identitas

diffusion, tapi secara sistematis subtipe belum bisa dijelaskan (Waterman, 1988;192). Sekalipun beda subtipe tapi mereka pada dasarnya memiliki level perkembangan yang sama (Marcia, 1980; Waterman, 1988).

2. Status Identity Foreclosure

“No crisis has been experienced, but commitment have been made,

(14)

nilai-nilai, tujuan-tujuan, dan keyakinan yang dipegang. Ada beberapa alasan lain mengapa mereka kurang melakukan refleksi adalah a) karena dia tidak membayangkan keyakinan itu bisa dipertanyakan, b) karena masyarakatnya tidak memberikan pilihan lain, c) karena menurutnya tantangan tidak harus datang dengan menentang keyakinan orang tua (Waterman 1988). Menurut beberapa penelitian orang dengan identitas ini sangat konformis dengan masyarakat (Baumeister, 1986).

3. Status Identity Moratorium

“Considerable crisis is being experienced, but no commitment are yet

made” (Melakukan eksplorasi, tetapi tidak membuat komitmen). Orang de-ngan status identitas ini banyak melakukan pencarian terhadap banyak pilih-an keyakinpilih-an, nilai-nilai, dpilih-an tujupilih-an tapi tidak secara penuh berkomitmen terhadap satu keyakinanpun. Individu dengan identitas moratorium dianggap berada dalam krisis. Krisis ini ditunjukkan dengan banyaknya melakukan eksplorasi pemikiran, kesadaran, dan intelektual terhadap elemen-elemen identitas dan ditandai dengan memiliki perilaku yang banyak berhubungan dengan orang-orang lain. Tingkat kecemasan dan jumlah pilihan dalam krisis ini sangat berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Marcia (1980) menemukan bahwa orang yang moratorium memiliki kecemasan dan ke-bebasan yang tinggi.

4. Status Identitas Achievement

(15)

mem-buat komitmen). Identitas ini tidak diteorikan sebagai identitas yang per-manen, tetap, dan tidak tergantikan, tapi identitas ini adalah identitas terkini yang dimiliki individu. Keadaan dimana keyakinan, tujuan, dan keyakinan dirasakan nyaman dan bermakna bagi dirinya dan dorongan untuk berubah tidak diberi ruang untuk terjadi (Marcia, 1980). Orang yang achievement cenderung lebih reflektif dan memiliki stress yang rendah.

(16)

komitmen sebelumnya dan mulai eksplorasi yang baru sehingga menjadi moratorium (A→M), atau (c) atau jatuh ke status diffusion jika tidak me-nemukan komitmen yang baru. (A→D) (Waterman, 1982). Status identitas menurut banyak penelitian sebelumnya seperti self esteem dan kemandirian.

C. SPIRITUALITAS

Ada tiga peteori utama mengenai spiritualitas yang menggambarkan proses spiritualitas. Pertama, James W. Fowler (1981), Daniel Helminiak (2001), dan Ken Wilber (2000). Fowler (1981) menciptakan model perkembangan spirit-ualitas berdasarkan kepada model ego, moral, kogntif, dan perkembangan psikososial, serta melakukan penelitian empiris. Helminiak (2001) juga men-dasarkan teori perkembangan spiritualnya kepada teori perkembangan manusia dan teologi, tetapi tidak melakukan penelitian empiris. Wilber (2000) menciptakan modelnya dengan melakukan penggabungan model-model yang ada sebelumnya dalam spiritual (termasuk Fowler dan Helminiak), juga berdasarkan kepada bidang filsafat, mistik, dan perkembangan. Dalam penelitian ini difokuskan hanya kepada teori yang dikembangkan oleh Fowler (1981).

a. Teori Fowler

(17)

strukturalis, pendewasaan struktur secara bertahap mendorong perubahan kuali-tatif dalam proses berfikir seseorang.

Di bidang teologis, dia sangat mengikuti teologi multidimensional Richard Niebuhr. Bagi Niebuhr (1989), kepercayaan tidak terbatas pada konteks religius. Niebuhr menjelaskan bahwa struktur relasional kepercayaan, di samping mengenai ikatan kepercayaan dan kesetiaan antara orang dan kelompok yang bersedia menyertakan dirinya untuk terlibat dalam sebuah kelompok yang memiliki nilai dan kekuatan yang sama.

Teori Fowler terbentuk melalui penelitian empiris yang bersumber dari 259 wawancara dengan anak-anak dan orang dewasa, yang awalnya dilakukan di Amerika (Fowler, 1981; Fowler & Dell, 2004). Persentase perbedaan jenis kelamin responden adalah setara (50% laki-laki dan 50% perempuan). Namun pemeluk agamanya kurang seimbang dalam mewakili populasi Amerika. Dalam sampel awalnya, yang beragama Protestan sebanyak 45% subyek, 36,5% Katolik, 11,2% Yahudi, 3,6% Kristen Ortodoks, dan 4,6% yang lain-lainnya (Fowler & Dell, 2004).

Fowler (1981) mendasarkan modelnya tentang kepercayaan karena dia meyakini bahwa kepercayaan, dibanding dengan keimanan atau agama, adalah kategori yang paling fundamental dalam pencarian orang berkaitan dengan hal yang transenden. Kepercayaan, secara umum merupakan istilah universal bagi semua manusia, yang di mana-mana memiliki kemiripan, sekalipun bentuk dan isi praktisnya sangat beragam.

(18)

manusia. Menurutnya, kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menun-jukkan hubungan antara individu dengan alam semesta. Perkembangan tahap spiritualitas yang dia teorikan dia yakini pasti dialami oleh manusia. Selain itu dia menyatakan bahwa penentuan tahap perkembangan spiritual seseorang tidak ber-kaitan dengan penilaian terhadap kepercayaan seseorang (Fowler & Dell, 2005).

Tahap awal spiritual Fowler adalah tahap awal yang terjadi mulai dari bayi dalam kandungan sampai usia dua tahun. Kepercayaan yang samar adalah ciri “mutualitas dan kepercayaan/trust” atau “tidak adanya kepercayaan” yang berkembang dalam tahap ini; yang mengendalikan perkembangan kepercayaan (Fowler 1981). Selama periode ini, perkembangannya lebih kepada neurologis dan fisikal dibanding dengan tahap-tahap lainnya. Masa transisi ke tahapan selanjutnya bermula ketika bayi mulai menggunakan bahasa, cerita, dan permainan ritual (Fowler, 1981).

Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap, yaitu (a) kepercayaan intuitif-proyektif (intuitive-projective faith) yang terjadi pada masa anak-anak awal, usia 2 sd. 6 tahun; (b) kepercayaan mitikal-literal (mythic-literal faith) terjadi pada masa anak-anak akhir, usia 7 sd. 11 tahun; (c) kepercayaan sintetik konvensional (synthetic-conventional faith) terjadi pada masa remaja, usia 12 sd. 20; (d) kepercayaan individuatif-reflektif (individuation/ reflective faith)

terjadi pada masa dewasa awal, usia 20 sd. 40; (e) kepercayaan konjungtif

(19)

Pada tahap pertama, kepercayaan intuitif-proyektif (usia anak-anak awal atau 2-6 tahun), masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari ketidaksadaran. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya dengan realitas yang sesungguhnya. Anak-anak dalam tahapan ini menggabungkan elemen-elemen cerita dan gambar yang mereka terima dari lingkungannya yaitu keluarga dan budaya, untuk menciptakan cara imajinatif mereka sendiri gambaran tentang Tuhan dan apa yang dia takutkan (Fowler, 1981). Hal ini juga terjadi waktu di mana pemerolehan makna didasarkan kepada pengamalan emosional dan perseptual mulai muncul sebagai peningkatan penguasaan dan penggunaan bahasa (Fowler & Del, 2004). Selain itu anak-anak pada tahap ini mulai mengalami pengalaman eksistensial berkaitan dengan kematian dan bahaya, kurang mampu mengambil persepktif yang sederhana, dan tidak bisa membedakan antara fantasi dan realitas. Dalam tahap ini perasaan yang dalam kepada kepercayaan atau perkembangan religius dapat terinternalisasi dan bertindak sebagai agen yang memberi informasi secara positif atau negatif di sepanjang hidup.

(20)

perasaan, sikap, dan pengendalian diri belum berkembang (Fowler & Del, 2004). Selain itu, pandangan mereka tentang Tuhan (kekuatan yang lebih besar) bekerja dalam konteks peraturan atau orang tua yang menerapkan keadilan dan hukuman. Faktor pertama yang membawa kepada tahap ketiga adalah kontradiksi dalam cerita-cerita yang memancing pemikiran atas makna-makna.

Pada tahap ketiga, kepercayaan sintetik-konvensional (usia remaja), se-seorang mengembangkan karakter kepercayaan terhadap kepercayaan yang di-milikinya. Ia mempelajari sistem kepercayaannya dari orang lain di sekitarnya, namun masih terbatas pada sistem kepercayaan yang sama. Sekalipun tahap ini muncul ketika remaja, bisa saja akan menetap dan permanen di sepanjang masa dewasa jika keseimbangan dalam tahap ini tidak pernah terganggu (Fowler, 1981). Menurutnya (1981) tahap tiga adalah sebuah tahap konformitas dimana mereka sangat menuntut harapan dan penilaian yang kuat dari oang lain dan belum cukup jelas identitas dan penilaian mandiri mereka untuk membangunn dan menjaga pandangan yang independen.

Dalam tahap sintetis-konvensional, pandangan interpersonal mulai mun-cul. Kapasitas untuk menilai pandangan orang lain, dan khususnya teman sebaya mereka, dapat membuat remaja sangat sensitif dengan pandangan orang lain.

(21)

lain. Menurut Fowler, ada dua faktor penting yang menandai tahapan ini.

Pertama, individu harus mampu merefleksikan secara kritis keyakinan, nilai, dan komitmen yang telah dibentuk pada tahap sebelumnya, sintetik-konvensional.

Kedua, individu harus berjuang di sepanjang masa moratorium (mengambil istilah Marcia) untuk mengembangkan identitas diri yang didasarkan kepada kemampuan untuk berfikir secara independen pandangan-pandangan yang ditanam sebelum-nya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan selama tahapan ini sama dengan per-tanyaan eksistensial yang dihadapi oleh individu selama moratorium: Siapa kamu jika kamu bukan anak, siswa, teman, pekerja, dan seterusnya? Semua keyakinan yang dipegang sebelumnya dipertanyakan, keyakinan dan kepercayaan lain mulai dilihat untuk mempertimbangkan kemungkinan apakah nilai-nilai tersebut layak dipegang. Setelah terjadi eksplorasi ini, kepercayaan awal individu bisa saja di-tinggalkan atau ditolak, tapi jika dipertahankan, maka akan disertai dengan pilihan intensional (Fowler & Dell, 2004). Pengalaman spiritual remaja pada tahapketiga

dan sebagian tahap keempat akan diteliti dalam penelitian ini.

(22)

memantapkan perkembangan dan pemahaman (Fowler & Dell, 2004). Gambaran singkatnya tahap ini adalah kemampuan untuk menghadapi dan memahami paradoks di sepanjang hidup. Pemahaman ini seringkali memunculkan keinginan untuk berhubungan dengan Tuhan (atau kekuatan yang lebih tinggi) dengan cara-cara yang baru dan berbeda.

Pada tahap keenam, kepercayaan universal (usia tua hingga meninggal), terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transendensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksial. Orang yang pada tahap ini melihat semua orang sebagai makhluk yang harus ditolong dan diasuh, tidak per-duli jenis kelamin, etnis, usia, kelas sosial, agama, keyakinan politik, dan status ekonominya. Dia datang sebagai rahmatan lil alamin (mengambil istilah Islam). Orang ini tetap hidup sebagai manusia yang memiliki keterbatasan dan inkon-sistensi, tapi keinginan dan tindakannya sangat berbeda yaitu melihat semua orang bahagia. Tahap enam ini dianggap luar biasa, hanya beberapa orang saja yang mencapai tahapan ini, seperti Gandhi, Martin Luther King, dan Ibu Teresa (Fowler, 1981). Menurut Fowler, kebanyakan manusia berhenti pada tahap 4, dan kebanyakan tidak pernah mencapai tahap 5 dan tahap 6 (Hasan, 2006: 298).

b. Teori Daniel Helmeniak

(23)

men-Loevinger dan model perkembangan kepercayaan Fowler. Helmeniak (1987) menyatakan, teori perkembangan Fowler dan Loevinger mencakup aspek-aspek perkembangan manusia yang sangat luas dan pengantar yang jelas tentang empat karakteristik perkembangan spiritual yang dia ciptakan tidak bertentangan dengan teori keduanya, tapi melengkapi dan menegaskan teori Fowler dan Loevinger. Dia meyakini bahwa perkembangan spiritual harus dilihat dengan kacamata yang sama dengan model perkembangan lain seperti perkembangan ego dan perkem-bangan moral.

Helmeniak (1987) mendefinisikan perkembangan spiritual dengan empat karakteristik: 1) prinsip intrinsik transendensi-diri yang otentik, 2) keterbukaan subyek terhadap prinsip ini, 3) integritas atau keutuhan subyek dalam bertanya, dan 4) seorang dewasa yang kritis dan tanggung jawab. Love (2002) lebih jauh menjelaskan bahwa yang dimaksud Helemeniak “otentik” adalah orang yang selalu berkomitmen untuk terbuka, bertanya, jujur, dan memiliki niat yang baik”. Seperti Fowler, Helmeniak (1987) menyatakan spiritualitasnya bukan sebuah fenomena agama, tapi sebuah fenomena manusia. Dia menyadari bahwa Tuhan adalah sentral dalam spiritualitas sebagian besar orang, tapi dia menekankan bahwa spiritualitas adalah komponen dasar manusia dan beragam agama hanyalah beragam cara dalam mengekspresikannya (Helmeniak, 1996).

(24)

konformis”. Tahap ini dicirikan dengan perasaan yang mendalam dan pandangan yang sangat rasional, menerima dasar otoritas eksternal dan didukung oleh pene-rimaan orang lain. Ciri ini menyebabkan adanya keterbukaan kepada konsep bahwa remaja dapat mengalami pengalaman spiritual.

Teori spiritual Helmeniak mencakup lima tahap: Conformist, Conscien-tious/Conformist, Conscientious, Compassionate, dan Cosmic. Helmeniak (1987:78) percaya bahwa “perkembangan spiritual bisa muncul jika mulai me-ninggalkan Tahap Konformis (teori Loevinger, 1976) atau Synthetic-Conventional (teori Fowler, 1981), tapi perpindahan tahap itu sulit dan beresiko. Menurut teori Helmeniak perpindahan ini idealnya terjadi di masa dewasa awal, tapi jarang sekali terjadi ada pengabaian spiritual hingga usia baya.

Jarang juga terjadi orang terus berada pada Tahap Conformist atau Synthetic Convenstional atau terus berada pada level transisi (Conscienti-ous/Conformist) atau Self Aware (Loevinger) atau Tahap 3 dan 4 di sepanjang hidupnya. Tahap ini dicirikan dengan kemampuan seseorang untuk memegang teguh agama warisan dan mulai mempertanyakan dan mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keyakinan. Menurut Love (2002:361-362) dua tahap ini me-wakili pengalaman remaja yang bergerak dari tahap pencarian pengakuan dan pengarahan dari lingkungan eksternal dalam pembuatan pemaknaan menuju kesadaran diri dan kebebasan diri.

c. Ken Wilber: Model Integral

(25)

Trans-spiritual. Sekalipun dianggap memiliki pandangan filosofis yang sangat kuat, dia telah memancing pendukung dan kritikus sekaligus terhadap karya-karyanya. Model integral Wilber adalah sebuah model yang kompleks yang menggabungkan beberapa model dari beberapa bidang dan dikumpulkan menjadi lima bagian: kuadran, garis, tipologis, kondisi, dan level/tahap (Wilber, 2000).

Wilber menjelaskan bahwa tidak hanya ada satu garis perkembangan seperti ego atau kognitif, tapi ada sekitar dua lusin garis seperti kognisi, moralitas, kreativitas, emosi, ego, identitas kelamin, dan spiritualitas dan tidak ada satu garispun yang bisa diklaim lebih berpengaruh daripada yang lainnya. Menurut Wilber, garis-garis ini relatif independen, yang berarti bahwa bagi sebagian besar orang dapat saling berkembang satu sama lain, pada level yang berbeda, dengan dinamika yang berbeda, dan pada waktu yang berbeda. Pada dasarnya orang bisa memiliki taraf tinggi secara kognitif, sedang pada kreativitas, dan rendah secara emosional pada saat yang sama. Sekalipun masing-masing garis independen, tapi garis-garis itu saling berhubungan.

(26)

memiliki tahap perkembangan yang lebih stabil. Teori ini membuka peluang bagi remaja untuk memiliki pengalaman spiritual yang lebih tinggi yang mungkin tidak dialami oleh orang yang sudah sampai kepada tahap spiritual yang lebih atas.

D. SPIRITUALITAS REMAJA

Spiritualitas remaja, menurut Fowler (1981), berada dalam tahap tiga atau synthetic-conventional faith. Dalam tahapan ini yang dimulai pada masa remaja, keyakinan remaja bisa menjadi permanen pada masa dewasa jika tidak ada tantangan atau hambatan dalam masa remaja. Menurut Fowler (1981) tahapan ketiga ini adalah tahapan seorang yang konformis. Remaja menjalani keyakin-annya karena ada tuntutan dan penilaian orang lain dan belum memiliki pegangan yang kuat sebagai individu yang mandiri yang menjadi identitas dirinya. Dalam tahapan ini pandangan interpersonal sangat kuat sekali mengambil peran. Pandangan orang lainlah yang menjadi dorongan mereka menjalani keyakinannya, khususnya teman sebayanya. Nilai-nilai yang dimiliki teman-temannya sangat mengusik remaja untuk memilikinya dan menerapkan nilai-nilai yang dimiliki oleh para temannya (Fowler & Dell, 2004). Keadaan ini membuat para remaja sangat tergantung kepada orang lain, kepada keyakinan dan prinsip-prinsip yang dimiliki dan dijalankan oleh orang lain, terutama teman sebaya. Mereka melaku-kan ini sebagai afirmasi identitas mereka (Fowler & Dell, 2004).

(27)

keyakinan atau spiritualitasnya. Mereka menjalankan keyakinan karena sudah menjadi mafhum bahwa remaja harus menjalankannya tanpa harus ada bantahan atau sifat kritis. Remaja yang foreclosure memiliki sebuah ideologi tapi tidak pernah ada keinginan untuk mengkritisi ideologinya, bahkan tidak sadar akan ideologi yang dia miliki.

(28)

E. TEMUAN TEORITIS DAN EMPIRIS HUBUNGAN IDENTITAS DAN SPIRITUALITAS

Para pencipta teori perkembangan seperti Erikson (1950), Fowler (1981), Lerner dkk. (2003), Lerner & Alberts, dkk. (2005), Marcia (1980); semua menyatakan bahwa sangat mungkin pada remaja untuk melakukan eksplorasi dan komitmen kepada ideologi dan nilai-nilai seperti spiritualitas. Sebaliknya, Helmeniak (1996) menyatakan bahwa spiritualitas tidak akan muncul sampai masa dewasa. Selain itu, Lerner, Alberts dkk. (2005), Fowler (1981), Helmeniak (1996), serta Wilber (2000) setuju bahwa seperti perkembangan identitas, spiritu-alitas adalah perilaku manusia yang sangat jelas keberadaannya.

(29)

spiritualitas sebagai konformitas atau sekedar menjalani aturan yang ditetapkan oleh agama yang dianutnya agar diterima oleh lingkungannya. Status identitas

religius moratorium dialami seseorang jika orang itu mulai mempertanyakan keyakinan religius mereka. Eksplorasi dalam identitas religius moratorium sangat penting dalam membentuk sebuah identitas yang terinternalisasi dan utuh. Identitas status religius achievement terjadi jika seseorang melakukan eksplorasi nilai dan keyakinan, kemudian nilai-nilai itu merasuk dan menyatu menjadi dirinya. Perubahan dari satu identitas ke identitas yang lain tidak linier. Identitas diffusion bisa langsung berubah ke achievement atau sebaliknya.

(30)

Mormon dan sisanya adalah religius kedaerahan yang lain. Dengan demikian kereligiusan mereka tidak berdasarkan kepada Katolik dan Protestan. Mereka juga menemukan bahwa kehadiran ke gereja bukan merupakan bukti komitmen iden-titas mereka. Penelitian terakhir adalah Fulton (1997) yang meneliti hubungan antara status identitas, orientasi religius, dan prasangka anti Kulit Hitam dan Homoseksual pada 176 orang Kaukasia, lulusan S1 Christian Liberal Arts College di California Utara. Penelitian ini menggunakan Extended Objective Measure of Ego-Identity Status (EOM-EIS) (Adams dkk. 1989), The Revised Age Universal Intrinsic-Extrinsic Measure (Gorsuch & McPherson, 1989). The Quest Scale (Q) (McFarland, 1989) dan alat ukur sikap anti-Kulit Hitam dan antihomoseksual. Peneliti ini mengajukan empat hipotesis: (a) partisipan dengan identitas achieved akan memiliki skor Intrinsic yang tinggi, skor Quest yang rendah, dan skor prasangka yang rendah daripada status identitas yang lain, (b) identitas mora-torium akan memiliki skor Q yang tinggi, skor I yang rendah, dan skor prasangka yang rendah, (c) identitas foreclosure akan memiliki social ekstrinsik (Es) dan ekstrinsik personal (Ep) yang tinggi, skor Q yang rendah, dan skor prasangka yang tinggi, dan (d) identitas diffusion akan memiliki skor I yang rendah dan skor prasangka yang tinggi. Hasilnya hampir semua hipotesis di atas terbukti dalam penelitian ini.

(31)

Ada dua pendapat mengenai hubungan antara status identitas dan spiritualitas. Pertama, Erikson (1950), Fowler (1981), Lerner dkk. (2003), Lerner, Alberts dkk., (2005), dan Marcia (1980) yang berpendapat bahwa ada potensi dalam remaja untuk memiliki komitmen dan eksplorasi dalam perkembangan spiritualitas mereka. Sebaliknya, Helmeniak (1996) menyatakan bahwa tidak ada eksplorasi dan komitmen pada remaja dalam hal spiritualitas. Dia berpendapat bahwa pada masa dewasalah mulai berkembang spiritualitas yang sebenarnya. Memang pada masa apapun akan berkembang spiritualitas, tapi spiritualitas yang sebenar-benarnya berkembang ada pada masa dewasa.

F. KERANGKA BERPIKIR

(32)

meng-ancam validitas penelitian juga menciptakan kesulitan bagi penemuan validitas konstruk. Hasil dari penelitian ini akan menambah pembahasan untuk pencarian kejelasan yang lebih jauh. Untuk penelitian ini, hubungan antara identitas dan spiritualitas dipahami saling berkaitan (Benson, Roehkepartin, & Rude, 2003) dan begitu juga dengan konsep spiritualitas dan religiusitas, saling berkait, tapi tidak sampai saling bergantung satu sama lain (Elkins, Hedstrom, Hughes, Leaf, & Saunders, 1998).

Erikson (1959) menyatakan bahwa selama masa remaja wacana pem-bentukan identitas adalah proses yang mencakup pempem-bentukan makna yang abstrak. Dengan kata lain, proses perkembangan identitas adalah puncak dari kemampuan untuk mencari dan menghubungkan zat yang berada di atas diri. Lerner, Alberts dkk. (2005) memperluas rumusan teori Erikson bahwa proses ini, pembuatan makna abstrak dan pembuatan makna abstrak dan menghubungkan dengan zat yang lebih tinggi, pada dasarnya adalah spiritual.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan desain cross-sectional dan deskriptif dengan tiga instrumen kuesioner yaitu 1) kuesioner untuk mengungkap informasi demografis dari partisipan, 2) Ego Identity Process Questionnaire (EIPQ, Balistreri dkk., 1995), dan 3) Human Spiritual Scale (Wheat, 1991). Desain survey meneliti sebuah sampel dari sebuah populasi untuk memperoleh deskripsi kuantitatif tentang kecenderungan, sikap, atau opini sebuah populasi. Survey digunakan di banyak bidang ilmu, termasuk poendidikan, kesehatan, ekonomi, dan psikologi (Fink, 2003). Survey yang baik memiliki enam karakter, tujuan yang bisa dicapai dan spesifik, desain penelitian yang jelas, populasi dan sampel yang bisa di-jangkau, instrumen yang reliabel dan valid, analisis yang tepat, dan pelaporan hasil yang akurat (Fink, 2003).

Disini, alasan pengambilan metode survey sebagai metode penelitian adalah karena dengan survey dapat dilakukan generalisasi pada sebuah populasi dengan beradasarkan kepada sampel yang kecil dan dengan cepat dapat mem-peroleh data yang besar dan beragam.

B. SUBYEK PENELITIAN

(34)
[image:34.595.135.490.130.290.2]

Tabel 3.1

Daftar Jumlah Subyek di Setiap Fakultas

Fakultas Subyek

Ilmu Pendidikan 74 orang

Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 63 orang

Pendidikan Bahasa dan Seni 67 orang

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 64 orang

Pendidikan Olahraga dan Kesehatan 60 orang

Pendidikan Tekonologi dan Kejuruan 70 orang

Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam 68 orang

C. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai bulan September 2009. Lokasi penelitian adalah Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

D. INSTRUMEN

Ada tiga kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1) kue-sioner untuk mengungkap informasi demografis dari partisipan, 2) Ego Identity Process Questionnaire (EIPQ, Balistreri dkk., 1995), yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia yang digunakan untuk menentukan status identitas partisipan, 3) Human Spiritual Scale (Wheat, 1991) yang juga telah diadaptasi ke bahasa Indonesia yang didesain untuk mengukur seberapa tinggi tingkat spiritualitas partisipan.

1. Kuesioner Demografis

(35)

diri mereka sendiri apakah religius atau spiritual dan kedua-duanya sekaligus. Selain itu juga diminta informasi tentang jenis kelamin dan usia.

a. Ego Identity Process Quetionaire

Skala ini terdiri dari dua subskala yaitu skala eksplorasi dan komitmen. Dalam dua skala tersebut akan ditentukan mahasiswa yang memiliki tingkat eksplorasi rendah dan tinggi dan komitmen rendah dan tinggi. Skala ini terdiri dari 32 item dengan msing-masing 16 item untuk subskala eksplorasi dan komit-men. Skala menggunakan skala Likert dengan lima kategori jawaban.

Skala ini telah melalui analisis item dengan teknik korelasi item-total terkoreksi dan analisis reliabilitas dengan metode Alpha. Item-item dalam eksplorasi yang layak digunakan adalah 10 item dan demikian juga dengan item-item dalam skala komitmen. Selain itu, reliabilitas kedua skala juga diperoleh melalui SPSS dengan tingkat reliabilitas yang sedang. Berikut adalah korelasi item total 10 item final dan estimasi reliabilitas skala ini:

1) Analisis Item dan Reliabilitas Skala Eksplorasi

Tabel 3.2

Analisis Item dan Reliabilitas Skala Eksplorasi

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

(36)

N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 42.7978 37.5840 6.1306 10 Item-total Statistics

Scale Scale Corrected

Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 37.5957 30.8836 .3260 .6637 VAR00002 39.2086 28.3249 .3236 .6749 VAR00005 37.7613 32.5226 .4184 .6517 VAR00008 38.6129 31.2378 .3820 .6526 VAR00009 38.4968 32.8281 .2924 .6683 VAR00010 37.9441 31.6951 .5212 .6381 VAR00012 38.3656 32.6635 .3796 .6563 VAR00013 39.4172 32.9764 .2697 .6721 VAR00014 38.2882 32.3047 .3693 .6565 VAR00016 39.4903 29.7160 .3322 .6652

Reliability Coefficients

N of Cases = 465.0 N of Items = 10 Alpha = .6830

Dari sepuluh item yang dipilih jadi item final ada beberapa item yang memiliki korelasi item total yang lebih kecil dari 0,3. Item-item itu diambil karena jika item tersebut dihapus maka itemnya tidak memadai untuk dipakai mengukur eksplorasi. Item-item itu dimsukkan dengan pertimbangan bahwa item-item itu tidak begitu jauh dari 0,3. Item-item itu berada diatas 0,25 yang merupakan nilai yang bisa diterima jika kondisi mendesak.

(37)
[image:37.595.112.503.167.616.2]

2) Analisis Item dan Reliabilitas Skala Komitmen

Tabel 3.3

Analisis Item dan Reliabilitas Skala Komitmen

RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA) Mean Std Dev Cases 1. VAR00001 5.0944 .8268 466.0 2. VAR00002 4.3820 1.0716 466.0 3. VAR00003 5.0365 .9116 466.0 4. VAR00005 5.1567 .8596 466.0 5. VAR00006 2.9464 1.2509 466.0 6. VAR00010 4.7511 .9494 466.0 7. VAR00012 3.9528 1.1958 466.0 8. VAR00013 4.1717 1.1624 466.0 9. VAR00015 4.4893 1.1307 466.0 10. VAR00016 3.9206 1.3361 466.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 43.9013 29.7795 5.4571 10 Item-total Statistics

Scale Scale Corrected

Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 38.8069 25.7863 .3942 .6438 VAR00002 39.5193 24.9383 .3450 .6484 VAR00003 38.8648 26.3666 .2758 .6607 VAR00005 38.7446 26.1389 .3301 .6527 VAR00006 40.9549 24.9894 .2579 .6682 VAR00010 39.1502 25.3838 .3653 .6459 VAR00012 39.9485 24.5092 .3243 .6530 VAR00013 39.7296 23.3590 .4512 .6260 VAR00015 39.4120 24.5697 .3507 .6472 VAR00016 39.9807 23.9072 .3128 .6578

Reliability Coefficients

N of Cases = 466.0 N of Items = 10 Alpha = .6741

(38)

yang bisa diterima jika kondisi mendesak. Reliabilitas skala ini sebesar 0,674 yang cukup untuk dikatakan tinggi untuk skala yang hanya berisikan 10 item.

Berdasarkan tingkat eksplorasi dan komitmen akan ditentukan status identitas mereka dengan skema kuadran sebagai berikut:

Gambar 3.1

Kuadran Status Identitas

[image:38.595.192.426.219.399.2]

Penentuan tingkat atau norma penyekoran eksplorasi sebagai berikut:

Tabel 3.4

Norma Skor Eksplorasi

Kategori Skoring Tinggi >M = >43 Rendah ≤M = ≤43

Sedangkan, penentuan tingkat atau norma penyekoran komitmen adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.5 Norma Skor Komitmen

Kategori Skoring

[image:38.595.249.378.450.554.2]
(39)

b. Human Spiritual Scale

Skala ini terdiri dari 16 item pernyataan dalam bentuk skala Likert yang terdiri dari lima kategori jawaban. Skor skala ini adalah skor total dari 16 item yang direspons oleh responden. Skala ini memiliki reliabilitas yang tinggi. Berikut adalah tabel reliabilitas skala Human Spiritual Scale.

[image:39.595.114.506.318.752.2]

1) Analisis Item dan Reliabilitas Human Spiritual Scale

Tabel 3.6

Analisis Item dan Reliabilitas Human Spiritual Scale

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases

1. VAR00002 2.2500 1.2634 464.0 2. VAR00003 3.4009 .9742 464.0 3. VAR00005 4.5625 .6063 464.0 4. VAR00006 4.2823 .7465 464.0 5. VAR00007 4.4375 .6134 464.0 6. VAR00008 3.9461 .7909 464.0 7. VAR00009 3.4698 .8664 464.0 8. VAR00010 4.3815 .6854 464.0 9. VAR00011 4.4784 .6436 464.0 10. VAR00012 4.1918 .6923 464.0 11. VAR00014 4.1207 .7569 464.0 12. VAR00015 3.1983 .9612 464.0 13. VAR00017 3.6573 .7948 464.0 14. VAR00018 3.9763 .7647 464.0 15. VAR00019 4.2198 .7253 464.0 16. VAR00020 3.6961 .8795 464.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 62.2694 41.4499 6.4382 16

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected

(40)

VAR00007 57.8319 37.9069 .4193 .7825 VAR00008 58.3233 36.3532 .4688 .7775 VAR00009 58.7996 36.5278 .3983 .7826 VAR00010 57.8879 36.7347 .5110 .7760 VAR00011 57.7909 37.2931 .4761 .7788 VAR00012 58.0776 37.4324 .4177 .7818 VAR00014 58.1487 37.6215 .3506 .7859 VAR00015 59.0711 36.5068 .3460 .7875 VAR00017 58.6121 37.5425 .3363 .7870 VAR00018 58.2931 36.1990 .5071 .7750 VAR00019 58.0496 37.2956 .4096 .7821 VAR00020 58.5733 36.0205 .4410 .7792 RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA)

Reliability Coefficients

N of Cases = 464.0 N of Items = 16 Alpha = .7939

[image:40.595.110.506.96.333.2]

Penentuan tingkat atau norma penyekoran spiritualitas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7

Dasar Norma Skor Spiritualitas

Kategori Dasar Skoring Tinggi M+ ×(1 SD)< X

Sedang M− ×(1 SD)< XM+ ×(1 SD) Rendah XM− ×(1 SD)

Dengan patokan penyekoran diatas maka setiap batas skor diperoleh

sebagai berikut:

1 63 1 6 69

+ × = + × =

M ( SD) ( )

1 63 1 6 57

− × = − × =

(41)

Dengan batasan itu maka akan diperoleh kategori skor sebagai berikut:

Tabel 3.8

Norma Skor Spiritualitas

Kategori Dasar Skoring Tinggi >69

Sedang 58 69− Rendah ≤57

E. ANALISIS DATA

Ada beberapa analisis yang digunakan dalam penelitian ini:

1) Analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan tabel

frekuensi-frekuensi, rata-rata, deviasi standar, yang berkaitan dengan data dalam beberapa

kelompok. Kelompok yang akan dideskripsikan adalah deskripsi tingkat

univer-sitas, fakultas dan setiap status identitas.

2) Uji korelasi, yaitu korelasi antara status identitas dan tingkat

spiritualitas. Statistik yang digunakan dalam uji korelasi ini adalah korelasi

kontingensi, karena dua variabel (status identitas) memiliki level pengukuran

nominal. Level pengukuran dua variabel itu nominal karena responden

dikelompokkan dalam empat kelompok status identitas dan tiga kelompok tingkat

spiritualitas.

3) Melakukan uji beda tingkat spiritualitas untuk antar status identitas,

jenis kelamin, usia, dan perasaan akan pentingnya religius dan spiritualitas.

(42)
(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN DEKSRIPTIF UNIVERSITAS DAN FAKULTAS

[image:43.595.110.518.260.421.2]

1. Universitas Pendidikan Indonesia

Tabel 4.1

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

EKSPLORASI KOMITMEN SPIRITUALITAS

Mean 42.7918 43.9013 62.8090

N 466 466 466

Std. Deviation

6.12536 5.45706 6.38041

Minimum 23.00 21.00 43.00

Maximum 60.00 59.00 80.00

Variance 37.520 29.779 40.710

Range 37 38 37

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI sebesar 42,79 dengan skor paling rendah sebesar 23 dan skor paling tinggi sebesar 60. Skor terendah yaitu 23 berarti memililiki rata-rata skor item sebesar 2,3 dan skor ini jauh lebih tinggi dari skor teoritis paling rendah yaitu 10. Skor tertinggi memiliki rata-rata skor item sebesar 6 atau skor paling maksimal yang bisa dicapai dalam skala eksplorasi yang jumlah itemnya sebanyak 10 item dengan opsi jawaban sebanyak 6 dengan rentang skor 1 sampai 6.

b. Komitmen

(44)

memililiki rata-rata skor item sebesar 2,1 dan skor ini jauh lebih tinggi dari skor teoritis paling rendah yaitu 10. Skor tertinggi memiliki rata-rata skor item sebesar 5,9 atau hanya berbeda 0,01 dengan skor paling maksimal yang bisa dicapai dalam skala komitmen yang jumlah itemnya sebanyak 10 item dengan opsi jawaban sebanyak 6 dengan rentang skor 1 sampai 6.

c. Spiritualitas

[image:44.595.117.508.524.602.2]

Rata-rata spiritualitas mahasiswa UPI sebesar 62,81 dengan skor paling rendah sebesar 43 dan skor paling tinggi sebesar 80. Skor terendah yaitu 43 memiliki rata-rata skor item sebesar 2,6 dan skor ini jauh lebih tinggi dari skor teoritis paling rendah yaitu 16. Skor tertinggi memiliki rata-rata skor item sebesar 5 atau berbeda 1 skor dengan rata-rata skor paling maksimal yang bisa dicapai dalam skala spiritualitas yang jumlah itemnya sebanyak 16 item dengan opsi jawaban sebanyak 6 dengan rentang skor 1 sampai 6.

Tabel 4.2

Frekuensi Tingkat Spiritualitas Mahasiswa UPI

99 21.2 21.2 21.2

294 63.1 63.1 84.3

73 15.7 15.7 100.0

466 100.0 100.0

Rendah Sedang Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

(45)
[image:45.595.125.498.164.268.2]

d. Status Identitas

Tabel 4.3

Status Identitas Mahasiswa UPI

111 23.8 23.8 23.8

156 33.5 33.5 57.3

100 21.5 21.5 78.8

99 21.2 21.2 100.0

466 100.0 100.0 Achievement

Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 466 mahasiswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini, paling banyak status identitas mereka adalah diffusion, yaitu sebanyak 156 mahasiswa atau sebesar 33,5 persen. Jumlah mahasiswa yang masuk ke status identitas achievement sebanyak 111 mahasiswa atau sebesar 23,8 persen atau yang terbanyak kedua setelah diffusion. Selanjutnya, status identitas foreclosure sebanyak 100 mahasiswa atau sebesar 21,5 persen atau terbanyak ketiga dan ter-banyak terakhir adalah status identitas moratorium, yaitu seter-banyak 99 mahasiswa atau 21,2 persen.

2. Fakultas Ilmu Pendidikan

Tabel 4.4

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI Fakultas Ilmu Pendidikan

FAKULTAS

ILMU PENDIDIKAN

EKSPLORASI KOMITMEN SPIRITUALITAS

Mean 44.0000 42.6892 63.2027

N 74 74 74

Std. Deviation 5.56899 4.95991 6.64559

Minimum 24.00 30.00 43.00

Maximum 58.00 54.00 79.00

[image:45.595.108.507.624.753.2]
(46)

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI Fakultas Ilmu Pendidikan sebesar 44,00 dengan skor paling rendah sebesar 24 dan skor paling tinggi sebesar 58. Rata-rata skor ini lebih besar dua angka daripada rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya berbeda 1 angka lebih besar dengan skor UPI, sementara itu skor tertingginya berbeda 2 angka lebih rendah dari skor yang diperoleh maha-siswa UPI.

b. Komitmen

Rata-rata skor komitmen mahasiswa UPI Fakultas Ilmu Pendidikan sebesar 42,69 dengan skor paling rendah sebesar 30 dan skor paling tinggi sebesar 54. Rata-rata skor ini lebih kecil 1,3 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya sembilan angka lebih besar dari skor UPI, sementara itu skor tertingginya lebih kecil enam angka dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

c. Spiritualitas

(47)

d. Status Identitas

Tabel 4.5

Status Identitas Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan

27 36.5 36.5 36.5

19 25.7 25.7 62.2

13 17.6 17.6 79.7

15 20.3 20.3 100.0

74 100.0 100.0

Achievement Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 74 mahasiswa yang menjadi sampel dari Fakultas Ilmu Pendidikan, paling banyak status identitas mereka adalah achievement, yaitu sebanyak 27 mahasiswa atau sebesar 36,5 persen. Jumlah mahasiswa yang masuk ke status identitas diffusion sebanyak 19 mahasiswa atau sebesar 25,7 persen atau yang terbanyak kedua setelah achievement. Selanjutnya, status identitas foreclosure sebanyak 13 mahasiswa atau sebesar 17,6 persen atau terbanyak keempat dan terbanyak ketiga adalah status identitas moratorium, yaitu sebanyak 15 mahasiswa atau 20,3 persen.

[image:47.595.107.505.611.741.2]

3. Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tabel 4.6

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam

! "# #$ % % %

# #&'&

(#&'& % %

(48)

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam sebesar 42,81 dengan skor paling rendah sebesar 31 dan skor paling tinggi sebesar 56. Rata-rata skor ini lebih tinggi 0,01 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya lebih tinggi delapan angaka dari skor terendah UPI, sementara itu skor tertingginya berbeda empat angka lebih rendah dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

b. Komitmen

Rata-rata skor komitmen mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam sebesar 43,66 dengan skor paling rendah sebesar 27 dan skor paling tinggi sebesar 54. Rata-rata skor ini lebih kecil 0,3 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya enam angka lebih besar dari skor UPI, sementara itu skor tertingginya lebih kecil lima angka dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

c. Spiritualitas

(49)

d. Status Identitas

Tabel 4.7

Status Identitas Mahasiswa

Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam

14 20.6 20.6 20.6

26 38.2 38.2 58.8

16 23.5 23.5 82.4

12 17.6 17.6 100.0

68 100.0 100.0

Achievement Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 68 mahasiswa yang menjadi sampel dari Fakultas Pendidikan Mat. dan Ilmu Pengetahuan Alam, paling banyak status identitas mereka adalah diffusion, yaitu sebanyak 26 mahasiswa atau sebesar 38,2 persen. Jumlah maha-siswa yang masuk ke status identitas achievement sebanyak 14 mahamaha-siswa atau sebesar 20,6 persen atau yang terbanyak ketiga setelah diffusion. Selanjutnya, status identitas foreclosure sebanyak 16 mahasiswa atau sebesar 23,5 persen atau terbanyak kedua dan yang paling sedikit adalah status identitas moratorium, yaitu sebanyak 12 mahasiswa atau 17,6 persen.

[image:49.595.125.511.602.731.2]

4. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

Tabel 4.8

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

,

%

! "# #$ % % % %

# #&'& %

(#&'& % % %

(50)

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis sebesar 40,54 dengan skor paling rendah sebesar 24 dan skor paling tinggi sebesar 56. Rata-rata skor ini lebih rendah 2,25 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya lebih tinggi satu angka dari skor terendah UPI, sementara itu skor tertingginya sama dengan skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

b. Komitmen

Rata-rata skor komitmen mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis sebesar 42,97 dengan skor paling rendah sebesar 31 dan skor paling tinggi sebesar 59. Rata-rata skor ini lebih kecil 0,93 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya sepuluh angka lebih besar dari skor UPI, sementara itu skor tertingginya lebih kecil satu angka dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

c. Spiritualitas

(51)
[image:51.595.116.512.604.734.2]

d. Status Identitas

Tabel 4.9

Status Identitas Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

9 14.3 14.3 14.3

36 57.1 57.1 71.4

7 11.1 11.1 82.5

11 17.5 17.5 100.0

63 100.0 100.0

Achievement Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 63 mahasiswa yang menjadi sampel dari Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, paling banyak status identitas mereka adalah diffusion, yaitu sebanyak 36 mahasiswa atau sebesar 57,1 persen. Jumlah mahasiswa yang masuk ke status identitas achievement sebanyak 9 mahasiswa atau sebesar 14,3 persen atau yang terbanyak ketiga setelah diffusion dan moratorium. Selanjutnya, status identitas foreclosure sebanyak 7 mahasiswa atau sebesar 11,1 persen atau yang paling sedikit dan yang terbanyak ketiga adalah status identitas moratorium, yaitu sebanyak 11 mahasiswa atau 17,5 persen.

5. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Tabel 4.10

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

%

! "# #$ % % % % %

# #&'&

(#&'& %% %

(52)

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ilmu Penge-tahuan Sosial sebesar 43,06 dengan skor paling rendah sebesar 30 dan skor paling tinggi sebesar 55. Rata-rata skor ini lebih tinggi 0,27 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya lebih tinggi tujuh angka dari skor terendah UPI, sementara itu skor tertingginya lebih rendah tiga angka dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

b. Komitmen

Rata-rata skor komitmen mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebesar 44,79 dengan skor paling rendah sebesar 34 dan skor paling tinggi sebesar 57. Rata-rata skor ini lebih tinggi 0,89 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya 13 angka lebih besar dari skor UPI, sementara itu skor tertingginya lebih kecil tiga angka dari skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

c. Spiritualitas

(53)

d. Status Identitas

Tabel 4.11

Status Identitas Mahasiswa

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

22 34.4 34.4 34.4

20 31.3 31.3 65.6

12 18.8 18.8 84.4

10 15.6 15.6 100.0

64 100.0 100.0

Achievement Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 64 mahasiswa yang menjadi sampel dari Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, paling banyak status identitas mereka adalah achievement, yaitu sebanyak 22 mahasiswa atau sebesar 34,4 persen. Jumlah mahasiswa yang masuk ke status identitas diffusion sebanyak 20 mahasiswa atau sebesar 31,3 persen atau yang terbanyak kedua setelah achievement. Selanjutnya, status identitas foreclosure sebanyak 12 mahasiswa atau sebesar 18,8 persen atau yang terbanyak ketiga, dan yang paling sedikit adalah status identitas moratorium, yaitu sebanyak 10 mahasiswa atau 15,6 persen.

6. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

Tabel 4.12

Statistik Deksriptif Eksplorasi, Komitmen, dan Spiritualitas Mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN

KESEHATAN

EKSPLORASI KOMITMEN SPIRITUALITAS

Mean 42.7333 46.0833 63.5500

N 60 60 60

Std. Deviation 5.04511 6.61352 6.42143

Minimum 25.00 21.00 50.00

Maximum 55.00 59.00 80.00

[image:53.595.131.496.196.288.2] [image:53.595.118.506.627.743.2]
(54)

a. Eksplorasi

Rata-rata eksplorasi mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan sebesar 42,73 dengan skor paling rendah sebesar 25 dan skor paling tinggi sebesar 55. Rata-rata skor ini lebih rendah 0,06 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya lebih tinggi dua angka dari skor terendah UPI, sementara itu skor tertingginya sama dengan skor tertinggi yang diperoleh mahasiswa UPI.

b. Komitmen

Rata-rata skor komitmen mahasiswa UPI Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan sebesar 46,08 dengan skor paling rendah sebesar 21 dan skor paling tinggi sebesar 59. Rata-rata skor ini lebih tinggi 2,1 dari rata-rata skor mahasiswa UPI. Skor terendahnya sama dengan dari skor terendah UPI, semen-tara itu skor tertingginya sama dengan skor yang diperoleh mahasiswa UPI.

c. Spiritualitas

(55)

d. Status Identitas

Tabel 4.13

Status Identitas Mahasiswa

Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

15 23.8 23.8 23.8

15 23.8 23.8 47.6

21 33.3 33.3 81.0

12 19.0 19.0 100.0

63 100.0 100.0

Achievement Diffusion Foreclosure Moratorium Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Dari 63 mahasiswa yang menjadi sampel dari Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, paling banyak status identitas mereka adalah fore-closure, yaitu sebanyak 21 mahasiswa atau sebesar 33,3 persen. Jumlah maha-siswa yang masuk ke status identitas diffusion dan achievement sebanyak 15 mahasiswa atau sebesar 23,8 persen atau yang terbanyak kedua setelah foreclosure. Selanjutnya, status identitas yang paling sedikit adalah status identitas moratorium, yaitu sebanyak 12 mahasiswa atau sebesar 19 persen.

B. PERBANDINGAN EKSPLORASI, KOMITMEN DAN SPIRITUALITAS ANTAR FAKULTAS

1. Analisis Varians Eksplorasi antar Fakultas

Dalam uji beda ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H0: Tidak ada perbedaan eksplorasi yang signifikan antar mahasiswa di faklutas-fakultas UPI.

H0 : µ1≠µ2 =µ3 =µ4 =µ5 =µ6 Uji hipotesis:

(56)
[image:56.595.119.490.156.228.2]

Tabel 4.14

Tabel Anova Eksplorasi antar Mahasiswa Fakultas-fakultas Se-UPI

EKSPLORASI

473.419 6 78.903 2.134 .048

16973.390 459 36.979

17446.809 465 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Tabel anova di atas memperlihatkan bahwa probabilitas yang diperoleh adalah 0,048 yang lebih kecil dari level signifikansi 0,05, dengan demikian H0 ditolak karena probabilitas lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa minimal mahasiswa di salah satu fakultas memiliki tingkat eksplo-rasi yang lebih tinggi daripada fakultas-fakultas yang lain. Untuk mengetahui tingkat eksplorasi fakultas mana yang lebih tinggi bisa dilihat dalam tabel post hoc berikut:

[image:56.595.105.518.506.695.2]

Tabel 4.15

Tabel Post Hoc Eksplorasi antar Mahasiswa

Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas-fakultas Lain di UPI

FAKULTAS

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI 1.4179 1.02550 1.000

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN .4714 1.01390 1.000

FAKULTAS PENDIDIKAN MATAEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

1.1912 1.02153 1.000

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL .9375 1.03803 1.000

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS 3.4603 1.04244 .020

(57)

Tabel Post Hoc di atas adalah tabel Post Hoc perbandingan tingkat eksplorasi antara Fakultas Ilmu Pendidikan dengan fakultas-fakultas lain di UPI. Tabel Post Hoc ini hanya salah satu tabel Post Hoc hasil analisis dengan SPSS pada enam fakultas di UPI. Tabel-tabel post hoc yang lain tidak ditampilkan karena tidak ada perbedaan tingkat eksplorasi antar mereka. Tabel di atas mem-perlihatkan bahwa probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 hanya perbandingan tingkat eksplorasi antara Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. Artinya tingkat eksplorasi mahasiswa-mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan lebih tinggi daripada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis dengan perbedaan rata-rata sebesar 3, 4603 dengan probabilitas sebesar 0,020. Tidak ada lagi fakultas yang memiliki tingkat eksplorasi lebih tinggi daripada fakultas-fakultas yang lain.

2. Analisis Varians Komitmen antar Fakultas

Dalam uji beda ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H0: Tidak ada perbedaan komitmen yang signifikan antar mahasiswa di faklutas-fakultas UPI.

H0 : µ1≠µ2 =µ3 =µ4 =µ5 =µ6 Uji hipotesis:

(58)
[image:58.595.120.490.157.228.2]

Tabel 4.16

Tabel Anova Komitmen antar Mahasiswa Fakultas-fakultas Se-UPI

KOMITMEN

521.267 6 86.878 2.992 .007

13326.193 459 29.033

13847.459 465 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Tabel anova di atas memperlihatkan bahwa probabilitas yang diperoleh adalah 0,007 yang lebih kecil dari level signifikansi 0,05, dengan demikian H0 ditolak. Kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa minimal mahasiswa di salah satu fakultas memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi daripada fakultas-fakultas yang lain. Untuk mengetahui tingkat komitmen fakultas-fakultas mana yang lebih tinggi bisa dilihat dalam tabel post hoc berikut:

Tabel 4.17

Tabel Post Hoc Eksplorasi antar Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

dengan Fakultas-fakultas Lain di UPI

Mean Difference (I-J)

Std.

Error Sig.

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

2.6654 .95771 .118

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

2.0548 .94797 .645

FAKULTAS PENDIDIKAN MAT. DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

2.4216 .95438 .242

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

1.2865 .96826 1.000

[image:58.595.108.517.486.749.2]
(59)

Tabel Post Hoc di atas adalah tabel Post Hoc perbandingan tingkat eksplorasi antara Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan dengan fakultas-fakultas lain di UPI. Tabel Post Hoc ini hanya salah satu tabel Post Hoc hasil analisis dengan SPSS pada enam fakultas di UPI. Tabel-tabel post hoc yang lain tidak ditampilkan karena tidak ada perbedaan tingkat komitmen antar mereka. Tabel di atas memperlihatkan bahwa probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 adalah perbandingan tingkat komitmen antara Fakultas Pendidikan Olahraga dan Ke-sehatan dengan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. Tingkat komitmen mahasiswa-mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan lebih tinggi daripada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pen-didikan Ekonomi dan Bisnis dengan perbedaan rata-rata sebesar 3, 3941 dan 3,1151 dengan probabilitas sebesar 0,007 dan 0,030. Tidak ada lagi fakultas lagi yang memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi daripada fakultas-fakultas yang lain.

3. Analisis Varians Spiritualit

Gambar

Tabel 3.1  Daftar Jumlah Subyek di Setiap Fakultas
Tabel 3.3  Analisis Item dan Reliabilitas Skala Komitmen
Tabel 3.4  Norma Skor Eksplorasi
Tabel 3.6  Analisis Item dan Reliabilitas Human Spiritual Scale
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data Hasil Survei Volume Lalu Lintas Simpang Tinjauan pada Kondisi Eksisting ( saat ini ) dengan interval waktu 15 menit di Kawasan Dakota Mataram. Data Hasil

Rapat yang dipimpin oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan ini diselenggarakan pada tanggal 10 Maret 2015 di Ruang Rapat SS 1 - 2, Bappenas dengan tujuan: (i) Mendapatkan konfirmasi

Pada tanggal 20 Oktober 2015 di Hotel Arion Swissbel Hotel Jakarta, telah diselenggarakan FGD Kajian Penentuan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kawasan

2.5.2 Review Anggaran Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bulan Mei 2015 Pada Bulan Mei 2015, beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Tata Ruang dan

Pada Bulan September 2015, beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan antara lain adalah: (a) Rapat Koordinasi Persiapan Rakernas BKPRN 2015

Sehubungan dengan kegiatan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo

Pengembangan Kawasan Strategis Mandalika akan dikelola oleh ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation). Rencana pengembangan baik di dalam maupun di luar kawasan yang

Peta pada fitur ini menginformasikan kalender tanam padi dengan skala desa, apabila desa diklik, maka akan muncul grafik berupa sistem pendukung keputusan per tahun di desa