Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh: Titik Utaminingsih
NIM: 021424023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Skripsi ini Kupersembahkan untuk Keluargaku & saudaraku yang telah memberikan semangat dalam hidupku
NIM: 021424023
ABSTRAK
Penelitian tentang pembelajaran dengan pendekatan penemuan terhadap prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah penelitian yang dirancang dan diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen untuk dilihat efektifitasnyaTujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta.
Metode Penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam kelompok memecahkan masalah dengan bimbingan guru.
Dari hasil analisis data tes prestasi, minat dan keaktian siswa, dapat diketahui bahwa pendekatan metode penemuan (discovery) pada pembelajaran Fisika mempunyai pengaruh yang berarti terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, yaitu ada peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan pada kelas penelitian, yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metode penemuan. Minat belajar siswa di kelas penelitian lebih tinggi dibanding kelas kontrol, dimana siswa lebih menyukai proses pengajaran, siswa dapat mencerna materi pelajaran, serta lebih berminat untuk mempelajari bidang studi Fisika. Selain itu, diperoleh hasil bahwa dengan pendekatan penemuan, keaktifan siswa dalam belajar di kelas lebih baik, dimana siswa kelas menjadi lebih aktif dalam mengemukakan pendapat, bertanya pada guru, bertanya pada siswa lain, berdiskusi dengan siswa lain, pengerjaan tugas/laporan serta dalam menjawab pertanyaan lisan dari guru.
Student Number: 021424023
The research of learning method by discovery approach on the physics major needs to conduct through a research which designed and implemented on an experimental research to know its effectiveness. This research aims to gain the information of the influence of learning method by discovery approach on the thin lens major towards the X grade students’ interest, activity and performance at SMA Bopkri II Yogyakarta
Discovery Method is one of the educational practice components which includes the method learning that advances the active, process oriented, self-direct, self-finding and reflective way of study. A learning process should be considered as a stimulus or an incentive that challenges the students to have the feeling of being involved or participated along the learning process. The domocratic role of teacher as a facilitator and a guide or a learning leader makes the students involved more to either self-conduct or in group solving problems, with the guidance of the teacher.
From the data analysis based on performance tests, the result indicates that discovery approach learning method on the physics major has a significant influence toward the performance of X grade students of SMA Bopkri II Yogyakarta, that is, a significat increasing of study performance to the research class which receive lerning method by discovery approach. The result shows that the interest of students in the research class is higher compared to the control class, in which they prefer more to the learning process, they could better assimilating the subject matters as well as they have a higher interest to learn physics major. Furthermore, this research results indicate that through discovery approach, students activity in class is better, in which they become more active to give their opinions, to propose more questions either to the teacher or to other students, to have discussions with other students, to fulfill assignments/reports as well as to answer the oral questions from their teacher.
vi
dengan judul ” PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN PADA POKOK BAHASAN LENSA TIPIS TERHADAP MINAT, KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X SMA II BOPKRI YOGYAKARTA”.
Perjuangan untuk mencapai suatu keberhasilan memang sulit. Namun dengan kemauan dan keinginan untuk meraih masa depan telah mendorong penulis untuk tetap berusaha.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, khususnya kepada :
1. Drs.A. Atmadi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang nemberikan dorongan, semangat, saran dan kritikan serta membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
2. Kepala sekolah SMA BOPRI II Yogyakarta.
3. Bapak Ornan Hendrawan, selaku guru bidang studi fisika kelas X SMA BOPKRI II Yogyakarta.
vii
10. Sahabat-sahabatku Rahul, Cicik, Heru, Idang, Ceceh, Erna, terima kasih atas doa, curhatan dan dukungannya selama ini.
11. Teman-temanku seangkatan PFIS 2002, terima kasih atas persahabatannya.
12. Teman-teman maen dan mas rizky, terima kasih untuk semuanya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama perjalanan studi dan proses penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan untuk itu saran dan kritik yang membangun senantiasa diharapkan. Semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Yogyakarta... Penulis
ix
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……….... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Pembatasan Masalah ... 6
x
C. Metode Penemuan (Discovery) ... 13
1. Pengertian ... 13
2. Pelaksanaan Metode Penemuan ... 15
3. Kelebihan dan Kekurangan ... 18
D. Prestasi Belajar, Minat dan Keaktifan Belajar Siswa ... 20
1. Prestasi Belajar ... 20
2. Minat Siswa.. ... 21
3. Keaktifan Siswa ... 22
E. Ragam Tes ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 25
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
C. Subyek Penelitian ... 25
D. Prosedur Pengambilan Data ... 26
E. Instrumen Penelitian ... 34
F. Analisis Data ... 35
a. Teknik Pengumpulan Data ... 35
xi
C. Keaktifan Siswa dalam Belajar ... 53
BAB V PENUTUP
A. Keimpulan ... 59 B. Saran ... 60
xii
Tabel 3.2 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes pada Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
... 54
Tabel 3.3 Variasi Jawaban Angket Minat Siswa ... 55
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa ... 57
Tabel 3.5 Hasil Klasifikasi Minat Belajar Siswa ... 59
Tabel 3.6 Penilaian Keaktifan Siswa ... 59
Tabel 3.7 Skor Keaktifan Siswa ... 6
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Keaktifan Siswa ... 61
Tabel 3.9 Hasil Klasifikasi Keaktifan Siswa ... 61
Tabel 4.1. Selisih nilai pos tes dan pre tes pada kelas kontrol maupun kelas penelitian ... 42
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Analisis Tes Prestasi ... 43
Tabel 4.3. Kriteria Minat Siswa terhadap Proses Pembelajaran Pada Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian ... 44
Tabel 4.4. Skor Total Aspek Keaktifan Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian ... 48
xiii
Skema Model Penelitian ... 40 Gambar 4.2. Grafik Histogram Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas
Penelitian ... 41 Gambar 4.3. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Minat ... 45 Gambar 4.4. Grafik Skor Total Aspek Keaktifan Siswa Kelas Kontrol
1 A. Latar Belakang Masalah
Minat adalah sebuah hal yang diperlukan untuk menekuni dan dapat berhasil dalam suatu bidang. Minat dapat ditumbuh-kembangkan melalui beberapa sarana dan media. Sekolah adalah salah satu tempat yang seringkali dianggap sebagai tempat yang tepat untuk menemukan dan mengembangkan minat yang ada. Tetapi, seringkali minat dari para siswa semakin terpendam dan bahkan terhenti justru karena tidak mendapatkan penyaluran yang proporsional di sekolah. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kapasitas siswa dalam menyerap pelajaran atau keengganan untuk terus belajar adalah faktor-faktor internal, sedangkan proses belajar-mengajar yang tidak kondusif atau metode pengajaran oleh guru pengampu yang kurang aktif-kreatif merupakan faktor-faktor eksternal yang dapat menjadi penghambat pengembangan minat siswa terhadap sebuah mata pelajaran. Karena itulah, guru-guru pengampu perlu mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi-materi pelajaran untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
daftar mata pelajaran yang tidak disukai bahkan menjadi momok bagi kebanyakan siswa. Kondisi ini dapat memburuk jika cara penyampaian materi oleh guru pengampunya tidak mendapatkan simpati dan perhatian dari siswa. Dampak dari kondisi ini adalah siswa menjadi pasif sehingga pada akhirnya dapat menurunkan prestasi belajar anak didik.
Fakta di lapangan menunjukkan masih banyaknya sistem pembelajaran yang bersifat tradisional dan konvensional, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered). Sistem ini tentu saja menghambat siswa untuk belajar secara aktif-kreatif, terlebih jika diterapkan pada mata pelajaran fisika yang merupakan bagian dari sains. Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik (Masofa, 2008). Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menyediakan atau memberikan kegiatan yang melibatkan keaktifan siswa dalam bentuk praktek-praktek yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan gagasan-gagasan mereka serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, bukan hanya menyampaikan materi-materi secara pasif.
pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Untuk pembelajaran fisika, salah satunya pendekatan yang efektif digunakan adalah pendekatan penemuan. Masih menurut Masofa (2008), pembelajaran ilmu sains pada hakekatnya merupakan aktivitas yang berlangsung didalam pikiran orang yang berkecimpung didalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. Dengan pendekatan penemuan (discovery), rasa keingintahuan siswa dapat tersalurkan karena dalam pembelajaran dengan pendekatan ini , guru menyajikan permasalahan kepada siswa dan meminta mereka untuk memecahkan maslah tersebut melalui kegiatan penilitian. Pendekatan ini dapat menstimulasi siswa untuk lebih bersikap aktif dan kreatif karena pendekatan ini berorientasi pada proses, yaitu proses untuk menangkap permasalahan yang diajukan oleh guru, mengamati obyek yang diteliti dalam praktek penelitian, memunculkan hipotesa, mempresentasikan hasil penelitian mereka, dan mengambil kesimpulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan penemuan adalah suatu pendekatan dimana dalam proses belajar mengajar, siswa-siswanya diberi kesempatan untuk menemukan sendiri informasi dan materi-materi bahasan yang secara tradisional hanya diberitahukan atau diceramahkan saja oleh guru mereka.
diminta menemukan informasi melalui penelitian yang mereka lakukan, akan muncul konsep-konsep yang tidak selalu sama dari semua siswa. Metode konflik kognitif adalah serangkaian kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Secara spesifik Van den Berg (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa metode konfik kognitif dalam pembelajaran fisika cukup efektif untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa dalam rangka membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi.
Penerapan sistem pembelajaran dengan menerapkan pendekatan dan metode yang kreatif dan inovatif diharapkan dapat memicu minat siswa dalam aktivitas belajar yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan lain yang dapat dicapai dengan keberhasilan pendekatan dan metode tersebut adalah terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan berkualitas. Lingkungan belajar yang kondusif dan berkualitas memberi pengaruh nyata bagi subyek didik mengembangkan potensi dan intelektualitasnya. Dengan bertolak dari uraian di atas, maka penelitian tentang pembelajaran dengan pendekatan penemuan terhadap prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah penelitian yang dirancang dan diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen untuk dilihat efektifitasnya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan (discovery) terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar, khususnya pada siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, khususnya lagi pada pokok bahasan lensa tipis.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta.
D. Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian, suatu batasan penelitian perlu ditentukan agar penelitian lebih terarah pada tujuan penelitian. Adapun batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengenai pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu pendekatan penemuan.
2. Mengenai pokok bahasan pelajaran Fisika yang akan diberikan, yaitu pokok bahasan Lensa Tipis.
3. Mengenai obyek penelitian, yaitu siswa kelas X di SMA Bopkri II Yogyakarta
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis
b. Bagi siswa, model pembelajaran ini diharapkan dapat memotivasi belajar sains secara umum, aspek fisika secara khusus.
c. Bagi pengembang kurikulum, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam pengembangan kurikulum dan model pembelajaran sains di SMA serta merekomendasikan beberapa faktor pendukung kepada pihak penentu kebijakan (Departemen Pendidikan Nasional). d. Memberikan pengalaman penelitian dan sebagai bahan informasi
tertulis kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Manfaat teoritis
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi konsep dalam upaya mengembangkan metode belajar-mengajar mata pelajaran Fisika yang optimal.
8 A. Mata Pelajaran Fisika
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun Sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.
1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: a) jujur dan obyektif terhadap data;
b) terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu; c) ulet dan tidak cepat putus asa;
d) kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris;
e) dapat bekerjasama dengan orang lain;
3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalaui percobaan: merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyususn laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada kelas X perangkat matematika yang mendukung fisika adalah aljabar. Pada kelas XI selain aljabar penggunaan kalkulus juga diperkenalkan di beberapa bagian. Di Kelas XII penggunaan kalkulus diferensial dan integral dilakukan dengan porsi yang lebih banyak lagi; 5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi;
6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi. Materi pokok fisika di SMA dan MA merupakan kelanjutan dari materi pokok fisika SMP dengan perluasan pada konsep abstrak yang dibahas secara kuantitatif analitis. Materi pokok tersebut umumnya diperoleh dari berbagai kegiatan yang menggunakan keterampilan proses dalam lingkup melakukan kerja ilmiah.
Secara garis besar materi pokok fisika di SMA meliputi: a. Kelas X
Besaran, pengukuran dan vektor; karakteristik gerak; penerapan hukum Newton; tata surya; suhu dan kalor; cahaya; hakekat gelombang elektromagnetik; listrik dinamis. Keseluruhan materi pokok ini penekanannya pada kecakapan hidup dan sebagai dasar untuk belajar pada program penjurusan di kelas XI.
b. Kelas XI
c. Kelas XII
Gaya listrik dan medan listrik; medan magnet, gaya Lorentz dan induksi elektromagnetik; gelombang dan bunyi, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, zat padat/semikonduktor; radioaktivitas; jagat raya.
Pada pembelajaran dengan pokok bahasan lensa tipis, diharapkan siswa dapat: 1. menentukan salah satu besaran pada kasus pembiasan pada permukaan
lengkung bila disajikan data secukupnya; 2. mendefinisikan pengertian lensa dengan benar;
3. membedakan sifat lensa positif dan lensa negatif dengan benar;
4. melukis bayangan benda yang diletakkan pada jarak tertentu di depan lensa positif;
5. melukis bayangan benda yang diletakkan pada jarak tertentu di depan lensa negatif;
6. menentukan sifat bayangan suatu benda yang diletakkan pada jarak tertentu di depan lensa positif dengan metode penomoran ruang; dan 7. menghitung salah satu besaran bekaitan dengan pembiasan pada lensa tipis
bila disajikan data seperlunya
Gambar 1. Model Lensa Tipis Keterangan:
(a) Lensa positif terdiri dari: 1) lensa bikonveks (cembung ganda); 2) plankonfeks (cembung-datar); dan 3) cembung-cekung (konfeks-konkaf).
(b) Lensa negatif terdiri dari: 4) bikonkaf (cekung ganda); 5) plan-konkaf (cembung-datar); dan 6) cekung-cembung (konkaf-konveks).
B. Macam-Macam Metode Pembelajaran
Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang sistematis dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar. Terdapat beberapa jenis metode pembelajaran, antara lain:
a. Metode Ceramah (Preaching Method) b. Metode Diskusi ( Discussion Method )
d. Metode Ceramah Plus
e. Metode Resitasi ( Recitation Method ) f. Metode Percobaan ( Experimental Method ) g. Metode Karya Wisata
h. Metode Perancangan ( Project Method ) i. Metode Discovery
j. Metode Inquiry
C. Metode Penemuan (Discovery) 1. Pengertian Metode Penemuan
Metode Penemuan menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode Penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa penemuan adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.
Metode Penemuan menurut Roestiyah (2001:20) adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode Penemuan adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Pada metode Penemuan, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan metode Penemuan, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
2. Pelaksanaan Metode Penemuan
merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul, (o) Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan tingkat yang sederhana, (p) Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandanganan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar, (q) Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta, (r) Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan, misalnya seorang siswa yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa-siswa yang mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri, (s) membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan, (t) Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya.
mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (j) Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa, (k) memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan, (l) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penemuan
Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya, (h) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
Penggunaan metode Penemuan ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode Penemuan menurut Roestiyah (2001:20) memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.
ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, (d) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan, (e) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak ada, (f) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
D. Prestasi Belajar, Minat dan Keaktifan Belajar Siswa 1. Prestasi Belajar
Prestasi merupakan hasil yang dicapai setelah seseorang atau siswa melakukan kegiatan. Seorang anak dikatakan memiliki prestasi yang tinggi jika hasil evaluasi yang didapat adalah tinggi, begitu sebaliknya anak dapat dikatakan memiliki prestasi rendah apabila hasil yang didapat dari evaluasi rendah (Arikunto, 2001 : 32). Sementara menurut Oemar Hamalik (1982: 28), prestasi adalah hasil yang diperoleh dari hasil kegiatan belajar, yaitu dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
dan sebagainya. Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Tabrani dan Rusyan (1989: 8), prestasi belajar merupakan tingkat atau besarnya perubahan tingkah laku yang dapat dicapai dari suatu pengalaman yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan dan kebiasaan. Jadi, belajar saja tidak cukup, harus diiringi dengan pengalaman. Pengalaman lebih mudah untuk dipahami, untuk mencapai penguasaan dan kecakapan dalam belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar Matematika. 2. Minat Siswa
Menurut Tyler (1973) dalam Mustikasari (2007), tujuan sekolah yang berkaitan dengan minat dapat diterima apabila aktivitas sekolah memberi konstribusi terhadap pengembangan individu, kompetensi sosial, atau kepuasan hidup. Tujuan pemelajaran afektif, khususnya minat, harus memperluas minat siswa belajar hal-hal penting dari berbagai bidang dan meningkatkan minat siswa belajar pada bidang khusus. Oleh karena itu disarankan agar tujuan pemelajaran mata pelajaran tertentu memuat tujuan afektif, misalkan meningkatkan minat membaca buku.
3. Keaktifan Siswa
Orientasi pengajaran fisika kita saat ini cenderung sangat prosedural. Secara gamblang seorang guru menyatakan bahwa selama ini mereka (para guru fisika) mengajarkan siswa-siswa menghafalkan rumus-rumus atau prosedur fisika tertentu. Agar pembelajaran bermakna bagi siswa maka idealnya pembelajaran fisika dimulai dengan masalah-masalah yang realistik. Kemudian siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri dengan skema yang dimiliki dalam pikirannya. Artinya siswa diberi kesempatan melakukan refleksi, interpretasi, dan mencari strateginya yang sesuai.
E. Ragam Tes
Cronbach (dalam Silverius, 1991: 4-5) mendefinisikan tes adalah suatu prosedur sistematis untuk mengamati dan mencandrakan satu atau lebih karakteristik seseorang dengan menggunakan skala numerik atau sistem kategori. Sejalan dengan hal tersebut, Anastasi dan Urbina (1997: 3) menyatakan bahwa tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu.
Berbicara tentang ragam tes, tidak terlepas dari sifat tes itu sendiri, misalnya: tipe tes, bentuk tes, dan ragam tes. Namun pemberian nama sifat tes tersebut kadang berbeda dari orang yang berbeda.
Arikunto (2005) menyatakan tes tertulis terdiri dari bentuk tes dan macam tes. Tes subjektif dan tes objektif merupakan bentuk tes dan tes benarsalah, tes pilihan ganda, dan tes menjodohkan termasuk macam tes.
Suherman dan Sukjaya (1990: 94) menggolongkan tes subjektif dan tes objektif sebagai tipe tes; tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, dan tes melengkapi sebagai bentuk tes. Di samping itu tes pilihan ganda terbagi lima, yaitu: pilihan ganda biasa, hubungan antar hal, analisis kasus, asosiasi pilihan ganda, dan membaca diagram yang merupakan ragam tes.
25 A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan ini bersifat deskriptif analitis yaitu suatu usaha mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang ada kemudian menganalisa data tersebut, menggambarkan dan menelaah secara lebih jelas dari berbagai faktor yang berkaitan dengan keadaan situasi dan fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini penulis mencari fakta dan data untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis terhadap minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa di kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Bopkri II Yogyakarta yaitu pada tanggal 21 Juli sampai dengan 23 Agustus 2008.
C. Subyek Penelitian
fisika dengan guru yang sama, serta tidak ada kelas unggulan. Oleh karena itu, kelima kelas mempunyai peluang yang sama atau dikatakan homogen untuk menjadi sampel penelitian karena tidak ada perlakuan khusus kepada siswa.
D. Prosedur Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada masing-masing kelas, yaitu pada kelas penelitian yang diajarkan dengan pendekatan penemuan, sedangkan kelas kontrol diajarkan dengan pendekatan metode ceramah. Prosedur pengambilan data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta. Secara umum, prosedur penelitian ini mencakup tiga tahapan, yaitu:
a) Pre Tes pada Setiap Kelas
Pada pertemuan awal, siswa pada masing-masing kelas yang diteliti diberikan pengarahan singkat mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan. Pengarahan tersebut berupa deskripsi mengenai bidang ajar lensa tipis serta gelombang dan optika. Setelah itu, dilaksanakan tes kemampuan awal siswa (pre tes) pada masing-masing kelas. Pre tes diberikan dengan soal yang sama untuk setiap kelas yang diteliti.
b) Pembelajaran pada Setiap Kelas
1) Langkah-langkah Pembelajaran Kelas Penelitian 1. Kegiatan Pendahuluan
a. Menentukan pokok bahasan. Untuk mendukung tercapainya tujuan dari penelitian yang berkaitan dengan konsep, tingkat kematangan berpikir subyek didik dan konteks lingkungan, penulis menentukan sebuah materi pokok. Dalam penelitian ini penulis memilih “Lensa Tipis” sebagai materi pokok yang akan dipelajari.
b. Menyusun silabus. Dibantu oleh guru pengajar, peneliti menyusun sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menyusun lembar kerja siswa dalam bentuk silabus yang berisi standar kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan instrumen penelitian berupa alat peraga.
Adapun standar kompetensi dalam penelitian pembelajaran dengan pendekatan penemuan pada pokok bahasan lensa tipis ini adalah: 1) Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik, dan 2) Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dan optika dalam menyelesaikan masalah.
2. Kegiatan inti
a. Memusatkan perhatian siswa
Peneliti yang bertindak sebagai guru menarik dan memusatkan perhatian siswa dengan memberikan contoh-contoh kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang pernah ditemui atau dialami oleh siswa yang berkaitan dengan pokok bahasan sesusai dengan yang direncanakan oleh guru. Pentingnya menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari sebagai landasan pengembangan pendekatan pembelajaran ditujukan untuk: 1) memotivasi belajar siswa; 2) melatih berpikir kritis, kreatif, analitik; 3) mengembangkan keterampilan proses dan keterampilan sosial (Sidharta, 2008).
Dengan topik bahasan lensa tipis, guru dapat mengajak siswa untuk menyebutkan macam-macam dan kegunaan alat optik khususnya lensa tipis yang pernah ditemui atau digunakan oleh siswa. Penggalian dan pengingatan kembali fenomena-fenomena yang pernah temui tersebut merupakan pengalaman belajar singkat yang dapat dijadikan dasar dan modal untuk memasukkan topik bahasan yang direncanakan.
b. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan
permasalahan yang dapat memancing rasa keingintahuan mereka untuk mengadakan pembelajaran dan penelitian lebih lanjut.
Rangsangan berupa konflik kognitif dapat dimasukkan dalam tahap ini. Rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran akan sangat membantu proses asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna dalam pergulatan intelektualitas siswa. Peneliti mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada siswa agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Pemetaan masalah diperlukan untuk melihat permasalahan yang mungkin timbul dari sebuah konsep serta kemungkinan masalah-masalah lain.
c. Memberikan motivasi
d. Pengelolaan kelas
Tahap ini meliputi pembagian kelompok dan pengaturan atau seting kelas. Siswa pada kelas yang dijadikan sebagai kelompok penelitian diberi perlakuan pendekatan penemuan dan untuk lebih mengoptimalkan interaksi kognitif, kelas dibagi dalam beberapa kelompok untuk melakukan eksperimen.
e. Pendahuluan pembelajaran
Pendahuluan pembelajaan diselenggarakan dengan memberikan penjelasan skenario pembelajaran, penjelasan tujuan pembelajaran, pelaksanaan pretes untuk mencari gambaran tentang pemahaman siswa tentang materi yang akan diajarkan, pembagian lembar kerja siswa sesuai dengan alur yang ditentukan, pembagian alat peraga dan petunjuk penggunaannya.
f. Pelaksanaan pembelajaran
Untuk lebih memperlancar pelaksanaannya, sistematika kegiatan pembelajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kegiatan penelitian oleh siswa dengan masing-masing kelompoknya sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang telah ditentukan. Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh siswa dan dibimbing oleh guru kelas, sedangkan peneliti bertindak sebagai observer yang mengamati kegiatan-kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Aktivitas ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan bekerja dengan data serta merumuskan hasil penelitian kelompok mereka.
2) Mengadakan sesi presentasi yang memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil-hasil pembelajaran mereka kepada forum kelas.
3) Membuka sesi diskusi kelas untuk membahas perbedaan-perbedaan konsep dalam hasil atau kesimpulan penemuan yang dibuat oleh masing-masing kelompok yang mengemuka dari sesi presentasi.
untuk mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang terbuka, responsif dan mengakomodasi perbedaan individu. Semua siswa, baik mewakili perseorangan maupun mewakili kelompoknya, memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan argumen-argumen serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan atas argumen-argumen dari kelompok-kelompok lain.
5) Kemudian guru mengelola konflik kognitif tersebut dengan menyajikan data pembanding lain berupa informasi, pendapat maupun teori-teori pendukung. Bersama dengan guru, semua siswa dalam kelas menarik satu atau beberapa hipotesis dari hasil diskusi kelas.
6) Menyelenggarakan penelitian kedua dalam level penelitian kelas (bukan oleh kelompok-kelompok).
g. Observasi Keaktifan Siswa
Selama proses pembelajaran berlangsung, observer mencatat keaktifan setiap siswa pada aspek Mengemukakan pendapat, Bertanya pada guru, Bertanya pada siswa/kelompok lain, Berdiskusi dengan siswa/kelompok, Pengerjaan tugas/laporan, serta Menjawab pertanyaan lisan dari guru. Penilaian terhadap keaktifan siswa dilakukan dengan memberikan skor.
3. Kegiatan Penutup
hipotesis, merangkum seluruh rangkaian kegiatan, serta untuk memberikan evaluasi berupa tanya jawab lisan, latihan soal maupun pekerjaan rumah
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kelas Kontrol
Pada kelas kontrol, langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran biasa dengan metode ceramah, dimana peneliti sebagai guru lebih dominan dalam proses belajar mengajar. Berikut prosedur pembelajaran yang diberikan bagi kelas kontrol:
1) Kegiatan Pendahuluan
a. Sebelum melaksanakan proses pengajaran, terlebih dahulu guru menyusun dan mempersiapkan materi yang akan diajarkan, yaitu Lensa Tipis.
b. Memberikan pengantar sertam menyampaikan kembali materi pelajaran yang telah dibahas sebelumnya.
c. Mengajukan atau menawarkan pada siswa jika ingin bertanya mengenai bahasan sebelumnya.
2) Kegiatan Inti
a. Peneliti berbicara di depan kelas untuk menyampaikan materi bahan ajar kepada siswa dengan bantuan papan tulis sebagai media untuk menjelaskan materi.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah kegiatan akhir dari satu proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan siswa untuk membuktikan hipotesis, merangkum seluruh rangkaian kegiatan, serta untuk memberikan evaluasi berupa tanya jawab lisan, latihan soal maupun pekerjaan rumah
c) Pos Tes dan Kuisioner pada Setiap Kelas
Pada kegiatan akhir dari pembelajaran, peneliti merangkum seluruh rangkaian kegiatan, serta memberikan evaluasi latihan soal (pos tes). Sebagai akhir dari kegiatan penutup adalah pengisian kuisioner kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa atas model pembelajaran yang telah diselenggarakan.
E. Instrumen Penelitian
1. Lembar Tes Tertulis
Lembar tes tertulis berisi 15 butir soal yang bertujuan untuk mengukur penguasaan konsep lensa tipis, mengukur keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains, baik sebelum maupun sesudah pembelajaran.
2. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai model pembelajaran yang diimplementasikan, mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran sains fisika khususnya pokok bahasan lensa tipis serta pendapat siswa mengenai keaktifan dan minat mereka.
3. Observasi
Dalam penelitian ini, data observasi diperoleh dengan menggunakan lembar skala Likert. Lembar observasi berisi hasil pengamatan peneliti mengenai keaktifan siswa. Selama proses observasi, peneliti dibantu oleh beberapa rekan yang berpartisipasi melakukan pengamatan dan memberikan penilaian terhadap keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
F. Analisis Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui: 1. Tes tertulis sebelum pembelajaran (Pre Tes)
4. Hasil observasi
b. Metode Analisis Data
Pada Penelitian ini, data hasil belajar siswa akan dianalisis secara deskriptif analitis. Sedangkan analisis uji beda (Uji - t), digunakan untuk menguji keberartian pengaruh perlakuan pendekatan penemuan terhadap prestasi belajar. Analisis komparasi kualitatif akan digunakan untuk melihat sejauhmana minat belajar dan keaktifan siswa di kelas.
Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan yang telah dilakukan, penulis melakukan pengujian apakah terdapat perbedaan minat, keaktifan dan prestasi belajar siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian. Prestasi belajar diukur dari selisih hasil pos tes dan pre tes, minat siswa diukur dengan menggunakan kuisioner, sedangkan keaktifan siswa diukur dari hasil observasi.
1. Prestasi Belajar Siswa
a. Hipotesis
Dengan parameter selisih nilai pos tes dan pre tes ( X)pada kedua kelompok kelas, maka untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar diantara kedua kelas, hipotesis pengujian dapat diberikan sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan selisih nilai postes dan pretes antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan selisih nilai postes dan pretes antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
Tabel 3.1 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes
Siswa Nilai Selisih Nilai
Pos tes – Pre tes ( X) Pre Tes (X1) Pos Tes (X2)
A ... ...
B .. ...
C ... ...
Dari Tabel 3.1, selanjutnya. hasil belajar ini digunakan pula untuk membandingkan prestasi belajar kelompok penelitian dan kelompok kontrol.
Tabel 3.2 Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes pada Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian Siswa
Selisih Nilai Pre Tes dan Pos Tes ( X) pada kelompok:
Kontrol ( Xk) Penelitian ( Xp)
A ... ...
B .. ...
C ... ...
c. Pengujian Data
Dari data pada Tabel 3.2, selanjutnya dilakukan analisa mengenai perbedaan prestasi belajar siswa pada kelas kontrol dengan kelas penelitian. Statistik uji yang digunakan, yaitu:
t
hitung =(
)
+ ∆ − ∆ np nk S X
Xk p
1 1
2
dengan:
S2 =
(
)
(
)
(
2)
1
1 2 2
− + − + − np nk S np S
(
)
k k k k k n n X X S 2 2 − =(
)
p p p p p n n X X S 2 2 − = k X∆ = rata-rata selisih nilai pos tes dan pre tes kelompok kontrol
p
X
∆ = rata-rata selisih nilai pos tes dan pre tes kelompok penelitian nk = jumlah siswa kelompok kontrol
np = jumlah siswa kelompok penelitian
Sk2 = variansi selisih nilai tes siswa kelompok kontrol Sp2 = variansi selisih nilai tes siswa kelompok penelitian
2. Minat Siswa
a. Hipotesis
Untuk menguji apakah terdapat perbedaan minat belajar diantara kelompok penelitian dan kelompok kontrol, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan minat belajar siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan minat belajar siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
b. Data minat belajar siswa
Untuk jawaban angket mengenai minat belajar siswa bagi kedua kelompok kelas, setiap alternatif jawaban diberikan skor, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), ragu-ragu (skor 3), setuju (skor 4), sangat setuju (skor 5). Selanjutnya dapat disajikan seperti pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.3 Variasi Jawaban Angket Minat Siswa
Siswa Item Pertanyaan Rata-rata Skor Jawaban
1 2 ... 8
A B C
Skor tertinggi = HS (High Score) Skor terendah = LS (Low Score) Jumlah skala = 5
Panjang rentangan = (HS-LS)/5
Dengan panjang rentangan (HS-LS)/5 = (5 – 1)/5 = 0,8, rata-rata skor jawaban reponden pada Tabel 3.3 digolongkan ke dalam 5 kategori ukuran minat siswa sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa
Skor Kriteria Interval
1 2 3 4 5
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1,00 – 1,8 1,81 – 2,6 2,61 – 3,4 3,41 – 4,2 4,21 – 5,00
Berdasarkan kriteria minat belajar siswa pada Tabel 3.4, maka skor rata-rata setiap siswa pada kelas kontrol maupun kelas penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Hasil Klasifikasi Minat Belajar Siswa Siswa Skor minat belajar
K.Kontrol K.Penelitian
A ... ...
B ... ...
C ... ...
b.PengujianData
komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal. Data yang dianalisis adalah hasil rekapitulasi data kuisioner pada Tabel 3.5, dimana rata-rata skor minat belajar masing-masing siswa pada setiap kelas diukur dan digolongkan ke dalam 5 kategori tingkat minat siswa.
Dengan menggunakan statistik uji hipotesis di atas, dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney, maka dapat ditentukan keputusan untuk menolak atau menerima Ho. Statistik Mann-Whitney ditentukan dengan rumus:
(
)
− + +
= k k k
p k k R n n n n U 2 1 k p k
p n n U
U = −
dimana:
Uk = nilai Mann-Whitney untuk kelas kontrol Up = nilai Mann-Whitney untuk kelas penelitian nk = banyaknya sampel kelas kontrol
np = banyaknya sampel kelas penelitian Rk= jumlah ranking data kelas kontrol
Jika n lebih besar dari 20 (n>20), maka tabel Mann Whitney tidak dapat dipergunakan. Namun pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus pendekatan distribusi normal:
(
)
12 1 2 + + × × × − = np nk np nk np nk U Z obs hitung Kriteria pengujian:Jika Z hitung terletak pada interval Z tabel Z hitung Z tabel, maka keputusannya adalah menerima Ho. Sebaliknya, jika -Z hitung < -Z tabel atau Z hitung > Z tabel, maka keputusannya adalah menolak Ho.
3. Keaktifan Siswa
a. Hipotesis
Pengujian apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian dianalisis dari hasil observasi. Pengajuan hipotesis dapat diberikan sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
H1 : Terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelompok kontrol dan kelompok penelitian
b. Data Keaktifan Siswa
dengan memberi skor, yaitu sangat kurang baik (skor 1), kurang baik (skor 2), cukup (skor 3), baik (skor 4), sangat baik (skor 5). Selanjutnya penilaian keaktifan dapat disajikan seperti pada Tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6 Penilaian Keaktifan Siswa
No. Aspek keaktifan yang diobservasi Skor Penilaian 1 Mengemukakan pendapat
2 Bertanya pada guru
3 Bertanya pada siswa/kelompok lain 4 Berdiskusi dengan siswa/kelompok 5 Pengerjaan tugas/laporan
6 Menjawab pertanyaan lisan dari guru
Berdasarkan Tabel 3.6, maka dalam satu kelas dapat diukur rata-rata skor keaktifan untuk setiap siswa (Tabel 3.7) untuk dianalisis lebih lanjut mengenai perbedaan keaktifan siswa pada kedua kelompok tersebut.
Tabel 3.7 Skor Keaktifan Siswa
Siswa Aspek keaktifan Rata-rata Skor
Keaktifan
1 2 ... 6
A B C
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Keaktifan Siswa
Skor Kriteria Interval
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Aktif Kurang Aktif
Cukup Aktif Sangat Aktif
1,00 – 1,8 1,81 – 2,6 2,61 – 3,4 3,41 – 4,2 4,21 – 5,00
Berdasarkan kriteria keaktifan siswa pada Tabel 3.8, maka skor rata-rata setiap siswa pada kelas kontrol maupun kelas penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Hasil Klasifikasi Keaktifan Siswa Siswa Skor Keaktifan Siswa
K.Kontrol K.Penelitian A
B C
c. Pengujian Data
Sama halnya pada pengujian minat siswa, pengujian terhadap hipotesis di atas, dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Data yang dianalisis adalah hasil rekapitulasi data keaktifan pada Tabel 3.9, dimana rata-rata skor masing-masing siswa pada setiap kelas diukur dan digolongkan ke dalam 5 kategori tingkat keaktifan siswa. Statistik Mann-Whitney ditentukan dengan rumus:
(
)
− + +
= k k k
p k k R n n n n U 2 1 k p k
p n n U
U = −
dimana:
Up = nilai Mann-Whitney untuk kelas penelitian nk = banyaknya sampel kelas kontrol
np = banyaknya sampel kelas penelitian Rk= jumlah ranking data kelas kontrol
Penentuan Uhitung dilakukan dengan mengambil nilai terkecil dari Uk dan Up. Apabila Uhitung lebih kecil atau sama dengan U tabel, maka keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1. Dengan menggunakan perhitungan software SPSS, jika nilai probabilitas (Asymp. sig.) kurang dari atau sama dengan nilai taraf nyata (α=0,05), maka keputusannya adalah menolak Ho dan menerima H1.
Jika n lebih besar dari 20 (n>20), maka tabel Mann Whitney tidak dapat dipergunakan. Namun pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus pendekatan distribusi normal:
(
)
12 1 2 + + × × × − = np nk np nk np nk U Z obs hitung Kriteria pengujian:42
A.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan salah satu indikator untuk menilai
kemampuan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Dari hasil penelitian
pada siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, dapat diperoleh nilai tes yang
menunjukkan prestasi belajar siswa dari hasil pembelajaran. Sebaran nilai pre
tes dan pos tes dari hasil tes prestasi pada kelas kontrol secara umum dapat
digambarkankan seperti pada Gambar 4.1. Pada grafik tersebut terlihat bahwa
sebagian besar siswa pada kelas kontrol memiliki kenaikan nilai prestasi.
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Siswa Kelas Kontrol
N il a i T e s B e la ja r S is w a Pre Tes Pos Tes
Untuk distribusi nilai pre tes dan pos tes dari hasil tes prestasi pada
kelas penelitian secara umum dapat digambarkankan seperti pada Gambar 4.2.
Pada grafik tersebut terlihat bahwa sebagian besar siswa pada kelas penelitian
memiliki kenaikan nilai prestasi. Kenaikan nilai tes prestasi pada kelas
penelitian lebih merata pada setiap siswa, selain itu peningkatan yang tajam
juga lebih banyak terdapat pada kelas penelitian dibandingkan dengan kelas
kontrol.
0 1 2 3 4 5 6 7 81 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Siswa Kelas Penelitian
N il a i T e s B e la ja r Pre Tes Pos Tes
Gambar 4.2. Grafik Histogram Nilai Tes Prestasi Belajar Siswa Kelas
Penelitian
Hasil tes prestasi yang telah dilakukan oleh siswa pada kelas kontrol
dan kelas penelitian selanjutnya dihitung selisih antara pos tes dan pre tes. Hal
ini dilakukan sebagai langkan dalam menganalisa apakah terdapak perbedaan
pada prestasi belajar antara kedua kelas, yaitu kelas kontrol yang diajarkan
memberikan pendekatan penemuan pada mata pelajaran Fisika dengan materi
lansa tipis. Selisih nilai pos tes dan pre tes pada kedua kelas dapat dilihat
seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Selisih nilai pos tes dan pre tes
pada kelas kontrol maupun kelas penelitian
Siswa
Selisih Nilai Pos Tes dan Pre Tes
Kelas Kontrol
Kelas Penelitian
1 0,00 1,00
2 2,30 0,70
3 0,70 1,70
4 0,60 2,00
5 1,30 2,60
6 2,70 1,30
7 1,40 1,00
8 1,00 0,70
9 0,60 1,00
10 1,30 1,60
11 2,30 2,00
12 0,70 2,00
13 0,70 1,60
14 0,60 2,00
15 2,70 3,00
16 1,30 0,30
17 1,60 3,70
18 1.40 3,30
19 0,70 1,60
20 1,00 2,00
21 0,60 2,60
Rata-rata 1,21 1,80
Daru Tabel 4.1. di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata selisih nilai pos tes
dan pre tes bagi kelas kontrol dan kelas penelitian, masing-masing adalah 1,21
penemuan yang diberikan pada kelas penelitian dalam pembelajaran fisika
terhadap prestasi belajar siswa, digunakan uji-t pada taraf signifikan 0,05. Dari
Tabel 4.1 di atas setelah dilakukan pengujian diperoleh t hitung = 2,296 (Tabel
4.2). Harga ini jauh lebih besar dari t tabel (
α
=0,05; db=40) yaitu 2,021. Selain
nilai t, nilai Sig diperoleh sebesar 0,024 atau lebih kecil dari
α
=0,050. Dengan
demikian, keputusan yang diambil adalah menolak Ho dan menerima H
1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa pada pelajaran fisika
pokok bahasan lensa tipis di kelas penelitian berbeda dengan kelas kontrol.
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Analisis Tes Prestasi
Kelas Jumlah Siswa Rata-rata Pre Tes Rata-rata Pos Tes Rata-rata Selisih
Thitung Ttabel Sig.
Kontrol Penelitian 21 21 4,37 4,11 5,90 5,58 1,21 1,80
2,296 2,021 0,027
B.
Minat Belajar Siswa
Pada penelitian ini, juga diukur tingkat minat siswa terhadap mata
pelajaran Fisika khususnya pada pokok bahasan lensa tipis. Dalam hal ini,
pengukuran dilakukan berdasarkan hasil kuesioner mengenai minat siswa
dalam proses belajar mengajar baik pada kelas kontrol maupun kelas
penelitian. Hasil pengukuran minat siswa pada kelas kontrol dan kelas
penelitian (Lampiran 2) dapat dikategorikan dalam kriteria minat seperti pada
Tabel 4.3. Kriteria Minat Siswa terhadap Proses Pembelajaran Pada
Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
No.
Kriteria
Kelas Kontrol
Kelas Penelitian
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 sangat rendah
4
19,05%
0
0,00%
2 rendah
5
23,81%
1
4,76%
3 sedang
9
42,86%
2
9,52%
4 tinggi
3
14,29%
10
47,62%
5 sangat tinggi
0
0,00%
8
38,10%
Jumlah
21
100,00%
21
100,00%
Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pada kelas kontrol, siswa paling
banyak dikategorikan dalam kriteria sedang, yaitu sebanyak (42,86%). Pada
kelas kontrol tidak terdapat siswa yang dikategorikan dalam kriteria sangat
tinggi (0%). Sebaliknya, pada kelas penelitian sebagian besar dikategorikan
dalam kriteria tinggi, yaitu sebanyak 47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa pada kelas kontrol cenderung memiliki minat yang sedang terhadap
pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran biasa (ceramah), sedangkan
pada kelas penelitian dapat dikatakan bahwa siswa lebih mempunyai minat
yang tinggi terhadap pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran melalui
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00% 45,00% 50,00%
1 2 3 4 5
Kriteria Minat Siswa
P e rs e n ta s e J u m la h S is w a K.Kontrol K.Penelitian Keterangan: 1.Sangat Rendah 2.Rendah 3.Sedang 4.Tinggi 5.Sangat Tinggi
Gambar 4.3. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Minat
Untuk membuktikan kebenaran bahwa terdapat perbedaan minat
siswa terhadap pokok bahasa lensa tipis pada kelas kontrol dan kelas
penelitian dilakukan pengujian data hasil penelitian dengan menggunakan uji
Mann Whitney.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney untuk Menguji
Perbedaan Minat Belajar siswa
U hitung
U tabel
Sig.
Dari hasil pengujian hipotesis (tercantum pada Lampiran 6.) diperoleh
hasil sebagaimana tersaji pada Tabel 4.4., bahwa nilai Mann Whitney adalah
sebesar 44,50 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Oleh karena nilai U
tabel=141,
berarti nilai U
hitung< U
tabel, sehingga keputusannya adalah menolak Ho.
Dengan cara yang lain, oleh karena nilai sig < (
α
=0,05), maka diputuskan
untuk menolak Ho, yang berarti bahwa terdapat perbedaan minat belajar siswa
antara kelas kontrol dan kelas penelitian. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa minat belajar siswa kelas penelitian terhadap mata
pelajaran Fisika pada pokok bahasan lensa tipis lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan metode
penemuan (
discovery
) dapat membangkitkan minat belajar siswa kelas X
SMU Bopkri II pada pelajaran Fisika dengan pokok bahasan lensa tipis. Bagi
siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan metode ceramah biasa tidak
memacu minat siswa terhadap pelajaran ini. Hal ini dikarenakan pada metode
pembelajaran biasa, siswa hanya memperoleh materi dari guru tanpa banyak
berpartisipasi langsung dalam mempelajari konsep dari materi yang diajarkan.
Dengan menggunakan metode penemuan, siswa lebih leluasa untuk mencari
jawaban dari permasalahan yang diajukan oleh guru.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan
proses pembelajarannya, siswa merasa lebih mudah dalam mencerna pelajaran
Fisika yang disampaikan, siswa lebih fokus terhadap materi yang diajarkan,
siswa menginginkan pembelajaran Fisika, siswa lebih berminat dalam
mencatat hasil-hasil diskusi/ pembelajaran, siswa lebih rajin mengerjakan
tugas maupun laporan praktikum, siswa lebih menikmati proses pembelajaran,
serta siswa lebih berminat dalam mempelajari bidang studi Fisika.
C.
Keaktifan Siswa dalam Belajar
Selain prestasi, indikator keberhasilan sebuah metode pengajaran
dapat dilihat dari tingkat keaktifan siswa yang diamati dan dinilai oleh
pengajar. Keaktifan yang ditunjukkan oleh siswa merupakan bentuk
tanggapan mereka terhadap sesi atau metode pengajaran yang sedang
diterapkan oleh guru didalam kelas. Adapun indikator keaktifan siswa dalam
penelitian ini adalah kuantitas siswa dalam mengemukakan pendapat,
bertanya kepada guru, bertanya kepada sesama siswa lain, berdiskusi dengan
siswa/kelompok lain, pengerjaan tugas atau laporan, dan menjawab
pertanyaan lisan dari guru.
Dari hasil observasi kelas untuk menilai tingkat keaktifan dalam
proses belajar mengajar siswa kelas X SMA Bopkri II Yogyakarta, dapat
disusun tabel skor total untuk setiap aspek yang diteliti. Aspek-aspek yang
digunakan sebagai indikator keaktifan siswa ajar diantaranya adalah 1)
lain, 4) Berdiskusi dengan siswa lain, dan 5) Pengerjaan tugas/laporan, 6)
Menjawab pertanyaan lisan dari Guru. Observasi terhadap keaktifan
dilakukan pada kelas kontrol dan kelas penelitian. Hasil skor total pada
masing-masing aspek, dapat dlihat seperti pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5. Skor Total Aspek Keaktifan Siswa
Kelas Kontrol dan Kelas Penelitian
No
Aspek Keaktifan
Skor Total
Kelas
Kontrol
Kelas
Peneitian
1 Mengemukakan pendapat
38
68
2 Bertanya pada Guru
50
66
3 Bertanya pada siswa lain
53
75
4 Berdiskusi dengan siswa lain
52
64
5 Pengerjaan tugas/laporan
66
83
6 Menjawab pertanyaan lisan dari Guru
46
84
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5 6
Aspek Keaktifan S k o r T o ta l Kelas Kontrol Kelas Penelitian Keterangan:
1. Mengemukakan pendapat 2. Bertanya pada Guru
3. Bertanya pada siswa lain 4. Berdiskusi dengan siswa lain 5. Pengerjaan tugas/laporan 6. Menjawab pertanyaan lisan dari Guru
Gambar 4.4. Grafik Skor Total Aspek Keaktifan Siswa Kelas Kontrol
Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gambar 4.4. dapat diketahui bahwa siswa
pada kelas kontrol memiliki tingkat keaktifan lebih rendah dibandingkan
siswa pada kelas penelitian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa
kelas penelitian lebih aktif dibandingkan dengan siswa kelas kontrol.
Persentase siswa yang termasuk dalam kriteria sangat tidak aktif, kurang
aktif, cukup, aktif, sangat aktif dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Kriteria Keaktifan Siswa Pada Kelas Kontrol maupun
pada Kelas Penelitian
No.
Kriteria
Kelas Kontrol
Kelas Penelitian
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 sangat tidak aktif
1
4,76%
0
0,00%
2 kurang aktif
14
66,67%
1
4,76%
3 cukup
5
23,81%
7
33,33%
4 aktif
1
4,76%
11
52,38%
5 sangat aktif
0
0,00%
2
9,52%
Jumlah
21
100,00%
21
100,00%
Berdasarkan Tabel 4.6. di atas, dapat dilihat bahwa pada kelas
kontrol, siswa paling banyak dikategorikan dalam kriteria kurang aktif, yaitu
sebanyak (66,67%). Pada kelas kontrol tidak terdapat siswa yang
dikategorikan dalam kriteria sangat tinggi (0%). Sebaliknya, pada kelas
penelitian sebagian besar dikategorikan dalam kriteria aktif, yaitu sebanyak
52,38 %. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelas kontrol cenderung
kurang aktif pada pembelajaran pokok bahasan lensa tipis dengan pengajaran
dikatakan lebih aktif dalam proses pembelajaran pokok bahasan lensa tipis
melalui pengajaran metode penemuan.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
1 2 3 4 5
Kriteria Keaktifan P e rs e n ta s e J u m la h s is w a Kontrol Penelitian Keterangan:
1. Sangat Tidak Aktif 2. Kurang Aktif 3. Cukup Aktif 4. Aktif 5. Sangat Aktif
Gambar 4.5. Grafik Persentase Jumlah Siswa pada Kategori Keaktifan
Untuk membuktikan kebenaran bahwa terdapat perbedaan keaktifan
siswa kelas kontrol dan kelas penelitian pada pokok bahasan lensa tipis,
dilakukan pengujian data hasil penelitian dengan menggunakan uji Mann
Whitney.
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney untuk Menguji
Perbedaan Keaktifan Siswa
U hitung
U tabel
Sig.
Dari hasil pengujian hipotesis (tercantum pada Lampiran 7.) diperoleh
hasil seperti yang tersaji pada Tabel 4.7., yaitu bahwa nilai Mann Whitney
hitung (U
hitung) adalah sebesar 43,00 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Oleh
karena nilai U
tabel=141, berarti nilai U
hitung< U
tabel, sehingga keputusannya
adalah menolak Ho. Dengan cara yang lain, oleh karena nilai sig < (
α
=0,05),
maka diputuskan untuk menolak Ho, yang berarti bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada keaktifan siswa antara kelas kontrol dan kelas penelitian.
Dengan demikian