• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Oleh:

Paula Tri Cahyani Raharjo NIM : 021114022

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Oleh:

Paula Tri Cahyani Raharjo NIM : 021114022

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

K u per semba h k a n k a r ya sed er h a n a in i

Ter u n t u k :

BAPA, YESUS K RISTUS, D AN BUND A MARIA

ya n g sel a l u men d a mpin g i ser t a men u n t u n

set ia p l a n g k a h h id u pk u

d a n

(6)
(7)
(8)

vii

TAHUN AJARAN 2007/2008

Paula Tri Cahyani Raharjo Universitas Sanata Dharma

2008

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dengan jumlah 334 siswa, dan sampel sebanyak 138 siswa (41%). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel berkelompok (cluster sampling).

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner sikap guru pembimbing yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 29 item, yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu hangat, terbuka, dan respek. Kuesioner ini telah diujicobakan dan dinyatakan reliabel (rxx = 0,907). Proses analisis data dimulai

dari membuat tabulasi data, menghitung total skor dan persentase masing-masing item, dan menentukan item-item yang termasuk dalam kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup”, “rendah”, dan “sangat rendah” berdasarkan PAP tipe 1.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 adalah guru pembimbing yang memiliki sikap:

1. Terbuka, yaitu guru pembimbing yang dapat (a) menerima masukan dan kritikan yang disampaikan siswa, (b) menerima pendapat siswa tentang sesuatu hal meski berbeda dengan dirinya, (c) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, (d) memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, serta (e) memahami berbagai pikiran dan perasaan siswa yang muncul sebagai akibat dari masalah yang dihadapinya.

2. Hangat, yaitu guru pembimbing yang dengan ramah mempersilakan siswa bercerita tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya, memperlakukan siswa sebagai teman berbicara saat wawancara konseling, menerima kelemahan dan kelebihan siswa dengan penuh pengertian, menerima siswa-siswanya meski berbeda suku dengan dirinya, serta mau mendekati siswa dari keluarga yang ekonominya kurang mampu.

(9)

viii

YOGYAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR 2007/2008

Paula Tri Cahyani Raharjo Sanata Dharma University

2008

The objective of this research was to get the description the attitudes of the counselor expected by the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008.

The population of the research was the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008, 334 students, and the samples were 138 students (41%). The technique sampling was cluster random sampling.

The research instrument was a questionnaire that was developed by the researcher. This questionnaire had 29 items that allocated 3 aspects i.e. warmth, openness, and respect. This questionnaire was tried someone out and reliable (rxx

= 0,907). The process to analyze data started from making data tabulation, calculating total score and percentage of each items and then categorizing the items “very high”, “high”, “sufficient”, “low”, and “very low” based on PAP of type 1.

The results of this research showed that the attitudes of the counselor expected by the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008 are the counselor that has attitude:

1. Openness. The counselor are be able to (a) accept suggestion and critic from the students; (b) accept the opinion of students about something although it differ from the opinion of the counselor; (c) give change to the students to tell about feelings and thinks of them; (d) understand about the trouble faced by the students; and (e) understand about feelings and thinks of the students that appear as effect of their trouble.

2. Warmth. The counselor called on the students warmly to tell about their feelings and thinking; can treat the students as a friend to sharing on counseling; be able to receive all more or less of the students with full understanding; still accept the student although they differ on the ethnic from them; and want to close to the students that come from un-wealthy family. 3. Respect. The counselor can give the freedom to the students to choice the

(10)

ix

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan penyertaan-Nya saya mendapatkan kekuatan dan semangat untuk menulis skripsi ini hingga selesai.

Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak akan pernah hadir tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pantaslah pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I, yang telah membimbing, mengajari, dan memotivasi saya selama penulisan skripsi ini. 2. Drs. H. Sigit Pawanta, SVD, M.A., sebagai dosen pembimbing II, yang telah

membimbing, memotivasi, dan memberi masukan-masukan yang berharga bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. A. Setyandari, S.Pd., Psi., M.A., yang telah bersedia menjadi dosen penguji. 4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma, yang dengan penuh kesabaran mendidik dan membimbing saya selama menjalani studi.

(11)

x

7. Yala, yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data; Esti dan Sr. Vero, yang sudah membantu saya dalam mengolah data.

8. Keluarga saya: Bapak, alm. Ibu, kedua Kakak, dan Adik, yang selalu memberi dukungan dan doa sehingga akhirnya saya bisa menyelesaikan studi saya.

9. Siswa-siswa SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, yang telah bersedia mengisi kuesioner dengan sungguh-sungguh.

10. Nena, Siska, Donal, Esti, Uning, dan Nadia, atas dukungan dan persahabatan yang kalian berikan selama ini.

11. Teman-teman BK angkatan 2002, atas kebersamaan dan kekompakkan yang terjalin selama ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang turut serta dalam membantu saya menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga karya sederhana yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Terima kasih.

Penulis,

(12)

xi

HALAMAN JUDUL ……… HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……… HALAMAN PENGESAHAN ………. HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

(13)

xii

1. Pengertian Masa Remaja ………... 2. Tugas Perkembangan Remaja ………... B. Bimbingan dan Konseling ……… 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ………... 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ………. C. Guru Pembimbing ……… D. Sikap ………. 1. Pengertian ……….. 2. Karakteristik Sikap ……… 3. Pembentukan Sikap ………... E. Sikap-sikap Guru Pembimbing ……… F. Harapan Siswa Terhadap Sikap Guru Pembimbing …………. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. A. Jenis Penelitian ………. B. Subjek Penelitian ……….. 1. Populasi ………. 2. Sampel ………... C. Alat Pengumpul Data ………... 1. Kuesioner ……….. 2. Format Pernyataan dan Skoring ………

(14)

xiii

4. Analisis Item ………. 5. Reliabilitas ………. D. Prosedur Pengumpulan Data ………

1. Tahap Persiapan ……… a. Menyusun Kuesioner ………... b. Mengadakan Uji Coba Kuesioner ………... 2. Tahap Pelaksanaan ……… E. Teknik Analisis Data ………

32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….

(15)

xiv

Tabel 1 Jumlah Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2

Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008 ……….. 27

Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Guru Pembimbing Sebelum Uji

Coba ………. 29 Tabel 3 Jumlah Responden Uji Coba Kuesioner ………... 32 Tabel 4 Hasil Uji Coba Kuesioner ………. 34 Tabel 5 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Guru Pembimbing Setelah Uji

Coba ……….. 37 Tabel 6 Waktu Pelaksanaan dan Jumlah Responden Pengumpulan

Data ………... Tabel 7 Tingkat Harapan Siswa Terhadap Sikap Guru Pembimbing … Tabel 8 Persentase Skor Masing-masing Item Sikap-Sikap Guru

Pembimbing Yang Diharapkan Para Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008 …...

38 39

(16)

xv

Lampiran 1 Tabulasi Data Uji Coba ………. 65

Lampiran 2 Penghitungan Uji Daya Beda Item ………. 72

Lampiran 3 Penghitungan Koefisien Korelasi Skor Total Item Gasal-Genap ………. 81

Lampiran 4 Kuesioner Sikap Guru Pembimbing ………... 85

Lampiran 5 Tabulasi Data Penelitian ………. 89

(17)

1

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu dan merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu. Pada masa remaja, siswa akan banyak mengalami perubahan dalam dirinya. Secara fisik, organ-organ tubuh siswa akan semakin berkembang dan mengalami kematangan, termasuk juga organ-organ seksualnya. Pertumbuhan fisik ini mempengaruhi perkembangan emosi siswa. Pada usia remaja, emosi siswa masih bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung dan mudah murung). Secara sosial, siswa akan mengalami perkembangan dalam “social cognition” yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan tingkah laku dirinya sendiri dan orang lain (Yusuf, 2004). Siswa memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat maupun perasaannya. Pemahaman ini yang mendorong siswa untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain, terutama teman sebayanya.

(18)

perkembangan utama bagi siswa sebagai remaja (Yusuf, 2004). Siswa dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya?), masa depannya (akan menjadi apa saya?) dan peran-peran sosialnya (apa peran saya dalam keluarga dan masyarakat?). Apabila siswa berhasil memahami dirinya atau mendapat kepuasan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila gagal, maka siswa akan kehilangan arah atau mengalami kebingungan.

Dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan, siswa akan menemukan banyak hambatan. Hambatan-hambatan itu antara lain kesulitan untuk bergaul dengan lawan jenis, tidak bisa menerima keadaan dirinya, dan kesulitan untuk mengendalikan emosi. Karena itulah, siswa perlu mendapatkan bimbingan dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Kegagalan siswa dalam melaksanakan tugas perkembangan di masa remaja akan berdampak buruk bagi perkembangan dirinya. Siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan orang lain atau mengembangkan perilaku yang menyimpang. Sebaliknya, keberhasilan siswa dalam menuntaskan tugas perkembangan pada masa remaja akan membawa kebahagiaan dan rasa aman dalam dirinya.

(19)

berperilaku. Hal ini antara lain disebabkan oleh (1) siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain; (2) sekolah memberi kesempatan pertama kepada siswa untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistis. Havighurst (Yusuf, 2004) juga mengemukakan bahwa sekolah mempunyai peranan yang penting dalam membantu siswa mencapai tugas perkembangannya. Oleh karena itu, sekolah hendaknya berupaya menciptakan kondisi yang dapat mendukung siswa mencapai tugas perkembangannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk membantu siswa menyelesaikan tugas perkembangannya, antara lain (1) menyediakan fasilitas bagi kegiatan siswa dalam bidang olah raga, kesenian, atau kegiatan yang lainnya, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan tersebut; (2) menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan kekeluargaan; (3) memberikan bimbingan dan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh siswa.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program pengajaran, bimbingan, dan pelatihan. Melalui pelaksanaan program bimbingan, sekolah dapat membantu siswa, baik secara individual maupun kelompok, agar mampu menghadapi tugas-tugas perkembangan secara sadar dan bebas, mewujudkannya dalam pilihan-pilihan yang bijaksana, serta mampu mengambil tindakan-tindakan penyesuaian diri secara mandiri.

(20)

guru pembimbing dan siswa adalah pemberian bantuan yang dilandasi oleh adanya kepercayaan pada diri siswa. Dengan demikian, guru pembimbing dituntut mampu menerima siswa apa adanya, mampu menghayati perasaan siswa (empati), mampu menghargai kebutuhan siswa dengan cara menawarkan informasi, pikiran atau pendapat untuk kepentingan siswa, serta mampu membangkitkan kenyamanan dan keinginan siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Hastuti, 1993).

Siswa dapat menaruh kepercayaan pada guru pembimbing, apabila dia dapat merasakan dan berpikir bahwa guru pembimbing dapat menghargai kebutuhan dan perasaan dirinya, juga tidak berusaha mengendalikan dan menghukumnya. Guru pembimbing yang menghargai kebutuhan siswa diharapkan dapat menerima siswa apa adanya, mementingkan kebutuhan siswa, dan memberikan bantuan dengan tulus. Guru pembimbing yang dapat menghargai perasaan siswa berarti dapat memberikan kenyamanan kepada siswa dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya, sehingga tumbuh keinginan dalam diri siswa untuk berbicara secara terbuka dengan guru pembimbingnya.

(21)

memberikan dukungan kepada siswa, objektif, bebas dari kecenderungan menguasai siswa, serta memiliki sikap empati. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan sikap-sikap yang dituntut oleh profesionalitas guru pembimbing. Sikap-sikap tersebut antara lain dapat bersikap hangat dan penuh perhatian terhadap siswa, dapat bersikap empati, serta menghargai nilai-nilai pribadi konseli (Suwarjo, 2006).

(22)

nilai-nilai pelajaran yang belum tuntas. Hasil penelitian yang dilakukan Ariesanty (2001) juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menganggap guru pembimbing sebagai “polisi sekolah”, sehingga siswa merasa enggan untuk berkonsultasi dengan guru pembimbing.

Kenyataan-kenyataan diatas menunjukkan bahwa banyak siswa yang merasa takut untuk menemui guru pembimbing karena khawatir akan dicap sebagai “si biang masalah”, sebab kebanyakan siswa yang datang kepada guru pembimbing adalah siswa yang bermasalah atau telah melakukan kesalahan, padahal seharusnya bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi seluruh siswa yang ada di sekolah, baik yang memiliki masalah maupun yang tidak memiliki masalah. Selain itu sikap-sikap negatif yang dimiliki guru pembimbing juga akan membuat siswa merasa tidak nyaman ketika berhadapan dengan guru pembimbing. Akibatnya, pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan menjadi terhambat.

(23)

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang kepribadian guru pembimbing adalah aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya aspek sikap, karena sikap yang ditunjukkan guru pembimbing akan sangat mempengaruhi perasaan aman yang dirasakan siswa. Apabila siswa merasa aman ketika berhubungan dengan guru pembimbingnya maka ia akan memiliki kepercayaan terhadap guru pembimbingnya, sehingga ia akan lebih terbuka. Sedangkan, dalam penelitian-penelitian sebelumnya aspek kepribadian yang diteliti meliputi sikap, sifat, inteligensi, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan guru pembimbing dapat semakin memahami sikap-sikap yang diharapkan siswa dan dapat mengembangkan sikapnya supaya sesuai dengan harapan siswa, dan juga sesuai dengan sikap yang dituntut dalam profesionalitas konseling, sehingga dapat menunjang pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Sikap-sikap guru pembimbing apakah yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008?

C. Tujuan Penelitian

(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sikap yang dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling. Dengan informasi yang diperoleh dapat dipikirkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sikap mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon guru pembimbing.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk lebih memahami tentang perlunya bimbingan dan konseling, serta peran guru pembimbing di sekolah, sehingga dapat memperbaiki pemahaman yang salah selama ini tentang bimbingan dan konseling.

3. Bagi Guru Pembimbing

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengembangkan sikap yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada siswa.

4. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah dan guru pembimbing untuk meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan begitu, siswa bisa mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling yang memadai.

(25)

Penelitian ini menambah pengetahuan atau wawasan peneliti mengenai berbagai sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa. Dengan demikian, peneliti dapat mengembangkan sikap yang dimiliki agar sesuai dengan sikap yang diharapkan siswa, sehingga kelak dapat menjalankan tugas sebagai guru pembimbing dengan baik.

E. Definisi Operasional

1. Sikap guru pembimbing adalah kecenderungan yang dimiliki guru pembimbing untuk merespon dengan cara-cara tertentu, baik positif maupun negatif terhadap orang-orang atau situasi-situasi tertentu.

2. Guru pembimbing adalah tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi, yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada semua peserta didik di sekolah, baik yang mempunyai masalah ataupun yang tidak mempunyai masalah.

3. Siswa adalah semua remaja yang duduk di kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dan merupakan subjek dalam penelitian ini.

(26)

10

Bab ini memuat pembahasan tentang masa remaja, bimbingan dan konseling, guru pembimbing, sikap, sikap-sikap guru pembimbing, dan harapan siswa terhadap sikap guru pembimbing.

A. Masa Remaja

1. Pengertian Masa Remaja

(27)

merupakan suatu tahap dalam fase perkembangan individu yang ditandai dengan sejumlah tugas perkembangan yang dapat mengarahkan individu ke masa dewasa yang sehat.

Menurut Konopka (Mappiare, 1982) masa remaja dibagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal (12-17 tahun) dan masa remaja akhir (18-22 tahun). Berdasarkan pendapat tersebut maka siswa SMP termasuk dalam remaja awal karena siswa SMP berada pada rentang usia antara 12-17 tahun.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Havighurst (Hurlock, 1978) mendefinisikan tugas perkembangan sebagai suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Apabila individu berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya maka ia akan merasa bahagia dan berhasil dalam melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya, tetapi apabila individu gagal melaksanakan tugas perkembangannya maka ia akan merasa tidak bahagia, dan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas perkembangan berikutnya. Winkel (1997) menjelaskan bahwa tugas perkembangan remaja merupakan tantangan berupa aneka tugas yang dihadapi oleh remaja dalam hidupnya. Remaja perlu mengetahui dan memahami perannya agar dapat melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik.

(28)

b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya.

e. Mencapai kemandirian ekonomi. f. Memilih dan mempersiapkan karier.

g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.

i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam bertingkah laku.

Winkel (1997) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi remaja, antara lain:

a. Menerima perannya sebagai pria/wanita yang sedang berkembang. b. Memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang

dewasa yang lain.

c. Menambah bekal pengetahuan dan pemahaman sebagai dasar untuk pendidikan lebih lanjut.

(29)

B. Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan mengandung arti bantuan yang diberikan kepada individu dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depannya (Prayitno, 1997). Miller (Syahril dan Riska Ahmad, 1986) mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Menurut Sukardi (1983) bimbingan dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, dan mengatasi persoalan yang dihadapinya sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain. Sedangkan, A. Sudianto dan A.J Nurihsan (2005) mengartikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka mampu mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

(30)

konseli (Prayitno dan Erman Amti, 2004). James Adam (I Djumhur dan M. Surya, 1975) mengartikan konseling sebagai suatu hubungan timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (konselor) membantu seorang yang lain (konseli) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu sekarang dan pada saat yang akan datang. Menurut Jones (Surya, 1988) konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan konseli, untuk membantu konseli memahami hidupnya sehingga dapat membuat berbagai pilihan yang berarti bagi dirinya. Siswohardjono (1990) mengartikan konseling sebagai pertolongan yang dilakukan melalui wawancara, yang menuntut adanya komunikasi dan interaksi yang mendalam serta usaha bersama antara konselor dan konseli, dalam usaha mencari pemecahan masalah yang dihadapi konseli ataupun mengubah sikap/perilaku konseli.

Biasanya Bimbingan dan Konseling disebut bersama, sehingga terbentuk istilah majemuk Bimbingan dan Konseling. Hal ini sebenarnya tidak perlu, karena konseling merupakan salah satu layanan bimbingan, disamping layanan yang lain, seperti pemberian informasi dan bimbingan kelompok. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dengan sendirinya mencakup pula layanan konseling (Winkel, 1997).

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling

(31)

perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas; mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana; serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai (Winkel, 1997).

Sedangkan, menurut Gunawan (1992) pelayanan bimbingan dan konseling memiliki tujuan-tujuan tertentu yang akan dicapai, antara lain:

a. Membantu individu agar mampu memahami dirinya dan lingkungannya.

b. Membantu individu untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal.

c. Membantu individu agar mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, maupun pribadi-sosial.

d. Membantu individu untuk mengarahkan dirinya dalam bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya. e. Membantu individu menyelesaikan masalah-masalah yang

dihadapi secara bijaksana.

C. Guru Pembimbing

(32)

merumuskan guru pembimbing sebagai pejabat fungsional yang dituntut dapat menjalankan tugas-tugas fungsionalnya, yaitu memberikan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Guru pembimbing merupakan petugas professional di bidang bimbingan dan konseling yang memiliki sejumlah kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan professional, yang mempunyai tugas membantu orang lain mencapai perkembangan yang optimal (Mappiare, 2006). Menurut Partowisastro (1985), guru pembimbing adalah orang yang bekerja dalam lingkungan sekolah, yang menerima tanggung jawab untuk membantu semua siswa di sekolah itu dan perhatian utamanya terarah pada perkembangan diri siswa.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru pembimbing merupakan tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi, yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

D. Sikap

1. Pengertian

(33)

lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek tersebut. Kartini Kartono dan Dali Gulo (1987) juga mengartikan sikap sebagai kecenderungan individu untuk memberi respon baik positif maupun negatif terhadap orang-orang, benda, dan situasi-situasi tertentu. Sedangkan, John H. Harvey dan William P. Smith (Ahmadi, 1991) mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif ataupun negatif terhadap objek/situasi.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara-cara tertentu, baik positif maupun negatif terhadap objek/situasi tertentu. Dari definisi-definisi tersebut terlihat bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan/aktivitas, melainkan berupa kesiapan bereaksi terhadap objek tertentu.

2. Karakteristik Sikap

Mar’at (1982) mengemukakan bahwa:

(34)

b. Sikap diperoleh melalui interaksi seseorang dengan objek sikap. Hal ini berarti sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar.

c. Sikap memiliki objek tertentu. Objek sikap juga disebut sebagai objek sosial dapat berbentuk konkrit, abstrak, bersifat langsung dan tidak langsung.

3. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk melalui interaksi antara individu dengan objek sikap, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam interaksi ini, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Ada berbagai faktor yang ikut mempengaruhi terbentuknya sikap individu. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2007):

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang dimiliki individu dengan objek psikologis akan menimbulkan tanggapan dan penghayatan terhadap objek tersebut. Akan tetapi, apakah penghayatan itu akan membentuk sikap positif atau negatif masih tergantung pada faktor-faktor yang lain. Untuk dapat mempengaruhi pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan mudah terbentuk apabila faktor emosional terlibat dalam pengalaman pribadi. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

(35)

yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Orang-orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orangtua, teman, guru, orang yang status sosialnya lebih tinggi, dan lain-lain. Individu cenderung untuk memiliki sikap yang sama dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini timbul karena adanya motivasi untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap individu. Sebagai contoh, masyarakat di daerah Jawa Barat menekankan dasar silih asih, silih asah, dan silih asuh, dalam memelihara hubungan antar individu, yang artinya saling mengasihi, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan, saling memperbaiki kesalahan dan mengisi kekurangan, serta saling membimbing. Dasar hubungan tersebut memungkinkan setiap individu memiliki sikap saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lain, sehingga hubungan yang terjalin di dalam masyarakat menjadi harmonis.

d. Media massa

(36)

baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila pesan-pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam terbentuknya sikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama juga berpengaruh dalam pembentukan sikap, karena keduanya berfungsi menanamkan konsep moral dalam diri individu. Karena konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan kepercayaan seseorang maka konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

E. Sikap-sikap Guru Pembimbing

(37)

sikap positif supaya siswa dapat merasa aman dan tenang bila berhadapan dengan guru pembimbing.

Carkhuff (Gunawan, 1992) dan Belkin (Winkel, 1997) menguraikan beberapa sikap yang perlu dimiliki guru pembimbing antara lain:

1. Respek, maksudnya guru pembimbing menghargai martabat dan nilai siswa sebagai manusia.

Sikap ini ditandai dengan:

a. Memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan diri, artinya guru pembimbing tidak menghalangi siswa untuk mengikuti berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangan dirinya.

b. Memberi kebebasan kepada siswa untuk mengambil keputusan sendiri, artinya guru pembimbing tidak mempengaruhi siswa dalam menentukan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya, serta dapat menghormati keputusan yang diambil siswa.

2. Terbuka, maksudnya guru pembimbing memiliki cara berpikir yang tidak kaku sehingga dapat mengikuti dan menerima berbagai pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh siswa .

Sikap ini ditandai dengan:

(38)

b. Memiliki pemahaman yang objektif terhadap hal-hal yang dikemukakan siswa, artinya guru pembimbing dapat menerima berbagai pikiran dan perasaan yang dikemukakan siswa tanpa terpengaruh orang lain.

3. Hangat, maksudnya guru pembimbing mudah mendekati dan didekati siswa sehingga dapat tercipta hubungan yang baik dengan siswa.

Sikap ini ditandai dengan:

a. Menerima siswa apa adanya, artinya guru pembimbing dapat menerima dan memahami keadaan para siswa.

b. Memiliki kesediaan untuk membantu siswa, artinya guru pembimbing bersedia membantu dan membimbing semua siswa, baik yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah.

(39)

F. Harapan Siswa Terhadap Sikap Guru Pembimbing

Setiap siswa tentu memiliki pengalaman yang berbeda-beda berkaitan dengan guru pembimbing. Ada siswa yang memiliki pengalaman yang baik dengan guru pembimbing tetapi banyak juga siswa yang memiliki pengalaman yang kurang baik dengan guru pembimbing. Hal ini disebabkan kuantitas dan kualitas pertemuan antara siswa dengan guru pembimbing juga berbeda-beda. Pengalaman yang dimiliki siswa mempengaruhi penilaian siswa terhadap guru pembimbing, khususnya berkaitan dengan kepribadian yang dimiliki guru pembimbing.

(40)

berusaha memahami dan menghargai keadaan siswa, penuh perhatian kepada siswa, tidak pilih kasih dalam berhubungan dengan siswa, serta tidak berusaha mencela dan meremehkan siswa.

Sikap yang dimiliki guru pembimbing merupakan salah satu modal yang akan menjamin berhasilnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah (Prayitno, 1997). Guru pembimbing yang dapat menunjukkan penerimaan, kasih sayang, dan pengertian akan dapat menjalin hubungan yang positif dengan siswa. Dalam hubungan itu guru pembimbing dapat lebih mengenal siswa-siswanya; mengetahui kepribadian siswa, apa yang disukai siswa, cara pikir siswa, dan perasaan siswa berkaitan dengan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, guru pembimbing dapat memberikan umpan balik secara tepat kepada siswa sehingga siswa merasa dihargai dan diakui. Penghargaan dan dukungan yang diberikan guru pembimbing akan membuat siswa lebih percaya diri dalam menerima dan mengembangkan dirinya.

(41)

memahami siswa. Hasil-hasil penelitian di atas juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Grace (2005) di salah satu SMP swasta di Yogyakarta yaitu siswa mengharapkan guru pembimbing yang sabar dalam menghadapi siswa, mudah menyesuaikan diri dengan siswa, dapat bersikap empati, serta menghargai pribadi siswa.

(42)

26

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, alat pengumpul data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2007). Azwar (2005) mengungkapkan bahwa data yang diperoleh dalam penelitian deskriptif semata-mata hanya untuk menggambarkan variabel yang akan diteliti, tanpa perlu mencari hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

B. Subjek Penelitian 1. Populasi

(43)

penelitian populasi. Sebaliknya, jika seseorang hanya akan meneliti sebagian dari populasi maka penelitiannya disebut penelitian sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008. Peneliti hanya menggunakan siswa-siswa kelas VII dan VIII sebagai populasi, karena siswa-siswa kelas IX sudah disibukkan dengan persiapan Ujian Akhir Nasional. Jumlah siswa kelas VII dan VIII di SMP tersebut ada 334 siswa, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1

Jumlah Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2007/2008

Kelas Jumlah VII Anggrek 37 VII Tulip 38 VII Teratai 38 VII Melati 40 VII Mawar 39 VIII Mahoni 35 VIII Tanjung 36 VIII Kemundu 36 VIII Nagasari 35 Total 334

2. Sampel

(44)

berlaku untuk seluruh populasi (hasil penelitiannya dapat digeneralisasikan).

Berkaitan dengan jumlah sampel, Sugiarto (2003) mengungkapkan bahwa pada umumnya sampel diambil sekitar 10% dari jumlah populasi. Arikunto (2006) menyarankan apabila jumlah populasi kurang dari 100, lebih baik diambil seluruhnya. Akan tetapi, bila jumlah populasinya lebih besar, peneliti dapat mengambil kurang lebih 25-30% dari jumlah populasi yang ada. Sedangkan, Hadi (2004) berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada ketetapan yang mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi.

(45)

C. Alat Pengumpul Data 1. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, artinya kuesioner tersebut berisikan pernyataan-pernyataan dengan alternatif jawaban sehingga responden tinggal memilih. Kuesioner ini memuat pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan berbagai sikap guru pembimbing. Aspek-aspek yang digunakan untuk menyusun kuesioner ini terbagi menjadi tiga aspek, yaitu (a) aspek respek, (b) aspek terbuka, dan (c) aspek hangat. Kisi-kisi kuesioner yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:

Nomor Urut Pernyataan Jumlah Favourable Unfavourable

b. Menerima siswa apa adanya.

(46)

2. Format Pernyataan dan Skoring a. Format Pernyataan

Item-item dalam kuesioner berupa pernyataan-pernyataan tentang masing-masing aspek dalam bentuk favourable dan unfavourable. Favourable berarti bahwa isi pernyataan menggambarkan ciri atribut yang diukur. Sebaliknya, dikatakan unfavourable berarti isi pernyataan tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar, 2007). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Ada empat alternatif jawaban yang disediakan yaitu “sangat diharapkan”, “diharapkan”, “kurang diharapkan”, dan “tidak diharapkan”.

(47)

b. Skoring

Skor untuk tiap item adalah sebagai berikut:

§ Untuk pernyataan favourable (positif), jawaban “sangat

diharapkan” diberi skor 4, “diharapkan” diberi skor 3, “kurang diharapkan” diberi skor 2, dan “tidak diharapkan” diberi skor 1. § Untuk pernyataan unfavourable (negatif), jawaban “sangat

diharapkan” diberi skor 1, “diharapkan” diberi skor 2, “kurang diharapkan” diberi skor 3, dan “tidak diharapkan” diberi skor 4. 3. Validitas

Validitas berarti taraf sampai dimana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Masidjo, 1995). Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika alat tersebut mampu memberikan hasil ukur yang relevan dengan tujuan pengukuran. Sebaliknya, alat ukur yang tidak dapat menghasilkan data yang relevan dengan tujuan pengukuran dianggap memiliki validitas yang rendah.

(48)

statistik, tetapi diestimasi melalui professional judgment (Azwar, 2006). Dalam pelaksanaannya, peneliti meminta pendapat:

a. Dosen pembimbing I, Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si. b. Dosen pembimbing II, Drs. H. Sigit Pawanta SVD, M.A. 4. Analisis Item

Sebelum kuesioner digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu diuji cobakan untuk mengetahui kualitas setiap item. Hanya item yang memiliki kualitas yang baik yang dapat digunakan dalam kuesioner, sedangkan item yang tidak memiliki kualitas yang baik harus digugurkan. Dalam hal ini, kualitas yang dimaksud adalah keselarasan antara item dengan kuesioner secara keseluruhan. Dengan kata lain, analisis item dilakukan untuk memilih item-item yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur kuesioner secara keseluruhan (Azwar, 2006).

Uji coba kuesioner dilakukan di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Sebelum uji coba dilakukan terlebih dahulu peneliti menemui Kepala Sekolah dan Koordinator BK di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta untuk meminta ijin mengadakan uji coba kuesioner. Uji coba diberikan kepada siswa-siswa kelas VII dan kelas VIII sebanyak 70 siswa, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3

Jumlah Responden Uji Coba Kuesioner

No Kelas Waktu Pelaksanaan Jumlah 1. VIII Nagasari 02 April 2008 33 2. VII Mawar 05 April 2008 37

(49)

Tabulasi data uji coba dapat dilihat pada lampiran 1.

Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan pengolahan data untuk menyeleksi item-item yang memiliki daya beda tinggi. Daya beda item artinya sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dalam penelitian ini, atribut yang akan diukur adalah sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa. Jadi dalam penelitian ini, item yang berdaya beda tinggi adalah item-item yang mampu membedakan mana subjek yang mengharapkan sikap tersebut dan mana subjek yang tidak mengharapkan sikap tersebut. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS (Statistical Programme for Social Science) for windows.

Proses pengujian item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor tiap item dengan distribusi skor total tes itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix), yang

dikenal dengan parameter daya beda item. Penghitungannya menggunakan korelasi Product-Moment dari Pearson (Azwar, 2007), dengan rumus sebagai berikut:

rix = Koefisien korelasi item-total

(50)

x = Skor total

n = Banyaknya subjek

Kriteria pemilihan item didasarkan pada korelasi item-total, biasanya

digunakan batasan rix ≥ 0,30. Item-item yang koefisien korelasinya

mencapai minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Sedangkan, item yang koefisien korelasinya kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan memiliki daya beda rendah (Azwar, 2007). Setelah melihat hasil uji coba kuesioner, diperoleh 29 item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 atau dinyatakan lolos, dan 31 item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 atau dinyatakan gugur. Rekapitulasi hasil uji coba kuesioner dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4

b. Menerima siswa apa adanya.

10

(51)

5. Reliabilitas

Reliabilitas adalah taraf sampai dimana suatu alat ukur mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil (Masidjo, 1995). Taraf reliabilitas suatu alat ukur dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien reliabilitas (rxx), yang angkanya berada dalam rentang antara 0 sampai

1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas.

Pengujian tingkat reliabilitas kuesioner ini dilakukan dengan menggunakan metode belah dua (Split-half Method). Metode ini digunakan untuk menguji reliabilitas suatu alat ukur untuk satu kali pengukuran pada sekelompok siswa. Metode belah dua yang dipakai berdasarkan urutan item bernomor gasal dan genap. Proses perhitungan taraf reliabilitas kuesioner ini dilakukan dengan cara memberi skor pada masing-masing item dan mentabulasikan skor-skor tersebut. Selanjutnya, skor-skor yang berasal dari item-item bernomor gasal dimasukkan ke dalam belahan pertama (X1) dan skor-skor dari item bernomor genap

dimasukkan ke dalam belahan kedua (X2). Kemudian, skor total dari

(52)

Selanjutnya, untuk diperoleh taraf reliabilitasnya hasil koefisien korelasi tersebut dikoreksi dengan menggunakan formula koreksi dari Spearman-Brown (Azwar, 2006), dengan rumus sebagai berikut:

12

rxx = Koefisien reliabilitas

r12 = Koefisien korelasi kedua belahan

Hasil perhitungan uji reliabilitas adalah sebagai berikut:

8308

Dengan demikian, koefisien reliabilitas yang diperoleh alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,907.

D. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan

a. Menyusun Kuesioner

(53)

indikator dengan jumlah yang seimbang pada setiap aspek. Kisi-kisi kuesioner tersebut kemudian dikonsultasikan pada dosen pembimbing. b. Mengadakan Uji Coba Kuesioner

Uji coba kuesioner dilaksanakan di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta pada kelas VII Mawar dan VIII Nagasari, dengan jumlah responden 70 siswa. Dari hasil analisis data uji coba kuesioner dihasilkan 29 item yang lolos dengan koefisien korelasi minimal 0,30, sedangkan 31 item lainnya dinyatakan gugur. Kisi-kisi kuesioner setelah uji coba dapat dilihat dalam tabel berikut:

Nomor Urut Pernyataan Jumlah Favourable Unfavourable Total Item 12 17 29

(54)

2. Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dilakukan di tempat yang sama dengan saat pelaksanaan uji coba, yaitu di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut memiliki kelas belajar yang cukup banyak, sehingga kelas yang ada bisa dipakai untuk uji coba kuesioner dan penelitian. Dengan mempertimbangkan waktu dan biaya yang tersedia, jumlah responden yang digunakan dalam pengumpulan data 45% dari jumlah populasi (150 siswa). Akan tetapi, setelah pengumpulan data dilaksanakan ternyata jumlah responden menjadi 138 siswa atau 41% dari jumlah populasi. Hal ini dikarenakan pada saat pengumpulan data ada siswa yang tidak hadir. Waktu pelaksanaan dan jumlah responden pengumpulan data dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6

Waktu Pelaksanaan dan Jumlah Responden Pengumpulan Data

No Kelas Waktu Pelaksanaan

Jumlah Siswa

Jumlah Tidak Hadir

Jumlah Hadir 1. VIII Mahoni 09 Mei 2008 35 1 34 2. VII Tulip 10 Mei 2008 38 4 34 3. VIII Tanjung 12 Mei 2008 36 3 33 4. VII Melati 14 Mei 2008 40 3 37

Total 138

E. Teknik Analisis Data

(55)

pembimbing dibagi menjadi lima kategori, yaitu “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup”, “rendah”, dan “sangat rendah”. Patokan yang digunakan dalam tingkat harapan siswa terhadap sikap guru pembimbing dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7

Tingkat Harapan Siswa Terhadap

Sikap Guru Pembimbing

Patokan Kategori

Item-item Favourable Item-item Unfavourable 90% – 100% Sangat Tinggi (ST) Sangat Rendah (SR)

80% – 89% Tinggi (T) Rendah (R) 65% – 79% Cukup (C) Cukup (C) 55% – 64% Rendah (R) Tinggi (T)

< 55% Sangat Rendah (SR) Sangat Tinggi (ST)

Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan skor dari setiap alternatif jawaban. Alternatif jawaban favourable yaitu “sangat diharapkan” diberi skor 4, “diharapkan” diberi skor 3, “kurang diharapkan” diberi skor 2, dan “tidak diharapkan” diberi skor 1. Sedangkan, untuk alternatif jawaban unfavourable yaitu “sangat diharapkan” diberi skor 1, “diharapkan” diberi skor 2, “kurang diharapkan” diberi skor 3, dan “tidak diharapkan” diberi skor 4.

2. Membuat tabulasi data dari skor item-item kuesioner dan menghitung total skor untuk masing-masing item. Tabulasi data penelitian dapat dilihat pada lampiran 5.

(56)

40

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya.

A. Hasil Penelitian

Hasil perhitungan persentase untuk setiap item sikap guru pembimbing dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8

Persentase Skor Masing-masing Item Sikap-sikap Guru Pembimbing

Yang Diharapkan Para Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008

Sikap-sikap yang ketus pada saat wawancara konseling. siswa sebagai teman berbicara saat wawancara konseling.

552 488 88,40% T 5. Guru pembimbing mengabaikan

siswa yang bertanya pada saat bimbingan di kelas.

siswa yang terlalu banyak bertanya saat bimbingan di kelas.

552 494 89,49% R 8. Guru pembimbing menerima

pendapat siswa tentang sesuatu hal meskipun berbeda dengan dirinya.

(57)

siswa yang mengalami kesulitan dalam bergaul, baik dengan teman sejenis ataupun lawan jenis.

552 492 89,13% R

10. Guru pembimbing tetap menerima siswa-siswanya meski berasal dari suku yang berbeda dengan dirinya.

552 518 93,84% ST 11. Guru pembimbing menganggap

siswa-siswa yang sering melanggar peraturan sekolah sebagai anak yang nakal.

552 443 80,25% R

12. Guru pembimbing memahami berbagai pikiran dan perasaan siswa yang muncul sebagai akibat dari masalah yang sedang dihadapinya.

552 485 87,86% T

13. Guru pembimbing menghormati keputusan penyelesaian masalah yang diambil siswa saat wawancara konseling.

552 466 84,42% T

14. Guru pembimbing menerima segala kelebihan dan kelemahan siswa dengan penuh pengertian.

552 515 93,29% ST 15. Guru pembimbing melarang siswa

mengikuti perlombaan-perlombaan yang diadakan di luar sekolah.

552 505 91,48% SR 16. Guru pembimbing mengabaikan

siswa-siswa yang berasal dari budaya yang berbeda dengan dirinya dalam memberikan bimbingan.

552 514 93,11% SR

17. Guru pembimbing mengabaikan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh siswa yang tidak akrab dengannya pada saat memberikan bimbingan di kelas.

552 515 93,29% SR

18. Guru pembimbing membiarkan siswa terus larut dalam kesedihan yang dialaminya.

552 512 92,75% SR 19. Guru pembimbing menerima setiap

masukan dan kritikan yang disampaikan siswa melalui kotak saran yang disediakan di ruang BK.

552 479 86,77% T

20. Guru pembimbing dengan ramah mempersilakan siswa bercerita tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya saat wawancara

23. Guru pembimbing mau mendekati

(58)

ekonominya kurang mampu.

27. Guru pembimbing meremehkan cara berpikir siswa dalam memandang

(59)

muncul sebagai akibat dari masalah yang sedang dihadapinya, (7) guru pembimbing yang menghormati keputusan penyelesaian masalah yang diambil siswa saat wawancara konseling, (8) guru pembimbing yang menerima setiap masukan dan kritikan yang disampaikan siswa melalui kotak saran yang disediakan di ruang BK, (9) guru pembimbing yang dengan ramah mempersilakan siswa bercerita tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya saat wawancara konseling, (10) guru pembimbing yang mau mendekati siswa-siswa dari keluarga yang ekonominya kurang mampu, (11) guru pembimbing yang memberi kesempatan kepada siswa mengungkapkan perasaan dan pikirannya pada saat wawancara konseling, dan (12) guru pembimbing yang memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa sebagai remaja, yang dikemukakannya saat wawancara konseling.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa guru pembimbing yang banyak diharapkan siswa adalah guru pembimbing yang memiliki sikap hangat dan terbuka. Ini terlihat dari banyaknya sikap guru pembimbing yang termasuk dalam aspek hangat dan terbuka, yaitu masing-masing sebanyak lima sikap. Sedangkan, dua sikap lainnya termasuk dalam aspek respek.

(60)
(61)

guru pembimbing yang mengesampingkan siswa-siswa yang kurang pandai ketika memberikan bimbingan di kelas.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sikap guru pembimbing yang tidak diharapkan siswa adalah sikap tidak terbuka terhadap siswa (ada delapan sikap), tidak memiliki sikap hangat (ada enam sikap), dan tidak memiliki sikap respek terhadap siswa (ada tiga sikap).

B. Pembahasan

Dilihat dari jumlahnya, sikap guru pembimbing yang tidak diharapkan siswa lebih banyak daripada sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa. Hal ini menandakan bahwa siswa lebih mudah menyebutkan sikap-sikap guru pembimbing yang negatif daripada menyebutkan sikap-sikap guru pembimbing yang positif. Ada kemungkinan hal ini disebabkan siswa lebih banyak mendapat pengalaman yang kurang baik dengan guru pembimbing di sekolah. Siswa lebih sering berhadapan dengan guru pembimbing yang menunjukkan sikap yang dipandang kurang baik oleh siswa. Pengalaman yang kurang baik itu membuat siswa tidak menyukai guru pembimbing dan menimbulkan anggapan yang negatif tentang guru pembimbing atau bimbingan dan konseling dalam diri siswa.

(62)

menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu SMP dan SMA swasta di Yogyakarta, antara lain kurang memberi perhatian terhadap siswa karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, menghukum siswa-siswa yang datang terlambat, menyensor surat-surat yang dikirimkan kepada siswa melalui sekolah, serta memberi perlakuan berbeda terhadap siswa-siswa tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan Ariesanty (2001) juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengganggap guru pembimbing sebagai “polisi sekolah” karena siswa-siswa yang datang ke ruang BK dianggap telah membuat kesalahan.

Adanya sikap negatif dari guru pembimbing dan berbagai anggapan negatif dari siswa tentang guru pembimbing kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Tugas-tugas disiplin guru pembimbing

Seringkali guru pembimbing dilimpahi berbagai tugas disiplin oleh pemimpin sekolah, seperti memberi hukuman kepada siswa yang ketahuan terlambat masuk sekolah atau melanggar peraturan sekolah, mengawasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa, serta mengawasi hubungan antar-jenis yang terjadi di antara siswa. Tugas-tugas disiplin itu membuat guru pembimbing menjadi serba salah. Di satu pihak, ia ingin menciptakan hubungan yang akrab dengan siswa dan menjaga citranya sebagai guru pembimbing; tapi di pihak lain ia harus menjalankan tugas-tugas yang diberikan sekolah.

(63)

Guru pembimbing yang memiliki konsep diri negatif akan mengalami kesulitan untuk menciptakan persahabatan dengan orang lain, termasuk para siswanya. Ia cenderung mudah marah apabila mendapat kritik dari orang lain, dan suka meremehkan orang lain. Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa konsep diri yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Orang yang memiliki konsep diri negatif tidak akan mampu menciptakan hubungan yang baik dengan orang lain. Hal ini disebabkan ia merasa dirinya tidak disenangi orang lain, sehingga ia cenderung menganggap orang lain sebagai musuh. 3. Keterampilan komunikasi guru pembimbing

Ketidakmampuan guru pembimbing dalam menangkap dan merespon hal-hal yang disampaikan siswa akan menimbulkan salah paham antara guru pembimbing dengan siswa. Selain itu respon yang kurang tepat dari guru pembimbing juga akan membuat siswa tersinggung dan sakit hati. Akibatnya, hubungan antara guru pembimbing dengan siswa akan menjadi rusak.

4. Kebutuhan-kebutuhan siswa

(64)

membuat siswa merasa kecewa terhadap guru pembimbingnya, karena ia merasa kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Rasa kecewa siswa terhadap guru pembimbingnya akan mengakibatkan munculnya anggapan yang negatif tentang guru pembimbing.

Sikap-sikap negatif yang ditunjukkan guru pembimbing dan berbagai anggapan negatif dari siswa tentang guru pembimbing itulah yang menyebabkan munculnya berbagai harapan dalam diri siswa berkaitan dengan guru pembimbingnya, khususnya dalam hal sikap. Winkel (1997) mengungkapkan bahwa harapan-harapan yang diinginkan siswa tercermin dalam peranan yang seharusnya dijalankan guru pembimbing. Harapan-harapan itu menghasilkan suatu gambaran tentang apa yang sepantasnya dilakukan dan apa yang sepantasnya tidak dilakukan oleh guru pembimbing. Hal ini berarti siswa dapat menerima guru pembimbingnya, apabila siswa berpendapat bahwa guru pembimbingnya menunjukkan sikap yang memang pantas dilakukan.

Sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa yang terungkap dalam penelitian ini, yaitu:

(65)

dan perasaan siswa yang muncul sebagai akibat dari masalah yang dihadapinya.

2. Hangat, yaitu guru pembimbing yang dengan ramah mempersilakan siswa bercerita tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya, memperlakukan siswa sebagai teman berbicara saat wawancara konseling, dapat menerima kelemahan dan kelebihan siswa dengan penuh pengertian, tetap menerima siswa-siswanya meski berbeda suku dengan dirinya, serta mau mendekati siswa dari keluarga yang ekonominya kurang mampu. 3. Respek, yaitu guru pembimbing yang dapat memberi kebebasan kepada

siswa untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minatnya dan menghormati keputusan penyelesaian masalah yang diambil siswa saat wawancara konseling.

(66)

berusaha memahami, menerima, dan menghargai keadaan siswa, tidak pilih kasih dalam berhubungan dengan siswa, serta tidak berusaha meremehkan para siswa.

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutrinah (2003), Dewi (2004), dan Grace (2005). Hasil penelitian yang dilakukan Sutrinah (2003) di salah satu SMA swasta di Yogyakarta menunjukkan bahwa siswa berharap memiliki guru pembimbing yang menghargai pribadi siswa, dapat bersikap objektif, memahami perasaan siswa, empatik, dan bukan pengambil keputusan bagi siswa. Hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2004) di salah satu SMA swasta di Sragen menunjukkan bahwa sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa antara lain dapat menyayangi semua siswa, bersedia mendengarkan keluhan siswa, bebas dari kecenderungan menguasai siswa, dan dapat memahami siswa. Sedangkan, hasil penelitian yang dilakukan Grace (2005) di salah satu SMP swasta di Yogyakarta yaitu siswa mengharapkan guru pembimbing yang sabar dalam menghadapi siswa, mudah menyesuaikan diri dengan siswa, dapat bersikap empati, serta menghargai pribadi siswa.

(67)

perasaan mereka. Rasa percaya itu akan membuat siswa berani untuk menceritakan tentang dirinya; mengungkapkan pikiran dan perasaan yang dimilikinya secara terbuka kepada guru pembimbingnya.

Sikap hangat yang ditunjukkan guru pembimbing juga dapat memberikan pengaruh yang positif dalam hubungan antara guru pembimbing dan siswa. Kehangatan guru pembimbing akan menciptakan hubungan yang akrab antara guru pembimbing dengan para siswa. Sikap hangat yang ditunjukkan guru pembimbing akan membuat siswa merasa aman dan tenang saat berhubungan dengan guru pembimbingnya, karena guru pembimbing dapat menerima diri mereka apa adanya dan tidak berusaha membanding-bandingkannya dengan siswa yang lain, serta bersedia memberikan bantuan kepada siswa tanpa syarat apapun. Selain itu penerimaan guru pembimbing juga akan membuat siswa menjadi percaya diri dan berani menerima segala kelebihan dan kelemahan yang ada dalam dirinya, sehingga siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Akan tetapi, menerima siswa bukan berarti menyetujui semua perilaku siswa atau bersedia menanggung akibat-akibat perilakunya (Rakhmat, 2005). Menerima siswa berarti mampu menerima apa yang disukai dan yang tidak disukai dari siswa tersebut. Dengan kata lain, penerimaan guru pembimbing terhadap siswa tidak didasarkan atas penilaian. Apabila guru pembimbing harus membuat penilaian mengenai siswa, yang dinilai bukanlah kepribadian siswa melainkan perkembangan diri siswa.

(68)

(penghargaan) yang diberikan guru pembimbing akan membuat siswa dapat menghargai dirinya sendiri dan menumbuhkan keberanian pada diri siswa untuk mengembangkan dirinya dan belajar untuk mengambil keputusan sendiri dalam menyelesaikan masalahnya dan bertanggung jawab atas keputusannya. Penghargaan guru pembimbing terhadap siswa juga dapat ditunjukkan dengan tidak langsung memberi pemecahan terhadap masalah yang dihadapi siswa, tidak mudah memberi nasihat kepada siswa. Hal ini akan mendorong siswa untuk mencari sendiri jalan keluar yang baik, ia berpikir sambil menghayati proses pemecahan masalah. Selain itu juga dapat ditunjukkan dengan tetap menghargai siswa apabila siswa tidak dapat membuka diri, dan ingin menyelesaikan sendiri persoalannya tanpa harus datang kepada guru pembimbing. Penghargaan guru pembimbing menunjukkan kepercayaan guru pembimbing terhadap kemampuan siswanya. Apabila guru pembimbing berhasil mengkomunikasikan penghargaannya, akan membuat siswa menghargai diri sendiri dan akan tumbuh kepercayaan dalam diri siswa. Dengan begitu, siswa juga akan lebih mempercayai dan menghargai guru pembimbing.

(69)

pembimbing dengan siswa menjadi kurang baik, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi terhambat.

Guru pembimbing yang tidak memiliki sikap hangat juga cenderung akan meremehkan dan mengabaikan siswa-siswanya. Hal ini akan memungkinkan munculnya rasa kurang percaya diri pada siswa. Selain itu siswa juga akan merasa enggan untuk berhubungan dengan guru pembimbingnya karena merasa dirinya tidak diterima oleh guru pembimbingnya. Akibatnya, siswa akan menjadi tertutup dan menjauh dari guru pembimbingnya.

Sedangkan, guru pembimbing yang tidak memiliki sikap respek terhadap siswa akan cenderung memandang rendah siswanya dan menganggap siswanya tidak mampu melakukan sesuatu, sehingga ia akan berusaha mengambil alih sepenuhnya tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi siswa. Ada kemungkinan hal ini akan membuat siswa menjadi tidak percaya diri, tidak mandiri, dan selalu bergantung terhadap orang lain.

(70)

mengembangkan dirinya. DePorter (2007) mengungkapkan bahwa rasa aman dalam diri siswa akan membuat siswa lebih berani mengambil resiko dan lebih banyak belajar untuk mengembangkan diri.

(71)

55

Bab ini memuat ringkasan, kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran.

A. Ringkasan

Keberhasilan pelayanan bimbingan di sekolah sangat dipengaruhi oleh hubungan yang terjalin antara guru pembimbing dengan siswa. Apabila siswa merasa aman ketika berhubungan dengan guru pembimbing, maka ia akan memiliki kepercayaan terhadap guru pembimbing, sehingga ia akan lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Rasa aman itu akan muncul apabila guru pembimbing menunjukkan sikap-sikap yang positif, seperti menerima siswa apa adanya, serta menghargai perasaan dan pikiran siswa.

(72)

maupun yang tidak memiliki masalah. Akibatnya, pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan menjadi terhambat.

Beranjak dari latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. Untuk itulah, permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sikap-sikap guru pembimbing apakah yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 adalah guru pembimbing yang memiliki sikap (1) terbuka, yang termasuk dalam sikap ini antara lain menerima setiap masukan dan kritikan yang disampaikan siswa melalui kotak saran yang disediakan di ruang BK, serta memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa sebagai remaja, yang dikemukakannya saat wawancara konseling; (2) hangat, yang termasuk dalam sikap ini antara lain menerima segala kelebihan dan kelemahan siswa dengan penuh pengertian, serta memperlakukan siswa sebagai teman berbicara; dan (3) respek, yang termasuk dalam sikap ini adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minatnya, serta menghormati keputusan penyelesaian masalah yang diambil siswa saat wawancara konseling.

(73)

menumbuhkan kepercayaan dalam diri siswa terhadap guru pembimbingnya, sehingga siswa merasa aman dan tenang berada dekat dengan guru pembimbingnya. Hal ini juga akan membuat siswa merasa aman dengan dirinya sendiri, sehingga ia bisa menerima dan mengembangkan dirinya.

Sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa tersebut juga diperkuat dengan adanya sikap guru pembimbing yang tidak diharapkan siswa yang terungkap dalam penelitian ini. Sikap-sikap yang dimaksud adalah guru pembimbing yang (1) tidak terbuka terhadap siswa, antara lain meremehkan cara berpikir siswa dan mengabaikan siswa yang bertanya pada saat bimbingan, (2) tidak memiliki sikap hangat, antara lain menanggapi pembicaraan siswa dengan ketus dan mengesampingkan siswa yang berbeda agama, dan (3) tidak memiliki sikap respek terhadap siswa, antara lain melarang siswa mengikuti perlombaan yang diadakan di luar sekolah dan mengabaikan siswa yang mengalami kesulitan belajar.

(74)

B. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 adalah sikap terbuka, sikap hangat, dan sikap respek. Banyaknya sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa (ada 12 sikap dari 29 sikap) menunjukkan bahwa ada kemungkinan guru pembimbing di lapangan belum memiliki sikap-sikap yang sesuai dengan harapan para siswa.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan satu sekolah saja sebagai populasi penelitian, akibatnya hasil penelitian ini menjadi kurang objektif. Hal ini disebabkan ada kemungkinan pada saat mengisi kuesioner siswa berusaha menilai guru pembimbing yang ada di sekolahnya.

D. Saran

1. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang peran guru pembimbing, sehingga tidak lagi memberikan tugas-tugas kedisiplinan kepada guru pembimbing, dan dapat dipikirkan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

(75)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap yang dimilikinya agar sesuai dengan sikap-sikap yang diharapkan siswa.

3. Bagi Peneliti lain

a. Hendaknya dapat mengembangkan alat penelitian ini, misalnya dengan menanyakan alasan siswa mengapa mengharapkan guru pembimbing memiliki sikap-sikap tertentu.

b. Hendaknya mengambil beberapa sekolah sebagai populasi penelitian agar hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih objektif.

(76)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (1991).Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. (2005).Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara

Ariesanty, H. (2001). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling Dengan Intensi Berkonsultasi Pada Siswa SMU Muhamadiyah VII Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada (Skripsi)

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Saifuddin. (2005).Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar ______________. (2006).Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ______________. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

______________. (2007).Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dewi, Christina Puspita. (2004).Kepribadian Guru Pembimbing yang Diinginkan Siswa Kelas I dan II SMA Xaverius Sragen Tahun Ajaran 2003/2004. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma (Skripsi)

DePorter, Bobbi, dkk. (2007). Quantum Teaching : Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa

Djumhur, I & Moh. Surya. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance and Counseling). Bandung: CV Ilmu

(77)

Gunawan, Yusuf. (1992). Pengantar Bimbingan dan Konseling : Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hadi, Sutrisno. (1991). Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan BASICA. Yogyakarta: Andi Offset

____________. (2004).Metodologi Research (jil. 1). Yogyakarta: Andi Offset Hastuti, M.M. Sri. (1993). Peranan Persepsi Mengenai Keahlian, Sifat Dapat

Dipercaya, dan Penampilan Konselor Terhadap Sikap Penerimaan Para Siswa SMA Swasta di Kotamadya Yogyakarta. Yogyakarta: Tesis S2, Psikologi Universitas Gajah Mada

Hurlock, Elizabeth B. (1978).Perkembangan Anak (jil. 1). Jakarta: Erlangga Kartono, Kartini. (1985). Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya : Teknik

Bimbingan Praktis. Jakarta: CV. Rajawali

______________ dan Dali Gulo. (1987).Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Mappiare, Andi. (1982).Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

____________. (2006). Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia

Marcella. (2005). Ciri-ciri Kepribadian Guru Pembimbing Yang Diinginkan Siswa Kelas I dan II SMA GAMA Yogyakarta Tahun Ajaran 2004/2005. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma (Skripsi)

Masidjo, Ign. (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius

Partowisastro, Koestoer. (1985). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah. Jakarta: Erlangga

(78)

__________ (1997).Buku II: Pelayanan Bimbingan dan Konseling SLTP. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi

__________ dan Erman Amti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Samana, A. (1994).Professionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius

Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

Siswohardjono, Aryatmi. (1990). Perspektif Bimbingan Konseling dan Penerapannya di Berbagai Institusi (Disusun oleh Slameto). Semarang: Satya Wacana

Sudianto, A & A.J Nurihsan. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP, Kurikulum 2004. Jakarta: Grasindo

Sugiarto, dkk. (2003).Teknik Sampling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sukardi, Dewa Ketut. (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara

Surya, Moh. (1988).Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Depdikbud Sutrinah, Margareta. (2003). Persepsi Siswa tentang Ciri-ciri Kepribadian Guru

Pembimbing di SMU Stella Duce I Yogyakarta Tahun Ajaran 2002/2003. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma (Skripsi)

Suwarjo. (2006).Memahami Standar Kompetensi Konselor. Yogyakarta: Makalah Disampaikan pada Seminar dalam rangka Hari Ilmiah Mahasiswa

(79)

Syahril & Riska Ahmad. (1986).Pengantar Bimbingan dan Konseling. Padang: Angkasa Raya

Winkel, WS. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo

(80)
(81)

L A M PI RA N 1

Gambar

Tabel 1Jumlah Siswa Kelas VII dan VIII
Tabel 2Kisi-kisi
Tabel 3
Tabel 4Hasil Uji Coba Kuesioner
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal ini, labu kuning sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam makanan, kosmetik dan farmasetikal (Quintana et al. Berdasarkan penerimaan dan

tel ah mengi katkan di ri bai k sendi ri dan secara bersama sama dengan debitor utama secara tanggung menanggung dan juga telah kami simpulkan apabila debitur

Pada peristiwa melayang dapat terjadi dikarenakan adanya gaya apung yang sama dengan benda dan massa jenis suatu benda adalah sama dengan massa jenis zat cair..

(ii) Jangan menggunakan tarikh lahir, nombor kad pengenalan atau nombor telefon sebagai PIN atau kata laluan. c) Anda hendaklah sentiasa mengambil langkah berjaga-jaga bagi

Baiquni pada tahun 2007 dalam Sahputra (2009: 11) menyatakan dalam situasi belajar yang sifatnya kompleks dan menyeluruh serta membutuhkan dan melibatkan interaksi, sering

Berdasarkan Panduan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Tengah, pelaksanaan Festival Danau Poso dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh elemen masyarakat

Dengan Hari Kunjung Perpustakaan diharapkan akan menyadarkan kita semua pentingnya memaknai dengan beberapa hal : yang pertama adalah bangga sebagai pustakawan,

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan untuk mengetahui seberpa besar minat belajar peserta didik dalam mempelajarai Pendidikan Agama Islam dengan cara