• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN REBUSAN CACING TANAH Lumbricus sp OLEH MASYARAKAT DUKUPUNTANG SEBAGAI OBAT TIPES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN REBUSAN CACING TANAH Lumbricus sp OLEH MASYARAKAT DUKUPUNTANG SEBAGAI OBAT TIPES"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN REBUSAN CACING TANAH Lumbricus sp

OLEH MASYARAKAT DUKUPUNTANG SEBAGAI OBAT TIPES

Herawati1, Ari Purnama2, Meli Mawati3, Dede Cahyati Sahrir4

1IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, 45132 2IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, 45132 3IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, 45132 4IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, 45132

Email Korespondensi: heraawati08@gmail.com Abstrak

Cacing tanah memiliki populasi terbesar di Indonesia.Hal ini karena cacing tanah mudah ditemukan khususnya di negara yang beriklim tropis. Namun masyarakat Indonesia belum banyak mengetahui tentang pemanfaatan cacing tanah secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengetahuan lokal Masyarakat Dukupuntang terhadap pemanfaatan cacing tanah. Metode yang digunakan adalah pendekatan etnozoologi melalui observasi dan wawancara. Masyarakat Dukupuntang biasa menggunakan rebusan cacing tanah sebagai obat tipes.Dari penelitian yang telah dilakukan perebusan cacing dilakukan selama 10 menit dengan suhu optimal 50 oC. Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai obat tipes karena cacing tanah dapat menghasilkan enzim lysosomal (lisozim) yang berfungsi melindungi dari serangan mikroba pathogen dan menghasilkan antibakteri. Hal ini menunjukan bahwa rebusan cacing tanah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

Kata Kunci: Rebusan cacing tanah (Lumbricus sp), metode etnozoology , bakteri Salmonella typhi

Pendahuluan

Cacing tanah merupakan hewan yang sangat terkenal dan memiliki populasi yang banyak di Indonesia. Cacing tanah juga sebenarrya memiliki potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan manusia karena kandungan yang dimilikinya. Namun dengan melimpahnya cacing tanah ini belum dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia dengan baik. Lain halnya dengan Masyarkat Dukupuntang yang biasa menggunakan rebusan dari cacing tanah sebagai obat tipes

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki biodiversitas hayati tinggi di dunia sehingga dimasukkan dalam negara mega biodiversitas (Sutarno dan Setyawan 2015), dan tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (Nur 2015). Potensi ini seharusnya dapat dikelola dengan baik sehingga memberi kontribusi manfaat bagi masyarakat dan pembangunan negara. Salah satu kekayaan hayati yang terbesar dipunyai Indonesia adalah cacing tanah.

Etnozologi merupakan ilmu yang mengkaji pengetahuan lokal dan hubungan antara manusia, hewan, dan lingkungan sekitar). Dalam kehidupan manusia tidak lepas dari pemanfaatan berbagai sumber daya hayati. Sumber daya hayati yang dimaksud yaitu, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. (Anderson, dkk. 2011:83)

Cacing tanah memiliki aktifitas antimikroba karena menghasilkan zat pengendali bakteri yang bernama lumbricin (Indriati.,dkk, 2012). Lumbricin merupakan senyawa peptida yang disusun atas asam amino yang lengkap terutama prolin, dan secara invitro mampu menghambat bakteri seperti

Eschericia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus dan Streptococcus aureus (Popović, M., M. Grdiša And T.M. Hrženjak, 2005). Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik. Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan

(2)

untuk membantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri. Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan menyebabkan kematian.Karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri, sehingga lebih sulit untuk resisten. (Cooper, ED.; Beschin, A.; Bilej, M., 2002).

Cacing tanah juga menghasilkan enzim lysosomal (lisozim) yang penting untuk melindungi dari serangan mikroba pathogen. Selain itu juga menghasilkan enzim fosfatase, glukoronidase, peroksidase dan beberapa enzim yang lain (Cikutovic M.A., Fitzpatrick L.C., Goven A.J., Venables B.J., Giggleman M.A., Cooper E.L. 1999).

Penyakit tipes (typhus) merupakan salah satu penyakit menular yang penularannya melalui makanan dan minuman yang mengandung Bakteri Salmonella diantaranya yang dikenal adalah Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhi A, dan Salmonella paratyphi

B. Morfologi basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41°C (optimum 37 °C) dan pH pertumbuhan 6 s.d 8. (Mustaki, 2014)

Penyakit ini merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi infeksi bakteri. Salmonella typhii adalah genus bakteri enterobacteria gram negatif berbentuk rod- (Ryan & Ray, 2003). Salmonella typhii adalah Salmonella enterica (Ryan & Ray, 2003). Salmonella typhii

adalah Salmonella enterica (Ryan & Ray, 2003). Salmonella typhii adalah Salmonella enterica

serotipe dari spesies. Hal terbaik antara 35 dan 37 °C tumbuh tetapi dapat tumbuh antara 7 dan 45 °C. Tumbuh melalui berbagai pH 3,8 - 9,5, memiliki tingkat aktivitas air minimal 0,94, tumbuh baik ada atau tidak adanya oksigen dan di bawah pertumbuhan nitrogen hanya sedikit kurang dari itu di bawah oksigen (King & Metzger, 1968).

Pengobatan tradisional telah dilakukan dan dikenal sejak zaman nenek moyang. Penggunaan bahan obat tradisional dapat diperoleh dari tanaman yang hidup di lingkungan sekitar rumah atau di hutan. Obat tradisional dapat juga diperoleh dari binatang atau hewan peliharaan dan binatang buas yang hidupnya di hutan. Obat tradisional adalah suatu ramuan atau bahan yang berasal dari tanaman, tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan mineral yang berupa sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (Dewoto, H. R. 2007).

Penggunaan cacing tanah (Lumbricus sp) secara alami untuk pengobatan tradisional penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan lainnya, telah diputusan melalui Surat Keputusan nomor: Kep-139/ MUI/ IV/ 2000 dan persetujuan untuk digunakan sebagai obat tradisional oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan Surat keputusan nomor: 0357/ Reg/ B/ 2002. (Mustaki, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data-data dan mendokumnetasikan apa yang melatar belakangi penegatahuan Masyarakat Dukuhpuntang dalam memanfaatkan cacing tanah. Dan diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan informasi yang jelas tentang pengetahuan lokal etnozoologi Masyarakat Dukupuntang.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dukuhpuntang Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan etnozoologi melalui cara observasi dan wawancara. Adapun wawancara yang dilakuakan bersifat wawancara terbuka dengan 3 responden masyarakat Dukupuntang.

(3)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Desa Dukupuntang adalah salah satu desa yang terletak di daerah Cirebon, Jawa Barat. Desa ini memiliki wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Sindangwangi Kabupaten Majalengka (sebelah barat), berbatasan dengan Kecamatan Depok dan Kecamatan Palimanan (sebelah uatara), Kecamatan Sumber (sebelah timur) dan Kecamatan Pasawahan (sebelah selatan). Desa Dukuhpuntang ini memiliki wilayah yang cukup luas dengan area persawahannya. Maka tak heran kebanyakan mata pencaharian masyarakat Dukupuntang yaitu dengan menjadi petani.

Peneliti mengambil lokasi penelitian di daerah Dukuhpuntang dikarenakan melihat dari mata pencaharian masyarakat Dukupuntang sebagai petani. Hal ini karena sebagai mana kita ketahui bahwa cacing tanah mudah ditemukan pada lumpur di area persawahan.

Cara penangkapan cacing tanah yang dilakukan Masyarakat Dukuhpuntang yang cenderung tidak menggunakan alat tangkap khusus melainkan hanya mengandalkan kecepatan tangan dan alat sekop untuk menggali tanah. Adapun cacing tanah yang digunakaan berukuran sedang.Pemanfaatan cacing tanah oleh Mayarakat Dukuhpuntang sebagai obat tipes bisanya dilakuakan dengan cara mencuci terlebih dahulu cacing tanah. Proses pencucian cacing tanah terdapat pada Gambar 1. Kemudian merebus secara langsung pada suhu optimal 50 C selama 10 menit. Adapun asumsi Masyarakat Dukupuntang dalam memanfaatkan cacing tanah sebagai obat tipes diperkuat dengan teori.

Gambar 1. Proses Pencucian Cacing tanah

Air rebusan cacing tanah (Lumbrius rubellus) mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada keadaan tertentu. Kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi, dikarenakan air rebusan cacing tanah (Lumbrius rubellus) memiliki zat aktivitas antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi. Adapun komponen bioaktif yang terdapat pada cacing tanah (Lumbrius rubellus) yaitu asam amino non-esensial, valin, metionin, fenilalalnin, lisisn, tirosin,lumbricin dan. lisozim. (Sofyan dkk. 2008).

Proses perebusan cacing tanah dilakukan dalam suhu optimum dan tidak lebih dari 50 oC, karena jika

lebih dari 50 OC enzim atau protein yang terdapat dalam air rebusan cacing tanah dapat rusak atau

terjadi denaturasi sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga berkurang. Menurut (Baihaki dan Noviyanti T, dkk 2012). Kenaikan temperatur di atas temperatur optimun akan menyebabkan aktivitas enzim menurun, dan sebaliknya bila dibawah suhu 50 OC akan menyebabkan

rendah energi aktivitas yang dibutuhkan sehingga tidak maksimal

Berdasarkan teori diatas diketahui air rebusan cacing tanah terbukti memeiliki kandungan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang menyebabakan penyakit tipes. Adapun beberapa kandungan yang terdapat pada cacing tanah djelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan pada cacing tanah

Zat gizi Komposisi

Protein 64-76

Asam amino esensial

-Arginin 4,13

-Histidin 1,56

-Isoleusin 2,58

(4)

Zat gizi Komposisi

-Fenilalalin 2,25

-Treonin 2,95

-Valin 3,01

Asam amino non esensial

-Sistin 2,29 -Glisin 2,92 -Serin 2,88 -Tirosin 1,36 Lemak 7-10 Serat kasar 1,08 Fosfor 1,00 Kalsium 0,55

Lisozim tidak mempunyai koenzim atau ion-ion logam, katalisis, kespesifikan dan struktur tiga dimensi ditentukan oleh residu asam-asam amino. Selain itu mempunyai struktur lembaran melipat, alfa heliks kecil dan terdapat bagian yang disebut random coil. Molekulnya mempunyai celah sentral yang dalam, memberi tempat pada suatu sisi katalitik dengan 6 subsites yang berikatan dengan berbagai substrat atau inhibitor. Residu yang bertanggung jawab atas hidrolisis ikatan beta 1,4 asam asetil muramat pada peptidoglikan dinding sel bakteri, terletak antara site D dan E. Polisakarida dinding sel bakteri terdiri dari dua jenis gula, yaitu N-asetil muramat dan N-asetil glukosamin yang dihubungkan melalui ikatan glikosida beta (1,4) dan NAM tersusun selang-seling dengan NAG. Lisozim menghidrolisis hanya ikatan antara C1 (NAM) dan C4 (NAG).11 Kandungan senyawa kimia cacing tanah sangat kompleks. Kadar protein cacing tanah sangat tinggi, yaitu 58 persen hingga 78 persen dari bobot keringnya (lebih tinggi daripada ikan dan daging) yang dihitung dari jumlah nitrogen yang terkandung di dalamnya. Selain itu, cacing tanah rendah lemak, yaitu hanya 3 persen hingga 10 persen dari bobot keringnya. Protein yang terkandung dalam cacing tanah mengandung asam amino esensial dan kualitasnya juga melebihi ikan dan daging (Inoue,M, Okubo,T., Oshima,H., Mitsuhashi. 1980).

Berdasarkan teori lisozim diatas, diketahui bahwa kndungan ini yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan baketeri-bakteri patogen yang berada didalam tubuh mansia. Adapun saat proses perebusan yang dilakukan tidak boelh melebihi batas maksimal suhu yang diperlukan yaitu 50 C. Hal ini jelas akan merusak beberapa kandungan baik dari cacing tanah tersebut.

Simpulan dan Saran

Etnozoologi mengenai pemanfaatan cacaing tanah oleh Masyarakat Dukupuntang memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Masyarakat Dukupuntang memiliki kepercayaan bahwa rebusan cacing tanah dapat dijadikan obat tipes. Adapun sushu yang optimal untuk merebus cacing tanah yaitu 50 C. Hal ini terbukti bahwa beberapa kandungan pada cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti bakteri Salmonella typhi. Salah satu kandungan yang dimiliki cacing tanah tersebut yaitu dengan adanya kandungan enzim lisozim. Cacing yang digunakan oleh Masyarakat Dukupuntang biasa diperoleh dari lumpur persawahan yang berukuran kecil.

Saran untuk pemanfaatan cacing tanah oleh Masyarakat Dukupuntang ini perlu dikembangkan. Terlihat bahwa cacing tanah memiliki kandungan yang postif untuk dijadikan sebagai obat. Hal ini agar pemanfaatan ini dapat diketahui oleh masayrakat Indonesia secara luas.

Daftar Pustaka

Anderson, E.N., Pearsall, D., Hunn, dan Turner, N. 2011. Etnobiology. John Wiley & Sons, Inc: Canada. Cooper, ED.; Beschin, A.; Bilej, M. 2002. A new Model for Analyzing Antimicrobial Peptides with Biomedical

Applications. Penerbit: IOS Press, ISBN No. 1586032372.

Cikutovic M.A., Fitzpatrick L.C., Goven A.J., Venables B.J., Giggleman M.A., Cooper E.L. 1999. Wound healing in earthworms Lumbricus terrestris: a cellular-based biomarker for assessing sublethal chemical toxicity. Bull Environ Contam Toxicol. 62:508–514.

(5)

Dewoto, H. R. (2007). Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka, Majalah Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Indriati, Gustina., Mimit Sumitri., Rina Widiana. 2012. Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.Jurnal Prosiding Semirata BKS PTN-B MIPA 2012.ISBN 978-602-9115- 20-8.

Inoue,M., Okubo,T., Oshima,H., Mitsuhashi. 1980. Isolation and Characterization of Lysozyme sensitive mutant of S aureus. J. Bacteriology. 144(3). 1186-1189.

Mustaki. (2014). Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Efektif sebagai Obat. Blog Staff Universitas Brawijaya.

Nur Indah Yanti, 2008, Efektivitas Ekstrak CacingTtanah (Lumbricus rubellus) dalam Menghambat

Pertumbuhan Salmonella typhi Penyebab Deman Tipoid. URI:

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789 /3392.

Popović, M., M. Grdiša And T.M. Hrženjak. 2005.Glycolipoprotein G-90 obtained from the earthworm Eisenia foetida exerts antibacterial activity. Council Archive. 75: 119-128.

Ryan KJ dan Ray CG (2003). Sherris Mikrobiologi Medis Sebuah Pengantar Infectious Diseases, 4th ed, New York, McGraw-Hill Medis Safitri IR (2010). Analisis PENGGUNAAN antibiotik PADA Pasien Demam tifoid di Instalasi rawat inap rumah sakit PKUMuhammadiyah Surakarta Tahun 2009. Sarjana Sofyan Ismael. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta Sagung Seto

Sutarno dan AD Setyawan. 2015. Biodiversitas Indonesia: Penurunan dan Upaya Pengelolaan untuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 1(1): 1-13.

Gambar

Gambar 1. Proses Pencucian Cacing tanah

Referensi

Dokumen terkait

The analyses discussed in the previous paragraphs sug- gest that the group process adds value to the balanced s c o re c a rd development process by reducing the per- centage

The purpose of this study is to measure the professional skepticism of management accountants and compare it to the skepticism levels of internal and external auditors.. This is

Pengolah angka, adalah program yang menjadikan computer berfungsi sebagai alat Bantu dalam membuat, mengedit, mengatur, menyimpan dan mencetak dokumen berupa table

IS mengidentifkasi para pelanggannya dan kebutuhan informasi mereka dalam dimensi produk dan kualitas, menetpakan matriks untuk mengevaluasi seberapa jauh

Hal ini dimaksudkan agar evaluasi dari Program Kerja yang akan dilakukan setiap tahun sesuai dengan isu strategis yang telah dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan

(2004) melaporkan bahwa cekaman kekeringan (60% kapasitas lapang) pada fase V2–R2 (fase vegetatif dengan 2 buku-fase mulai pembentukan ginofor) tidak mengakibat- kan penurunan

First, the simplest way to determine what accounting basis has been used by organizations is to look at the accounting system com- ponents, such as financial reports, forms and

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran