• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA)

DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA ANAK TUNARUNGU

(Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur)

MUHAMAD SALEH

SEKOLAH PASCASARJA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir Pembedayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu: Kasus di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Desember 2006

Muhamad Saleh

(3)

MUHAMAD SALEH. Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu (Studi Kasus di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh MUHAMMAD FADHIL NURDIN dan NURMALA K. PANJAITAN.

Permasalahan tunarungu bukan hanya menghambat penyandangnya dalam mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, tetapi juga menimbulkan permasalahan bagi keluarga baik secara psikologis, ekonomi dan sosial. Masalah tunarungu juga dapat menyebabkan masalah kemiskinan. Permasalahan tersebut berusaha dipecahkan oleh anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan membentuk Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA) dengan tujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan khusus anak. Permasalahan yang kemudian muncul adalah sebagian besar anggota POPA termasuk kategori miskin, sehingga kurang mendukung kegiatan POPA baik dalam aspek finansial maupun pengetahuan dan keterampilan.

Tujuan kajian adalah mengetahui kapasitas POPA; mengidentifikasi dan menganalisis masalah POPA; dan menyusun rancangan program pemberdayaan POPA. Strategi kajian dilakukan dengan studi kasus. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, pengamatan berperan serta, studi dokumen dan diskusi kelompok terfokus.

Hasil kajian menunjukkan bahwa kapasitas POPA kurang mendukung dalam memenuhi kebutuhan anggota. Hal ini tercermin dari : (1) Pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam mengelola organisasi sosial

kurang; (2) Pemimpin belum menjalankan fungsi kepemimpinannya; (3) Kerjasama antar anggota belum terjalin dengan baik; (4) Dalam aspek

manajemen organisasi, secara substansi program POPA kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang, pelaksanaan kegiatan POPA tidak berjalan dengan baik, evaluasi tidak pernah dilakukan; (5) POPA tidak memiliki sumber dana berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi POPA dalam mengembangkan organisasi adalah: (1) Anggota mengalami masalah psikologis, ekonomi dan

sosial; (2) Organisasi kekurangan dana untuk mendukung operasional; (3) Keberadaan POPA kurang diketahui masyarakat; (4) Kurang memperoleh

dukungan dari pemerintah dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pendampingan maupun dana dan kurang sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan bimbingan.

Strategi yang dilakukan untuk memberdayakan POPA adalah peningkatan kapasitas POPA, peningkatkan kemampuan memecahkan masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota dan pengembangan jejaring. Tujuan dari program pemberdayaan POPA adalah mewujudkan POPA mandiri secara organisasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota baik dalam aspek ekonomi maupun sosial secara berkelanjutan.

(4)

ABSTRACT

MUHAMAD SALEH. Making efficient use of the brotherhood children care

of special need Association in increasing the prosperity of deaf children relative. (case study in Sebengkok Veleace, Centre Tarakan District, East Borneo Province). Supervised by MUHAMMAD FADHIL NURDIN and NURMALA K.

PANJAITAN.

Deaf problem not only hampers the improvement of the sufferers and their interaction at social environment, but also brings about problem to family, either psychologically, economically or socially. It also can cuase poverty. The member of (PKK) tried to solve it by forming Brotherhood Children Care of special need Association (POPA) which has purpose to increase the family’s ability to fulfil the children special need. Then, the others problem arouse that most of the member of POPA included ini poor category. So, they have lack support to do its program either in financial or knowledge and skill aspects.

The purpose of study is to know the capacity of POPA; to identify and to analyze its problems. Composing the plan program of making efficient use of POPA, study strategy is done throughout case study, interview is used for collecting data and so is the observation. Document study and team discussion are in focus (Focus group discussion).

The result of study showed that POPA capacity gets less support in fulfilling its member necessity. These are showed from (1) Knowledge and skill of the board and member are lack in managing social organization; (2) The leader has not carried out his function; (3) co-operated among the members have not been tied together yet; (4) In organization management, substantially, program of POPA has less orientation to the long term purpose; (5) POPA has no continuity fund resources. The problem that POPA faced in developing the organization are; (1) The members undergo psychology, economic and social problems; (2) The organization has lack fund to support its operational; (3) The existence of POPA is not well known in society; (4) Education, training an infrastructure terms to support its supervising programmes got lack attention government.

The strategy doing make efficient use of POPA are increasing or improving its capacity and ability to solve psychology, social and economic member problem and net working development, the purpose of POPA program is to realize POPA be autonomy organizationally. So, it can fulfil their member necessity, either in economic or social continuity aspect.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya

(6)

PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

(POPA) DALAM

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

ANAK TUNARUNGU

(Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur)

MUHAMAD SALEH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(7)

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU

(Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur)

Nama Mahasiswa : MUHAMAD SALEH Nomor Pokok : A. 154050215

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Muhammad Fadhil Nurdin, Ph.D. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA.

Ketua

Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

PRAKATA

Tiada kata yang paling indah melainkan ucapan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tugas akhir ini ialah pemberdayaan, dengan judul Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu. Kajian dilaksanakan di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur sejak bulan Nopember 2005 sampai dengan bulan September 2006.

Proses penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari peranan yang besar dari komisi pembimbing dan pihak-pihak lain yang telah memberikan arahan, koreksi dan dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1) Muhammad Fadhil Nurdin, Ph. D. selaku ketua komisi pembimbing atas dorongan, arahan dan bimbingannya dalam penulisan tugas akhir ini. 2) Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. selaku anggota pembimbing yang

banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3) Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku ketua program studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) dan staf pengelola program lainnya yang telah banyak memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama pendidikan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

4) Dr. Marjuki. M, Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Sosial Departemen Sosial R. I.

5) Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.

6) Dra. Neni Kusumawardhani, MS. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung

7) Seluruh dosen pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB yang telah memberikan materi perkuliahan.

8) Walikota Tarakan yang telah mengijinkan pengkaji untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

(9)

Sebengkok dan masyarakat kelurahan Sebengkok khususnya Erna S, yang telah membantu, memberikan data, informasi dan kerjasama yang diperlukan untuk menyelesaikan kajian ini.

10) Kawan-kawan seperjuangan di Program Studi Pengembangan Masyarakat atas segala kerjasamanya, khususnya Supriyono, AKS. Muhammad Firnanda, SSTP. Drs. Widi Harsono dan Dra. Mulyati.

Sebagai sebuah tulisan ilmiah, laporan akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khasanah ilmu sosial utamanya tentang upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu di kelurahan Sebengkok. Sadar atas kekurangan dan kesalahan dalam laporan akhir ini, pengkaji mengharapkan koreksi dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaannya.

Akhirnya, hanya kepada Allah pengkaji berserah diri semoga diberikan-Nya hidayah dan ridlo-Nya untuk mengembankan tugas dalam rangka merealisasikan kajian ini di kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan sebagai sebuah pengabdian kepada masyarakat Kota Tarakan. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian laporan akhir ini pengkaji berdoa, semoga Allah SWT. memberikan balasan yang berlipat ganda, amin.

Bogor, Desember 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

Pengkaji lahir di ”kampung” Sekatak Buji Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 7 Maret 1965 dari ayah H. Muhammad bin Yakub dan ibu Hj. Rafeah binti Husin. Putra ke lima dari sembilan bersaudara.

Sekolah Dasar diselesaikan di Sekatak Buji tahun 1977, Sekolah Menengah Tingkat Pertama lulus tahun 1981 di Tanjung Selor, tahun 1984 lulus dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Daerah Samarinda, tahun 2005 lulus S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Perekonomian dan Masalah-masalah Sosial Universitas Terbuka Jakarta.

Pekerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil sebagai Pengamat Hama dan Penyakit pada Balai Proteksi Tanaman Pangan (BPTP) VIII Banjarmasin sejak tahun 1990 s/d Oktober 2001, dimutasikan sebagai Plt. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Pemerintah Kota Tarakan 2001 s/d Juli 2004, menjadi Sekretaris Lurah Kelurahan Karang Rejo, Juli 2004 s/d Juli 2005, jabatan terakhir adalah sebagai Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) ”Kasih Bahagia” Kota Tarakan Juli 2005, Agustus 2005 berkesempatan mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Menikah dengan Hj. Asmawati (34) binti Abdullah Fatah dan dikaruniai empat orang anak yaitu Nabila Rasyida Fajriaty (13), Wirda Nurmi’rani Fajriaty (12), Muhammad Reza Aulia Fajri (7) dan Arafah Namira Fajriaty (2).

(11)

MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Nama Mahasiswa : MUHAMAD SALEH

Nomor Pokok : A 154050215

Program Studi : PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Judul Kajian : PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANG TUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU

(Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur)

Komisi Pembimbing : 1) MUHAMMAD FADHIL NURDIN, Ph.D. (

Ketua)

: 2) Dr. NURMALA K. PANJAITAN, MS. DEA. (

Anggota)

Kelompok/Bidang Ilmu : Ilmu-ilmu Sosial

Hari, tanggal : Rabu, 22 Nopember 2006

Waktu : Pukul 13.00 WIB

Tempat : Ruang Seminar IPB

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 3 Tujuan Kajian ... 3 Kegunaan Kajian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat ... 4

Organisasi Sosial dan kelompok ... 7

Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat ... 8

Kesejahteraan Sosial bagi Keluarga Anak Tunarungu ... 9

Kemiskinan ... 12

Kerangka Pemikiran ... 14

METODOLOGI Strategi Kajian ... 16

Lokasi dan Waktu ... 16

Pengumpulan Data ... 17

Data Kajian ... 17

Sumber Data ... 17

Teknik Pengumpulan Data ... 18

Analisis Data ... 19

Penyusunan Program ... 20

PETA SOSIAL KELURAHAN SEBENGKOK Gambaran Umum Lokasi ... 21

Geografi ... 21

Kependudukan ... 21

Sumberdaya ... 24

Mata Pencaharian, Sistem Ekonomi, dan Strategi Tata Niaga ... 25

Lembaga Masyarakat dan Organisasi ... 26

Kepemimpinan Lokal ... 30

Kemiskinan dan Keanggotaan POPA ... 32

PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan ... 34

(13)

Stuktur POPA ... 35

Kepengurusan ... 35

Keanggotaan ... 35

Karakteristik Anggota ... 35

Tinjauan Terhadap POPA dalam Aspek Ekonomi dan Sosial ... 36

Pengembangan Ekonomi Lokal ... 36

Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial ... 37

ANALISIS KAPASITAS DAN PERMASALAHAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Kapasitas POPA ... 40

Sumberdaya Manusia Pengurus dan Anggota ... 40

Kepemimpinan ... 41

Kerjasama Antar Anggota ... 42

Manajemen POPA ... 42

Dana ... 45

Permasalahan POPA ... 47

Masalah Anggota ... 47

Permasalahan Organisasi ... 48

RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POPA Latar Belakang ... 54

Penentuan Masalah dan Identifikasi Potensi Lokal ... 55

Rancangan Program Pemberdayaan POPA ... 57

Proses Penyusunan Program ... 57

Tujuan ... 58

Tahapan dan Sasaran ... 58

Program Kegiatan ... 59

Peningkatan Kapasitas POPA ... 64

Peningkatan Partisipasi Masyarakat ... 65

Konsultasi dan Pengembangan Sosial Ekonomi Keluarga ... 65

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan ... 67

Kapasitas POPA ... 67

Pemasalahan POPA ... 67

Strategi Pemberdayaan POPA ... 68

Rekomendasi ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan

Masyarakat tahun 2005/2006 ... 17 2 Teknik Pengumpulan Data ... 19 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok

Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 22 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok

Berdasarkan Mata Pencaharian ... 25 5 Daftar Nama-nama Pemborong ikan

di Pasar Lingkas ... 28 6 Komposisi Anggota POPA Berdasarkan

Jenis Pekerjaan ... 36 7 Permasalahan, Cara Mengatasi, Potensi dan

Hambatan dalam Pemberdayaan POPA ... 57 8 Program Kegiatan Pemberdayaan POPA ... 60

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA ... 15 2 Piramida Penduduk Kelurahan Sebengkok ... 23 3 Jumlah Penduduk Sebengkok

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Kelurahan Sebengkok ... 72 2 Notulen Rapat-rapat di Lokasi Kajian ... 73 3 Photo-photo pelaksanaan Rapat ... 96

(17)

Latar Belakang

Konstitusi mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial sebaik-baiknya. Secara eksplisit ketentuan-ketentuan tersebut menjelaskan adanya persamaan kesempatan semua warga negara termasuk anak tunarungu dan keluarganya untuk memperoleh taraf kehidupan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Permasalahan tunarungu bukan hanya menghambat penyandangnya dalam mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, tetapi juga menimbulkan permasalahan bagi keluarga baik secara psikologis, ekonomi dan sosial. Secara psikologis, keberadaan tunarungu dalam keluarga menimbulkan masalah emosional. Hal ini seperti dikatakan oleh Dubois (1992) yang menyatakan bahwa orangtua biasanya marah, kecewa, merasa berdosa, bimbang dan khawatir ketika mengetahui bahwa anaknya cacat. Secara ekonomi, kebutuhan khusus yang dimiliki tunarungu akan menimbulkan konsekuensi bertambahnya beban ekonomi, misalnya biaya sekolah khusus yang lebih mahal daripada sekolah umum. Dalam aspek sosial, kurangnya penerimaan masyarakat terhadap tunarungu dan masih adanya pandangan yang miring, seperti anggapan bahwa tunarungu sebagai kutukan akibat kesalahan keluarga berdampak pada terganggunya keluarga dalam berelasi dengan lingkungannya.

Masalah tunarungu dapat menyebabkan masalah kemiskinan. Keterbatasan aksesibilitas seperti akses terhadap pendidikan mengakibatkan kesulitan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam dunia kerja, sehingga membatasi kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang memadai untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan tunarungu telah dilakukan oleh pemerintah melalui penyelengaraan pelayanan sosial seperti panti sosial dan sekolah-sekolah luar biasa. Namun demikian, disebabkan oleh keterbatasan biaya, tidak semua tunarungu dapat memperoleh pelayanan sosial. Selain

(18)

2 pemerintah terdapat pula organisasi masyarakat yang memiliki kepekaan terhadap kesejahteraan anak tunarungu. Organisasi tersebut adalah Forum Pemberdayaan Penyandang Cacat (FPPC) Kota Tarakan. FPPC Kota Tarakan menyediakan sarana dan prasarana belajar mengajar bagi anak tunarungu dengan mendirikan Sekolah Luar Biasa “Kasih Bahagia”. Namun demikian, tidak semua keluarga anak tunarungu memanfaatkan sekolah tersebut dengan memasukkan anaknya ke SLB ”Kasih Bahagia”. Sampai tahun 2005, baru dua keluarga dari Kelurahan Sebengkok yang memasukkan anaknya ke SLB ”Kasih Bahagia”.

Permasalahan ini berusaha dipecahkan oleh anggota PKK dengan menghimpun para keluarga anak tunarungu untuk peduli terhadap peningkatan kesejahteraan anak tunarungu. Para orangtua yang telah dihimpun sepakat menamakan perkumpulan mereka dengan nama Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA). Tujuan dari pembentukan organisasi ini adalah meningkatkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan khusus anak tunarungu agar dapat berkembang secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Jumlah anak tunarungu di Kota Tarakan sebanyak 178 orang. Di Kecamatan Tarakan Tengah berjumlah 53 orang dan 21 orang diantaranya berasal dari Kelurahan Sebengkok1. Di Kelurahan Sebengkok ini, telah terbentuk Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA) yang beranggotakan 21 orangtua.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah kondisi keluarga tunarungu tidak semua berlatar belakang sosial ekonomi yang memadai untuk dapat mendukung kegiatan POPA baik dalam aspek finansial maupun pengetahuan dan keterampilan. Dari 21 keluarga anak tunarungu yang tergabung dalam POPA, 14 diantaranya termasuk kategori miskin dengan tingkat pendidikan hanya sampai jenjang pendidikan dasar. Kondisi ini menyebabkan POPA tidak dapat berkembang untuk mencapai tujuannya. Hal ini diindikasikan dengan keanggotaannya semakin berkurang, kegiatan POPA tidak dilaksanakan secara berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota, kurangnya dana untuk mendukung operasional organisasi, keberadaan POPA belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah. Oleh karena itu,

1

Sumber Data: Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) Tahun 2005. Jumlah tunarungu di Kelurahan Sabengkok 21 orang dengan klasifikasi layak didik 4 orang, layak latih 9 orang dan tidak layak didik/latih 8 orang.

(19)

mengkaji kapasitas dan permasalahan POPA menjadi hal menarik dilakukan agar dapat ditemukan strategi untuk meningkatkan kapasitas POPA agar menjadi berdaya.

Rumusan Masalah

Kajian ini difokuskan pada “bagaimana pemberdayaan POPA dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya?” Pemberdayaan POPA terkait dengan kapasitas dan permasalahan lembaga. Oleh karena itu, batasan masalah dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah kapasitas POPA?

2) Permasalahan apa sajakah yang dihadapi oleh POPA?

3) Bagaimanakah strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan POPA untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu?

Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk :

1) Mengidentifikasi dan Menganalisis kapasitas POPA; 2) Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi POPA ;

3) Menyusun rancangan program yang dapat dilakukan untuk memberdayakan POPA, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang mempunyai anak tunarungu.

Kegunaan Kajian

1) Memberikan masukan bagi POPA dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu;

2) Memberikan masukan kepada pemerintah kelurahan dan pegiat masyarakat tentang program pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu;

3) Memberikan masukan kepada pemerintah lokal tentang model pemberdayaan melalui pengembangan organisasi sosial dalam masyarakat.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya melalui pendayagunaan aset material lokal guna mendukung kemandirian melalui organisasi. Kedua, adalah proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi agar suatu komunitas mempunyai kemampuan menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog (Hikmat, 2001). Dengan demikian, strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pengembangan organisasi melalui kegiatan mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan potensinya, memperkuat daya dan potensi yang dimiliki, dan menciptakan iklim untuk berkembang.

Pendekatan kelompok seperti POPA merupakan salah satu strategi untuk memberdayakan masyarakat. POPA merupakan wahana untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat mandiri sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya partisipasi masyarakat. Esensi dari pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat berarti keterlibatan aktif masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Loekman, 1995). Proses penguatan komunitas lokal, baik bagi individu, kelompok, organisasi sosial tidak luput dari peran aktif masyarakat. Secara eksplisit, Undang Undang no. 22 tahun 1999 menjelaskan perlunya partisipasi masyarakat yang mencakup keikutsertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan, masyarakat sebagai pemegang saham dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat tersebut sebagai implementasi dari pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat berarti menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam peran yang bukan saja sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai sekaligus pemelihara hasil-hasil yang telah dicapai.

(21)

Menurut Sumaryadi (2005) tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil dan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Tujuan tersebut memberikan acuan bahwa pemberdayaan juga merupakan upaya penguatan kapasitas kelompok-kelompok kecil termasuk di dalamnya adalah POPA. Dengan demikian, pemberdayaan POPA mencakup penguatan kemampuan baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, sehingga anggota-anggotanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dapat berperan aktif dalam pengembangan masyarakat.

Menurut Karsidi (2001), pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan berbagai upaya:

1) Memulai dengan tindakan mikro. Proses pembelajaran masyarakat dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro-makro terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat. 2) Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal

(daerah). Yang dimaksud dengan produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat, tetapi juga unggulan dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral tinggi.

3) Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya.

4) Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pengembangan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, sosial ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.

(22)

6 5) Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius.

6) Pengembangan kesadaran. Yang diperlukan adalah tindakan yang berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi.

7) Membangun jejaring ekonomi strategis. Jejaring strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok masyarakat satu dengan lainnya. 8) Kontrol kebijakan. Pemerintah benar-benar mendukung upaya

pemberdayaan masyarakat. Kekuasaan pemerintah harus dikontrol oleh masyarakat.

9) Menerapkan model pembangunan berkelanjutan. Setiap peristiwa pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonversi daya dukung lingkungan.

Berdasarkan strategi pemberdayaan sebagaimana dikemukakan, pemberdayaan POPA dapat dilakukan dengan membangun kesadaran masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan, menguatkan kelembagaan, meningkatkan pengetahuan anggota-anggotanya dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan jejaring.

Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil apabila mencapai indikator keberhasilan yang menurut Sumodiningrat (1998) adalah: (1) Berkurangnya jumlah masyarakat miskin; (2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada; (3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Begitu juga Prijono (1996) yang mengatakan bahwa masyarakat berdaya bila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip

(23)

gotong royong, keswadayaan dan partisipasi. Dua pendapat tersebut memberikan acuan bahwa keberhasilan pemberdayaan POPA dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan sosial anggota-anggotanya yang dicapai melalui peningkatan SDM, peningkatan kemandirian kelompok, peningkatan pendapatan dan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan masyarakat miskin.

Organisasi Sosial

Secara sederhana, organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang saling menyatukan diri untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan. Barnard sebagaimana dikutip oleh Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dari definisi ini maka unsur pokok suatu organisasi mencakup adanya sekelompok orang, adanya kerjasama dan ada tujuan yang ingin dicapai bersama.

Pengertian organisasi secara lebih luas dikemukakan oleh Siagian sebagaimana dikutip Sumardhi (1996) yang menyatakan bahwa organisasi adalah bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki, dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau beberapa orang yang disebut pimpinan dan seseorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Pengertian ini menjadi acuan bahwa dalam organisasi, selain terdapat unsur kelompok, kerjasama dan tujuan bersama, juga terdapat hirarki dalam pola hubungan antar anggota. Pola hirarki ini menunjukkan peran dimana ada pimpinan dan bawahan.

Organisasi sosial merupakan kumpulan orang-orang dalam masyarakat yang mengelola suatu kegiatan tertentu, Siagian sebagaimana dikutif Ruwiyanto, (1994). Organisasi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan dan terdapat unsur-unsur yang mengatur perilaku masyarakat yang terlibat didalamnya, artinya setiap organisasi mempunyai suatu sistem hubungan, nilai-nilai atau norma, sistem peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan individu. Organisasi sosial mengandung sistem norma yang mengatur hubungan antar manusia.

(24)

8 Norma tersebut berupa aturan-aturan yang mengikat secara formal terhadap tugas, hak dan kewajiban sekelompok orang.

Pada dasarnya, organisasi merupakan wadah atau alat untuk mencapai tujuan. Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi hanya merupakan wadah mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan. Dalam organisasi sosial, organisasi dimaksudkan sebagi alat untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai wadah atau alat untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi bersifat dinamis. Organisasi dapat berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Organisasi dapat dikembangkan, diperluas dan ditingkatkan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat.

Pengertian organisasi dan organisasi sosial sebagaimana dikemukakan menunjukkan bahwa POPA merupakan suatu organisasi. Unsur-unsur organisasi dalam POPA dapat dilihat dari adanya (1) Sekelompok orang, yaitu kelompok orangtua yang memiliki anak tunarungu; (2) Adanya kerjasama antar sekelompok anggota untuk mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan keluarga dan anak tunarungu; (3) Ada hirarki dalam hubungan antar anggota, yaitu pengurus sebagai pimpinan dan anggota sebagai bawahan; (4) Adanya aturan formal yang mengatur tugas, hak dan kewajiban anggota.

Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat berarti membuat masyarakat lebih berdaya melalui proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi serta mendayagunakan potensi lokal agar mencapai kemandirian. Untuk mencapai keberdayaan secara lebih efektif dapat dilakukan melalui organisasi. Dalam konteks ini, organisasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk proses motivasi dan mendayagunakan potensi agar masyarakat dapat mencapai kemandirian.

Organisasi dapat digolongkan ke dalam sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas, yaitu : (1) Sektor publik, (2) Sektor Participatory; mencakup organisasi non pemerintah yang tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela, kelembagaan ini aktif berdasarkan tujuan sesuai dengan minat para

(25)

pendukungnya; (3) Sektor private, yang berorientasi kepada upaya mencari keuntungan, misalnya dalam bidang jasa, perdagangan dan industri. POPA merupakan organisasi partisipatory, yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat berdasarkan tujuan dan minat anggota-anggotanya. Sebagai organisasi partisipatory, POPA dapat dijadikan media yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat.

Vitayala (1986) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian juga Soekanto (2005) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan, dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat. Dengan demikian, pengembangan POPA sebagai wadah kelompok masyarakat mempunyai makna strategis untuk memberdayakan masyarakat karena memungkinkan terjadinya proses perubahan, peningkatan kemampuan dan kerjasama melalui interaksi sosial yang saling mempengaruhi diantara anggota-anggotanya.

Kesejahteraan Sosial Keluarga Anak Tunarungu

Kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005) adalah :

Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga terbentuk sebuah tatanan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu

(26)

10 pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan-kebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin.

Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat, PBB sebagaimana dikutif Suharto (2005b). Berdasarkan penjelasan tersebut kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial.

Secara operasional, BKKBN sebagaimana dikutif Suharto, (2005b) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Indikator kesejahteraan dari segi pangan, sebuah keluarga yang sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit.

Sebuah keluarga sudah memenuhi standar sejahtera secara rohani apabila dalam keluarga tersebut sudah merasakan suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia.

Dalam mencapai tujuan usaha kesejahteraan sosial tersebut diperlukan adanya pertolongan/pelayanan sosial dalam hal ini pelayanan tersebut diberikan oleh profesi pekerjaan sosial. Pemberdayaan masyarakat dalam praktek pekerjaan sosial memandang “kelayan” sebagai mitra kolaboratif, artinya sebagai

(27)

sumber tetapi juga sebagai potensi yang dianggap patologis. Kerja sama kolaboratif ini disebut juga sebagai aktualisasi pemberdayaan. Guna mencapai kehidupan yang lebih baik, Payne (1997) mengemukakan bahwa intinya suatu proses pemberdayaan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menemukan tindakan yang dilakukan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transper daya dari lingkungan. Oleh karenanya konsep pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat akan dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jejaring kerja dan keadilan, sehingga pemberdayaan dasarnya diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.

Anak tunarungu adalah Anak yang pendengarannya sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga saja dengan atau tanpa penggunaan alat bantu dengar, Frisina sebagaimana dikutif Subagya, (2005). Untuk kepentingan pendidikan anak tunarungu diartikan sebagai anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walapun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus

(

Kurikulum Pendidikan Nasional, 1994

)

.

Tunarungu merupakan orang yang mengalami hambatan berkomunikasi secara verbal disebabkan oleh kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya. Ketidakmampuan berkomunikasi dan tidak berfungsinya daya pendengaran ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlakuan khusus agar dapat menyesuaikan diri secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karenanya, mereka membutuhkan perlakuan khusus pula. Untuk membantu tunarungu mengembangkan diri, diperlukan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan akan perlakuan khusus ini seringkali tidak dapat dipenuhi di dalam keluarga, sehingga upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan tunarungu menjadi hal penting dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan kelompok orangtua yang memiliki anggota tunarungu .

(28)

12 Masalah tunarungu berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperoleh hak-haknya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan Konvensi Internasional tentang hak-hak orang cacat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyediakan aksesibilitas yang memungkinkan mereka mengembangkan diri, sehingga dapat hidup secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Kemiskinan

Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk yang hidup dibawa garis kemiskinan. Faktor peningkatan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya indeks pengeluaran makanan dan non makanan yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan dari BPS, sebagai akibat depresiasi nilai rupiah terhadap nilai dolar.

Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya strategis nasional dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Kemiskinan pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty ) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikatagorikan sebagai fakir miskin termasuk katagori kemiskinan kronis, yang membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor dan berkelanjutan.

Kemiskinan suatu masyarakat dapat ditinjau dari aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis, Ellis sebagaimana dikutif Suharto, (2005). Kemiskinan secara ekonomi didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup dan meningkatkan kesejahteraan seseorang. Kemiskinan secara politik yaitu aksesibiltas seseorang terhadap kekuasaan

(29)

(power). Kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai kemiskinan secara sosial-psikologis.

Dari aspek psikologis, kepribadian seperti merasa tidak berguna, putus asa, rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain merupakan budaya yang menimbulkan kemiskinan. Hal ini seperti diungkapkan Lewis sebagaimana dikutif Mubyarto (1995), yang mengatakan bahwa orang yang memiliki kepribadian

inferior dan dependen tidak akan memiliki kepribadian yang kuat, kurang bisa

mengontrol diri, mudah implusif, tidak berorientasi pada masa depan. Lewis menyarankan untuk menghilangkan budaya kemiskinan tersebut dengan menyatukan mereka dalam suatu organisasi.

Berdasarkan konsep sebagaimana telah dikemukakan maka untuk memberdayakan keluarga miskin dapat dilakukan dengan mengembangkan organisasi. Salah satu organisasi tersebut adalah POPA. Melalui POPA, keluarga dan anak tunarungu yang mengalami perasaan rendah diri dan merasa tidak mempunyai kemampuan untuk hidup sejajar dangan kelompok masyarakat lainnya serta dihadapkan pada situasi kerentanan akibat tidak mempunyai aset yang memadai memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya baik dalam memecahkan masalah maupun memenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya.

(30)

14 Kerangka Pemikiran

Kegiatan POPA yang tidak berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota, kurangnya dana untuk mendukung operasional organisasi, keberadaannya belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah mengindikasikan bahwa dalam organisasi POPA terdapat masalah-masalah yang perlu dipecahkan. Permasalah-masalahan tersebut terkait dengan kapasitas POPA dalam menjalankan aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan, yang mencakup kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Oleh karena itu, kajian ini difokuskan pada kapasitas POPA dan permasalahan yang menghambat atau mendukung perkembangannya.

Strategi pemberdayaan POPA dilakukan dengan memperkuat organisasi secara internal melalui penguatan kelompok dan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan untuk memecahkan masalah pendanaan dan meningkatkan kondisi ekonomi. Untuk mendukung kegiatan dan keberlanjutannya, juga perlu dukungan eksternal berupa pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat.

Dalam menyusun strategi, dilakukan identifikasi sumber-sumber dari luar POPA yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan. Identifikasi tersebut mencakup peluang-peluang dukungan dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah POPA mandiri secara organisasi yang berdampak pada meningkatnya kondisi ekonomi dan sosial anggota-anggotanya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

(31)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA

Dukungan Pemerintah Lokal

Strategi pemberdayaan POPA 1) Pemecahan masalah psikologis anggota 2) Penguatan Kelompok 3) Pengembangan usaha ekonomi produktif 4) Pengembangan Jejaring 5) Peningkatan partisipasi masyarakat POPA Mandiri: 1) Organisasi 2) Ekonomi 3) Sosial Kapasitas POPA 1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota. 4) Manajemen 5) Dana Permasalahan POPA 1) Masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota 2) Masalah keorganisasian : - Kegiatan kurang berkesinambungan - Keberadaan tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana

(32)

METODOLOGI

Strategi Kajian

Kajian menggunakan studi kasus. Studi kasus dalam kajian ini adalah menerapkan metode kerja eksplanasi untuk memahami kasus terpilih, yaitu permasalahan dan kapasitas POPA. Tujuan kajian adalah menjelaskan permasalahan dan kapasitas POPA yang mencakup SDM pengurus dan anggota, kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Hasil kajian ini dijadikan dasar untuk menyusun program pemberdayaan POPA untuk mencapai kemandirian baik dalam aspek organisasi, ekonomi maupun sosial.

Kajian dilakukan pada organisasi sosial, dengan pendekatan subyektif-mikro, yaitu mempelajari permasalahan dan kapasitas POPA dalam menyelenggarakan pelayanan dan operasional organisasi berdasarkan pandangan, keyakinan dan tindakan anggotanya melalui interaksi langsung antara pengkaji dengan subyek kajian, yaitu pengurus dan anggota POPA.

Lokasi dan Waktu

Kajian dilaksanakan di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Pertimbangan penentuan lokasi ini adalah:

1) Di Kelurahan Sebengkok terdapat 21 anak tunarungu atau 9.42 persen dari 223 orang anak tunarungu di Kota Tarakan.

2) Dari 21 anak tunarungu di Kelurahan Sebengkok, baru 5 keluarga anak tunarungu yang memasukkan anaknya di SLB yang ada.

3) 15 keluarga anak tunarungu dari 21 orang keluarga anak tunarungu yang berada di Kelurahan Sebengkok mengikuti program bimbingan keterampilan oleh POPA di Kelurahan Sebengkok.

Kajian dilaksanakan pada bulan Juli 2006. Sebelum kajian ini dilakukan telah dilaksanakan Peraktik Lapangan I untuk melakukan Pemetaan Sosial pada bulan Nopember 2005 dan Praktik Lapangan II dengan kegiatan Evaluasi

(33)

Program Pengembangan Masyarakat pada bulan Maret 2006. Secara rinci jadwal pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2005/2006 Tahun/Bulan 2005 2006 No Jadwal Kegiatan 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Pemetaan Sosial (PL I) 2 Evaluasi Program (PL II) 3 Kolokium 4 Pengumpulan Data 5 Analisis Data 6 Pelaporan 7 Seminar 8 Perbaikan Laporan 9 Sidang 10 Perbaikan dan Penggandaan Laporan Pengumpulan Data Data Kajian

Data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi:

1) Faktor penyebab permasalahan POPA yang mencakup berkurangnya anggota, kegiatan POPA tidak berkesinambungan, keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat, kurang dukungan pemerintah dan masyarakat dan kurangnya sarana prasarana.

2) Kapasitas POPA yang mencakup SDM pengurus dan anggota, kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana.

Sumber Data

(34)

18 1) Responden terdiri dari pengurus dan anggota POPA

2) Informan terdiri dari pengurus PKK, tokoh masyarakat, pengurus FPPC, aparat kelurahan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi : 1) Observasi (pengamatan langsung).

Metode pengamatan mengandung makna : membuat catatan, melihat dengan mencatat, mengamati dari dekat dengan cermat, atau mengkaji. Adapun observasi yang dilakukan terhadap aktivitas POPA yang meliputi : sarana dan prasarana, program kegiatan, aktivitas bimbingan keterampilan. 2) Wawancara mendalam.

Wawancara dilaksanakan kepada responden dan informan guna mengumpulkan data primer, berupa fakta dan pengalaman selama melaksanakan kegiatan organisasi POPA, faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan POPA.

Responden-responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota POPA; pemerintah lokal yang meliputi Lurah, Camat dan Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kota Tarakan; organisasi sosial yang terdiri dari FPPC dan PKK; tokoh masyarakat dan tokoh agama

3) Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discusion).

Diskusi dilakukan ditujukan untuk mencapai suatu kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta (Irwanto, 1998). Diskusi kelompok dilakukan untuk mendapatkan data tentang permasalahan, prioritas permasalahan, kebutuhan, potensi dan hambatan, penyebab, pemecahan masalah dan penyusunan program.

(35)

Tabel 2 Teknik Pengumpulan Data

No Tujuan Jenis Data Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data 1 Mengetahui kapasitas POPA 1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota 4) Manajemen 5) Dana - Pengurus - Anggota POPA - Studi Dokumentasi - Wawancara Mendalam - Observasi 2 Memahami masalah yang dihadapi POPA dan faktor-faktor penyebab masalah tersebut 1) Masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota-anggotanya 2) Masalah keorganisasian: - Kegiatan POPA tidak berkesinambungan - Keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana - Pengurus POPA - Anggota POPA - Organisasi Sosial - Tokoh Masyarakat - Pemerintah lokal - Wawancara Mendalam - FGD - Studi Dokumentasi 3 Merumuskan strategi penguatan Kapasitas POPA 1) Pemecahan masalah psikologis anggota 2) Penguatan kelompok 3) Pengembangan usaha 4) Pengembangan Jejaring 5) Peningkatan partisipasi masyarakat - Pemerintah lokal - Organisasi Sosial - Tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda - Pihak swasta - Wawancara mendalam - FGD Analisis Data

(36)

20 1) Reduksi data

Pada tahap ini, data yang telah dikumpulkan dipilih dan dikategorikan menurut tujuannya.

2) Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, bagan, tabel dan gambar untuk memudahkan dalam analisis.

3) Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menghubungkan antar data secara kualitatif. Alur penarikan kesimpulan dimulai analisis terhadap faktor penyebab permasalahan POPA mencakup berkurangnya anggota, kegiatan POPA tidak berkesinambungan, keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat, kurang dukungan pemerintah dan masyarakat dan kurangnya sarana prasarana. Kemudian hasil analisis permasalahan ini dihubungkan dengan kapasitas POPA, mencakup SDM pengurus dan anggota, kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Hasil analisis terhadap permasalahan dan kapasitas ini disusun sebagai dasar penyusunan program.

4) Verifikasi kesimpulan melalui peninjauan kembali kesimpulan dan mendiskusikan dengan responden dan informan.

Penyusunan Program

Penyusunan program dilakukan bersama masyarakat melalui FGD. Pihak yang dilibatkan dalam FGD adalah pengurus, anggota, tokoh masyarakat, FPPC dan pemerintah lokal. Dalam penyusunan ini, pengkaji bertindak sebagai fasilitator. Fasilitator berupaya membangun partisipasi peserta FGD, sehingga FGD berjalan lancar, semua peserta FGD dapat mengemukakan segala aspirasi serta memberikan saran pendapat secara partisipatif.

Program disusun dengan tujuan POPA mandiri secara organisasi, ekonomi dan sosial melalui penguatan kelompok, pengembangan usaha, pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat.

(37)

Gambaran Umum Lokasi

Geografi

Kelurahan Sebengkok adalah sebuah kelurahan dari lima kelurahan yang terletak di Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Kelurahan Sebengkok merupakan ujung bagian Selatan Kecamatan Tarakan Tengah yang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Tarakan Timur. Secara goegrafis batas-batas Kelurahan Sebengkok dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kelurahan Selumit 2) Sebelah Timur : Kelurahan Pamusian

3) Sebelah Selatan : Kelurahan Lingkas Ujung Kecamatan

Tarakan Timur

4) Sebelah Barat : Laut Sulawesi

Sarana jalan umum sudah dibangun sampai ke pelosok pemukiman penduduk. Hampir seluruh kawasan pemukiman penduduk di Kelurahan Sebengkok dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Daerah yang bertekstur tanah keras dibangun jalan aspal dan jalan bersemen, sementara itu pada pemukiman rawa-rawa dan dipinggir pantai dibuat jalan dengan kayu ulin. Jalan menuju ke sekolah, Rumah Sakit Umum (RSU) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sudah tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Kelurahan Sebengkok.

Kependudukan

Kelurahan Sebengkok terdiri dari 47 RT dengan 5.690 Kepala Keluarga. Komunitas warga kelurahan Sebengkok terdiri dari etnis Arab, Banjar, Bugis, Bulungan, Buton, Jawa, Dayak dan cina. Etnis tersebut memiliki anggota komunitas diatas 5 kepala keluarga, selain itu terdapat pula etnis lain yang berjumlah di bawah 5 rumah tangga seperti etnis Gorontalo, Kaili, Kutai, Padang, Manado, Mandar dan Sunda. Perbedaan suku tidak menjadi suatu konflik etnis,

(38)

22 komunitas hidup berdampingan secara damai baik antar etnis maupun antar agama. Komposisi penduduk kelurahan Sebengkok bila dikelompokkan menurut umur termasuk ke dalam penduduk usia produktif. Jumlah penduduk usia produktif (UU No. 13/1998 tentang Lanjut Usia) yaitu usia 15 – 59 tahun sebanyak 9.735 jiwa atau 76.38 %. Selanjutnya komposisi penduduk Sebengkok berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat digambarkan dalam Tabel 3 berikut :

Tabel 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Usia Perempuan (Jiwa) Laki-laki (Jiwa) Jumlah (Jiwa) 65 + 253 221 474 60 – 64 230 234 464 55 – 59 275 261 536 50 – 54 324 333 657 45 – 49 419 498 917 40 – 44 524 512 1.036 35 – 39 500 518 1.018 30 – 34 599 656 1.255 25 – 29 663 797 1.460 20 – 24 664 782 1.446 15 – 19 637 773 1.410 10 – 14 468 562 1,030 5 – 9 261 265 526 0 – 4 266 250 516 Jumlah 6.083 6.662 12.745

Sebaran penduduk Kelurahan Sebengkok dapat digambarkan dalam piramida pada Gambar 2.

(39)

Gambar 2 Piramida Penduduk Kelurahan Sebengkok

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar warga tidak atau belum sekolah yaitu 10.359 orang atau 82 persen dan tidak tamat Sekolah Dasar yaitu sejumlah 852 orang atau 7 persen. Kondisi pendidikan tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 3 berikut :

Gambar 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Pendidikan

Sebagian besar warga masyarakat yang buta huruf adalah mereka yang berusia diatas 59 tahun. Mereka tidak dapat membaca dan menulis huruf latin. Warga masyarakat yang tidak sekolah adalah mereka yang berusia 7–59 tahun

0 5 10 1 65 + 60 - 64 55 - 59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 - 39 30 - 34 25 - 29 20 - 24 15 - 19 10 - 14 5 - 9 0 - 4 0 5 1 1 153 1% 852 7% 6565% 411 3% 282 2% 32 0% 10359 82% Buta huruf Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat S1 Tidak sekolah

(40)

24 tetapi tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Sebagian besar warga tidak memiliki pekerjaan tetap, kalaupun bekerja, mereka bekerja di pabrik atau menjadi buruh bangunan dengan penghasilan yang rendah.

Sumberdaya

Hubungan antara komponen ekosistem yang ada di Kelurahan Sebengkok dapat dilihat dari bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungan oleh masyarakat setempat. Saat ini, hubungan antara masyarakat dengan lingkungan dapat dikatakan cukup baik, karena masyarakat mulai sadar akan pentingnya kelestarian alam. Kelestarian hutan kota yang terletak di Gunung Belah selalu dijaga oleh masyarakat secara swadaya. Karena masyarakat merasa pentingnya melestarikan sumber air bersih yang selalu mengalir terus menerus tanpa harus membayar.

Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kelurahan Sebengkok adalah sebagai berikut :

1) Hutan Kota

Hutan Kota yang berada di Kelurahan Sebengkok terletak di Gunung Belah dengan luas + 7.5 Ha. Hutan kota ditumbuhi tanaman hutan asli dan semak belukar dibiarkan tumbuh secara alami. Penanggung jawab atas pengelolaan hutan kota tersebut adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Kota Tarakan.

2) Sumber Air Bersih

Sumber air bersih Kelurahan Sebengkok adalah PDAM yang terletak di Kampung Bugis Kelurahan Karang Anyar yang dialirkan ke rumah-rumah penduduk di Kota Tarakan termasuk Kelurahan Sebengkok. Instalasi air bersih (PDAM) hanya mampu menjangkau daerah perkotaan lebih kurang 50 persen dari warga masyarakat Kelurahan Sebengkok akibat kecilnya debit sumber air.

Masyarakat wilayah Sebengkok Tiram, dan Sebengkok Jeruju masih banyak yang menggunakan air sumur bor (air bawah tanah). Air sumur tersebut hanya digunakan untuk kepentingan MCK, sedangkan untuk kebutuhan air minum masyarakat membeli pada mobil-mobil tangki penjual air. Warga yang bermukim di sekitar hutan kota gunung belah tidak pernah

(41)

kesulitan air dan penduduk tinggal mengalirkan air melalui pipa plastik ke rumah-rumah mereka.

Mata Pencaharian, Sistem Ekonomi, dan Strategi Tata Niaga

Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Sebengkok dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

(Jiwa) Prosentase (%) 1 Pedagang 155 1.22 2 Karyawan Swasta 178 1.40 3 PNS 65 0.51 4 POLRI/ABRI 18 0.14 5 Buruh 202 1.58 6 Nelayan tangkap 105 0.82 7 Petani tambak 28 0.22 8 Supir 15 0.12 9 Tidak bekerja 11,979 93.99 Jumlah 12,745 100.00

Besarnya penduduk Kelurahan Sebengkok yang mata pencahariannya sebagai nelayan tangkap, buruh dan pedagang menyebabkan tingkat ekonomi penduduk Kelurahan Sebengkok dipengaruhi oleh sistem pengelolaan sumberdaya yang tersedia. Pendapatan sebagai buruh lepas umumnya dibawah standar Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai nelayan tradisional pendapatan nelayan sangat dipengaruhi oleh musim. Ketika terjadi musim angin bertiup kencang atau terjadi gelombang (musim angin Selatan) nelayan tersebut tidak melaut untuk menangkap ikan karena perahu dan peralatan yang mereka miliki tidak memungkinkan menangkap ikan dalam keadaan gelombang besar. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang kaki lima berpindah dari satu tempat ke tempat lain serta tidak menjanjikan pendapatan yang stabil. Jenis usaha yang mereka perdagangkan tidak menentu tergantung pada peluang pasar. Umumnya mereka menjajakan makanan, sayuran dengan berjalan kaki atau bersepeda dan ada juga berjualan dengan gerobak dengan jenis barang dagangan lebih banyak lagi seperti peralatan dapur dari bahan plastik dan mainan anak-anak.

(42)

26 Sistem tataniaga yang berjalan di Kelurahan Sebengkok pada umumnya masih menggunakan cara-cara tradisional. Pendapatan penduduk Kelurahan Sebengkok sebagian besar bersumber dari sektor laut (nelayan) dan jasa (buruh). Pengelolaan sumberdaya lokal belum sistematis dilaksanakan, karena mata rantai ekonomi belum berjalan sebagaimana mestinya. Seperti nelayan tidak memiliki peralatan tangkap yang dapat menjangkau perairan laut yang dalam dan tidak dapat melaut ketika terjadi musim gelombang. Sebagai buruh lebih banyak menjadi buruh lepas, tukang kayu, tukang batu, buruh bangunan, pelayan toko dan buruh pelabuhan yang tidak memiliki jaminan hukum ketenagakerjaan yang jelas.

Dengan demikian untuk mengembangkan sistem ekonomi di Kelurahan Sebengkok selain dengan cara mengeleminir faktor pembatas potensi ekonomi, juga diperlukan konsep tata ruang pedesaan sebagai peta pengawasan atau pedoman dalam sistem ekonomi kerakyatan.

Lembaga Masyarakat dan Organisasi

Lembaga masyarakat yang terdapat di Kelurahan Sebengkok dibentuk oleh masyarakat dengan inisiatif sendiri seperti Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA), Kumpolanta Ulun Belungon (KUB), Forum Komunikasi Warga Tidung (FKWT), Paguyuban Keluarga Warga Jawa (Pakuwaja), Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), Kerukukan Keluarga Buton (KKB), Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB), Pengajian Al Kautsar, Majelis Taklim Nuur Haddad, Kelompok Selawatan ibu-ibu, dan Kelompok Fardu Kipayah. Tetapi ada juga lembaga yang dibentuk karena intervensi pihak pemerintah seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Sebengkok dan PKK Kelurahan Sebengkok. Sedangkan LSM yang ada di Kelurahan Sebengkok adalah PFFC, SLB dan Forum Pemuda Sebengkok. Sedang organisasi yang ada antara lain : Ikatan Remaja Masjid (IRMA), Seni Beladiri Satria Nusantara (SN) dan Seni Beladiri Tapak Suci.

Kerja sama dan tolong menolong serta gotong royong antar penduduk, antar kelompok dan antar paguyuban masih nampak di kelurahan Sebengkok. Kondisi ini terlaksana atas kebutuhan bersama seperti membangun jembatan, jalan lingkungan (gang), pos kamling, pos yandu dan rumah ibadah. Sikap saling tolong menolong antar warga masyarakat Sebengkok juga dapat ditemukan

(43)

ketika salah satu anggota warga Sebengkok mengadakan hajatan seperti acara perkawinan, selamatan dan kematian. Bantuan warga baik berupa uang atau barang disatukan bersama anggota kelompok/paguyuban, setelah terkumpul baru diantarkan kepada warga yang melaksanakan hajatan. Bantuan yang diberikan tidak menonjolkan pribadi penyumbang tetapi atas nama suatu kelompok/paguyuban yang bersangkutan.

Penggalangan dana guna pembangunan fasilitas umum di tingkat kelurahan yang membutuhkan dana yang besar seperti membangun jembatan ”kampung”, semenisasi saluran di sepanjang jalan umum, atau merehabilitasi rumah ibadah dimobilisasi oleh paguyuban. Pengurus suatu paguyuban menarik sumbangan kepada anggota paguyubannya sesuai kesepakatan masing-masing anggota paguyuban. Dana yang terkumpul pada pengurus paguyuban tersebut merupakan partisipasi paguyuban kepada pembangunan ”kampung”.

Fasilitas umum yang tidak dimiliki adalah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum. Walaupun demikian jarak Kelurahan Sebengkok dengan Rumah Sakit Umum yang berada di Kelurahan Kampung Satu/Skip lebih kurang 8.5 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 15-25 menit, sedangkan untuk menuju ke Puskesmas Karang Rejo jaraknya lebih kurang 2 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 10-20 menit.

Kelembagaan ekonomi yang ada di Kelurahan sebengkok adalah kegiatan jual beli hasil laut dan hasil bumi yang dilaksanakan di jembatan dan di pasar Lingkas. Kelembagaan ekonomi tersebut terlihat dari adanya kegiatan jual beli, pola hubungan dan norma-norma yang digunakan bersama antara pemborong dengan nelayan dan antara animar dengan belantik. Pola hubungan dan norma-norma yang mengikat diantara mereka disusun dan disepakati bersama oleh mereka sendiri. Daftar nama-nama pembeli ikan di pasar Lingkas dapat dipaparkan dalam Tabel 5.

(44)

28 Tabel 5 Daftar Nama-Nama Pemborong Ikan di Pasar Lingkas

No Nama Jumlah Nelayan Daerah asal nelayan Keterangan 1 H. M. Hadiriansyah HA. 23 15 45 Kabupaten Berau Pulau Bunyu Kota Tarakan 2 H. Lasinja 59 45 Kota Tarakan Pulau Bunyu 3 H. Mahyuddin 66 20 Kota Tarakan Pulau Bunyu

4 Said 63 Kota Tarakan

5 Abdul Gani 58 Kota Tarakan

6 Serabutan 105 Lain-lain Nelayan

musiman1

Jumlah 499

Transaksi perdagangan yang dilakukan di pasar dan jembatan Lingkas tidak saja oleh masyarakat Tarakan tetapi juga nelayan dan pedagang dari Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan bahkan Kabupaten Berau. Nelayan dan pedagang berdatangan dari luar pulau Tarakan untuk menjual ikan, udang dan kepiting (hasil laut) atau buah-buahan, jagung, ubi kayu, ubi rambat, pisang dan sayuran (hasil kebun), beras (hasil tani) atau rotan, kayu gergajian, damar, tengkawang (hasil hutan) ke Tarakan. Pedagang dari luar pulau Tarakan sudah memiliki jejaring pemasaran yang mereka sebut Animar (langganan) di pasar dan jembatan Lingkas yang menampung dan memasarkan ikan atau barang dagangan tersebut. Nelayan dan pedagang (belantik) mengadakan bongkar muat barang di Jembatan Lingkas sekaligus menjadi tempat bertambat/sandar bagi kapal atau perahu mereka. Nelayan yang menjualkan ikannya kepada pemborong di jembatan pasar lingkas, setelah ditimbang harga ikannya langsung dibayar. Pedagang hasil kebun dan hutan masih harus menunggu dua sampai tiga hari baru dibayar. Ikan dan barang dagangan yang dibeli di jembatan lingkas, tidak semuanya dijual untuk konsumsi warga Tarakan. Ikan tersebut juga didistribusikan (dilempartangan) kepada pengecer lain yang menjual ikan di pasar Guzier Kelurahan Karang Rejo dan pasar Tenguyun Kelurahan Pamusian atau kepada pedagang ikan keliling. Ikan yang dijual di Kota Tarakan hanya jenis ikan campuran dan ikan-ikan kecil, seperti ikan kepala batu, Belanak, Selangat, ikan bandeng, udang bintik, kepiting dan ikan yang tidak menjadi

1

Nelayan musiman adalah nelayan yang tidak terikat, tidak memiliki hutang piutang dengan pemborong (pem beli), dan pada umumnya merupakan nelayan kecil yang tidak menangkap ikan komoditi eksport.

(45)

komoditi eksport. Jenis ikan Bawal, Kurau, ikan Merah, Tenggiri, dan Udang diekspor ke Tawao Malaysia Timur.

Kelembagaan ekonomi tersebut ditandai dengan hubungan dan norma perdagangan antara pembeli dan nelayan (anak buah) yang menjadi anggota pembeli yaitu berupa pelayanan dan permodalan dari pembeli. Pembeli menyediakan perahu, mesin tempel, pukat (jaring) dan peti es secara gratis. Nelayan tinggal menggunakan dan merawat peralatan tersebut. Kerusakan yang kecil-kecil seperti mengganti cat perahu, mengganti sparepart mesin dan memperbaiki pukat (jaring) biasanya ditanggung oleh nelayan. Apabila kerusakannya berat dan memerlukan biaya yang besar ditanggung oleh pengusaha. Nelayan yang akan melaut dapat meminjam biaya (ongkos) untuk ditinggalkan di rumah sebagai biaya anggota keluarga dan perbekalan nelayan ke laut. Bahan pengawet ikan berupa es “balok” disediakan oleh pembeli sesuai dengan jumlah yang diminta oleh nelayan ketika melaut. Ongkos dan harga es akan dibayar melalui pemotongan langsung dari harga ikan yang dimasukkan oleh nelayan kepada pembeli. Harga ikan selalu menyesuaikan dengan harga pasaran dan tukaran Ringgit Malaysia. Kemudahan yang diberikan oleh pembeli kepada nelayan membuat masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap banyak yang beralih profesi menjadi nelayan.

Pembentukan kelembagaan ekonomi berupa kegiatan jalinan antara pemborong dengan nelayan atau antara animar dengan belantik seperti tersebut diatas para anggotanya bukan berasal dari satu etnis atau berasal dari kelurahan Sebengkok saja tetapi mencakup masyarakat Kota Tarakan dan masyarakat luar Kota Tarakan seperti Kabupaten Bulungan, Malinau dan Nunukan. Pembentukan kelompok usaha ekonomi ini dibentuk oleh pemborong sendiri yang memiliki modal dan mempunyai kharisma di Kelurahan Sebengkok. Pemborong atau animar adalah orang yang memiliki modal atau memiliki jaringan perdagangan dengan Tawao Malaysia Timur.

Di kelurahan Sebengkok tidak terdapat Koperasi, baik Koperasi Unit Desa ataupun Koperasi Simpan Pinjam. Kelembagaan ekonomi yang ada selain perdagangan di jembatan Lingkas adalah kegiatan arisan ibu PKK dan arisan yang dilaksanakan oleh paguyuban masing etnis.

Norma-norma yang mengatur pola hubungan dalam paguyuban masing– masing etnis dan pula hubungan antar kelembagaan di kelurahan Sebengkok mengalami perubahan sesuai dengan interaksi paguyuban bersangkutan dengan

Gambar

Gambar 1   Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA
Tabel  1  Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat   Tahun 2005/2006  Tahun/Bulan  2005  2006  No  Jadwal Kegiatan  11  12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  1  Pemetaan Sosial   (PL I)                                         2  Evaluasi Prog
Tabel 2  Teknik Pengumpulan Data
Tabel  3  Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok berdasarkan   Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

KORELASI WAKTU FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK BIJI SALAK VARIETAS BONGKOK (Salacca edulis Reinw)..

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Diskusi Panel dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi

Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Kelurahan Beringin Raya Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu, dengan ini menerangkan bahwa :. Budi Utomo

pembanding , suatu peristiwa yang berlangsung dari masa ke masa tentu memiliki nilai-nilai yang layak untuk dilestarikan atau justru ditinggalkan sehingga dengan.. Sebagai perbaikan

Model data STA mengguna metadata bisnes bagi membantu ahli bisnes dalam menyertai pemodelan data bisnes bagi proses pembangunan sistem sesebuah organisasi Setelah itu, pakar

Berbagai sudut pandang di atas, meskipun tidak dinafikan keberadaannya, tetapi dalam kajian ini tidak mampu mencakup tipologinya satu persatu. Dengan berpijak pada

(1996) menjelaskan bahwa terdapat rasio aset tertentu sehingga seseorang mencapai kesejahteraan keuangan seperti perbandingan uang tunai yang lebih besar

Parameter yang diamati adalah kemampuan ekstrak etanol daun nangka dan daun angsana dalam menunda terjadinya diare, berat feses cair- tidak berbentuk serta lama