• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Sekilas Materi Siswa.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Sekilas Materi Siswa.docx"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

dan

TRYOUT 0

EDISI 2016

TIM MATERI PADI

Terima kasih Anda telah membaca buku ini sebelum memulai bimbingan

di PADI.

Dengan membaca buku ini terlebih dahulu, Anda telah mendapatkan

gambaran materi ringkas untuk persiapan UKMPPD Anda.

(2)

Sekilas Materi PADI dan TryOut 0

Edisi 2016

© 2016 PADI

PADI Matraman – Jakarta

PADI Kelapa Gading –Jakarta

PADI Jogjakarta

Disclaimer / Wewanti

Semua nama dan skenario kasus dalam buku ini adalah karangan belaka. Adanya

kesamaan tempat, nama, atau kasus adalah sebuah ketidaksengajaan.

Semua informasi di dalam buku ini hanya untuk tujuan pendidikan saja.

Informasi di dalam buku ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran

tenaga medis.

Ilmu kedokteran adalah ilmu yang berkembang dengan sangat cepat. Apa yang

benar saat ini belum tentu benar di masa yang akan datang. Kami sedapat

mungkin memberikan informasi yang benar dan paling mutakhir. Namun

demikian, apabila buku ini digunakan sebagai rujukan pengambilan keputusan,

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... 3

TIPS DAN TRIK... 4

KARDIOVASKULAR... 5

RESPIROLOGI... 14

GASTROINTESTINAL...23

NEFRO-UROLOGI... 28

HEMATOLOGI... 32

IMUNOLOGI... 33

INFEKSI TROPIK... 35

ENDOKRINOLOGI DAN NUTRISI...45

NEUROLOGI... 49

THT... 54

OFTALMOLOGI... 60

DERMATOLOGI...64

VENEREOLOGI... 67

PSIKIATRI... 68

REPRODUKSI... 74

MUSKULOSKELETAL...77

NEONATOLOGI... 79

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL...82

BIOETIKA DAN KODE ETIK KEDOKTERAN...85

RISET DAN BIOSTATISTIK...89

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS...94

(4)

" a journey of thousand miles begins with a single step "

Lao-Tzu

Yakinlah, dengan membuka halaman pertama buku ini, Anda telah memulai

langkah awal Anda untuk lulus UKMPPD.

TIPS DAN TRIK

Susun jadwal belajar Anda.

Berlatilah dengan soal-soal. Pelajari setiap pilihan jawaban dari A

sampai E. Dengan demikian Anda mendapatkan banyak informasi

untuk setiap soal.

Ulang materi yang menurut Anda paling sulit.

Jangan lupa bahwa imbangi diri Anda dengan kegiatan sosial dan

kegiatan fun lainnya!

TENTANG BUKU SEKILAS MATERI

Buku sekilas materi ini merupakan satu buku referensi singkat. Isi di buku ini

telah kami seleksi sehingga hanya menampilkan informasi - informasi penting

untuk menjawab soal-soal UKMPPD.

Karena itu buku ini hanya berisi hal - hal penting dan kata kunci untuk

menjawab soal, superfisial namun esensial. Kami sangat berterima kasih jika

Anda membaca dan mempelajari buku ini sebelum bimbingan dimulai.

(5)

KARDIOVASKULAR

Auskultasi

Jantung

Di mana auskultasi dilakukan? Katup aorta Katup

pulmonal Katup mitral Katuptrikuspid Sela iga kedua

kanan Sela iga keduakiri Sela iga ke-4 dilinea midklavikularis kiri (apex cordis)

Lower left sternal border

(LLSB) sela iga ke-4

Apa suara jantung yang terdengar secara normal?

S1 – suara jantung yang terjadi di fase sistol, akibat penutupan katup mitral dan trikuspid

S2 – suara jantung yang terjadi di fase diastol, akibat penutupan katup aorta dan pulmonal (pada keadaan fisiologis, terdapat sedikit jeda antara penutupan katup aorta dan pulmonal, yang dikenal dengan istilah

physiological splitting of S2).

Cara praktis menentukan kelainan pada jantung dari auskultasi: 1. Tentukan di mana katup yang terlibat – lihat tabel di atas

2. Tentukan jenis murmur yang terdengar. Selama S1 dan

S2 (pansistolik) Setelah(systolic S1 ejection murmur) Selama S2dan S1 (diastolic murmur) Setelah S2 (late diastolic murmur) Jika terdengar di katup mitral: regurgitasi mitral Jika terdengar di katup trikuspid: regurgitasi trikuspid Jika terdengar di katup aorta: stenosis aorta Jika terdengar di katup pulmonal: stenosis pulmonal Jika terdengar di katup aorta: regurgitasi aorta Jika terdengar di katup pulmonal: regurgitasi pulmonal Jika terdengar di katup mitral: stenosis mitral Jika terdengar di katup pulmonal: stenosis pulmonal

Murmur lain banyak ditemukan di penyakit jantung bawaan. Silakan merujuk ke sub-bab terkait.

ACS

(Acute

Coronary

Syndrome)

= Sindroma

Koroner

Akut

Kebutuhan oksigen miokardium > suplai oksigen oleh pembuluh koroner akibat adanya sumbatan.

Klasifikasi Gejala tipikal EKG Enzim Jantung

Unstable angina (UAP)

Nyeri dada pertama kali, memberat, jumlah serangan meningkat

ST depresi, T inversi, atau EKG tidak spesifik

Normal

STEMI Nyeri dada substernal menjalar, keringat dingin, muntah, durasi dan severitas nyeri lebih lama dan intens

ST elevasi, LBBB

baru Meningkat

NSTEMI Nyeri dada substernal menjalar, keringat dingin, muntah

ST depresi, T

inversi Meningkat

Penanda serum (enzim jantung) untuk infark miokard:

1. Mioglobin : paling pertama meningkat setelah onset(dalam 1 jam), kembali normal dalam 6-12 jam,tidak spesifik untuk infark miokard (jarang dipilih dalam pemeriksaan)

2. CPK (Creatinin Phospokinase): meningkat dalam 4-8 jam, tidak spesifik 3. CK isoenzim MB (CK-MB) : meningkat dalam 3 jam, spesifik, bertahan < 1

(6)

4. Troponin T/I : meningkat dalam 3 jam, spesifik, bertahan sampai > 1 minggu, false positive pada penderita gangguan ginjal berat.

Angina stabil tidak termasuk dalam ACS. Angina stabil muncul saat beraktivitas, frekuensi dan berat nyeri relatif tetap sama, membaik dengan istirahat / pemberian nitrat sublingual. Umumnya EKG tidak menunjukkan kelainan yang bermakna.

Lokasi infark, dan kelainan EKG yang muncul Daerah yang patologis Kelainan EKG muncul

di sadapan... Septal V1 – V2 Anterior V3 – V4 Anteroseptal V1 – V4 Lateral V5 – V6, I, avL Anterolateral (anterior luas) V1 – V6

Inferior II, III, aVF

Posterior V7 – V9

Tatalaksana awal untuk ACS:

1. Anti-iskemik : oksigen, nitrat sublingual, morfin intravena (bila tidak membaik dengan nitrat).

2. Antiplatelet dan antikoagulan : aspirin (325 mg dosis awal), klopidogrel, dan heparin

Ingat: MONACO (Morfin, oksigen, Nitrat, Aspirin, Clopidogrel, Obat Lain). Tatalaksana definitif untuk ACS : Revaskularisasi dengan PCI (percutaneous

coronary intervention), CABG (bypass), maupun trombolitik dengan

streptokinase / rt-PA - perhatikan kontraindikasi sebelum memulai trombolitik! Modifikasi faktor risiko pada pasien : merokok, DM, dislipidemia, hipertensi

Gagal

Jantung

Kongestif

Gagalnya jantung memompa darah secara efektif ke jaringan.

1. Gagal jantung kiri menyebabkan kongesti vena paru pada akhirnya mempengaruhi sirkulasi sistemik – gejala dominan di paru (sesak napas) 2. Gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena sistemik (perifer) –

gejala dominan di perifer, seperti ascites dan edema ekstremitas bawah. 3. Pada akhirnya gagal jantung kiri dan kanan saling memengaruhi, seperti

gagal jantung kiri pada akhirnya mengakibatkan gagal jantung kanan. Kriteria Framingham untuk gagal jantung

Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan Ortopnea Distensi vena jugular

Paroksismal Nokturnal

Dispnea Edema perifer

Dispnea on Exertion Hepatomegali

Gallop Asites

Pemeriksaan penunjang

1. Foto toraks : kardiomegali, gambaran edema paru akut (bat-wing

appearance, Kerley-B lines)

2. Ekokardiogram : penurunan fraksi ejeksi (EF), gambaran hipokinetik 3. Laboratorium: Brain Natriuretik Peptide (BNP): meningkat

Klasifikasi NYHA untuk gagal jantung

NYHA I Tanpa limitasi aktivitas fisik

(7)

pada aktivitas fisik berat)

NYHA III Limitasi bermakna (gejala pada aktivitas minimal, tidak muncul saat istirahat) NYHA IV Limitasi berat (gejala muncul bahkan

pada saat istirahat)

Tatalaksana non-medikamentosa: restriksi garam dan air, olahraga, menghindari alkohol.

Tatalaksana medikamentosa :

ACE Inhibitor memperbaiki gejala dan

menurunkan mortalitas Biasa diberikan pada NYHA II– IV Beta Bloker memperbaiki gejala dan

menurunkan mortalitas Biasa diberikan pada NYHA II– III. Diberikan setelah ACE inhibitor dan diuretik ditolerir.

Diuretik tiazid untuk retensi ringan, furosemid untuk retensi bermakna. Biasanya lebih teprilih furosemid.

Biasa diberikan pada NYHA II – IV dengan retensi cairan

Digoxin mengurangi gejala, tetapi tidak menurunkan mortalitas

Biasa diberikan pada NYHA III-IV.

Efektif bila disertai atrial fibrilasi. Risiko intoksikasi pada pasien hipokalemia akibat diuretik. Spironolakton (antagonis aldosteron) diuretik hemat kalium

menurunkan mortalitas NYHA III-IV

Hati-hati peningkatan kalium bila digunakan bersama ACE inhibitor.

Edema paru

akut

Keadaan dekompensasi fungsi ventrikel kiri secara cepat (akut).

Etiologi tersering : infark miokard, aritmia, pasien tidak taat terhadap terapi medikamentosa

Gejala dan tanda edema paru akut (acute lung edema) kongesti paru akut misalnya : ronki basah basal paru, distensi vena-vena lehar karena sesak berat.

Pemeriksaan penunjang : Foto toraks (kardiomegali, garis Kerley-B, gambaran bat wing kranialisasi)

Tatalaksana akut :

Diuretik (furosemid), nitrat , oksigen, morfin, posisi (1/2 duduk, atau duduk tegak).

Ingat: LMNOP (lasix/furosemid – morfin – nitrat – oksigen – posisi)

Henti

Jantung

Penurunan kesadaran, henti nafas, dan tidak adanya denyut karotis.

Pertolongan pertama : panggil bantuan, lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan bantuan nafas 30 : 2. 

Yang perlu diperhatikan pada kasus henti jantung :

1. Irama Ventrikel Takikardi, Ventrikel Fibrilasi defibrilasi 200 J bifasik atau 360 J monofasik

2. Irama asistol, PEA (Pulseless Electrical Activity)  lanjut RJP, epinefrin 1 mg.

3. Kombinasi tepat antara kompresi dada dengan pemberian nafas meningkatkan harapan kembalinya sirkulasi normal.

(8)

toksin, tamponade, dll.

Penyakit

Jantung

Bawaan

Asianotik

(Left

to

Right shunt)

Semula pasien tidak biru. Kondisi ini terjadi pada:

VSD murmur pansistolik di garis sternalis kiri bawah (area katup trikupsid), tanpa penjalaran ke aksila.

ASDfixed-split S2

PDAmachinary like murmur (murmur kontinyu) di infraklavikula – terkait dengan rubella kongenital atau bayi lahir prematur

Penyakit jantung bawaan lain:

Koarktasio aorta tekanan darah ekstremitas atas > ekstremitas bawah.

Kondisi penyakit jantung bawaan ini jika tidak ditatalaksana makan akan dapat berubah menjadi penyakit jantung sianosis, yang dikenal dengan istilah sindroma eisenmenger).

Penyakit

Jantung

Bawaan

Sianotik

(Right

to

Left shunt)

Pasien sianosis sejak lahir atau sesaat setelah lahir. Tetralogy of Fallot (TOF)

1. Yang terjadi: stenosis pulmonal, VSD, overriding aorta, hipertrofi ventrikel kanan (ada 4/”tetra” patologi)

2. Saat serangan (tet spell): pasien jongkok 3. Foto toraks khas : boot shape appearance Transposition of Great Arteries(TGA)

1. Arteri pulmonal keluar dari ventrikel kiri, aorta keluar dari ventrikel kanan. 2. Gambaran khas: oval-shaped heart

Hipertensi

Klasifikasi JNC VII:

1. Grade I : >140/90 mulai dengan satu obat dahulu

2. Grade II : > 160 / 100 boleh langsung kombinasi dua obat Krisis hipertensi : > 180 / 120, terbagi menjadi:

1. Hipertensi emergensi : ada kerusakan organ (otak, retina, jantung, ginjal) secara objektif.  turunkan tekanan darah segera dengan anti-hipertensi intravena (, nikardipin, nitroprussid, klonidin). Target penurunan TD adalah 25% MAP (mean arterial pressure).

2. Hipertensi urgensi : tidak ada kerusakan organ  turunkan tekanan darah dengan antihipertensi oral (calcium channel blocker, ACE-inhibitor, klonidin).

Cara menghitung MAP: (sistolik + 2 diastolik) / 3

sebagai contoh TD 120/90, maka MAP = (120 + 2 x 90) / 3 = 100 mmHg Farmakologi Anti-hipertensi :

1. ACE inhibitor (cth: captopril) : menurunkan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Pilihan utama pada HT yang disertai dengan DM untuk mencegah terjadinya mikroalbuminuria dan komplikasi

gagal ginjal kronik.

Efek samping : batuk kering akibat peningkatan bradikinin bisa diganti dengan ARB (cth: valsartan). Kontraindikasi : ibu hamil, stenosis arteri renal bilateral.

2. Tiazid(contoh: hidroklorotiazid/HCT)  Efek samping: hipokalemia, hiperurisemia. Kontraindikasi relatif pada gout, dislipidemia, dan DM. 3. Beta bloker (propanolol): hambatan reseptor beta-1 jantung Efek

samping : bronkospasme. Kontraindikasi pada asma dan AV Blok. Beta bloker selektif jantung : bisoprolol, karvedilol, atenolol.

4. Metildopa– bekerja secara sentral  obat hipertensi terpilih pada ibu hamil. Alternatif pada kondisi ibu hamil: nifedipin.

5. Calcium channel bloker golongan dihidropiridin (nifedipin) : Efek samping: edema, flushing karena bersifat vaskuloselektif. Golongan nondihropiridin (verapamil, diltiazem) : efek samping: bradikardi karena dapat bekerja langsung di jantung.

(9)

Syok

Syok hipovolemik Kehilangan cairan (misal:

muntah, diare,

perdarahan).

resusitasi kristaloid 20 cc / BB bolus cepat. Syok kardiogenik Gangguan pompa jantung kristaloid, inotropik

(dobutamin) Syok hemoragik (secara teori merupakan bagian dari syok hipovolemik) Perdarahan

Fraktur tulang panjang resusitasi kristaloid,atasi perdarahan

Syok anafilaktik reaksi anafilaksis

(hipersensitivitas tipe 1) epinefrin / adrenalinIM/SK , oksigen, steroid, antihistamin

Syok sepsis fokus infeksi. kristaloid, antibiotik, dopamin, norepinefrin Syok neurogenik trauma spinal kristaloid,

metilprednisolon Syok juga dapat timbul pada kelainan endokrin misal krisis adrenal maupun koma hipotiroid.

Tamponade

jantung

Terisinya ruang potensial antara jantung dan perikardium dengan cairan (atau darah = hemoperikardium).

Gejala klinis ditandai dengan Trias Beck : 1. Hipotensi

2. Distensi vena jugularis

3. Suara jantung melemah (muffled heart sound)

Tatalaksana awal : perikardiosentesis; tatalaksanadefinitif : torakotomi

Memahami EKG Secara Sistematis

Untuk membaca strip EKG secara sistematis, dapat menggunakan langkah berikut: Langkah 0

Perhatika n kertas EKG

Perhatikan identitas pasien, tanggal EKG diperoleh, dan kecepatan dan voltase mesin

Kecepatan normal kertas EKG berjalan: 25 mm/detik. 1 detik adalah 5 kotak besar (garis merah tebal). 1 kotak besar adalah 5 kotak kecil (garis merah tipis). Sedangkan 1 kotak kecil adalah 1 mm.

Dengan demikian: 1 detik = 25 mm = 25 kotak kecil = 5 kotak besar. 1 kotak besar = 0,2 detik. 1 kotak kecil = 0,04 detik.

Secara vertikal, secara default 1 mV = 10 mm. Oleh karena itu 1 kotak kecil = 1 mm = 0,1 mV.

Langkah 1 Tentukan irama

Irama normal: sinus, dengan syarat: 1. gelombang P diikuti QRS

2. laju QRS 60 – 100 x/menit (lihat langkah 2) 3. Interval R – R teratur

4. P di sadapan II positif, di aVR negatif

Mengenal gelombang pada EKG: Perhatikan bahwa

gelombang U hampir tidak ditemukan pada kondisi fisiologis

Apa yang terjadi saat... Gelombang P: depolarisasi atrium

Gelombang QRS:

(10)

repolarisasi atrium) Gelombang T: repolarisasi ventrikel Langkah 2 Tentukan laju QRS

Normalnya: laju QRS 60-100x/menit. >100x/menit: takikardia; <60x/menit: bradikardia

Contoh di atas: antara R-R terdapat kurang dari 5 kotak besar - namun lebih dari 4 kotak besar. Dengan demikian range laju jantung kira-kira: 300 / 5

sampai 300 / 4 = 60 - 75 x/menit.

300 dibagi jumlah kotak sedang di antara R – R

atau

1500 dibagi jumlah kotak kecil di antara R - R Jika irama jantung iregular, tentukan jumlah QRS di dalam 6 detik (30 kotak besar), lalu kalikan 10.

Langkah 3 Tentukan aksis QRS

Secara sederhana, aksis QRS menggambarkan apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri atau kanan. Normalnya: aksis ada di zona kanan bawah (antara -30o sampai +90o)

Cara menentukan aksis: Perhatikan sadapan I dan aVF. Di II, dominan positif (defleksi ke atas);

sedangkan di avF, dominan negatif (defleksi ke bawah). Pada contoh di samping, dengan menggunakan kuadran di atas, zona aksis ada di daerah kuadran kanan atas - menandakan terjadinya LAD (left axis deviation).

(11)

Langkah 4 Nilai gelomban g P

Gelombang P menggambarkan depolarisasi atrium, sehingga baik menggambarkan kelainan atrium. Perhatiakn apakah terdapat P mitral atau P pulmonal.' Apabila terjadi:

Right atrial hyperthropy: maka tampak bentuk P pulmonal

Left atrial hyperthropy: maka tampak bentuk P mitral

Langkah 5 Nilai interval PR

Normal: 0,12 - 0,20 detik - berapa kotak kecil-kah

ini?? Pemanjangan interval PR dapat ditemukan pada kondisi seperti AV blok tipe I. Sementara pemendekan interval PR terjadi pada kondisi sindroam pra-eksitasi, seperti sindroma Wolff-Parkinson-White (WPW) Langkah 6

Nilai morfologi QRS

Normalnya, QRS dikatakan sempit: yakni 0,05 - 0,11 (kira-kira berapa kotak kecilkah ini??)

Contoh gelombang QRS yang lebar (sekitar 5 kotak: 0,20 detik) - melebarnya QRS dapat menggambarkan konduksi ke ventrike tidak normal. Pada gambar ini, pasien mengalami RBBB (right bundle branch block).

Perhatikan bentuk

gelombang QRS, apakah terdapat abnormalitas seperti Q patologis, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri (lihat langkah 3 -menentukan aksis QRS), dan lebar-sempitnya QRS. Langkah 7 Nilai segmen ST

Segmen ST normalnya isoelektrik. Elevasi atau depresi segmen ST dapat menggambarkan infark miokardium.

Contoh gambaran EKG ST elevasi pada kondisi infark miokardium akut.

Perhatikan bahwa gambaran EKG yang khas untuk infark miokardium akut memerlukan gambaran di lead yang terkait (lihat di bagian acute coronary

syndrome).

Terdapat kondisi lain yang mengakibatkan gangguan segmen ST, misalnya pada perikarditis (ST elevasi persisten di hampir seluruh lead), dan LV-strain (akibat terjadi pembesaran ventrikel kiri secara abnormal)

(12)

Sebagai contoh, pada gambar ini, ST elevasi konsisten ditemukan pada V1 sampai V6, konsisten dengan infark miokard regio anterolateral (anterior ekstensif). Dengan demikian lead I dan aVL juga terpengaruh. Langkah 8

Nilai lain-lain

Seperti interval QT, gelombang U, dan lain-lainnya. EKG serial diperlukan pada beberapa kasus, karena EKG awal belum tentu

menunjukkan kelainan.

Contoh gambaran EKG:

Fibrilasi atrium, khas: gelombang P

tidak jelas, QRS tidak teratur. Sering

pada kondisi hipertiroid.

Atrial flutter (kepak atrium), P jelas,

QRS teratur. Dalam hal ini: 4

gelombang P untuk tiap QRS (4:1)

Supraventrikular takikardia (SVT).

QRS teratur dan sempit, P tidak

jelas.

Ventrikular takikartida (VT): dapat

dengan nadi atau tanpa nadi.

Perhatikan QRS lebar.

Fibrilasi ventrikel (VF)

Ventrikel "bergetar", praktis tidak

mampu memompa darah - terjadi

henti jantung.

Asistol - jantung berhenti dan tidak

ada aktivitas listrik. Sebelum

mengatakan asistol, pastikan lead

terpasang dengan benar :)

(13)

RESPIROLOGI

Tuberkulosis

Update informasi: Pedoman Pengendalian TB Nasional, 2014

Anamnesis: Batuk berdahak ≥2 minggu (disertai dahak atau batuk darah), sesak napas, nyeri dada, demam meriang >1 bulan, malaise, nafsu makan turun, berat badan turun, keringat malam tanpa kegiatan fisik.

Pemeriksaan Fisik: Demam (umumnya sub-febris, demam tidak terlalu tinggi, maupun keringat malam), frekuensi napas meningkat, berat badan turun, suara napas bronkial/amforik/ronki basah/suara napas melemah (umumnya di apeks paru).

Pemeriksaan Penunjang: Sputum BTA 3x SPS wajib dikerjakan, foto toraks berupa infiltrat/kavitas di apeks paru.

Jika pasien mengalami TB paru dan ekstraparu, diklasifikasikan sebagai TB paru.

Diagnosis

Kondisi TB ekstra-paru: termasuk di antarnya limfadenitis TB, pleura, dan efusi pleura TB. TB milier termasuk TB paru.

Pasien TB baru: sebelumnya tidak pernah berobat ATAUpernah menelanobat <28 hari (<1 bulan). Jika pernah menelan obat >28 hari (>1 bulan), selanjutnya diklasifikasikan sebagi:

Kambuh: sebelumnya sudah dinyatakan sembuh, tetapi BTA kembali positif atau klinis kembali positif.

Diobati kembali setelah gagal:pernah diobati, dinyatakan gagal pada pengobatan terakhirDiobati kembali setelah putus berobat (lost-to-follow up): pernah diobati dan dinyatakan

lost-to-follow up (dahulu disebut dengan putus berobat / default) Lain-lain: pernah diobati, hasil akhir pengobatan tidak diketahui

Jika riwayat penobatan tidak jelas, maka tergolong pasien dengan riwayat pengobatan tidak diketahui.

Variasi Tipe Kasus, berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Contoh: jika pasien minum obat 3 minggu lalu berhenti, pasien ini masih termasuk kasus baru -tidak mempertimbangkan hasil pemeriksaan

Kategori 1 : 2(RHZE)/4(RH)3. Diberikan untuk pasien TB paru kasus baru, yang terkonfirmasi secara bakteriologis, klinis, maupun ekstraparu.

Kategori 2 : 2(RHZE)S /RHZE/5(RH)3E3. Diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya, lalu: kambuh; gagal dengan OAT kategori 1; atau diobati kembali setelah putus obat (lost-to-follow up) Obat TB Dosis (mg/kgBB/har i) Dosis (mg) / BB (kg) <40 40-60 >60 R 8-12 (10) 300 450 600 H 4-6 (5) 150 300 450 Z 20-30 (25) 750 1000 1500

(14)

E 15-20 (15) 750 1000 1500 S 12-18 (15) Sesuai

BB 750 1000

Pemberian streptomisin >60 tahun atau BB <50 kg maksimal 500 mg/hari.

Evaluasi sputum setelah akhir fase intensif dan 1 bulan sebelum regimen selesai.

Tatalaksana

Jika menggunakan KDT:

30 - 37 kg: 2 tab

38 - 54 kg: 3 tab

55 - 70 kg: 4 tab

>70 kg: 5 tab

Pemantauan kemajuan terapi TB dilakukan dengan pemeriksaan ulang dahak mikroskopik. *Minimal dilakukan dua kali pemeriksaan (S - P), dan dinyatakan positif jika minimal satu diantaranya positif.

Jika pasien dalam pengobatan OAT kategori 1 lalu... pemeriksaan

akhir tahap awal(2 bulan)...

BTA* negatif segera mulai tahap lanjutan, ulang BTA bulan ke-5 dan akhir pengobatan

BTA* positif mulai tahap lanjutan, TANPA SISIPAN (pedoman baru), periksa ulang satu bulan

kemudian - pikirkan uji resistensi bulan ke-5 atau

lebih (selesai pada bulan ke-6)

BTA* negatif lanjutkan pengobatan sampai selesai, periksa BTA di akhir pengobatan (bulan ke-6) BTA* positif GAGAL - jika fasilitas ada, uji

kepekaan obat - jika tidak ada lanjut ke kategori 2,

TERDUGA MDR Jika pasien dalam pengobatan OAT kategori 2, lalu... pemeriksaan

akhir tahap awal (3 bulan)

BTA* negatif segera mulai tahap lanjutan, ulang BTA 1 bulan sebelum akhir pengobatan

BTA* positif TERDUGA MDR

Uji kepekaan, jika tidak ada fasilitas, lanjutkan OAT tahap lanjutan TANPA SISIPAN, periksa ulang akhir bulan ke-5

bulan ke-5 atau lebih (selesai pada bulan ke-8)

BTA* negatif lanjutkan pengobatan sampai selesai, periksa BTA di akhir pengobatan (bulan ke-8) BTA* positif TERDUGA MDR

gagal - rujuk ke pusat rujukan TB MDR

Pemantauan Terapi Tuberkulosis

Isoniazid neuropati perifer atasi dengan pemberian vit B6 100 mg/hari - sifat: bakterisidal

Rifampisin mewarnai urin jadi merah, memengaruhi efektivitas KB hormonal, interaksi dengan obat anti-diabetik, gangguan menstruasi, flu-like syndrome, trombositopenia, skin rash, sesak napas, anemia hemolitik - sifat: bakterisidal

(15)

Etambutol buta warna dan gangguan penglihatan, neuritis perifer - hati-hati pada anak - sifat: bakteriostatik

Streptomisin ototoksik dan nefrotoksik, gangguan keseimbangan, renjatan anafilaktik, anemia, agranulositosis, trombositopenia - sifat: bakterisdal

Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

OAT pada TB + hepatitis akut / klinis ikterik DITUNDA sampai hepatitis akut sembuh.

Pada hepatitis kronis, periksa faal hati sebelum mulai pengobatan. Jika SGOT/SGOT >3 x normal, paduan yang bebas hepatotoksik dihindari.

2 obat hepatotoskik: 2 RHSE / 6 HR ATAU 9 HRE 1 obat hepatotoksik: 2 HES / 10 HE

0 obat heptotoksik: 18-24 SE + satu obat floroukuinolon selain siprofloksasin

TB dan Hepatitis

Bila klinis (+) – ikterik, mual, muntah – stop OAThepatotoksik. Bila klinis (-) dan SGOT/SGPT >5x, stop OAThepatotoksik. Kondisi lainnya: OAT lanjutkan dengan pengawasan ketat.

Sambil menunggu normalisasi klinis dan lab, berikan strptomisin DAN etambutol.

Setelah klinis normal dan lab mendekati normal: mulai obat yang paling tidak hepatotoksik, yakni R, lalu 3-7 hari kemudian berikan H.Jika R dan /atau H bisa diberikan, hindari pemberian Z karena paling hepatotoksik. Selalu evaluasi klinis dan lab. Apabila kemudian terbukti, bahwa: Jika R penyebabnya, maka regimen akhir menjadi 2HES/10HE

Jika H penyebabnya, maka regimen akhir menjadi 6-9 RZE

Gangguan fungsi hati berat dan tidak dapat menerima salah satu dari R atau H, regimen akhir menjadi 18-24 SE + satu obat fluorokuinolon selain siprofloksasin.

Hepatitis Imbas Obat (Drug-Induced Hepatitis)

MDR-TB (Multidrug Resistant TB): resisten pada setidaknya rifampisin + INH.

XDR-TB (Extensive Drug Resistant TB): MDR-TB yang juga resisten pada 3 dari 6 obat second-line.

Kasus TB MDR dan TB XDR

TIDAK BERBEDA dengan kondisi tidak hamil OAT aman, kecuali aminoglikosida

Piridoksin 50 mg/hari dan vitamin K 10 mg/hari dianjurkan pada trimester ke-3 menjelang partus TIDAK BERBEDA denga nkondisi menyusui

TB pada kehamilan dan menyusui

TIDAK BERBEDA, kecuali jika gula darah tidak terkontrol dapat diperpanjang sampai 9 bulan Rifampisin mengurangi efektivitas sulfoniiluria (seperti glibenklamid)

TB dan DM

Tuberkulosis pada Anak

Gejala klinis TB pada anak tidak khas dan bakteri sulit ditemukan pada pemeriksaan BTA sehingga digunakan sistem skoring TB anak.Anak didiagnosis TB jika jumlah skor >6 atau 6 dengan klinis mendukung (Update 2014).

(16)

Tabel Skor TB Anak

Perhatikan bahwa pemeriksaan BTA bukan pemeriksaan utama pada anak, karena

gejala klinis batuk bukan gejala klinis utama pada anak, dan pada umumnya BTA negatif.

Perhatikan bahwa jika skor = 6, maka perlu pertimbangan gejala klinis lain sebelum

menentukan TB anak atau infeksi laten TB

(Update 2014).

NB: PP-INH = program profilakasis dengan INH

Regimen pengobatanjika terdiagnosis TB (anak sakit TB, skor >6 atau 6 dengan klinis mendukung): 2RHZ/4RH. Pada kasus berat dapat diberikan etambutol, misalnya pada kasus BTA positif pada anak maupun meningitis TB.

(17)

SEKILAS MATERI PADI DAN TRYOUT 0

17

Jika tidak

terdiagnosis TB, tetap dapat diberikan profilaksis dengan INH. Ada dua macam profilaksis:

Profilaksis primer (anak kontak TB tapi tidak sakit, dibuktikan dengan tuberkulin negatif): INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan.

Profilaksis sekunder (anak terinfeksi TB tanpa sakit TB, dibuktikan dengan tuberkulin positif tapi skor TB tidak mencapai 6 atau secara klinis tidak sakit TB): INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-9 bulan.

Terapi

Mulai dengan OAT, lalu setelah 2-8 minggu (setelah toleransi) lanjutkan dengan ARV. Dengan demikian ARV diberikan tidak bergantung pada jumlah hitung CD4.

Berdasarkan Pedoman Terapi ARV 2011 dan 2013

Koinfeksi Tuberkulosis + HIV

Asma

Anamnesis: Sesak napas, batuk berdahak biasanya kronik, mengi, ada faktor pemicu (pejamu: riwayat atopi, lingkungan).

Pemeriksaan Fisik: Ekspirasi memanjang, wheezing, penggunaan otot bantu napas pada serangan berat.

Pemeriksaan Penunjang: APE (arus puncak ekspirasi), lebih baik lagi dengan spirometri.

Diagnosis lengkap asma memerlukan klasifikasi asma dan serangan akut. Sebagai contoh: asma persisten rengan dengan serangan sedang.

Diagnosis

Klasifikasi Asma

Ringan: Bisa bicara kalimat utuh, sesak saat berjalan.Sedang: Antara ringan dan berat.

Berat: Bicara kata demi kata terputus-putus, cenderung duduk, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan.

I.

Intermiten * kali 2

sebulan * Gejala < 1x/minggu

* Tanpa gejala di luar serangan * Serangan singkat * VEP1 80% nilai prediksi APE  80% nilai terbaik * Variabilitas APE < 20% II. Persisten Ringan Mingguan * > 2 kali sebulan APE > 80% * Gejala > 1x/minggu, < 1x/ hari * Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur * VEP1 80% nilai prediksi APE  80% nilai terbaik * Variabilitas APE 20-30% III. Persisten Sedang Harian * > 1x / seming gu APE 60 – 80% * Gejala setiap hari

* Serangan mengganggu aktivitas dan tidur *Bronkodilator setiap hari

* VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik * Variabilitas APE > 30% IV. Persisten Berat Kontinyu * Sering APE  60% * Gejala terus menerus

* Sering kambuh * Aktivitas fisik terbatas

* VEP1 60% nilai prediksi APE  60% nilai terbaik * Variabilitas APE > 30%

(18)

Status asmatikus: ancaman gagal napas. Perlu perawatan di ICU.

Klasifikasi Serangan Akut

Kendalikan faktor pemicu.

2 macam terapi medikamentosa untuk asma adalah terapi pelega (reliever) yang digunakan hanya jika serangan, dan terapi pengontrol (controller) yang dapat digunakan walaupun tidak dalam serangan.

Reliever / pelega: Salbutamol inhalasi dan/atau ipratropium bromida. Bila tidak membaik, dapat diberikan aminofilin IV. Pada serangan berat, dapat diberikan steroid IV.

Controller / pengontrol: Steroid inhalasi. Dapat pula diberikan antagonis leukotrien (montelukast, zafirlukast) sebagai pengganti steroid inhalasi sebagai pengontrol.

Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, lalu turunkan bertahap sampai mencapai terapi minimal. Pemantauan dengan kuesioner ACT (asthma control test).

Terapi

Pneumonia

Anamnesis: Batuk berdahak mukoid/purulen, sesak, demam tinggi, nyeri dada.

Pemeriksaan Fisik: Demam, takikardi, takipneu, sianosis, napas cuping hidung, retraksi interkostalis, bagian dada yang sakit tertinggal, palpasi fremitus meningkat, perkusi redup, bronkovesikular/bronkial/ronki basah halus/ronki basah kasar.

Pemeriksaan Penunjang: Foto toraks terdapat infiltrat/konsolidasi, leukositosis, sputum gram.

Diagnosis

Ditentukan berdasarkan skor PORT.

Dilakukan rawat inap pada pasien pneumoia apabila: Skor PORT >70

Skor PORT <70 dengan salah satu kriteria berikut: frekuensi napas >30 x/menit, Pa02/FiO2 <250 mmHg, foto toraks paru terdapat kelainan bilateral/2 lobus, sistolik <90 mmHg, diastolik <60 mmHg

(19)

Kriteria Rawat Inap

Rawat jalan: makrolid (azitromisin) sebagai first-line, amoksisilin-klavulanat; alternatif: kotrimoksazol.

Rawat inap: beta-laktam (sefotaksim) IV, makrolid IV, sefalosporin IV, fluorokuinolon IV.

Terapi

Bronkiolitis

Anamnesis: Pikirkan pada anak <2 tahun dengan episode mengi (wheezing) untuks pertama kali, umumnya didahului dengan gejala ISPA bagian atas (batuk, pilek, subfebris/tanpa demam), sesak. Pemeriksaan Fisik: Demam, sesak, ekspirasi memanjang, retraksi, wheezing/rhonki basah halus, perkusi hipersonor.

Pemeriksaan Penunjang: Foto toraks normal/hiperinflasi paru dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral/konsolidasi tersebar.

Diagnosis

 Oksigen

 Cairan dan kalori yang cukup

 Antibiotik (ampisilin, kloramfenikol, sefotaksim) boleh diberikan jika tanda infeksi sekunder cukup jelas.

 Bronkodilator (salbutamol inhalasi) - dapat diberikan, namun bukan pilihan utama

Terapi

Bedakan dengan croup (laringotrakeobronkitis): batuk seperti menggonggong. Didahului infeksi sebelumnya. Terapi: steroid.

Diagnosis Banding

PPOK

Anamnesis: Batuk berdahak, sesak, eksaserbasi akut, riwayat perokok >20 tahun. Pemeriksaan Fisik: Wheezing, barrel chest, ekspirasi memanjang.

Pemeriksaan Penunjang: Spirometri FEV1 <80; foto polos gambaran emfisema (lebih lusen, batas paru turun dan mendatar), jantung pendulum.

Diagnosis

 Stop rokok.

 Bronkodilator (salbutamol [beta agonis] dan ipratropium[antagonis muskarinik]-ipratroprium adalah first choice dibandingkan dengan beta agonis pada kasus PPOK).  Steroid inhalasi.

 Oksigen. Menjaga saturasi oksigen sampai kadar 88-92%.

 Antibiotik (amoksiklav/doksisiklin/sefalosporin - untuk eksaserbasi akut dan tanda infeksi)

Terapi

Bedakan dengan bronkiektasis (gambaran honey-comb appearance).

Diagnosis Banding

Pneumotoraks

Anamnesis: Sesak tiba-tiba, riwayat trauma, jejas di daerah dada, bullae akibat TB yang pecah, atau pada pasien PPOK.

Pemeriksaan Fisik: Takipnea, perkusi hipersonor, auskultasi suara napas menurun. Pemeriksaan Penunjang: Foto toraks – daerah lusen, trakea terdorong ke sisi sehat.

Diagnosis

WSD (chest tube) di sela iga ke-5 linea aksilaris anterior

Terapi

Tension Pneumotoraks

(20)

Udara yang masuk ke rongga pleura terjebak. Mediastinum terdorong ke kontralateral, vena besar tertekan, mengakibatkan instabilitas hemodinamik.

Pengertian

Pemeriksaan Fisik: Sesak berat, takikardi, hipotensi, vena leher distended, trakea deviasi, suara napas menghilang.Tanda vital atau hemodinamik tidak stabil.

Diagnosis

Torakosentesis (tusuk dengan jarum besar) di sela iga ke-2 garis midklavikula, lalu lanjutkan dengan pasang WSD (seperti kasus pneumotoraks non-tension).

Terapi

Efusi Pleura

Cairan di dalam rongga pleura, biasanya disebabkan TB, bisa juga karena infeksi lain/keganasan.Jika cairan berupa nanah/pus disebut dengan empiema.

Pengertian

Anamnesis: Nyeri dada saat bernapas, khas pleuritik (saat menarik napas misalnya).

Pemeriksaan Fisik: Pleural friction rub, fremitus melemah, perkusi redup, auskultasi suara napas menurun.

Pemeriksaan Penunjang: Foto polos – sudut kostofrenikus tumpul. Mintakan foto lateral untuk efusi pleura yang lebih minim.

Diagnosis

Pungsi pleura.

Cairan pleura dikultur dan tes resistensi. Pengobatan berdasarkan hasil kultur dan tes resistensi.Jika berulang, pikirkan untuk pleurodesis (obliterasi ruang potensial pleura).

(21)
(22)

GASTROINTESTINAL

GERD

Refluks asam lambung karena sfingter esofagus bawah menutup tidak adekuat.

Gejala khas : rasa terbakar di dada, hipersalivasi, mulut terasa asam. GERD kronik dapat mencetuskan LPR (Laringo Pharyngeal Reflux) : suara serak, rasa mengganjal di tenggorokan. Diagnosis sederhana dengan klinis dan dengan kuesioner GERD-Q. Terapi empiris dengan PPI selama 2 minggu dengan gejala yang membaik menegakkan diagnosis GERD. Jika ada fasilitas endoskopi, dilakukan terutama pada pasien dengan tanda bahaya (turun BB, gangguan menelan hebat, usia tua, dan lain-lain).

Tatalaksana :

1. PPI (omeprazol), atau ranitidin. PPI merupakan first choice. 2. Modifikasi faktor risiko : obesitas, pola makan, hindari pajanan

terhadap kopi, jangan langsung tidur setelah makan.

Komplikasi jangka panjang: esofagitis kronis, Barret’s esofagus, karsinoma esofagus.

Hernia

Berdasarkan sifatnya :

Hernia reponibel bisa masuk kembali Operasi elektif Hernia ireponibel tidak dapat masuk

kembali Operasi elektif

Hernia inkarserata obstruksi (kembung, muntah, bising usus meningkat).

Operasi cito Hernia strangulata nyeri, nekrosis Operasi cito Klasifikasi berdasarkan lokasi:

1. Hernia inguinalis di atas lipatan abdominokruris

Indirek(lateralis) : bisamencapai skrotum, namun tidak harus (jika mencapai skrotum, dinamakan hernia skrotalis, yang otomatis merupakan hernia inguinalis lateralis), akibat defek di kanalis inguinalis

Direk(medialis) : tidakbisa mencapai skrotum, akibat defek di dinding perut

2. Hernia femoralis di bawah lipatan abdominokruris

3. Hernia umbilikalis (faktor risiko: hipotiroid kongenital, sirosis hepatis dan keadaan peningkatan tekanan vena porta)

4. Hernia diafragmatika --> terdengarnya suara/bising usus di rongga toraks. Defek pada dinding diafragma.

Tatalaksana : Operasi  herniotomi, herniorafi, hernioplasti; baik cito maupun elektif.

(23)

Ileus obstruksi Ileus paralitik Tidak bisa BAB, kembung,

muntah, nyeri perut Tidak bisa BAB, kembung, nyeriperut (-) Bising usus meningkat, dapat

menghilang jika sudah lama Bising usus menghilang Dilatasi usus proksimal saja,

distal cenderung tidak ada udara

Dilatasi usus proksimal – distal Gambaran foto khas: step

ladder, herring bone

Dekompresi dengan NGT,

laparotomi Atasi penyebabnya, misalimbalans elektrolit (hipokalemia)

Apendisitis

akut

Gejala dan tanda khas:

1. Inisial: nyeri perut periumbilikal  kemudian ke kanan bawah perut, mual muntah, demam

2. Nyeri tekan dan lepas di titik McBurney, Psoas sign +, Obturator sign +, Rovsing sign +, Dunphy Sign (nyeri saat batuk) +

Penunjang : CT scan, USG, dan pemerksaan darah perifer lengkap (leukositosis) - dapat dilkukan skoring dengan Skor Alvarado.

Tatalaksana : Apendektomi jika belum ada komplikasi.

Komplikasi : Peritonitis umum akibat perforasi, jika terjadi peritonitis, harus menjalani tatalaksana berupa laparotomi

Peritonitis

Radang peritonium

Gejala dan tanda khas : nyeri seluruh perut, Bloomberg sign (nyeri tekan dan nyeri lepas), defans muskular pada otot perut.

1. Peritonitis primer : peritonitis TB, peritonitis bakterial spontan pada sirosis. Fenomena “papan catur”  khas pada peritonitis TB.

2. Peritonitis sekunder : peritonitis karena perforasi

Ulkus

peptikum

Nyeri ulu hati berulang, dipengaruhi makanan. Bisa disertai hematemesis dan melena (gastritis erosif) hingga penurunan berat badan.

Etiologi tersering : pemakaian kronik NSAID dan infeksi kronis Helicobacter

pylori

1. Ulkus duodenum : nyeri berkurang dengan makanan, sering terbangun di malam hari

2. Ulkus gaster : nyeri bertambah dengan makanan

Tatalaksana : PPI (omeprazol) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).

Bila dicetuskan oleh infeksi H. pylori (urea breath test +), maka tatalaksana : triple therapy dengan PAC (PPI + Amoksilin + Clarythromicin) atau bila alergi amoksilin : berikan PMC (PPI + Metronidazol + Clarythromicin).

Sirosis

hepatis

Tanda sirosis (stigmata) : asites, palmar eritem, spider nevi, kaput medusa. Etiologi tersering : hepatitis kronik (B dan C), alkoholisme

Komplikasi :

1. Ruptur varises esofagus hematemesis melena. Diagnosis pasti : endoskopi. Tatalaksana : stabilisasi hemodinamik: cairan, NGT, pemberian PPI, cairan vasopresor, obat-obatan penurun tekanan vena porta (okreotid, somatostatin), hingga yang definitif berupa ligasi melalui fasilitas endoskopi.

2. Ensefalopati hepatikum akibat peningkatan amonia dalam darah -terjadi gangguan fungsi luhur hingga yang paling berat penurunan kesadaran (koma hepatikum). Tatalaksana profilaksis: laktulosa dan antibiotik.

3. Peritonitis bakterial spontan (SBP), akibat terjadi translokasi bakteri ke cairan ascites

4. Hepatoma (hepatocellular carcinoma), tumor marker untuk hepatoma: AFP (alfa-fetoprotein). Komplikasi akhir dari sirosis hepatis.

Diare

Akut : < 7 hari, melanjut (prolonged) : 7-14 hari, persisten : > 14 hari Pembeda berdasarkan etiologinya:

Diare cair, kekuningan Rotavirus Rehidrasi + zink Diare lendir darah (disentri), Shigella (disentri Kotrimoksazol

(24)

kram perut, demam basiler) Diare lendir darah + bau

busuk Entamoeba hystolitica(disentri amoeba) Metronidazol Diare berlemak mengkilap

(steatore) Giardia lamblia Metronidazol

Diare cucian beras Vibrio cholerae Doksisiklin Diare terkait pemakaian

antibiotik kronik Bakteri anaerob Clostridium difficile Metronidazol

Diare akut Tanpa

dehidrasi Klinis baik Terapi ARehidrasi oral setiap diare/muntah Dehidrasi

ringan sedang Anak rewel, haus, mata cekung

Terapi B

Rehidrasi oral 75 cc/BB/3 jam Alternatif lain :

1. Anak umur < 12 bulan : rehidrasi parenteral 70 cc/ BB / 5 jam

2. Anak umur > 12 bulan : rehidrasi parenteral 70 cc/BB/ 2,5 jam

Dehidrasi

berat Anak malas minum, turgor sangat lambat

Terapi C

Rehidrasi parenteral

1. Anak umur < 12 bulan :

rehidrasi parenteral 30 cc/ BB / 1 jam dilanjutkan dengan 70 cc/ BB / 5 jam

2. Anak umur > 12 bulan :

rehidrasi parenteral 30 cc/BB/ ½ jam dilanjutkan dengan 70 cc/BB/ 2,5 jam

5 Pilar tatalaksana diare akut untuk kasus diare anak : 1. Rehidrasi (terapi A, B, C)

2. Zink : anak < 6 bulan 10 mg selama 10-14 hari, anak > 6 bulan  20 mg selama 10-14 hari

3. Edukasi orang tua pasien tentang bahaya dehidrasi dan pentingnya higieni

4. Gizi lanjutkan pemberian ASI bila masih ASI eksklusif, berikan makanan bergizi rendah serat. Pada anak yang lebih besar, susu free laktosa hanya diberikan pada kasus intoleransi laktosa maupun diare dehidrasi berat.

5. Obat-obat lain sesuai indikasi misal antibiotik.

Hepatitis

Hepatitis A : akut, penularan fekal dan oral, serologi IgM anti HAV + Hepatitis B : akut maupun kronik, penularan lewat darah maupun kontak seksual, Hbs Ag +

Serologi hepatitis B :

HBsAg IgM anti

HBc IgG anti HBc Anti HBs HBeAg Hepatitis B akut + + - - +/-Hepatitis B kronik infeksius + - + - + Hepatitis B kronik non-infeksius + - + - -Pasca imunisasi - - - + -Sembuh dari - - + +

(25)

-hepatitis B

Hepatitis C : cenderung kronik, penularan lewat darah dan kontak seksual, anti-HCV +

Kolelitiasis

dan

kolesistitis

Kolelitiasis

Faktor risiko : Fat, Forty, Fertile, Female. Secara klinis dapat dijumpai tanda kolik bilier yang terutama dipengaruhi makanan berlemak.

Penunjang : USG abdomen

Komplikasi: Kolelitiasis proses peradangan terjadi kolesistitis akut. Kolelitiasi

s Koledokolitiasis Kolesistitis Kolangitis

Nyeri kolik + + +/- +/- Murphy’s sign - - pasti + bisa positif, jika disertai kolesistisis Demam - - + (low-grade) + (high-grade)

Ikterus - + - +

*Murphy Sign: nyeri tekan kuadran kanan atas abdomen, terlebih saat penderita menarik napas.

Pankreatitis

Pankreatitis akut:

Nyeri tekan epigastrium, demam tinggi, muntah, hipotensi, amilase dan lipase meningkat.

Faktor risiko : kolelitiasis, hipertrigliseridemia berat, alkoholisme berat.

Pasien harus dipuasakan, NGT, pemberian antibiotik, dan penatalaksanan suportif.

Pankreatitis kronis: kerusakan jangka panjang pankreas, manifestasi utama adalah gangguan absorpsi (seperti mudah kembung, diare) karena gagalnya pankreas memproduksi enzim pencernaan.

Hemoroid

Hemoroid eksterna pelebaran pleksus v. hemoroidalis inferior, nyeri, dilapisi epitel skuamosa

Hemoroid interna pelebaran pleksus v. hemoroidalis superior dan media, dilapisi epitel silindris.

Derajat hemoroid interna: 1. Berdarah menetes tanpa nyeri 2. Benjolan masih dapat masuk sendiri 3. Dimasukkan dengan tangan

4. Tidak dapat dimasukkan Tatalaksana :

1. Derajat 1 dan 2  medikamentosa, Sitz-Bath (tindakan merendam daerah bokong dengan air hangat untuk memperbaiki gejala hermoroid)

2. Derajat 3 dan 4 yang mengganggu  operasi

Kelainan

kongenital

pada Sistem

Gastrointesti

nal Anak

Kondisi Apa yang dialami pasien? Temuan PF, lab, atau radiologis?

Morbus

Hirschprung Pasase mekonium terlambatakibat segmen aganglionik, colok dubur menyemprot

Biopsi : aganglionik pleksus meissner dan Auerbach

Stenosis pilorus Muntah menyemprot berisi bercak kopi, teraba massa epigastrium seperti

String sign pada pemeriksaan radiologi

(26)

"zaitun"/olive Atresia

esofagus Hipersalivasi, tersedak pada usia neonatus. Dapat ditemukan riwayat

polihidramnion pada ibu.

Single bubble sign, gambaran coiling NGT pada pemeriksaan radiologi

Atresia

duodenum Muntah hijau (bilier) di usia awal kelahiran Double bubble sign Hernia

diafragmatika Sesak, bising usus pada auskultasi paru Gambaran udara usus di paru Intususepsi Kolik perut, diare red currant

jelly Target sign, porsio like sign Volvulus Distensi abdomen,

kembung, muntah, bising usus meningkat

Coffee bean appearance

Semua kondisi kelainan kongenital pada anak memerlukan tatalaksana suportif, dan definitif berupa bedah.

(27)

NEFRO-UROLOGI

Gagal Ginjal

Akut

dan

Kronis

Gagal ginjal akut: perburukan fungsi ginjal yang cepat dan tiba-tiba, ditandai dengan oliguria/anuria, peningkatan kreatinin. Biasanya disebabkan oleh hipovolemik (karena nekrosis tubular akut).

Gagal ginjal kronis: penurunan fungsi ginjal dan tanda kerusakan dalam imaging yang bertahan selama 3 bulan.

Pengertian

Hitung Klirens Kreatinin dari Kreatinine Serum:

Diagnosis

Kriteria RIFLE untuk Gagal Ginjal Akut:

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik berdasarkan GFR (ml/1,73 m2 luas

permukaan tubuh): Grade I: >90 Grade II: 60-89 Grade III: 30-59 Grade IV: 15-29 Grade V: <15

Klasifikasi

Indikasi dialisis CITO: Asidosis <7,2, hiperkalemia berat, uremia >200, overload cairan (sesak karena edema paru berat).

Terapi

Sindrom

Nefrotik

Proteinuria (>3 g/24 jam atau +3 dipstik), hipoalbuminemia, pitting edema, hiperkolesterolemia. ( = trias).

Diagnosis

...pada kasus

sindroma

nefrotik, dapat

ditemukan

istilah berupa...

Remisi: proteinuria (-) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Relaps: proteinuria (≥2+) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

o Relaps jarang: relaps <2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau <4x dalam periode setahun.

o Relaps sering: relaps ≥2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥4x dalam periode setahun.

Dependen steroid: relaps 2x berurutan pada saat

(28)

dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan.

Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu.

Kortikosteroid (prednison). Jika resisten, gunakan siklofosfamid.

Nutrisi tinggi kalori tinggi protein.

Terapi

Infeksi

Saluran

Kemih

ISK atas: demam tinggi, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang dan ketok CVA, dipstik nitrit (+), dan leukosit esterase (+).

ISK bawah: disuria, urgensi, frekuensi, nyeri tekan suprapubik, dipstik nitrit (+), dan leukosit esterase (+). Ditemukan 105 bakteri pada kultur mid-stream urine:

pada anak laki-laki: >104, anak perempuan: >105

pada ibu hamil: ISK dengan gejala>103, ISK

tanpagejala>105.

Diagnosis

Non-komplikata: hanya pada kasus sistitis pada wanita tidak hamil.

Komplikata: ISK lainnya (termasuk sistitis pada wanita hamil dan segala jenis ISK pada pria).

Klasifikasi

Tergantung hasil kultur  sambil menunggu hasil kultur, terapi empiris: kotrimoksazol, siprofloksasin.Awas kontraindikasi siprofloksasin pada usia anak-anak.

Pada wanita hamil (meskipun asimtomatik bakteriuria, tetap diobati): amoksisilin, sefadroksil. Risiko pada wanita hamil jika tidak diatasi meliputi ketuban pecah dini dan persalinan pre-term.

Terapi

Glomerulonefr

itis Akut

Sindrom nefritik: hematuria, proteinuria, hipertensi, penurunan fungsi ginjal, silinder eritrosit.

Pada anak-anak, didahului infeksi streptokokus β-hemolitikus grup A (faringitis, impetigo). Reaksi: hipersensitivitas tipe III (melibatkan komplemen C3). Disebut sebagai GNAPS (glomerulonefritis akut post-streptokous).

Diagnosis

Terapi suportif (antihipertensi, diuretik)

Terapi

Kriptorkismus

(undesensus

testis)

Salah satu atau kedua testis tidak berada dalam kantong skrotum, tetapi berada di sepanjang jalur desensus normal. Bedakan dengan testis ektopik.Sering disertai hernia inguinal indirek, maupun torsio testis.

Tatalaksana: observasi selama maksimal 6 bulan pertama kehidupan, jika tidak ada lakukan orkidopeksi dalam usia 18 bulan pertama kehidupan. (Guideline AUA).

Fimosis

Prepusium tidak dapat diretraksi, nyeri saat berkemih, perlu mengedan dan ujung penis menggembung saat berkemih.

Tatalaksana : sirkumsisi

Parafimosis

Preputium menjepit batang penis, saat teretraksi tidak dapat dikembalikan lagi  kegawatan. Tatalaksana : dorsumsisi.

(29)

Hipospadia

Orifisium uretra eksternum terletak di sisi ventral (bawah) penis. Kontraindikasi untuk sirkumsisi karena kulit digunakan untuk rekonstruksi kelak.

Epispadia

Orifisium uretra eksternum terletak di sisi dorsal (atas) penis. Kontraindikasi untuk sirkumsisi karena kulit akan digunakan untuk rekonstruksi kelak.

BPH dan

Adenokarsino

ma Prostat

Gejala obstruksi (pancaran miksi lemah, miksi tidak lampias) Gejala iritasi (frekuensi, nokturia, urgensi)

Pemeriksaan fisik : Rectal touche  pembesaran prostat konsistensi kenyal, nyeri (-), nodus (-), pool atas tidak teraba. Penunjang USG.

Tatalaksana :

1. Alfa bloker (tamsulosin, terazosin) 2. 5-alfa-reduktase inhibitor (finasterid) 3. Bedah

Pikirkan diagnosis banding kanker prostat jika pada palpasi RT konsistensi prostat padat, tanda umum keganasan positif.Pemeriksaan penunjang: PSA (prostat specific antigen), spesifik untuk prostat namun ditemukan pada banyak kondisi lain seperti BPH, pasca-rectal touche, atau prostatitis.

Batu saluran

kemih

Nefrolitiasis : nyeri kolik terutama di daerah pinggang, hematuria Ureterolitiasis : nyeri kolik pinggang menjalar sampai ke kemaluan

Vesikolitiasis : BAK dipengaruhi perubahan posisi  gejala kencing terputus-putus (interupted)

Uretrolitiasis : batu di uretra  nyeri di penis saat kencing, retensi urin Penunjang : BNO-IVP, USG

Tatalaksana : medikamentosa (alfa bloker) / MET (medical expulsion therapy), anjuran minum air >2 liter /hari, minimal-invasif seperti ESWL (pemecahan batu dengan ultrasound), hingga bedah  tergantung ukuran batu

Batu saluran kemih : radioopak (calsium, struvit) maupun radiolusen (asam urat, sistin)

Adenokarsino

ma prostat

Lelaki paruh baya dengan keluhan sulit kencing, bisa disertai kakeksia. Pemeriksaan fisik khas : rectal touche  prostat bernodul (+), keras Penunjang : PSA, biopsi

Tatalaksana : bedah

Metastasis paling sering ke tulang.

Infeksi

saluran kemih

Pielonefritis demam menggigil, keluhan kencing tidak terlalu dominan, urinalisis : nitrit +, leukosit esterase +, nyeri ketok CVA +

antibiotik Intravena (seftriakson)

Sistitis demam (-), keluhan kencing seperti disuria, frekuensi, dan urgensi, nyeri tekan suprapubik +.

antibiotik oral (kotrimoksasol, siprofloksasin) Uretritis demam (-), disuria, frekuensi,

nyeri tekan suprapubik (-). antibiotik oral (kotrimoksasol, siprofloksasin) Prostatitis Demam (+), discharge (+),

nyeri kencing, rectal touche: nyeri tekan prostat  abses (fluktuasi +)

Antibiotik oral (kotrimoksasol, siprofloksasin) Klasifikasi :

Non-komplikata: sistitis pada wanita tidak hamil.

Komplikata: ISK lainnya (termasuk wanita hamil dan pria). Wanita hamil dengan asimtomatik bakteriuria perlu diterapi. Pilihan : amoksisilin, sefalosporin, eritromisin.

(30)

Penunjang : kultur urin pancar tengah ditemukan kuman bermakna (biasanya 105)

(31)

HEMATOLOGI

Anemia

Anemia

mikrositik MCV << 1. Anemia defisiensi besiFeritin <<, TIBC >>, serum besi <<, gambaran sel pensil.

Tatalaksana : suplementasi besi Transfusi PRC (indikasi)

2. Anemia penyakit kronik Feritin N / >>, TIBC << 3. Thalasemia

Ikterik, organomegali, facies cooley, gambaran sel target, penunjang : elektroforesis Hb.

Tatalaksana : transfusi PRC, obat pengikat besi.

Anemia

normositik MCVnormal 1. Anemia karena perdarahanNamun, bila perdarahan berlangsung lama  mikrositik

2. Anemia aplastik

Pansitopenia, organomegali (-), penunjang : pungsi sumsum tulang (gambaran hipoplastik)

Anemia

makrositik MCV >> Anemia defisiensi B12Anemia defisiensi folat

ITP

Petekia, purpura, biasa didahului infeksi virus sebelumnya.

Organomegali (-), trombositopenia (+). Tatalaksana : steroid. Splenektomi jika tidak respons terhadap steroid.

Hemofilia

Perdarahan sulit berhenti, perdarahan spontan di sendi (hemartrosis). Khas: delayed-bleeding (perdarahan sempat berhenti, kemudian keluar darah lagi). Hemofilia A : defisiensi faktor VIII

Hemofilia B : defisiensi faktor IX

Penunjang : PT normal, aPTT memanjang Tatalaksana :

Hemofilia A : konsentrat faktor VIII, kriopresipitat, hemofilia B : FFP (fresh frozen plasma)

Jika di soal mengarah ke hemofilia namun tidak jelas A atau B, pilih hemofilia A karena prevalensi penyakit jauh lebih sering dibanding hemofiia B

Leukemia

Keganasan sel darah (leukosit meningkat pesat)

Leukemia akut : sel blas +(blast > 20%) , infiltrasi organ relatif jarang Leukemia kronik : sel blas -, infiltrasi organ sering  organomegali

Jadi, pembedanya bukan berdasar onset waktumelainkan keberadaan sel blast.

Baik leukemia akut maupun kronik dibedakan menurut asal selnya yakni galur mieloid maupun limfoid.

(32)

IMUNOLOGI

SLE

Kriteria diagnostik :

MD SOAP BRAIN, 4 dari 11 gejala dan tanda berikut: 1. Malar rash

2. Discoid rash

3. Serositis (pleuritis, perikarditis)

4. Oral ulcer (sariawan, biasanya tanpa nyeri) 5. Artritis

6. Photosensitivity

7. Blood (gangguan hematologi, misalnya anemia hemolitik autoimun) 8. Renal impairment (misal: nefritis lupus)

9. ANA positif

10. Imunologi (anti dsDNA +)

11. Neurologi (gangguan neurologi dan psikiatri)

Tatalaksana : steroid, sitostatik (metotreksat, siklofosfamid)

HIV - AIDS

Penularan melalui darah, hubungan seksual.

Diagnosis: dengan konseling sukarela (VCT) maupun diinisiasi petugas kesehatan (PITC). Alur diagnostik: dengan tiga tes serologi, jika tersedia lakukan tes protein HIV.

Tahapan infeksi:

Infeksi akut (acute retroviral syndrome): 2-6 minggu setelah terinfeksi.

Window period: sampai 3 bulan setelah terinfeksi. Pasien sudah dapat menularkan HIV walaupun antibodi masih negatif.

Infeksi HIV asimptomatik (masa laten): tanpa gejala, antibodi sudah positif. Dapat berlangsung sampai 10 tahun setelah infeksi.  Infeksi HIV simptomatik (lihat bagian stadium klinis).

Stadium klinis:

Stadium 1: asimptomatik atau limfadenopati generalisata persistenStadium 2: BB turun <10%, herpes zoster, ulkus oral berulang,

dermatitis seboroik, infeksi jamur kulit

Stadium 3: BB turun >10%, diare kronik >1 bulan, demam >1 bulan, kandidiasis oral, TB paru

Stadium 4: HIV wasting syndrome (BB turun >10% disertai diare kronik >1 bulan dan demam > 1 bulan), PCP, dan TB ekstraparu Tatalaksana:

 Kapan memulai? Jika CD4 <350 sel/mm3, ada/tidak ada gejala klinis

ATAU langsung jika ada gejala klinis berat (stadium 2 dan 3) berapapun CD4-nya.

 Regimen: 2NRTI + 1NNRTI

2 NRTI NNRTI

AZT

(zidovudin) 3TC(lamivudin) NVP(nevirapin) TDF

(tenofovir) FTC(emtricitabin e)

EFZ

(efavirenz)  contoh regimen: AZT + 3TC + NVP

Profilaksis dengan kotrimoksasol pada pada pasien:  Stadium klinis 2, 3, dan 4 ATAU

 CD4 <200 sel/mm3

Kotrimoksasol terbukti efektif mencegah infeksi Toxoplasma dan

Pneumocystis carinii pneumonia (P. jiroveci - PCP).

Koinfeksi TB-HIV: lihat di bagian respirologi - TB

(33)

ARV dengan tenofovir (TDF) dan lamivudin (3TC)/emtricitabin (FTC)

ODHA yang hamil: mulai ARV kapanpun pada semua ibu hamil. Hindari efavirenz (EFV) selama trimester I.

HIV pada anak: interpretasi uji serologi sama jika usia >18 bulan. Jika <18 bulan: perlu pemeriksaan virus HIV karena antibodi ibu dapat menembus sawar anak.

Pemantauan berupa klinis, imunologi (CD4+), dan virologi (HIV RNA).

(Sumber: Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011)

Hipersensitiv

itas

Keadaan di mana terjadi intoleransi sistem imun tubuh terhadap antigen diri (menyerang tubuh sendiri). Klasifikasi menurut Coombs and Gell*:

1. Tipe 1: Immediate – contoh: anafilaksis, asma, atopi. Diperantarai oleh IgE. Ciri khas: respons cepat – menit sampai jam. Diuji dengan skin test atau pengukuran IgE total dan IgE spesifik

2. Tipe 2: sitotoksik (antibody-dependent) – contoh: anemia hemolitik autoimun, penyakit jantung reumatik, miastenia gravis, penyakit graves. Terjadi karena IgM dan IgG berikatan dengan sel target. Diuji dengan tes Coombs direk dan indirek

3. Tipe 3: kompleks imun – contoh: rheumatoid arthritis, glomerulonefritis post-streptotoccus – terjadi karena antibodi IgG berikatan dengan antigen, terjadi kompleks imun, terdeposit di pembuluh darah dan menginisiasi inflamasi lokal.

4. Tipe 4: delayed-type – contoh: tuberkulosis (tes mantoux), dermatitis kontak - melibatkan sel T

*belakangan, dikenal pula tipe 5, di mana memisahkan penyakit seperti miastenia gravis dan penyakit graves ke dalam kelompok ini.

(34)
(35)

SEKILAS MATERI PADI DAN TRYOUT 0

35

kotor, konstipasi, kembung (timpani), nyeri abdominal ringan difus, hepatosplenomegali.

Minggu 2: Demam mencapai plateau, insomnia, mengigau, bradikardi relatif, diare, perdarahan GI.

Minggu 3: Tampilan klinis bertambah berat, status tifoid (penurunan kesadaran dan/atau psikosis). Perforasi adalah komplikasi yang jarang, tetapi terjadi di minggu 3.

Darah tepi: leukopenia, trombositopenia, anemia.

Kultur: Darah (dalam agar empedu) untuk minggu 1-2, feses untuk minggu 2-3, urin untuk minggu 3-4. Kultur merupakan baku emas.

Widal: Mulai positif pada akhir minggu 1. Diagnosis demam tifoid ditegakkan apabila terdapat peningkatan titer 4x lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari atau peningkatan titer O sebanyak 1:200.

Pemeriksaan

Penunjang

Lini pertama: fluorokuinolon (DOC, kontraindikasi untuk usia <18 tahun), amoksisilin/ampisilin, kotrimoksazol.

Lini kedua: Kloramfenikol (kontraindikasi bila leukosit <2000/mm3), pilihan lain seperti seftriakson dan

sefiksim.

Terapi

Disentri

Penyebab: bakteri Shigella atau parasit Entamoeba

hystolytica.

Konsep Dasar

Diare berdarah berlendir, kram perut, demam.

Disentri bakteri umumnya akut (3 hari-1 minggu), sedangkan disentri amuba terjadi perlahan-lahan (2 minggu/lebih).

Manifestasi

Klinis

Disentri bakteri: kultur feses (umumnya tidak dilakukan).

Disentri amuba: Pemeriksaan mikroskopik ditemukan trofozoit berisi eritrosit multipel (patognomonik). Trofozoit memiliki satu nukleus dengan kariosom kecil yang terletak di sentral. Bila tidak ditemukan trofozoit, anggap disentri bakteri.

Pemeriksaan

Penunjang

Umumnya semua disentri dianggap bakterial kotrimoksazol.

Bila 2 hari tidak ada perbaikan  pemeriksaan tinja. Ditemukan trofozoit  metronidazol. Tidak ditemukan  siprofloksasin, sefiksim, atau asam nalidiksat.

Terapi

Tetanus

Trismus, kaku leher, disfagia, kekakuan abdomen, opistotonus, fleksi lengan, ekstensi tungkai, disfungsi otonom.

Kejang, baik akibat rangsangan maupun spontan. Tetap sadar dan kesakitan. Demam jarang.

Manifestasi

Klinis

Tes spatula.

Penunjang

Metronidazol (membunuh bakteri yang memproduksi toksin) atau amoksisilin.

ATS/anti-tetanus serum (serum kuda) atau TIG/tetanus imunoglobulin(mengikat toksin bebas).

TT (menginduksi imunitas).

Diazepam (meringankan gejala spasme) jika gejala spasme dominan dan hebat.

(36)
(37)

No. Jenis Infeksi Obat Pilihan I Obat Pilihan II Dosis 1 Askariasis Pirantel pamoat

Mebendazol Piperazin sitratAlbendazol Pirantel pamoat: dosis tunggal 10mg/kgBB basa Mebendazol: 2 x 100 mg sehari selama 3 hari

Albendazol: dosis tunggal 400 mg 2 Cacing kremi Mebendazol

Pirantel pamoat Albendazol Mebendazol: dosis tunggal 100 mgPirantel pamoat: dosis tunggal 10 mg/kgBB (maksimum 1 g) sebagai pirantel basa

Albendazol: dosis tunggal 400 mg 3 Cacing

tambang MebendazolPirantel pamoat Albendazol Mebendazol: 2 x 100 mg selama 3hari Pirantel pamoat: untuk A.

duodenale, dosis tunggal pirantel

basa 10 mg/kgBB (maksimum 1g); untuk N. americanus, selama 3 hari Albendazol: dosis tunggal 400 mg 4 T. trichiura Mebendazol Albendazol Mebendazol: 2 x 100 mg selama

3-4 hari

Albendazol: dosis tunggal 400 mg 5 S. stercolaris Ivermektin Albendazol

Tiabendazol Ivermektin: dosis tunggal 200μg/kgBB Albendazol: 2 x 400 mg/hari selama 7-14 hari

Tiabendazol: 2 x 25 mg/kgBB per hari selama 2-3 hari berturut

6 T. solium Prazikuantel

Niklosamid Prazikuantel: dosis tunggal 10mg/kgBB (khusus untuk T. solium, dianjurkan pencahar 2 jam sesudah terapi)

Niklosamid: untuk orang dewasa dan anak di atas 8 tahun, diberikan 2 dosis @ 1 g selang waktu 1 jam; untuk anak-anak ½ dosis dewasa 7 T. saginata Prazikuantel

Niklosamid Mebendazol Prazikuantel: seperti untuk T.solium

Niklosamid: seperti untuk T.

solium

Mebendazol: 2 x 300 mg/hari selama 3 hari

8 Filaria Dietilkarbamazi

n (DEC) Untuk W. brancofti, B. malayi, danLoa loa: 3 kali sehari 2 mg/kgBB

bersama makan selama 10-30 hari* 9 O. volvulus Ivermektin Dosis 150 μg/kgBB diminum dengan

air pada saat perut kosong, diulang setiap 3 bulan selama 12 bulan, dan selanjutnya diulang setiap tahun sampai cacing dewasa mati (dapat berlangsung sampai 10 tahun atau lebih)

10 S.

haematobium Prazikuantel Metrifonat Prazikuantel: dosis tunggalsebanyak 40 mg/kgBB atau dosis tunggal 20 mg/kgBB yang diulangi lagi sesudah 4-6 jam

Metrifonat: dosis tunggal 7,5-10 mg/kgBB diberikan per oral sebanyak 3 x dengan interval 14 hari

11 S. mansoni Prazikuantel Oksamnikuin Prazikuantel: dosis tunggal sebanyak 40 mg/kgBB atau 3 kali 20 mg/kgBB selang 4-6 jam

(38)

Oksamnikuin: dewasa, dosis tunggal 15 mg/kgBB; anak, 20 mg/kgBB dibagi dua dosis selang 2-8 jam

12 S. japonicum Prazikuantel Prazikuantel: 2 kali 30 mg/kgBB selang 4-6 jam

*) Pada pengobatan massal, jika menggunakanDECdiberikan dengan dosis 6 mg/kgBB/hari dan jika menggunakanalbendazoldiberikan dengan dosis 400 mg dosis tunggal (anjuran WHO).

Gambar

Tabel Skor TB Anak

Referensi

Dokumen terkait

Berbanding terbalik dengan Desa Adiwarno yang wilayah Pemerintahanya berada dibawah tanggungjawab Kecamatan Selomerto, dan yang terjadi di Desa Adiwarno menurut penuturan

Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskripstif adalah karena ingin mengamati dan meneliti strategi hubungan masyarakat Kementerian Perumahan Rakyat

untuk pertemuan kedua siklus pertama, guru akan menjelaskan lebih rinci mengenai materi pelajaran. Tujuannya agar siswa memiliki pemahaman dasar dan dapat memahami

benda wakaf adalah harta benda tidak bergerak yang tidak dapat dikelola dan tidak mempunyai nilai ekonomi tanpa menyadari bahwa pemahaman seperti itu merupakan pemahaman

Hasnawati, Ratnawaty Maming, Muhammad Aqil Rusli / JIT Vol 4. 2) mengetahui tingkat keterampilan proses sains (KPS) peserta didik kelas VIII SMPN Terakreditasi A di Kota

Pada perancangan ini zoning yang sedang dirancang yaitu memberikan desain zoning yang sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan desain untuk mengatur zoning sesuai dengan barang

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis,

Efek samping obat-obatan trisiklik bersifat toksik pada penggunaan dosis tinggi yang di mana diperlukan untuk mencapai efektifitas terapi gangguan panik, sehingga