• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KIMIAWI SANTON DAN UJI ANTIMALARIA DARI KULIT BATANG Garcinia cylindrocarpa Kostern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KIMIAWI SANTON DAN UJI ANTIMALARIA DARI KULIT BATANG Garcinia cylindrocarpa Kostern"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KIMIAWI SANTON DAN UJI ANTIMALARIA

DARI KULIT BATANG Garcinia cylindrocarpa

Kostern

Batlayar. A

1

, Ersam. T

2*

, Santoso. M

2

Ati Widiawaruyanty

3

1Mahasiswa Pascasarjana Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2Pascasarjana Kimia, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

3Fakultas Farmasi, Universitas Airlanga Surabaya

Absrak.

Dua senyawa baru turunan santon yaitu 1,6-dihidroksi-5,7-dimetoksi-(3’,3’:3,4)-dimetilpyransanton (I) dan 1,6-dihidroksi-5-metoksi-(3’,3’:3,4)dimetilpyran-(7,8)furan-santon (II) telah dipisahkan dari kulit batang G.cylindrocrpa Kostern endemik kepulauan Maluku. Pemisahan kedua senyawa ini dilakukan dengan metode ekrtaksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Selanjutnya ektrak pekat metanol difraksinasi dengan kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom grafitasi (KKG) dan dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Penetuan struktur menggunakan data spektroskopi UV, IR, 1H dan 13C-NMR. Uji bioaktifitas terhadap parasit Plasmodium falciparum secara in vitro menunjukan senyawa II (IC50 0,208 µg/mL) lebih aktif dari senyawa I (IC50 0,642). Jika dibandingkan dengan kloroquin (IC50 0,035µg/mL) kedua senyawa ini bersifat moderat namun dikatakan sangat aktif sebagai antimalaria.

Kata Kunci : Antimalaria, Garcinia cylindrocarpa Kostern, Plasmodium falciparum, Santon.

*Corresponding Autors: taslimersam@its.ac.id

1. Pendahuluan

Garcinia merupakan genus yang paling banyak dan penting pada famili

Clusiaceae, terdiri dari 400 spesies yang tersebar secara luas dikawasan tropis Asia, Afrika, Kaledonia Baru dan Polinesia (Merza dkk., 2004). Dari genus ini dilaporkan kaya akan kandungan senyawa santon teroksigenasi, terprenilasi, tergeranilasi dan tersiklisasi (Peres dkk, 2000), dengan pola struktur yang sama secara kualitatif dan akan berbeda secara kuantitatif. Hal ini dimungkinkan karena afinitas kimiawi satu spesies dengan spesies lain dalam satu genus atau family memiliki hubungan kekerabatan molekul. Hubungan ini dapat dibuktikan dengan temuan beberapa senyawa santon dari berbagai spesies yang telah dilaporkan diantaranya adalah 1,6-dihidroksi santon, 1,4,5-trihidroksi santon dari G.vieillardii (Hay dkk, 2004), kowanin, kowanol, kowasanton dari G.cowa (Saxena, 2003) parcixanton A, rubrasanton dari G. parvifolia (Kosela dkk, 2006), yahyasanton dari G. rigida (Elya dkk, 2008). Senyawa-senyawa ini dilaporkan memiliki aktifitas sebagai atimalaria. Malaria merupakan masalah utama didunia yang belum terselesaikan. Maluku dengan kondisi geografis kepulauan hingga kini masih berkategori daerah endemik malaria (Kompas 2002). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, namun hingga kini belum membuahkan hasil yang baik. Oleh sebab itu berbagai penelitian telah digalakan untuk menemukan alternative obat antimalria yang aman dan efektif dari berbagai tumbuhan. Salah satu tumbuhan endemik kepulauan Maluku yang belum pernah diteliti adalah Garcinia cylindrocarpa Kostern. Dengan pengetahuan khemotaksonomi dan etnobotani maka tumbuhan ini berpeluang untuk ditemukan senyawa-senyawa yang aktif sebagai antimalaria. Kini untuk pertama kali dilakukan ekstrak terhadap kulit batang tumbuhan tersebut dan uji aktifitasnya sebagai antimalaria.

(2)

2. Metodologi Penelitian Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: gelas kimia, elenmeyer, gelas ukur, botol vial, chamber KLT, kaca arloji, pipet tetes, pinset, spatula, cawan porselen, plat pemanas (hot plate), peralatan kolom kromatografi (KKG,KCV), peralatan ekstraksi maserasi, lampu ultraviolet (UV) dengan λ 254 dan 366 nm, rotari evaporator, alat pengukur titik leleh Fisher Johns, neraca analitik, spektrofotometer UV, IR , 1H dan 13C-NMR.

Bahan. Yang digunakan adalah serbuk kulit batang Garcinia cylindrocarpa Kostern, pelarut oraganik seperti n-heksana, metilenklorida, kloroform, etilasetat, aseton, metanol, aquades, plat KLT, silika gel 60 GF 254 untuk KCV, silika gel untuk kolom, pereaksi penampak noda serium sulfat (Ce(SO4)2) dalam H2SO4 2N, kapas, kertas saring,

aluminium foil, darah manusia golongan O, pelarut DMSO, parasit Plasmodium

falcifarum.

Ekstraksi dan Fraksinasi. Ekstrak pekat metanol (3 kg) difraksinasi dengan KCV

menggunakan eluen Hx:Ea 5%, 30%, 50%, 70%. Hasil fraksinasi dimonitoring diatas plat KLT. Fraksi-fraksi yang Rf nya relative sama digabung sehingga didapatkan tiga fraksi gabungan diantaranya fraksi A, B dan C. Fraksi B sebanyak (3,228 g) difraksinasi lebih lanjut dengan KCV menggunakan eluen Hx:Ea 1,5%, 2,5%, 10%, 20%. Hasil fraksinasi dimonitoring diatas plat KLT. Fraksi-fraksi yang Rf nya relative sama digabung sehingga didapatkan enam fraksi gabungan diantaranya FB1, FB2, FB3, FB4, FB5 dan FB6. Fraksi

FB4 (1,2570 g) difraksinasi dengan metode KCV menggunakan eluen Hx:Ea 2%, 5%,

10%, 20%. Didapatkan kristal jarum berwarna kuning pada beberapa fial tepat pada konsentrasi eluen 5%, kemudian dicuci diatas saringan fakum dengan eluen Hx:Ea 2,5%. Selain itu terbentuk kristal rombik berwarna kuning pada fraksi gabungan FB4.4. Kristal

tersebut direkristalisasi menggunakan eluen Ea:Hx. Kedua kristal tersebut dimonitor diatas plat KLT menampakan noda dengan harga Rf yang relatif sama sehingga keduanya dianggap merupakan senyawa yang sama dan disebut senyawa I (27 +30 mg). Fraksi FB5 (0,661 g) difraksinasi dengan metode KKG menggunakan eluen Hx:MC

20%, 25%, 27%, 30%, 33%, 35%, 40%, 45%, 47%, 50%, 55%, 60%, 65%, 70%. Hasil fraksinasi dimonitoring diatas plat KLT. Fraksi-fraksi yang Rf nya relative sama digabung dan didapatakan enam fraksi gabungan. Terbentuk Kristal jarum pada fraksi gabungan FB5.4 kemudian dicuci diatas saringan fakum dengan eluen Hx pa:MC pa 15% dan

disebut senyawa II (37 mg).

Uji aktivitas Antimalaria. Pengujian senyawa I dan II dilakukan dalam lempeng sumur

mikro yang terdiri dari 24 sumur. Bahan uji dengan konsentrasi 0,001; 0,01; 0,1; 1; 10 sebanyak 20 µl dimasukan dalam sumur mikro dan ditambahkan suspensi parasit sebanyak 480 µl dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24, 48, 72, dan 96 jam. Setelah

24 jam medium pada masing-masing sumur diambil kira-kira 250 µl, kemudian ditambahkan medium yang berisi bahan uji dengan konsentrasi yang sama dengn awal. Selanjutnya diinkubasi dalam candle jar pada suhu 37oC. Setelah 48 jam dilakukan

pergantian medium tanpa bahan uji. Pembuatan hapusan darah tipis dilakukan pada 72 dan 96 jam. Kemudian dibuat sedian darah tipis dan dihitung jumlah eritrosit yang terinfeksi pada sumur uji dan control negative. Untuk melihat eritrosit yang terinfeksi digunakan mikroskop dengan pembesaran 10x100. Data yang diperoleh dianalisa dengan program SPSS window 13,5 menggunakan analisa probit untuk memperoleh harga IC50

Karakterisasi data

Senyawa (I): C20H18O7 ,kristal berwarna kuning (57 mg) TL=185-186oC. UV λmax (nm):

(MeOH) 328, 202, 286; (MeOH+NaOH) 381; (MeOH+AlCl3) 335,289; (MeOH+AlCl3+HCl)

335,289. IR Vmax(cm-1) (KBr) ) 3326,8, 1297,8, 1122,1, 1656,9, 1470, 2974,9 dan

2938,6; 1H dan 13C-NMR (Tabel I). Senyawa (II): C21H16O7 kristal jarum kuning hijau

(27,1 mg) TL=192-193oC. UV λmax (MeOH) 328, 201 dan 277 nm; (MeOH+NaOH) 362,

203, 282 nm; (MeOH+AlCl3) 332, 286; (MeOH+AlCl3+HCl) 328, 286). IR Vmax (nm-1)

(KBr) 3300,8, 1190,4, 1139,8, 1625,8, 1447,2, 2936,1, 2972,7; 1H dan 13C-NMR

(3)

3. Hasil dan Pembahasan

Spektrum UV senyawa I menunjukan adanya kromofor khas untuk ikatan rangkap terkonjugasi dan heteroatom. Penambahan NaOH menunjukan adanya fenol yang mengalami kesetimbangan ketoenol dengan gugus karbonil (Ito, dkk., 1997; Davis dkk., 2004). Dengan demikian disarankan senyawa I memiliki gugus fenol yang tersubtitusi karbonil konjugasi khas untuk kerangka santon (Ito dkk., 1997; Davis dkk., 2004). Penambahan AlC3 menunjukan adanya pergeseran batokromik, namun penambahan

HCl tidak membuat pita bergeser kembali. Hal ini menunjukan struktur senyawa I tidak memiliki sistim orto hidroksi. Spektrum IR memperlihatkan adanya gugus hidroksi –OH, gugus karbonil C=O, ikatan C-O, C-H alifatik dan sitim aromatik. Dari data UV dan IR dapat diketahui senyawa I memiliki gugus fenol, gugus karbonil, prenil atau metoksi sehingga disarankan mempunyai kerangka dasar santon yang termetoksi atau terprenilasi. Spektrum 1H-NMR (Aseton d6, 500 MHz) ) terdiri dari minimal 18 proton.

Sinyal δH (ppm) 7,34(1H, s) dan 6,39 (1H,s) menunjukan dua proton aromatik. Dua sinyal

singlet berturut-turut δH 13,4 (1H,s) dan 6,25 (1H,s) menunjukan proton hidroksi khelat

(Rukachaisirikul dkk, 2003) dan bebas (Creswell dkk, 1987). Sinyal dublet δH 4,00

(6H,d, J=1,8 Hz) menunjukan dua metoksi yang berposisi meta. Dua sinyal dublet masing-masing δH 6,74 (1H d,J=10,4Hz), 5,78 (1H,d,J=10,4Hz) khas untuk dua proton

olefin dari cincin pyran yang tergabung angular dengan kerangka santon (Elya dkk, 2008). Satu sinyal δH 1,47(6H,s) menunjukan dua gugus metil. Data ini diperkuat oleh

spektrum 13C-NMR (Aseton D

6) dan menunjukan adanya 20 karbon yang terdiri dari

karbon-karbon aromatik teroksigenasi, karbon-karbon aromatik, karbon-karbon metin, karbon-karbon olefinik dan karbon-karbon SP3. Spektrum 1H dan 13C-NMR senyawa (I)

dapat dibandingkan dengan senyawa (yahyasanton) (tabel 1) yang telah dilaporkan dari

G. rigida (Elya dkk, 2008). Dari perbandingan data spectrum 1H dan 13C-NMR, kedua

senyawa tersebut relative sama. Namun δH 7,33 (1H,s) yang menunjukan proton

aromatik diposisi C8 senyawa (I) tidak terdapat pada (yahyasanton). Selain itu proton

hidroksi bebas yang berposisi para dengan karbonil tidak ada pada (yahyasanton). Jumlah metoksi senyawa (I) hanya ada dua pada posisi C5 dan C7 sementara

(yahyasanton) ada empat yang berposisi pada C2,C5, C6 dan C8. Dengan demikian

struktur senyawa (I) disarankan relative sama dengan (yahyasanton) dan diberinama 1,6-dihidroksi-5,7-dimetoksi-(3’,3’:3,4)dimetilpyransanton. O O O O H OH OMe MeO (I) O O O O H OH OMe OMe OMe (Yahyasanton)

Spektrum UV senyawa II memperlihatkan puncak serapan yang hampir sama dengan senyawa I dari suatu senyawa aromatik. Sehingga dapat disarankan bahwa senyawa II mengandung sistim fenol yang tersubtitusi gugus keton dan tidak memiliki sistim ortohidroksi. Sperkrum IR memperlihatkan adanya gugus hidroksi, karbonil, C-H alifatik, C=C aromatic. Dari data UV dan IR dapat diketahui senyawa II memiliki gugus fenol, gugus karbonil, prenil atau metoksi sehingga disarankan mempunyai kerangka dasar santon (Ito dkk., 1997; Davis dkk., 2004). yang termetoksi atau terprenilasi dan tidak memiliki sistim orto hidroksi. Spektrum 1H-NMR (Aseton d

6, 500 MHz) ) senyawa II terdiri

dari minimal 16 proton. Sinyal δH (ppm) 6,42(1H, s) menunjukan proton aromatik. Dua

sinyal singlet berturut-turut δH 13,4 (1H,s) dan 6,28 (1H,s) menunjukan proton hidroksi

khelat (Rukachaisirikul dkk, 2003) dan bebas (Kreswell dkk, 1987). Sinyal singlet δH 4,00 (3H, s) menunjukan adanya metoksi. Dua sinyal dublet masing-masing δH 6,68

(4)

(1H d,J=10,4Hz), 5,75 (1H,d,J=10,4Hz) khas untuk dua proton olefin dari cincin piran yang tergabung anguler pada kerangka santon (Elya dkk, 2008). Satu singlet δH (6H,s)

menunjukan dua gugus metil. Dua sinyal dublet δH 7,82 (1H,s J=9,15) dan

7,01(1H,s,J=9,15) menunjukan proton olifinik yang berasal dari cincin furan. Data ini diperkuat oleh spektrum 13C-NMR (Aseton D6) dan menunjukan adanya 21 karbon yang

terdiri dari karbon-karbon aromatik teroksigenasi, karbon-karbon aromatik, karbon-karbon metin, karbon-karbon olefinik dan karbon-karbon metil.

O O O O OH O H OMe (II)

Tabel 1 Data perbadingan δ(1H dan 13C) dari senyawa (Yahyasanton), dengan (I) dan (II)

δH δC

yahyasanton (I) (II) (yahyas

anton) (I) (II) 1 13,33 (1H, s) 13,48 (1H, s ) 13,46 (1H, s) 157,8 160,9 161,2 2 - 6,40 (1H, s) 6,42 (1H, s) 127,9 95,7 95,8 3 - - - 148,5 147,0 157,7 4 - - - 105,2 105,2 105,3 4a - - - 152,9 147.0 157,1 4b - - - 151,3 147,8 151,5 5 - - - 130,5 136,0 135,5 6 - 7,33 (1H, s) 6,28 (1H, sH) 153,3 112,9 129,1 7 6,63 (1H,s) 6,40 (1H, s) - 91,5 95.6 115,5 8 - - 7,33 (1H, s ) 157,2 157,7 114,5 8a - - - 104,9 100,4 122,0 8b - - - 103,0 103,7 103,5 9 - - - 180,7 180,6 180,9 1’ 6,72 (1H, d,J=10,4) 6,68 (1H,d, J=10,4) 6,68 (1H, d, J=10,4) 115,7 115,8 115,7 2’ 5,58 (1H, d, J=10,4) 5,75 (1H,d, J=10,4) 5,75 (1H, d, J=10,4) 127,3 128,8 128,8 3’ - - - 78,1 78,9 79,0 4’ 1,75 (3H, s) 1,47 (3H, s) 1,47 (3H, s) 28,2 29,8 29,9 5’ 1,75 (3H, s) 1,46 (3H, s) 1,46 (3H, s) 28,2 29,7 29,7 1” - - 7,01 (1H, d J=8,55) - - 79,3 2” - - 7,82 (1H, d, J=9,15) - - 96,2 2-OMe 3,98 (3H, s) - - 61,5 - - 5-OMe 3,93 (3H, s) 3,96 (3H, s) 4,00 (3H, s) 61,4 61,6 61,8 6-OMe 3,90 (3H, s) - - 56,3 - - 7-OMe - 4,00 (3H, s) - - 56,6 - 8-OMe 3,96 (3H, s) - 56,4 - - Sumber: Elya dkk, 2008

Dengan memperhatikan nilai δH dan δC senyawa I dan II (Tabel 1) yang relative sama

maka dapat disarankan struktur senyawa II sama dengan struktur senyawa I dengan nama 1,6-dihidroksi-5-metoksi-(3’,3’:3,4)dimetipyran-(7,8)furansanton.Yang membedakan senyawa II dari I adalah adanya tambahan cincin furan yang tergabung pada posisi C7

(5)

dan C8 dan diduga berasal dari prenil yang tersubtitusi pada C8 dan telah mengalami

siklisasi oksidatif dengan gugus metoksi pada C7 dari senyawa I.

Uji aktifitas kedua senyawa tersebut secara invitro sterhadap P. falcifarum menunjukan senyawa I dengan IC50 0,647 µg/mL kurang aktif dibandingkan senyawa II

dengan IC50 0,208 µg/mL. Jika dibandingkan dengan kloroquin IC50 0,035 µg/mL kedua

senyawa ini bersifat moderat. Mekanisme penghambatan kedua senyawa ini belum diketahui secara pasti, namun secara umum mekanisme kerja obat antimalaria senyawa-senyawa fenolat terhadap proses penghambatan pembentukan polimerisasi heme dilakukan dengan cara terjadi interaksi antara senyawa dengan sistim elektronik hem atau ikatan gugus hidroksi dengan ion besi hem (Bassilico dkk, 1998). Dengan demikian senyawa I dan II yang merupakan turunan santon (fenolat) dapat juga memiliki mekanisme kerja dengan sistim elektronik hem dengan gugus hidroksil yang berikatan kompleks dengan ion besi hem. Kemampuan dalam menghambat polomerisasi hem berhubungan langsung dengan kemampunnya sebagai antimalaria. Menurut Quattara (2006), ekstrak yang memiliki aktivitas antimalaria dengan nilai IC50 < 5 μg/mL dikatakan

sangat aktif; 5–50 μg/mL termasuk aktif; 50–100μg/mL termasuk kurang aktif (aktivitas lemah); dan >100μg/mL dikatakan tidak aktif sebagai antimalaria. Merujuk pada batasan yang diberikan ini, senyawa I dan II dapat dikatakan sangat aktif sebagai antimalaria sehingga prospektif untuk dikembangkan menjadi obat antimalaria.

4. Kesimpulan

Kajian kimiawi dari kulit batang G. cylindrocarpa Kostern endemik kepulauan Maluku didapatkan dua senyawa turunan santon yaitu 1,6-dihidroksi-5,6-dimetoksi-(3’,3’:3,4)dimetilpyran santon (I) dan 1,6-dihidroksi-5-metoksi-(3’,3’:3:4)dimetilpyran-(7,8)furansanton (II). Kedua senyawa ini merupakan temuan pertama dari species ini. Aktivitas senyawa (I) lebih rendah dibandingkan dengan senyawa (II) dalam penghambatannya terhadap pertumbuhan P. falciparum dengan nilai IC50

berturut-berturut 0,643 µg/mL dan 0,208 µg/mL. Jika dibandingkan dengan kloroquin IC50

0,035µg/mL bersifat moderat namun prospektif dikembangkan sebagai obat antimalaria karena aktifitasnya < 5µg/mL.

5. Ucapan terima kasih

Dengan ketulusan hati yang paling dalam penulis menghaturkan ucapan terimakasi kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini antara lain Departemen Pendidikan Nasional sebagai sponsor beasiswa unggulan, Bupati Maluku Tenggara Barat atas ijin tugas belajar, Hibah Pascasarjana tahun ke 2 DP2M DIKTI, Sataf Lab. Kimia Instrumen dan Organil FMIPA-ITS, Staf Lab. Instrumen UNESA untuk analisa UV dan IR; Staf LIPI Serpong atas analisa 1H dan 13C-NMR; Kebun Raya Bogor atas

identifikasi spesies G.cylindrocarpa Kostern, Staf Lab.Farmasi UNAIR Surabaya untuk uji antimalaria dan seluruh anggota kelompok kimia tumbuhan FMIPA-Kimia ITS.

Daftar Pustaka

Basilico, N., Pagani, E., Monti, D., Olliaro, P., Taramelli, D., (1998), “A Microtitre-based Method for Measuring the Haem Polymerisation Inhibitory Activity (HPIA) of Antimalarial Drugs”, Journal of Antimicrobial Chemotheraphy, 42, 55-60.

Creswell, C.J., Runquist, O.A., (1982), Analisis Spektrum Senyawa Organik, Edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Davis, R.A., Healy, P.C., Hocking, A., Dinh, N.T., Pitt, J.I., Shivas, R.G., Mitchell, J.K., Kotiw, M., (2004), “Xanthones from a microfungus of the genus xylaria” Phytochemistry, 65, 2373-2378.

Elya, B., He, H.P., Kosela, S., Hanafi, M., Hao, X, J., (2008), “A new cytotoxic xanthon from Garcinia rigida”, Fitoterapia, 79, 182-184.

Ersam, T., (2001), Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatra Barat, Disertasi, ITB, Bandung.

Fidock, D.A, Rosenthal, P.J, Croft, S.L, Brun, R., Nwaka, S., (2004), “Antimalarial Drug Discovery : Efficacy Models for Compound Screening”, Review, Nature, Vol. 3, hal. 509-520.

(6)

Guangzhong, Y., Huijin, F., Ping, W., Yu, C., Fangfang, Z., (2009), “Xanthones from the bark of Garcinia xanthochymus and their 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl radical-scavenging activity”, Chinese Jurnal of chemistry, 27, 74-80.

Hay, A.E., Helesbeux, J.J., Duval, O., Labaied, M., grellier, P., Richomme, P., (2004), “Antimalarial Xanthones from Calophyllum caledonicum and Garcinia vieillardii”, Life Sciences, Vol. 75, hal. 3077–3085.

Harrison, L.J., Leong, L.S., Lee Sia, G., Sim, K.Y., Tan, H.T.W., (1993), “Xanthones from Garcinia forbesii”, Phytochemistry, vol 33, No. 3, pp. 727-728.

Ito, C., Miyamoto, Y., Nakayama, M., Kawai, Y., (1997), “A Novel Depsidone and Some New Xanthones from Gacinia Species”, Chem. Pharm. Bull., 45 (9), 1403–1413.

Kosela, S., Hanafi, M., Kardono,L.B.S., Sherley, G., Harrison, L.J., (2006), “Bioactive Constituens of Garcinia porrecta and G. parvivolia Grown in Indonesia” Biological Sciences, 9 (3): 483-486.

Likhitwitayawuid, K., Phadungcharoen, Th., Mahidol, Ch., Ruchirawati,S., (1997), “7-O-Methylgarcinone E from Garcinia Cowa”., Phytochemistry,Vol 45, No.6, hal 1299-1301. Merza, J., Aumond, M.C., Rondeou, D., Dumonted, V., Le Ray, A. M., Serapin, D., Richome, P.,

(2004), “Prenylated Xanthones and Tocotrienols from Garcinia virgata”, Phytochemistry, 65, 2915-2920.

Nilar, Harrison, L.J., (2002), “Xanthones from the Heart of Garcinia mangostana”, Phytochemistry,

60, 541–548.

Ouattara, 2006. “ Antimalarial Activity of Swartzia madagascariensis Desv. (Leguminosae), Combretum glutinosum Guill. & Perr. (Combretaceae) and Tinospora bakis Miers.” (Menispermaceae), Burkina Faso Medicinal Plants. Afr. Trad. CAM, 3 (1), pp.75-81. Peres, V., Nagem, T.J., de Olivera, F.F., (2000), “Tetraoxygenated Naturally Occuring Xanthones”,

Phytochemistry, Vol. 55, hal. 683-710.

Saxena, S., Pant, N., (2003), “Antimalarial Agents from Plant Sources”, Current Science, Vol. 85, No. 9, hal. 1314-1329.

Referensi

Dokumen terkait

Pergerakan imbal hasil Surat Utang Negara yang masih bergerak dengan mengalami penurunan pada perdagangan di akhir pekan kemarin kembali didorong oleh faktor

Pengaruh Status Gizi Remaja Terhadap Usia Menarche pada Siswi SDN Dukuh Menanggal Surabaya yang dilakukan oleh Putri Kusnita dan Damarati (2012) bahwa terdapat 23 siswi

Berdasarkan hasil observasi di SMK Negeri 1 Pariaman, mata pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika memiliki peran penting dalam pemahaman ilmu dasar kelistrikan

Dari berbagai teknik yang disampaikan seperti teknik pemagaran, pembuatan parit, pengusiran dengan bunyi-bunyiaan didapatkan bahwa metode penggiringan dengan

Bertolak dari latar belakang konseptual dan faktual, maka dapat dikemukakan bahwa permasalahan penelitian ini bertumpu pada konstribusi pengembangan keterampilan

Data primer diperoleh dalam bentuk kata-kata atau ucapan lisan (verbal) dan perilaku dari subjek (informan) berkaitan dengan konsep edupreneurship sebagai usaha

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui: (1) peningkatan aktivitas belajar siswa kelas X MIA 4 SMA Al Islam 1 Surakarta melalui penerapan