• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA MATA PELAJARAN PRAKARYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK (STUDI KASUS MATERI PENGOLAHAN MAKANAN AWETAN NABATI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PADA MATA PELAJARAN PRAKARYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK (STUDI KASUS MATERI PENGOLAHAN MAKANAN AWETAN NABATI)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 47

PENERAPAN E-LEARNING PADA MATA

PELAJARAN PRAKARYA UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK

(STUDI KASUS MATERI PENGOLAHAN

MAKANAN AWETAN NABATI)

Siti Husnul Bariah, Kusniarti

Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi STKIP Garut sitihusnulbariyah@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan sumber belajar, akses belajar, dan metode yang selama ini digunakan sehingga peserta didik belum memiliki keterampilan dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru, konstruktif, dan baik. Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester 1 di SMA Negeri 11 Garut. Sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas yang dipilih dari keseluruhan populasi yaitu kelas X IPS 3 (kelas eksperimen) dan kelas X IPS 2 (kelas kontrol). Model desain eksperimen semu yang digunakan adalah

Nonequivalent Group Pretest-Posttest Design. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: (1) E-learning dapat mengatasi keterbatasan sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi pada mata pelajaran prakarya melalui content pembelajaran yang tersedia. (2) E-learning sarana bagi peserta didik dalam akses belajar yang luas, aktif, kreatif, dan suasana belajar yang menantang dan peserta didik mengoptimalkan penggunaan internet dalam pencarian sumber belajar, terbukti dengan adanya akses siswa ke E-learning dan partisipasi siswa di kelas setelah melakukan pembelajaran melalui E-learning. (3) Penerapan E-Learning dapat meningkatkan ketertarikan dan minat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran prakarya yang diindikasikan selaras dengan meningkatnya keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Hasil observasi menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kreatif (fluency,

flexibility, originality, dan elaboration) peserta didik yaitu

rata-ratanya sebesar 36,4% sebelum diberi perlakuan dan 57% setelah diberi perlakuan (E-learning). Sedangkan hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa thitung adalah 2,7249 >

ttabel ∝(0.01), maka diterima. Artinya dapat disimpulkan

bahwa penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 75,58 dan kelas kontrol 70,56. Sedangkan nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,320 (sedang) dan kelas kontrol sebesar 0,264 (rendah).

Kata Kunci: E-learning, Keterampilan Berpikir Kreatif

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 memberikan perubahan pada sektor mata pelajaran. Salah satunya adalah adanya mata pelajaran baru bagi siswa SMA/ MA kelas X, yaitu mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Mata pelajaran Prakarya merupakan mata pelajaran Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah yang termasuk ke dalam mata pelajaran umum kelompok B (wajib) sesuai dengan Permendikbud No. 59 Tahun 2014 Pasal 5 ayat (8). Mata pelajaran Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang substansinya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan tergolong kedalam pengetahuan, yaitu mengembangkan pengetahuan dan melatih keterampilan kecakapan hidup berbasis seni dan teknologi berbasis ekonomis. Biasanya, pada mata pelajaran ini dipelajari tentang aplikasi dari ilmu pengetahuan yang diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada guru pengampu mata pelajaran Prakarya kelas X di salah satu Sekolah Menengah Atas yang merupakan tempat penelitian yang akan digunakan peneliti, dimana permasalahan yang muncul adalah mengenai keterbatasan sumber belajar, akses belajar, dan metode yang selama ini digunakan sehingga peserta didik belum memiliki keterampilan dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru, konstruktif, dan baik. Kebanyakan siswa hanya menerima materi dari ceramah dan modul yang diberikan oleh guru. Situasi seperti ini, keaktifan siswa dalam mencari, menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri kurang dituntut dalam proses pembelajaran siswa di kelas padahal keaktifan siswa sangat berperan dalam perkembangan pengetahuan.

(2)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 48

Selain itu, perubahan kurikulum yang juga memicu

terjadinya masalah.

Oleh karena itu untuk meningkatkan aktifitas siswa terhadap materi pelajaran diperlukan suatu pola pembelajaran atau model pembelajaran yang sesuai. Salah satunya adalah model pembelajaran berbasis web (e-learning) dimana model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Untuk itu sistem e-learning yang dapat diterapkan yaitu diimplementasikan ke dalam bentuk asynchronous dengan menggunakan LMS (Learning Management System) Moodle. Sedangkan model e-learning yang akan dikembangkan yaitu web enhanced course sesuai dengan pendapat Haughey, dalam Rusman (2010: 350) yaitu untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.

Melalui e-leraning ini diharapkan peserta didik mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif pada mata pelajaran prakarya, karena dapat mengakses lebih banyak informasi dan materi dikemas secara berbeda. Selain itu, inovasi konsep pembelajaran yang ditawarkan diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajarannya. E-Learning ini juga dirasa menjadi salah satu solusi bagi guru serta peserta didik sebagai model pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan modul-modul sebagai bahan pembelajaran, tetapi lebih kepada sarana serta sistem yang tepat dan berkembang luas untuk dijadikan sumber pembelajaran yang lengkap, menarik, serta lebih inovatif dalam merangsang keterampilan berfikir kreatif siswa.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai “penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik”.

RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penerapan e-learning dapat mengatasi keterbatasan sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi pada mata pelajaran prakarya?

2. Apakah penerapan e-learning dapat membantu peserta didik dalam akses belajar yang luas, aktif, kreatif, dan suasana belajar yang menantang? 3. Apakah penerapan e-learning dapat membantu

peserta didik dalam mengoptimalkan penggunaan internet dalam pencarian sumber belajar?

4. Apakah penerapan e-learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran prakarya?

KAJIAN PUSTAKA

A. E-learning

Menurut Jaya Kumar C. Koran 2002 dalam Rusman, 2010: 346), e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (2002 dalam Rusman, 2010: 346), mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : “e-e-learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses” Soekartawi, Haryono dan Librero (2002 dalam Rusman, 2010: 346).

Pendapat Haughey (dalam Rusman, 2010: 350) tentang pengembangan e-learning adalah ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course, berikut penjelasannya di bawah ini:

Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana mahasiswa dan dosen sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain, model ini menggunakan sistem jarak jauh.

Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini, dosen bisa memberikan petunjuk kepada mahasiswa untuk mempelajari materi perkuliahan melalui web yang telah dibuatnya. Mahasiswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, mahasiswa dan dosen lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.

Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan dikelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara mahasiswa dengan dosen, sesama mahasiswa, anggota kelompok, atau mahasiswa dengan na\rasumber lain. Oleh karena itu, peran dosen dalam hal ini dituntut untuk

(3)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 49

menguasai teknik mencari informasi di internet,

membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan perkuliahan, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

B. Mata Pelajaran Prakarya

Pada Struktur Kurikulum 2013 ini, mata pelajaran Kewirausahaan berubah nama menjadi Prakarya dan Kewirausahaan. Pada prinsipnya, konten Prakarya dan Kewirausahaan sama dengan mata pelajaran Kewirausahaan yang terdapat pada kurikulum sebelumnya. Hanya disini ada penambahan Prakarya dengan memanfaatkan teknologi, kearifan lokal yang dapat mengangkat budaya bangsa. Tujuan dari penambahan prakarya adalah untuk memberi sumbangan pengembangan kreativitas sebagai sumber dari ‘industri kreatif’ yang sedang diangkat dalam wacana pendidikan ‘karakter bangsa. Pembelajaran Prakarya khas daerah akan memberi apresiasi tentang multikultural yaitu mengenal budaya suku bangsa Indonesia. Pembelajaran prakarya khas daerah setempat disertai pemahaman terhadap latar belakang penciptaan (budaya dan teknologi tepat guna) akan memberi makna pengembangan pendidikan multikultural. Oleh karenanya, mata pelajaran Prakarya digabungkan dengan kewirausahaan masuk dalam konstelasi ‘kurikulum pendidikan Indonesia’ yang secara umum diharapkan memberi sumbangan kepada pembentukan karakter yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Buku Guru Prakarya dan Kewirausahaan Kelas XI, 2014: 2).

Konten pendidikan Prakarya dan Kewirausahaan dari kearifan lokal berupa pendidikan: (1) tata nilai dan sumber etika dan moral dalam kearifan lokal, sekaligus sebagai sumber pendidikan karakter bangsa, (2) teknologi tepat guna yang masih relevan dikembangkan untuk menumbuhkan semangat pendidikan keterampilan proses produksi, dan (3) materi kearifan lokal sebanyak 16 butir yaitu a). upacara adat, b).cagar budaya, c). pariwisata-alam, d.) transportasi tradisional, e).permainan tradisional, f). prasarana budaya, g). pakaian adat, h). warisan budaya, i). museum, j). lembaga budaya, k). kesenian, l). desa budaya, m). kesenian dan kerajinan, n). Cerita rakyat, o). dolanan anak, dan p). wayang (Buku Guru Prakarya dan Kewirausahaan Kelas XI, 2014: 2-3).

C. Keterampilan Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif adalah salah satu perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higherorder thinking). Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir kreatif merupakan

kompetensi kognitif tertinggi. (Alimuddin, 2009: 358) memberi batasan bahwa berpikir kreatif adalah suatu rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan pengetahuan. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif ditandai dengan penciptaan sesuatu yang baru dari hasil berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, maupun pengetahuan yang ada dalam pikirannya. Evans (1991 dalam Alimuddin, 2009: 358) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah.

Williams (dalam Alimuddin, 2009: 358) menunjukkan ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu kefasihan, fleksibilitas, orisionalitas, dan elaborasi. Kefasihan adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pertanyaan dalam jumlah yang banyak. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak macam pemikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu pada jenis pemikiran lainnya. Orisionalitas adalah kemampuan untuk berpikir dengan cara baru atau dengan ungkapan yang unik, dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang tidak lazim daripada pemikiran yang jelas diketahui. Elaborasi adalah kemampuan untuk menambah atau memerinci hal-hal yang detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi. Aspek-aspek itu banyak digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif yang bersifat umum dan penekanannya pada produk kreatif.

Besemer dan Treffinger (1981 dalam Munandar, 2014: 62), berdasarkan kajian terhadap 125 kriteria yang diusulkan dalam lebih dari 90 publikasi mengenai topik ini, mengembangkan teori yang saling berkitan dan menyimpukan gagasan-gagasan tersebut. Istilah produk dalam hal ini tida terbatas pada produk komersial, tetapi meliputi keragaman dari benda atau gagasan (misalnya, konsep kreativitas yang baru). Basemer dan Treffinger menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kebaruan (novelty), pemecahan (resolution), serta (3) kerincian (elaboration) dan sintesis.

D. Peserta Didik

(Umar dan La Sulo., 2005: 52) Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku

(4)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 50

pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin

mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.

Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:

1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan hiasan yang unik. 2. Individu yang sedang berkembang.

3. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.

4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen (eksperimen semu). Model desain eksperimen semu yang digunakan adalah Nonequivalent Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2017: 79).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 33 siswa kelas X IPS 3 (Kelas Eksperimen) dan 33 siswa kelas X IPS 2 (Kelas Kontrol) di SMA Negeri 11 Garut pada tahun ajaran 2017/2018.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester 1 di SMA Negeri 11 Garut. Sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas yang dipilih dari keseluruhan populasi yaitu kelas X IPS 3 (kelas eksperimen) dan kelas X IPS 2 (kelas kontrol).

D. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan ada dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

• Data kualitatif yang diperoleh dari penelitian ini ialah aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan e-learning. Data kualitatif akan diperoleh melalui alat pengumpul data berupa lembar observasi.

Data kuantitatif berupa hasil tes open-ended problem pada setiap awal dan akhir pembelajaraan. Tes digunakan untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif peserta didik.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini apabila data telah terkumpul, maka diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif. Data yang diperoleh dari angket atau ceklis, dijumlahkan atau dikelompokkan sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan.

Pengolahan Data Hasil Observasi

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil dari observasi keterampilan berpikir kreatif peserta didik yang terkumpul. Kemunculan setiap pernyataan pada lembar observasi dari masing-masing pengamatan kelompok dipersentasekan. Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang menurut Arikunto (Kartini, 2006: 30) yaitu sebagai berikut:

% X = ∑ Keterangan:

% X = Persentase item-item pengamatan siswa

∑ Cuplikan = Jumlah interval waktu 5 menit yang diperoleh pada tiap item

∑ Total yang Diharapkan = Jumlah interval waktu 5

menit selama pembelajaran berlangsung (10 interval).

Kriteria interpretasi skor:

0 % = Tidak satu pun 1 % - 30 % = Sebagian kecil 31 % - 49 % = Hampir setengahnya 50 % = Setengahnya 51 % - 80 % = Sebagian Besar 81 % - 90 % = Hampir semuanya 100 % = Semuanya

(Sumantri dalam Kartini, 2006:31)

Pengolahan Data Hasil Tes

Pengolahan data hasil tes dapat dilakukan dengan langkah-langkah:

(5)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 51

2. Perhitungan Gain skor

3. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametris dan non-parametris (Sugiyono, 2017: 75). Penggunaan statistik parametris, bekerja dengan asumsi bahwa data setiap variabel penelitian yang akan dianalisis membentuk distribusi normal. Bila data tidak normal, maka teknik statistik parametris tidak dapat digunakan untuk alat analisis. Sebagai gantinya digunakan teknik statistik lain yang tidak harus berasumsi bahwa data berdistribusi normal. Teknik statistik itu adalah statistik non-parametris. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Chi-kuadrat yaitu pengujian yang biasa digunakan pada data interval yaitu data yang berbentuk kelompok. Langkah-langkah uji Chi-kuadrat;

• Tentukan nilai rata-rata dan simpangan bakunya

• Urutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar

• Ubahlah data diskrit (data mentah) menjadi data inteval

• Membuat tabel normalitas data dengan kolom sebagai berikut: Kelas interval Batas kelas Z batas kelas Luas Z tabel Ei fi (fi − Ei) Ei

• Menentukan nilai Chi-kuadrat hitung:

= !("# − $#)$#

• Menentukan Chi-kuadrat tabel : x2tabel = x2(α)

(k-3) dengan k = banyak kelas interval.

• Kriteria pengujian : jika x2hitung < x2tabel maka

berdistribusi normal (Sundayana, 2013 : 89-90). 2) Uji Homgenitas Varians

Sebelum melakukan uji t terlebih dahulu harus melakukan uji homogenitas varian yang pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Apabila nilai dari sig>α maka H1 diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa varians untuk kedua data tersebut adalah homogen.

Adapun langkah-langkah uji homogenitas dua varians sebagai berikut:

• Merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya;

H0: kedua varian homogen (v1 = v2)

Ha: kedua varian tidak homogen (v1 ≠ v2)

• Menentukan nilai Fhitung dengan rumus:

%&'()*+,- . /0.

- . 01 ,(. 2 / /0. )

3

(. 2 / 01 )3

• Menentukan nilai Ftabel dengan rumus:

Ftabel = Fα (dk nvarians besar -1/ dk nvarians kecil -1)

• Kriteria uji : jika Fhitung < Ftabel , maka H0 diterima

(varian homogen). (Sundayana, 2013 : 144-145) 3) Uji t

Setelah data hasil penelitian di ketahui sebaran datanya berdistibusi normal, serta mempunyai varians yang homogen, maka uji t dapat di gunakan dengan langkah-langkah sebagai berikut;

• Merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya

• Menentukan nilai thitung di hitung dengan rumus: 4 =6 5 −

/ 7 889. 33

Dengan:

6 / = ;(<5− 1)6< 5 + (< − 1)6 5+ < − 2 • Menentukan nilai ttabel = tα (dk =n1 + n2 -2)

• Kriteria pengujian hipotesis:

Jika : -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0 di terima

4) Uji Gain Ternormalisasi

Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran di hitung dengan rumus gain ternormalisasi yang di kembangkan oleh Hake (1999 dalam Sundayana, 2013 ;151).

Gain ternormalisasi (g) = . . 0.@. . 0.

. A0 @. 0 0.

Kategori Gain ternormalisasi (g) sebagai berikut; Nilai Gain

Ternormalisasi

Interprestasi -1,00 ≤ g < 0,00 Terjadi penurunan

(6)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 52

0,00 < g < 0,30 Rendah

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang 0,70 ≤ g ≤ 0,10 Tinggi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini diarahkan sebagai pijakan dalam peningkatan keterampilan berpikir kreatif peserta didik, yakni menitikberatkan pada sejauh mana penerapan Elearning dalam proses pembelajaran Prakarya dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif tersebut.

1) E-learning dapat mengatasi keterbatasan sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi pada mata pelajaran prakarya.

Pembuatan content yang terdapat pada E-learning memuat bahan pembelajaran bagi siswa disusun secara elektronik yang dikemas dan dimasukkan ke dalam jaringan melalui E-learning tersebut. Bahan ajar yang dikemas dalam E-learning dikelompokkan sesuai dengan materi dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran pada mata pelajaran prakarya. Perangkat pembelajaran, materi-materi, dan tes disusun dan ditata menjadi satu sistem yang ada di dalam E-learning seperti administrasi (KI-KD, RPP), penyampaian materi pembelajaran (baik berbentuk dokumen, presentasi, maupun video), quiz (pretest dan posttest melalui E-learning), penilaian, pelacakan/ tracking (aktivitas siswa) dan monitoring. Berikut adalah salah satu contoh dari content pembelajaran yang ada pada E-learning

Gambar 1 Daftar Content Pembelajaran Pada E-learning

Gambar 2 Contoh Content Pembelajaran Pada E-learning

2) E-learning sarana bagi peserta didik dalam akses belajar yang luas, aktif, kreatif, dan suasana belajar yang menantang dan peserta didik mengoptimalkan penggunaan internet dalam pencarian sumber belajar.

Dengan adanya akses siswa pada mata pelajaran prakarya melalui E-learning, siswa dapat mengakses materi pembelajaran untuk mencari materi, mempelajari materi maupun mengunduh materi secara mandiri untuk membangun berpikir kreatif siswa secara mandiri. Selain itu siswa juga dapat melaksanakan pretest dan posttest melalui E-learning tersebut. Sehingga siswa merasa tertantang untuk mengikuti pembelajaran secara mandiri dari mulai mencari materi sampai mengerjakan tes, namun tidak terlepas dari bimbingan guru. Peserta didik juga dapat belajar lebih aktif dan kreatif setelah melakukan pembelajaran melalui E-learning dengan diadakannya diskusi dikelas sehingga tercipta suasana belajar yang lebih menantang.

Melalui E-learning peserta didik mengoptimalkan penggunaan internet dalam pencarian sumber belajar, karena di dalam E-learning telah terdapat konten-konten pembelajaran yang berkaitan sesuai dengan materi pembelajaran seperti yang telah disebutkan di atas. Berikut adalah daftar akses siswa terhadap materi pembelajaran yang ada pada E-learning:

Gambar 3 Daftar Akses Siswa Pada E-learning

3) Penerapan E-Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran prakarya.

(7)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 53

Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa lebih

aktif dan kreatif dalam mengemukakan gagasan dalam diskusi yang dilaksanakan yang mengacu pada 4 aspek dan 10 indikator dari keterampilan berpikir kreatif dan dilihat dari hasil pretest, posttest, dan gain ternormalisasi baik siswa yang belajar dengan menggunakan E-learning maupun siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran konvensional.

Berikut adalah hasil observasi sebelum dan sesudah diterapkannya E-learning sebagai hasil dari penelitian:

Penjaringan data dilakukan melalui lembar observasi yang dilakukan oleh para observer yang terdiri atas 5 orang. Indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif yang diteliti dijabarkan dari aspek-aspek keterampilan berpikir kreatif yang diperoleh dari buku Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat dan Kreativitas dan Keberbakatan.

• Hasil observasi sebelum diberi perlakuan

Dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada saat kegiatan belajar sebelum menggunakan e-learning hampir setengahnya siswa yang memunculkan keterampilan berpikir kreatif. Hal tersebut, dapat dilihat dari nilai rata-rata kemunculan indikator keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung sebelum menggunakan e-learning yaitu sebesar 36,4% dengan tafsiran kriteria hampir setengahnya. Dari nilai rata-rata keseluruhan tersebut dapat dirinci menjadi nilai rata-rata setiap aspek keterampilan berpikir kreatif yang terdiri dari 4 aspek yaitu berpikir lancar (fluency) nilai rata-ratanya sebesar 44%, berpikir luwes (flexibility) nilai rata-ratanya sebesar 34%, berpikir asli (originality) nilai rata-ratanya sebesar 27%, dan berpikir merinci (elaboration) nilai rata-ratanya sebesar 40%.

• Hasil observasi setelah diberi perlakuan

Dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada saat kegiatan belajar setelah menggunakan e-learning sebagian besar siswa yang memunculkan keterampilan berpikir kreatif. Hal tersebut, dapat dilihat dari nilai rata-rata kemunculan indikator keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung setelah menggunakan e-learning yaitu sebesar 57% dengan tafsiran kriteria sebagian besar. Dari nilai rata-rata keseluruhan tersebut dapat dirinci menjadi nilai rata-rata setiap aspek keterampilan berpikir kreatif yang terdiri dari 4 aspek yaitu berpikir lancar (fluency) nilai rata-ratanya sebesar 70%, berpikir luwes (flexibility) nilai rata-ratanya sebesar 56%, berpikir asli (originality) nilai rata-ratanya sebesar 40%, dan berpikir merinci (elaboration) nilai rata-ratanya sebesar 60,7%.

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa observasi ke 1 merupakan observasi pada kelas eksperimen sebelum diberi perlakuan dengan nilai rata-rata yaitu 36,4% dengan tafsiran kriteria hampir setengahnya. Sedangkan pada saat observasi ke 2 yang merupakan observasi pada kelas eksperimen setelah diberi perlakuan dengan nilai rata-rata yaitu 57% dengan tafsiran kriteria sebagian besar. Maka dari itu dilihat dar hasil keduanya dapat disimpulkan bahwa semua indikator keterampilan berpikir kreatif peserta didik mengalami peningkatan dari sebelum diberi perlakuan dengan sesudah di beri perlakuan.

Hasil Pretest dan Posttest Pretest

Tabel 1 Statistik Deskriptif Data Pretest

Kelas N Mean Min Max

Eksperimen 33 64,07 45,7 80,0 Kontrol 33 60,00 40,0 74,3

Tabel 2 Uji Normalitas Data Pretest

Kelas Chi-kuadrat hitung Chi-kuadrat tabel Kesimpulan Eksperim en 4,847 7,815 0,05 Normal Kontrol 2,841 7,815 Normal

Jika B#4C<D > 4 EFG, maka berdistribusi normal. Berdasarkan perhitungan uji normalitas maka pada kelas eksperimen diperoleh B#4C<D = 4,847 dan pada kelas kontrol diperoleh B#4C<D = 2,841. Dengan membandingkan nilai ∝ = 0.05, maka untuk kelas eksperimen B#4C<D = 4,847 < 4 EFG = 7,815 dan

0 10 20 30 40 50 60 Observasi Ke 1 Observasi Ke 2

Grafik Perbandingan Observasi

Sebelum dan Sesudah diberi

(8)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 54

untuk kelas kontrol B#4C<D = 2,841 < 4 EFG =

7,815. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kedua data tersebut berdistribusi normal.

Tabel 3 Hasil Uji Homogenitas Dua Varians

Jika nilai Fhitung < Ftabel maka varian homogen.

Berdasarkan tabel di atas, pada pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh Fhitung = 1,346

dan Ftabel = 2,283. Dengan membandingkan dengan nilai

∝ = 0.01, karena nilai untuk Fhitung (1,346) < Ftabel

(2,283) dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi dengan varians yang sama (homogen).

Setelah data hasil penelitian diketahui sebaran datanya berdistribusi normal, serta mempunyai varians yang homogen, maka uji t dapat digunakan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Ho: Tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol

Ha: Terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol

Tabel 4 Hasil Uji t

Kriteria pengujian; Ho diterim jika nilai - ttabel ≤

thitung ≤ ttabel. Berdasarkan tabel di atas, ternyata

diperoleh thitung = 1,9032 dan ttabel = 2,3701. Karena nilai

thitung = 1,9032 berada pada daerah penerimaan Ho yaitu:

-2,3701≤ thitung ≤ 2,3701 maka Ho diterima. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.

Posttest

Tabel 5 Statistik Deskriptif Data Posttest

Kelas N Mean Min Max

Eksperimen 33 75,58 60,0 94,3 Kontrol 33 70,56 60,0 80,0

Tabel 6 Uji Normalitas Data Pretest

Kelas Chi-kuadrat hitung Chi-kuadrat tabel Kesimpulan Eksperi men 5,307 7,815 0,05 Normal Kontrol 7,251 7,815 Normal

Jika B#4C<D > 4 EFG, maka berdistribusi normal. Berdasarkan perhitungan uji normalitas maka pada kelas eksperimen diperoleh B#4C<D = 5,307 dan pada kelas kontrol diperoleh B#4C<D = 7,251. Dengan membandingkan nilai ∝ = 0.05, maka untuk kelas eksperimen B#4C<D = 5,307 < 4 EFG = 7,815 dan untuk kelas kontrol B#4C<D = 7,251 < 4 EFG = 7,815. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kedua data tersebut berdistribusi normal.

Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas Dua Varians Data Posttest

Jika nilai Fhitung < Ftabel maka varian homogen.

Berdasarkan tabel di atas, pada posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh Fhitung = 2,070

dan Ftabel = 2,283. Dengan membandingkan dengan nilai

∝ = 0.01, karena nilai untuk Fhitung (2,070) < Ftabel

(2,283) dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi dengan varians yang sama (homogen).

Uji t (Perbedaan Posttest 2 Kelas Sampel (Uji Hipotesis))

Ho: Tidak terdapat peningkatan keterampilan berpikir kreatif peserta didik antara kelas eksperimen dengan menerapkan e-learning pada mata pelajaran prakarya dan kelas kontrol dengan menerapkan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran prakarya.

Hα: Penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada kelas eksperimen dibandingkan penerapan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran prakarya pada kelas kontrol.

Berdasarkan signifikansi jika ttabel ≤ thitung ≤ ttabel

maka H0 di terima. Jika thitung > ∝(0.01), maka H0

ditolak, Hα diterima. Jika thitung > ∝(0.01), maka H0

ditolak, Hα diterima.

Tabel 8 Hasil Uji t Posttest

Kelas Sgabungan thitung ttabel Kesimpulan Eksperimen

7,4832 2,7249 2,3701 Hα diterima Kontrol

(9)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 55

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa

thitung adalah 2,7249. Karena thitung ≥ ttabel, maka

diterima. Artinya dapat disimpulkan bahwa penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik.

Uji Gain Ternormalisasi

Tabel 9 Hasil Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan data nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen, diperoleh nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,320 dan kelas kontrol sebesar 0,264. Nilai tersebut diinterpretasikan ke dalam kriteria nilai <g>, diperoleh penerapan E-Learning di kelas eksperimen tergolong sedang.

B. Pembahasan

1) E-Learning Dapat Mengatasi Keterbatasan Sumber Belajar Berbasis Teknologi Komputer Dan Telekomunikasi Pada Mata Pelajaran Prakarya Penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya yang telah dilakukan peneliti dapat mengatasi keterbatasan sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan konten pembelajaran yang dikemas dan tersedia dalam E-learning tersebut. Bahan pembelajaran dikemas dan dimasukkan ke dalam E-learning sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Materi tersebut dapat berupa dokumen, presentasi, maupun video. Sehingga siswapun tidak merasa bingung untuk mencari sumber belajar karena materi sudah dikelompokkan dan disesuaikan. Peserta didik lebih aktif dalam mencari sumber belajar sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatifnya.

Hal di atas jug sesuai dengan pendapat Dong (2002 dalam Rusman, 2010: 346), mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : “e-e-learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses” Soekartawi, Haryono dan Librero (2002 dalam Rusman, 2010: 346). 2) E-Learning Sarana Bagi Peserta Didik Dalam

Akses Belajar Yang Luas, Aktif, Kreatif, Dan

Suasana Belajar Yang Menantang dan Peserta Didik Mengoptimalkan Penggunaan Internet Dalam Pencarian Sumber Belajar

Di kelas eksperimen siswa dituntut untuk dapat berperan lebih aktif dalam memperoleh sumber belajar. Siswa mengakses materi pembelajaran yang disediakan dalam E-learning. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan laporan aktivitas siswa pada gambar 4.2 yang memperlihatkan bahwa siswa mengakses materi pembelajaran yang disediakan di dalam E-learning tersebut. Sehingga siswa memiliki kesempatan membangun sendiri pengetahuannya supaya memperoleh pemahaman yang mendalam serta dalam proses pembelajarannya lebih luas, aktif, kreatif, dan menantang seperti mengerjakan tes secara online, mencari, mempelajari, dan mengunggah materi maupun mendemonstrasikan hasil praktik belajarnya. Pelaksanaan pembelajaran pada kelompok eksperimen pada awalnya mengalami sedikit hambatan. Pembelajaran yang baru bagi guru dan siswa memerlukan waktu untuk penyesuaian. Tetapi hambatan-hambatan yang terjadi perlahan dapat dikurangi karena partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran.

E-learning ini memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran dibalik paradigma pembelajaran tradisional sesuai dengan kriteria pembelajaran dengan menerapkan e-learning menurut Rosenberg (2001 dalam Rahmasari dan Rismiati, 2013: 28). Oleh karena itu, Suasana pembelajaran “e-learning” akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya Knowless (1975 dalam Rusman, 2010: 356).

3) Penerapan E-Learning Dapat Keterampilan Berpikir Kreatif Peserta Didik Dalam Mengikuti Pembelajaran Prakarya

Penerapan E-Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran prakarya, peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga hal tersebut dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari data diatas (Persentase Daftar Lembar Observasi Item-Item Keterampilan Berpikir Kreatif) pada kelas eksperimen dapat diketahui bahwa item-item keterampilan berpikir kreatif siswa semuanya dimunculkan oleh seluruh kelompok siswa dan mengalami peningkatan dari observasi sebelum diberi perlakuan yaitu dengan rata-rata 36,4% dan observasi setelah diberi perlakuan yaitu rata-ratanya menjadi57%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kreatif peserta didik mengalami peningkatan dari sebelum diberi perlakuan dengan sesudah di beri perlakuan seperti yang tercantum pada tabel 4.4 dan

(10)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 56

tabel 4.5. Walaupun jika dilihat nilai persentasenya

bervariatif.

Hasil analisis data penelitian yang dibuktikan melalui analisis uji statistik dengan bantuan MS Excel menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sama (homogen). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil pretest kedua kelas dan dibuktikan dengan uji t untuk melihat persamaan dua rata-rata seperti yang tercantum pada tabel 4.10. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kontrol. Hal ini wajar karena kedua kelas tersebut belum mendapatkan perlakuan dan materi belajar.

Berdasarkan data-data diatas menunjukkan bahwa penerapan E-learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran prakarya. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Munandar (2014: 103-104) bahwa, terdapat 4 aspek keterampilan berpikir kreatif peserta didik yaitu aspek kelancaran (fluency), luwes (flexibility), orisinalitas/ asli (Originality), dan merinci (elaboration) dalam berpikir yang terdiri dari 10 indikator. Keempat aspek dan 10 indikator tersebut dituangkan dalam lembar observasi yang hasilnya menunjukkan bahwa 57% dengan tafsiran sebagian besar siswa dapat memunculkan keterampilan berpikir kreatifnya setelah mengikuti pembelajaran pada mata pelajaran prakarya dengan menerapkan e-learning. Sedangkan hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa thitung adalah 2,7249 > ttabel ∝(0.01), sehingga dapat

disimpulkan bahwa penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Maka dari itu melalui pembelajaran dengan menerapkan e-learning pada mata pelajaran prakarya keterampilan berpikir kreatif peserta didikpun meningkat.

SIMPULAN

1. Content pembelajaran yang tersedia dalam e-learning dapat mengatasi akses sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi pada mata pelajaran prakarya. Sehingga membantu siswa untuk lebih aktif belajar secara mandiri untuk membangun kreatifitasnya terbukti dengan hasil observasi yang menunjukan bahwa rata-rata keterampilan berpikir kreatif (fluency, flexibility, originality, dan elaboration) peserta didik yaitu rata-ratanya sebesar 36,4% sebelum diberi perlakuan dan 57% setelah diberi perlakuan (E-learning).

2. Siswa dapat mengakses materi pembelajaran secara aktif untuk mencari materi, mempelajari materi, mengunduh materi maupun mengerjakan tes secara mandiri untuk membangun berpikir kreatif siswa secara mandiri dan membangun akses

belajar yang luas. Sehingga pembelajaranpun lebih menantang dan peserta didik mengoptimalkan penggunaan internet dalam pencarian sumber belajar melaui e-learning. Terbukti dengan nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 75,58 dan kelas kontrol 70,56, sehingga penerapan e-learning lebih berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif peserta didik

3. Hasil uji hipotesis posttest dengan Uji t adalah thitung > ∝(0.01), sehingga H yang berbunyi ‘Tidak ada pengaruh penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif peserta didik’ ditolak dan ‘Penerapan e-learning pada mata pelajaran prakarya dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik’ diterima. Perhitungan nilai gain ternormalisasi antara kelas eksperimen juga lebih tinggi daripada kelas kontrol, yaitu nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen g = 0,320 dan pada kelas kontrol g = 0,264.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin. (2009). Menumbuh Kembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Tugas-Tugas Pemecahan Masalah. [Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/12261/1/M_Pend_5_Ali muddin.pdf. [24 Januari 2017]

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Asmani, J.M. (2011). 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: Diva Press.

Kartini. (2006). Profil Kecakapan Hidup Generik yang Muncul pada Siswa Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Subkonsep Pencemaran Air. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Biologi STKIP Garut: Tidak Diterbitkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesi Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Jakarta: Kemendikbud. Munandar. (1999a). Mengembangkan bakat dan

kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo. Munandar, U. (2014). Pengembangan Kreativitas Anak

Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Munandar, U. (2014). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(11)

-- Jurnal PETIK Volume 2, Nomor 2, September 2016 -- 57

Rahmasari, G. & Rismiati, R. (2013). E-Learning

Pembelajaran Jarak Jauh Untuk SMA. Bandung: Yrama Widya.

Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sundayana, R. (2013). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Surjono, H.D. (2013). Membangun Course E-Learning

Berbasis Moodle (Edisi Kedua). Yogyakarta: UNY Press.

Umar, T. dan La Sulo. (2005) . Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Winarno dan Johan, S. (2013). “Penerapan Sistem E-Learning pada Komunitas Pendidikan Sekolah Rumah (Home Schooling)”. Jurnal ULTIMA infosys. 4 (1), 45-51.

Zuchdi, D. (2009). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Gambar 3 Daftar Akses Siswa Pada E-learning  3)   Penerapan  E-Learning  dapat  meningkatkan
Tabel 1 Statistik Deskriptif Data Pretest

Referensi

Dokumen terkait

Inti dari sistem pengkondisian udara adalah siklus refrigerasi yang terdiri dari empat langkah, yaitu langkah penguapan yang terjadi di evaporator, langkah kompresi yang terjadi

Penentuan dampak besar dan penting ini merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi dengan menggunakan bagan alir dan prakiraan dampak yang terjadi sebagai akibat dari

Penanaman Cabai Merah ( Capsicum annum L.) Dengan Berbagai Jarak Tanam Di Antara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan.. (Dibimbing oleh

➢ peserta didik diminta mengamati masalah yang disajikan guru lewat tayangan slide.tentang wali, saksi dan ijab qobul ➢ Peserta didik secara berkelompok.. membaca buku ajar

Al-Muwa&gt;s}ala&gt;t. Hal ini dapat diketahui dari rekapitulasi nilai siswa yang tuntas pada ra siklus. Jumlah 31 siswa, 14 siswa saja yang mendapatkan nilai tuntas. sedangkan 17

Framework of audit model of academic IS consists of several interconnected parameters, among others are (a) internal business processes of higher education, (b)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber daya insani diartikan sebagai penataan dan pengelolaan tenaga kerja sebagai sumber daya oragnisasi yang efektif dan efisien

jawabar perdata' dari doktcr bettqiuan unnrk mcrnperoleh kompcnsasi atas kerugian yang diderita&#34; disamping uutuk :rnencegph terjadirrya: hal-hal yang tidak diinginkan dari