• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2017 MANUSKRIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2017 MANUSKRIP"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ULIN BANJARMASIN

TAHUN 2017

MANUSKRIP

Oleh : ADITYA RINI NPM. 1614201120333

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN BANJARMASIN, 2017

(2)

HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ULIN BANJARMASIN

TAHUN 2017

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Studi S1 Keperawatan

Oleh : ADITYA RINI NPM. 1614201120333

UNIVERSITAS MUAHMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN BANJARMASIN, 2017

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Manuskrip ini dengan judul Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2017 oleh Aditya Rini, NPM. 1614201120333 telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing Skripsi Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Banjarmasin, 24 Juli 2017

Pembimbing 1

Yustan Azidin, S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIDN. 1130077901

Pembimbing 2

Ns. Rusmegawati, S. Kep., M.Kep

NIP.19731005 198803 2 003

Mengetahui,

Kaprodi S.1 Keperawatan

Hj. Ruslinawati, Ns.,M.Kep

NIDN. 1107097801 iii

(4)

HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ULIN BANJARMASIN

TAHUN 2017

Aditya Rini*, Yustan Azidin**, Rusmegawati***

Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Email: adityarini@gmail.com Abstrak

Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan salah satu unsur pokok proses pelayanan keperawataan kepada pasien dalam pertanggung jawaban kinerja profesi keperawatan, sehingga kualitas pelayanan keperawatan dapat terukur dan dapat pula dipertanggung jawabkan. Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan saat ini masih kurang mendapat perhatian dari perawat, dalam pelaksanaannya perawat lebih terfokus pada pelaksanaan asuhan keperawatan, sehingga pendokumentasiannya menjadi terabaikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017.

Metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Populasi perawat pelaksana pada 21 ruang rawat inap yang melayani pasien dewasa di RSUD Ulin Banjarmasin berjumlah 367. Sampel sebagian populasi berjumlah 191 orang, dengan simple random sampling. Uji korelasi Spearman’s rho dengan α = 0,05.

Hasil penelitian sebagian besar yakni sebanyak 13 ruangan (61,9%) penerapan metode tim cukup dan sebagian besar yakni sebanyak 11 ruangan (52,4%) pendokumentasian baik. Hasil uji Spearman’s rho, p=0,006 < 0,05.

Kesimpulan ditemukan adanya hubungan yang bermakna penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017 dengan tingkat hubungan kuat.

Disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan dengan variabel yang berbeda seperti faktor motivasi hubungannya dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Kata Kunci : Metode Tim, pendokumentasian asuhan keperawatan.

1. Pendahuluan

Kesehatan adalah hak bagi seluruh rakyat, negara wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat. Sudah tentu diselenggarakan sesuai dengan perintah konstitusi yang merupakan amanah yang harus dilaksanakan bagi setiap penyelenggara negara. Indonesia dalam memelihara dan menjaga derajat kesehatan rakyatnya yang optimal salah satunya adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bermutu (Sulastomo, 2007).

Mutu pelayanan di rumah sakit merupakan kinerja yang dapat memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang ada di rumah sakit diantaranya adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya (Djaelani, 2009).

Upaya untuk memberikan pelayanan keperawatan bermutu salah satunya dapat dicapai dengan melaksanakan tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien yang dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan, ilmu dan kiat keperawatan. Proses keperawatan bersifat humanistik untuk meemenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi pasien (Ali, 2008).

(5)

Setiap pelaksanaan proses keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat berkewajiban untuk melakukan pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pendokumentasi merupakan aspek penting dari praktik keperawatan, sangat berguna sebagai media komunikasi, tagihan finansial, edukasi, pengkajian, riset, audit dan dokementasi legal. Pendokumentasi didifinisikan sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak terhadap segala sesuatu yang terjadi dan dilakukan kepada pasien sebagai catatan bukti bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan (Wirawan, 2013).

Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan salah satu unsur pokok proses pelayanan keperawataan kepada pasien dalam pertanggung jawaban kinerja profesi keperawatan, sehingga kualitas pelayanan keperawatan dapat terukur dan dapat pula dipertanggung jawabkan. Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan saat ini masih kurang mendapat perhatian dari perawat, dalam pelaksanaannya perawat lebih terfokus pada pelaksanaan asuhan keperawatan, sehingga pendokumentasiannya menjadi terabaikan (Kasim, 2016).

Hasil pertemuan Forum Mutu Indonesian (Healthcare Quality Network/IHQN) pada tanggal 21-22 September 2016 di Manado, menyebutkan bahwa berdasarkan hasil audit mutu di 15 rumah sakit di Indonesia dalam tiga tahun terakhir pendokumentasian asuhan keperawatan masih di bawah 80%, yakni tahun 2013 sebesar 43%, tahun 2014 sebesar 58% dan tahun 2015 sebesar 68% (IHQN, 2016).

Sejalan dengan hasil audit mutu oleh IHQN, hasil penelitian Wirawan (2013) tentang pendokumentasian asuhan keperawatan juga masih belum optimal. Dalam penelitiannya terungkap bahwa sebesar 69,1% pendokumentasian auhan keperawatan baik dan sebesar 38,1% tidak baik. Kondisi ini karena belum adanya upaya evaluasi kinerja dalam pendokumentasian yang dilakukan oleh pimpinan dan banyaknya beban pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh perawat.

Pendokumentasi asuhan keperawatan merupakan tampilan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien selama pasien dirawat di rumah sakit. Adanya ketidaklengkapan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan yang antara lain untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka mencatat kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan, untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika (Kasim, 2016).

Faktor yang mempengaruhi pendokumentasian asuhan keperawatan masih belum optimal karena dianggap menjadi beban kerja tambahan bagi perawat. Banyaknya lembar format yang harus diisi untuk mencatat data membuat perawat lebih terbebani dalam situasi kurangnya tenaga perawat yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang dirawat. Perawat bekerja hanya berorientasi pada pelaksanaan tindakan saja sehingga pendokumentasian terabaikan. Penelitian Siswanto (2013) dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 16, No. 2, Juli 2013 mengungkapkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi ketidaklengkapan asuhan keperawatan adalah pembagian kegiatan keperawatan yang tidak merata dan tumpang tindih pada perawat.

Kegiatan keperawatan terdiri dari kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung dan kegiatan non keperawatan. Kegiatan langsung meliputi anamnesa pasien, mengukur vital sign, memberikan obat oral atau injeksi, perawatan luka, memasang infus, memonitor tetesan infus, melakukan observasi pada pasien gawat (sekarat) dan lainnya; kegiatan tidak langsung meliputi operan antar shif, menyiapkan obat oral/injeksi, menyiapkan pasien untuk operasi, membuat laporan pasien, mendampingi visite dokter dan lainnya. Adapun kegiatan non keperawatan meliputi mengantar pasien ke kamar operasi, mengantar pasien konsultasi ke bagian lain, menyiapkan dan menyelesaikan administrasi pasien pulang, mengambil hasil pemeriksaan laboratorium dan lainnya.

Banyaknya kegiatan perawat seringkali menjadi salah satu alasan perawat mengabaikan tugasnya dalam melakukan pendukomentasian asuhan keperawatan. Kegiatan perawat yang juga melaksanakan tugas-tugas non keperawatan merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum dapat teratasi. Perawat harus mengantarkan pasien, menyelesaikan administrasi pasien dan lainnya sehingga kurang banyak waktu untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu metode pemberian asuhan keperawatan untuk diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang

(6)

keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang salah satunya adalah metode tim (Kuntoro, 2010).

Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan melalui upaya kooperatif dan kolaburatif. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan, sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Asmuji, 2014).

Metode tim terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya yakni memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanakaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Sedangkan kelemahannya komunikasi antar anggota tim dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk (Suyanto, 2009).

Tujuan penerapan metode tim dalam asuhan keperawatan adalah untuk memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif dengan meningkatkan kerjasama dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas memberikan asuhan keperawatan profesional sehingga diharapkan dengan penerapan metode tim pelaksanaan asuhan keperawatan tidak hanya berorientasi pada tindakan tetapi juga hingga pendokumentasian asuhan keperawatan (Kuntoro, 2010).

Hasil penelitian Nur Hidayah (2014) dalam Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014 mengungkapkan metode asuhan keperawatan tim berbanding lurus dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta kepuasan pasien. Dalam pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim kegiatan yang mutlak dan harus dilakukan yakni kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan penugasan. Semakin baik pelaksanaan keempat kegiatan tersebut maka akan semakin baik pula pelaksanaan metode tim (Jurnal Kesehatan [Online], diakses 15 Nopember 2016).

Penerapan metode tim akan dapat memenuhi semua fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaaan dan pengawasan atau kontrol, dengan demikian metode tim akan dapat mendayagunakan sumberdaya yang tersedia secara optimal dan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang komperhensif. Hasil penelitian Supratman (2009) menemukan bahwa 78,6% pendokumentasian asuhan keperawatan pada ruangan perawatan yang menerapkan metode tim baik, lebih besar persentasinya bila dibandingkan dengan ruangan perawatan yang menerapkan metode fungsional yang hanya sebesar 58,5%.

Penerapan metode tim dengan penugasan yang proporsional akan membuat pelayanan yang komprehensif kepada pasien, dengan penerapan metode tim perawat tidak hanya berorientasi kepada tindakan keperawatan saja tetapi juga pada pendokumentasian asuhan keperawatan, ini karena masing-masing perawat telah mendapat tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan secara proporsional. Hasil penelitian Madonni (2005) menemukan ada hubungan yang signifikan antara penerapan metode tim dengan rencana asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap, demikian juga dengan Kasim (2016) yang juga dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang signifikan antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Hasil audit pendokumnetasian asuhan keperawatan di RSUD Ulin Banjarmasin yang dilakukan oleh tim audit mutu keperawatan RSUD Ulin Banjarmasin terungkap bahwa pendokumentasian keperawatan yang meliputi 6 (enam) aspek pada tahun 2014 adalah sebagai berikut; Aspek pengkajian sebesar 32,90%, aspek diagnosa keperawatan sebesar 76,51%, aspek perencanaan 72,18, aspek tindakan keperawatan sebesar 58,18%, aspek evaluasi sebesar 53,05% dan aspek catatan keperawatan sebesar 58,94%. Pendokumentasian keperawatan yang meliputi 6 (enam) aspek pada tahun 2015 adalah sebagai berikut; Aspek pengkajian sebesar 34,51%, aspek diagnosa keperawatan sebesar 79,23%, aspek perencanaan 74,33, aspek tindakan keperawatan sebesar 71,86%, aspek evaluasi sebesar 68,91% dan aspek catatan keperawatan sebesar 70,64%. Hasil audit pendokumentasian keperawatan di RSUD Ulin dari tahun 2014 3

(7)

sampai tahun 2015 terlihat terjadi peningkatan dari keenam aspek yang dilakukan audit, namun peningkatan tersebut masih belum signifikan dan masih belum mencapai target kelengakapan pendokumentasian keperawatan sebesar 80% (KMRKP RSUD Ulin Banjarmasin, 2016).

Hasil studi pendahuluan dengan cara observasi atau pengamatan langsung peneliti pada formulir asuhan keperawatan dalam status rekam medik pasien pulang di Ruang Bedah, Ruang Orthopedi, Ruang Anak dan Ruang Bersalin (Nifas) Gedung Tulip RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 26-27 Januari 2017 didapatkan hasil bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan masih belum lengkap. Pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Bedah dari 7 orang pasien pulang ditemukan sebanyak 4 orang (57,1%) pendokumentasian asuhan keperawatan tidak lengkap, Ruang Orthopedi dari 3 pasien pulang sebanyak 1 orang (33,3%) pendokumentasian asuhan keperawatan tidak lengkap, Ruang Anak dari 12 pasien pulang ditemukan sebanyak 5 orang (41,7%) pendokumnetasian tidak lengkap dan Ruang Bersalin dari 7 pasien pulang ditemukan sebanyak 3 orang (42,8%) pendokumentasian tidak lengkap.

Hasil wawancara peneliti pada tanggal 2-4 Februari 2017 kepada kepada masing-masing 1 (satu) orang perawat yang dinas pagi terkait ketidaklengkapan pendokumnetasian asuhan keperawatan di Ruang Bedah, Ruang Orthopedi, Ruang Anak dan Ruang Bersalin (Nifas) Gedung Tulip RSUD Ulin Banjarmasin, terkait kelengkapan dokumen asuhan keperawatan di ruangan masing-masing seluruhnya menyatakan memiliki pernyataan yang sama yakni kelengkapan akan dilengkapi kemudian ketika status akan diantar ke rekam medik.

Berdasarkan teori yang diuraikan, data dan hasil studi pendahuluan yang didapatkan menunjukan perlu dilakukan penelitian tentang penerapan metode tim dan pendokumentasian asuhan keperawatan dan menulis hasilnya dalam skripsi berjudul: “Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2017”.

2. Metode Penelitian

2.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan menggunakan rancangan cross sectional. 2.2 Populasi dan Sampel

2.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh perawat pelaksana pada 21 ruang rawat inap yang melayani pasien dewasa di RSUD Ulin Banjarmasin berjumlah 367 orang.

2.2.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian populasi perawat pelaksana pada 21 ruang rawat inap yang melayani pasien dewasa berjumlah 191 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling yaitu pemilihan sampel dilakukan dengan cara acak.

3. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mencakup analisis univariat, analisis bivariat dan pembahasan. 3.1 Analisis Univariat

3.1.1 Penerapan Metode Tim

Penerapan metode tim dilihat dari masing-masing Ruang Rawat Inap dalam penelitian ini didapatkan kategori kurang, cukup dan baik. Distribusi frekuensi penerapan metode tim yang didapatkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

(8)

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Penerapan Metode Tim di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2017

No Penerapan Metode Tim f %

1 2 3 Kurang Cukup Baik 0 13 8 0 61,9 38,1 Jumlah 21 100

Tabel 3.1 menggambarkan bahwa sebagian besar ruang rawat inap, yakni 13 (61,9%) ruangan penerapan metode tim cukup.

3.1.2 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Pendokumentasian asuhan keperawatan dianalisis dari status pasien pulang yang minimal dirawat 3 (tiga) hari di ruang rawat inap berjumlah 299 status rekam medik pada 21 ruang rawat inap. Distribusi frekuensi pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2017

No Pendokumentasian Asuhan Keperawatan f % 1 2 3 Kurang Cukup Baik 6 4 11 28,6 19,0 52,4 Jumlah 21 100

Tabel 3.2 menggambarkan bahwa lebih dari setengah ruang rawat inap, yakni 11 (52,4%) pendokumentasian asuhan keperawatan baik.

3.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat hubungan penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017 dengan uji Spearman’s rho menemukan adanya hubungan yang signifikan antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hubungan tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabulasi silang berikut:

Tabel 3.3 Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017

No

Penerapan Metode Tim

Pendokumentasian Askep

Jumlah Kurang Cukup Baik

f % f % f % n % 1 2 3 Kurang Cukup Baik 0 6 0 0 46,2 0 0 3 1 0 23,1 12,5 0 4 7 0 30,8 87,5 0 13 8 100 100 100 Jumlah 6 28,6 4 19 12 52,4 21 100 ρ= 0,006 < α = 0,05 (Korelasi Koefisien = 0,578) 5

(9)

Tabel 3.3 hasil analisis hubungan penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan ρ (0,006) < α (0,05). Koefisien korelasi (r) untuk menunjukan kekuatan hubungan antara variabel penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan sebesar 0,578 bersifat kuat. Kekuatan ini sesuai dengan rentang Colton 0,51-0,75. Arah hubungan menunjukan hubungan yang positif yang berarti semakin baik penerapan metode tim, maka peluang pendokumentasian baik semakin tinggi. Analisis lebih lanjut koefisien determinan (r2) yaitu (0,578)2 = 33,4%, nilai ini menunjukkan bahwa 33,4% pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dijelaskan oleh penerapan metode tim dan sisanya 66,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

4. Pembahasan

4.1 Penerapan Metode Tim di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017

Penelitian penerapan metode tim didapatkan hasil dari 21 ruang rawat inap sebagian besar, yakni sebanyak 13(61,9%) ruangan penerapan metode tim cukup dan sisanya sebanyak 8 (32,1%) ruangan penerapan metode tim baik.

Karena penerapan metode tim tidak maksimal hanya dukungan dari tenaga keperawatan saja,akan tetapi harus didukung oleh tenaga penunjang lainnya yang terkait dengan pelayanan keperawatan itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan Suarli dan Bachtiar, 2012 bahwa Metode tim terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 (dua) sampai 3 (tiga) tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, tenaga teknis dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.

Hasil penelitian penerapan metode tim sebagian besar cukup dapat terjadi karena metode tim berkaitan dengan kesehatan lain seperti apa yang dikemukakan oleh Suarli dan Bachtiar (2012) tersebut di atas. Bila dianalisis berdasarkan ruangan didapatkan ruangan yang tingkat ketergantungan pasiennya tinggi kepada perawat cenderung penerapan metode tim cukup dan ruangan yang tingkat ketergantungan pasien pada perawat rendah cenderung penerapan metode tim baik, ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa penerapan metode tim baik adalah Ruang THT, Ruang Mata, Ruang Jantung, Ruang Kulit Kelamin, Ruang Asoka, Ruang Anggrek Lt 4, Ruang Aster 4 dan Ruang Aster 5, sedangkan Ruang Bedah, Ruang Orthopedi, Ruang PDP, Ruang PDW, Ruang Saraf, Ruang Paru, Ruang Stroke Center penerapan metode tim masuk dalam kategori cukup.

Bila dianalisis lebih jauh penerapan metode tim berdasarkan butir pernyataan yang diajukan kepada responden sebagai perawat pelaksana maka ditemukan item pernyataan yang mendapat nilai persentasi tertinggi adalah item pernyataan ‘Kepala ruangan menunjuk ketua tim sebagai pimpinan dalam memberikan asuhan keperawatan di ruangan (97%)’ yang berarti responden menyatakan sangat setuju’, ‘ruangan memiliki dua orang ketua tim yang membawahi 2-3 orang perawat (75%)’ yang berarti responden menyatakan setuju dan setiap petugas termasuk kepala ruangan dan ketua tim di ruangan tidak memiliki rincian tugas yang jelas (74%)’ yang berarti responden menyatakan tidak setuju. Kondisi yang demikian karena memang untuk menentukan ketua tim adalah berdasarkan rekomendasi kepala ruangan berdasarkan pengamatannya terhadap kinerja perawat atas pelaksanaan tugas dan pendidikannya yang dimilikinya kepada pihak manajemen, adapun ketua tim membawahi 2-3 orang perawat hanya mendapat pernyataan setuju karena keterbatasan tenaga maka untuk menjadi ketua tim ada dibeberapa ruangan yang jumlah tenaga perawatnya lebih banyak ketua tim terutama pada saat jaga shif pagi ketua tim membawahi 4-5 orang perawat. Sedangkan terkait dengan rincian tugas memang seluruh petugas memiliki rincian tugas yang termuat dalam uraian tugas perawat namun terkadang tugas perawat yang dilaksanakan lebih banyak dari uraian tugas yang menjadi kewajibannya, ini terjadi karena masih terbatasnya tenaga perawat sehingga harus melaksanakan tugas di luar rincian tugasnya.

Hasil penelitian juga menemukan pernyataan yang mendapat nilai persentasi rendah yakni ‘ketua tim tidak melakukan insfeksi langsung pada pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan yang sudah direncanakan oleh ketua tim (40%)’ yang berarti jarang, ‘Kepala ruangan memeriksa rencana keperawatan yang sudah dibuat oleh ketua tim (44%)’ yang berarti jarang dan kepala ruangan melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan setiap akhir tugas jaga (shift)

(10)

(52%)’ yang berarti rata-rata responden menjawab jarang. Kondisi ini dapat terjadi karena untuk tugas tersebut sebagaian besar dilimpahkan kepada ketua tim untuk membantu tugas-tugas kepala ruangan yang juga melaksanakan tugas penting lainnya. Hal tersebut di atas sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Sitorus dan Panjaitan (2011) bahwa kepala ruangan berperan penting dalam metode tim, metode tim akan berhasil baik, apabila didukung oleh kepala ruangan. Untuk itu, kepala ruangan diharapkan telah menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf, membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan, memberi kesempatan kepada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan, mengorentasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperaawatan, menjadi narasumber bagi ketua tim, mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan dan menciptakan iklim komunikasi yang terbuka. Apabila hal yang dikemukakan oleh Sitorus dan Panjaitan (2011) dapat dilaksanakan oleh kepala ruangan maka penerapan metode tim akan dapat berjalan dengan baik

Solusi agar penerapan metode tim di ruang rawat inap dapat baik diperlukan partisipasi struktur pemberi pelayanan di ruang rawat inap, mulai dari loper, pekarya, perawat pelaksana, ketua tim, kepala ruangan, dokter penanggung jawab dan manajemen. Kepala ruangan dalam hal ini diharapkan partisipasinya mulai dari dirinya melaksanakan penerapan metode tim sesuai dengan tanggungjawabnya seperti yang dikemukana Kuntoro (2010) perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, adapun ketua tim melaksanakan tanggungjawabnya seperti yang dikemukakan Nursalam (2015) yaitu membuat perencanaan, membuat penugasan, supervisi dan evaluasi, mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien, mengembangkan kemampuan anggota dan menyelenggarakan konferensi. Penerapan metode tim juga akan dapat berjalan dengan baik apabila anggota ting melaksanakan tanggungjawabnya seperti apa yang dikemukakan Suarli dan Bachtiar (2012) yitu memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya bagian yang sama dengan anggota tim dan antar tim memberikan laporan, memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya bekerjasama dengan anggota tim dan antar tim dan Memberikan laporan.

4.2 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017

Hasil penelitian pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap yang didapatkan dalam penelitian ini sebanyak 11 ruangan (52,4%) dari sebanyak 21 ruangan yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

Hal itu dapat dilihat pada hasil audit pendokumnetasian asuhan keperawatan di RSUD Ulin Banjarmasin yang dilakukan oleh tim audit mutu keperawatan RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun 2016 dimana belum mencapai target kelengakapan pendokumentasian keperawatan sebesar 80%. Nursalam (2011) menyebutkan dokumentasi asuhan keperawatan meliputi komponen isi yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, evaluasi, tanda tangan dan nama terang perawat, catatan Keperawatan, resume keperawatan dan catatan pasien pulang atau meninggal dunia

Pendokumentasi asuhan keperawatan merupakan tampilan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien selama pasien dirawat di rumah sakit. Adanya ketidaklengkapan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan yang antara lain untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka mencatat kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan, untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika. Faktor yang mempengaruhi pendokumentasian asuhan keperawatan masih belum optimal karena dianggap menjadi beban kerja tambahan bagi perawat. Banyaknya kegiatan perawat seringkali menjadi salah satu alasan perawat mengabaikan tugasnya dalam melakukan pendukomentasian asuhan keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu metode pemberian asuhan keperawatan untuk diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang salah satunya adalah metode tim (Kuntoro, 2010)

(11)

Hasil penelitian pendokumentasian asuhan keperawatan bila dilihat berdasarkan item parameter pendokumentasian asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat adalah pada indikator pengkajian identitas klien (100%), identitas penanggung jawab (73%), keluhan utama (100%), riwayat penyakit sekarang (100%) dan pemeriksan fisik (100%). Hasil observasi pada pengkajian ini hanya pendokumentasian pada identitas penanggung jawab yang tidak lengkap tercatat di dalam status rekam medik. Kondisi ini dapat terjadi karena berbagai sebab diantaranya karena perawat menganggap identitas klien dan penanggung jawab sama sehingga terkadang mereka tidak mengisinya secara lengkap. Kondisi ini juga dapat terjadi karena perawat ingin mempercepat tugasnya untuk melaksanakan tugas-tugas keperawatan lainnya yang juga penting.

Indikator lain yakni diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan implementasi keperawatan sudah 100% lengkap di dalam status rekam medik pasien. Adapun evaluasi terisi 95%. Kondisi ini terjadi karena terkadang evaluasi terlupakan untuk mengisi karena berbagai sebab seperti sebelum evaluasi diselesaikan waktu jaga sudah selesai dan perawat pulang dan tidak sempat melakukan pendokumentasian evaluasi. Adapun tanda tangan/paraf perawat, nama, tanggal kelengkapan hanya sebesar 86%, ini karena perawat hanya mencantumkan stempel nama tanpa membubuhi tanda tangan pada lembar dokumentasi asuhan keperawtan yang dilaksanakannya. Berdasarkan data tersebut maka pendokumentasian asuhan keperawtan sudah baik namun perlu ditingkatkan agar lebih optimal. 4.3 Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang

Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017

Hasil uji Spearman’s rho didapatkan ρ = (0,006),ρ< α (0,05), maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan, selanjutnya koefisien korelasi (r) untuk menunjukan kekuatan hubungan antara variabel penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan sebesar 0,578 bersifa tkuat, masuk dalam rentang 0,51-0,75. Arah hubungan menunjukan hubungan yang positif yang berarti semakin baik penerapan metode tim, maka peluang pendokumentasian baik semakin tinggi. Analisis koefisien determinan (0,578)2 ini menunjukkan bahwa 33,4% pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dijelaskan oleh penerapan metode tim dan sisanya 66,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

Ada hubungan yang bermakna antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan. Karena penerapan metode tim itu sangat penting untuk penyelesaian tugas-tugas keperawatan agar tidak tumpang tindih antara sesama perawat yang bertugas, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Suyanto (2009) tentang metode tim yaitu dalam metode tim perawat dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil. yang memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanakaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

Semakin baik penerapan metode tim, maka peluang untuk pendokumentasian asuhan keperawatan baik semakin besar hal itu sesuai dengan model tim menurut Kuntoro (2010) yaitu model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.

Pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dijelaskan oleh penerapan metode tim, sisanya 66,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Dapat kita ketahui bersama pendokumentasian tidak hanya disebabkan oleh faktor penerapan metode tim saja tetapi masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti faktor ketersediaan formulir asuhan keperawatan, beban kerja perawat, kondisi pelayanan saat itu dan lainnya seperti faktor motivasi dan kinerja perawat.

Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan karena metode tim bila diterapkan dengan benar merupakan model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim 8

(12)

dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi. Dengan penerapan metode tim pembagian beban kerja kepada perawat akan lebih proporsional, sehingga pembagian kerja yang proporsional ini akan lebih meningkatkan tanggung jawab perawat atas pendelegasian atau pembagian tugas yang diberikan kepadanya dan pendokumentasian yang dianggap menambah beban kerja perawat menjadi lebih ringan karena adanya pembagian kerja yang merata antar sesama perawat.

Saran agar asuhan keperawatan terdokumentasi dengan baik, maka setiap orang di ruang rawat inap baik itu kepala ruangan, ketua tim ataupun perawat pelaksana dapat bertanggungjawab sesuai dengan tugasnya masing-masing. Ketua tim dalam hal ini melaksanakan tanggungjawabnya secara profesional, anggota tim menghormati dan melaksanakan apa yang ditugaskan ketua tim secara profesional, hal ini sesuai seperti apa yang dikemukakan oleh Suarli dan Bachtiar (2012) bahwa sebagai perawat profesional ketua tim, harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim, yakni apakah berorientasi pada tugas atau pada klien dan juga sesuai seperti apa yang telah dikemukakan oleh Sitorus dan Panjaitan (2011) Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif.

Hasil penelitian ada hubungan penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasim (2016) dimana dalam penelitiannya menemukan ada hubungan yang signifikan antara penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan nilai signifikan 0,042 dan koefisien korelasi 0,336.

5. Kesimpulan

Hasil penelitian hubungan penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1 Sebagian besar ruang rawat inap (61,9%) penerapan metode tim cukup di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017.

5.2 Sebagian besar ruang rawat inap (52,4%) pendokumentasian asuhan keperawatan baik di RSUD Ulin Banjarmasin

5.3 Ada hubungan yang bermakna penerapan metode tim dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017 yaitu hubungan yang positif apabila penerapan pendokumentasian baik maka peluang untuk pendokumentasian asuhan keperawatan baik. 6. Saran

6.1 Bagi RSUD Ulin Banjarmasin

Agar pendokumentasian asuhan keperawatan menjadi optimal, dapat menerapkan metode tim seideal mungkin seperti tetap menerapkan membuat kebijakan agar metode tim juga dilaksanakan pada shif sore dan malam.

6.2 Bagi Perawat (Anggota Tim)

Agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya sebagai anggota tim dengan cara melaksanakan semua tugas yang diberikan ketua tim dengan sebaik-baiknya.

6.3 Peneliti Selanjutnya

Agar dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan dengan variabel yang berbeda seperti faktor motivasi hubungannya dengan pendokumentasian asuhan keperawatan.

(13)

Daftar Rujukan

Ali Z. (2008). Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika

Asmuji. (2014). Manajemen Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media.

Bararah&Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid I. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Djaelani. (2009). Mutu Pelayanan di Rumah Sakit. Jurnal Hukum Kesehatan.

Hidayat, AAA. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Medika.

---. (2013). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. IHQN. (2016). http://www.ihqn.mutu-keperawatan.com, diakses 9 Desember 2016.

Kasim. (2016). Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan dengan Metode Tim. Jurnal: NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937 [Online], diakses 7 Desember 2016.

KMRKP. (2016). Audit Mutu Keperawatan Ruang Rawat Inap. Banjarmasin: KMRKP RSUD Ulin Banjarmasin.

Kuntoro (2009). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yokyakarta: Nuha Medika.

Machfoedz et al. (2010). Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Madonni (2015) Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Rencana Asuhan Keperawatan Pasien di Ruang Rawat Inap. Jurnal: JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015 [Online], diakses 7 Desember 2016.

Marquis dan Huston. (2016). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo S. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. ---. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nur Hidayah. (2014). Manajemen Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim dalam Peningkatan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit. Jurnal: Jurnal Kesehatan Kesehatan Volume VII No. 2/2014 [Online], diakses 15 Nopember 2016.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

---. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

---. (2008). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Putera dan Subekti. (2010). Pengaruh Pelaksanaan Fungsi Manajerial Kepala Ruang Dalam Metode Penugasan Tim terhadap Kinerja Ketua Tim di RSU Dr Saiful Anwar Malang. Jurnal: Jurnal Keperawatan [Online], diakses 15 Nopember 2016.

(14)

RSUD Ulin. (2017). Laporan Kepuasan Karyawan tahun 2016. Banjarmasin: KMRKP RSUD Ulin.

Sitorus dan Panjaitan. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto

Suarli dan Bachtiar. (2012). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Tasikmalaya: Erlangga. Sudijono A. (2008). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sujarweni. (2014). Metodelogi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava Media.

Supratman (2009) dengan judul “Produktifitas Perawat di RS. dr. Moewardi: Studi Komparasi Antara Metode Tim-Fungsional dan Fungsional”.

Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wirawan. (2013). Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruang dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Jurnal: Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-6 [Online], diakses 19 Desember 2016.

*Aditya Rini. Mahasiswi Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

** Yustan Azidin, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Dosen Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

*** Ns. Rusmegawati, S. Kep., M.Kep. Bapelkes Banjarbaru.

Gambar

Tabel 3.2  Distribusi Frekuensi Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang  Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2017

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (research &amp; development) dengan lima langkah, yaitu : analisis kebutuhan, membuat produk awal,

Hasil wawancara terhadap 9 narasumber yaitu guru SDN Rejowinangun 3 Kotagede menunjukkan bahwa guru telah berupaya memiliki kompetensi sosial dalam berkomunikasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat siswa bersekolah di SMA Budi Mulia; (2) ada

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS MIND MAP TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA.. PADA POKOK

Tujuan penyusunan Standar Kompetensi Lulusan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris adalah untuk menghasilkan dokumen yang berisikan landasan, rujukan, dan pedoman yang jelas dan

Dari sudut pandang entitas yang dikonsolidasikan, persediaan akhir Smart disajikan terlalu besar sejumlah laba yang belum direalisasi Rp 1.000.000 Oleh karena persediaan akhir

a) Halaman Judul (huruf kapital, mencantumkan nama penulis, nomor induk mahasiswa, dan perguruan tinggi asal dan logonya). b) Lembar Pengesahan (memuat judul, nama penulis,

Dia memberitahukan pada saya bahwa anaknya tidak bisa di Imunisasi, saat itu sudah diberitahukan sama bidan U petugas dari puskesmas bahwa dalam kelompok