• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK

DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

DIONYSIA GIOVANI JATI NIM : 078114098

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK

DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

DIONYSIA GIOVANI JATI NIM : 078114098

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

Persetujuan Pembimbing

EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK

DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA

Skripsi yang diajukan oleh : DIONYSIA GIOVANI JATI

NIM : 078114098

Telah disetujui oleh : Pembimbing I,

Drs. Mulyono, Apt

7 Februari 2011 Pembimbing II

(4)
(5)

v MOTTO

Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu itu

(Lukas 1:38)

Itulah yang masih merupakan hiburan bagiku, bahkan aku akan melompat-lompat kegirangan di waktu kepedihan yang tak kenal belas kasihan, sebab aku tidak pernah menyangkal firman Yang Mahakudus

(Ayub 6:10)

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Dionysia Giovani Jati

Nomor Mahasiswa : 07 8114 098

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI PERESEPAN ANTIMIKROBA GENERIK PADA PASIEN GERIATRI ISK DI RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 7 Februari 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiatisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 7 Februari 2011 Penulis

(8)

viii PRAKATA

Puji dan syukur penulis hunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, karena atas berkat, rahmat, dan anugerahNya maka selesailah tugas penulis dalam menyusun skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Antimikroba Generik pada Pasien Geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta”. Dalam skripsi ini penulis mengevaluasi penggunaan antimikroba generik di fasilitas kesehatan dengan berpedoman kepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes /068/I/2010 memuat

tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah yang merupakan penegasan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

085/Menkes/PER/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat di dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus untuk mencoba menerapkan teori yang pernah penulis peroleh baik dari kuliah-kuliah maupun dari literatur yang pernah penulis baca. Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah berusaha sedapat mungkin sesuai dengan kemampuan, akan tetapi penulis sadar bahwa hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran penulis harapkan.

(9)

ix

1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta, sebagai tempat penelitian, terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt atas bimbingan dan pengarahan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Farmasi.

3. Orang tuaku (bapak dan ibu), mas Niko dan Mbak Sera terima kasih untuk dukungan dan doa, serta Lui yang selalu memberikan inspirasi dan semangat. 4. Bapak Drs. Mulyono, Apt selaku dosen pembimbing I, yang tanpa mengenal

lelah memberikan petunjuk-petunjuk, pengarahan, pedoman, semangat serta doa sampai dengan tersusunnya skripsi ini.

5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar membimbing, memberikan pengarahan dan pedoman-pedoman dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si.,Apt dan Dra.Th.B.Titien Siwi Hartayu, M.Kes.,Apt selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun bagi penulis, serta dengan terbuka menunjukkan berbagai kekurangan dalam skripsi ini untuk diperbaiki.

7. Segenap Dosen dan para karyawan/karyawati di lingkungan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan bekal pengetahuan selama penulis belajar di bangku kuliah.

(10)

x

9. Semua pihak yang memberikan dukungan doa dan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam kesempatan ini penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan dan terselesaikannya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 7 Februari 2011

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

D. Pengobatan Rasional ... 18

E. Obat Generik ... 21

Keterangan Empiris ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35

B. Definisi Operasional Penelitian ... 35

C. Subyek Penelitian ... 36

A. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Karakteristik Pasien ... 42

(12)

xii

2. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Usia ... 44

B. Distribusi Jenis Obat pada Peresepan Pasien Geriatri ISK ... 46

C. Perbandingan Antimikroba Generik dan Antimikroba Generik Bermerek pada Kasus ISK ... 47

D. Perbandingan Jumlah Kasus Pemberian Dosis Obat yang Diresepkan dengan Geriatric Dosage Handbook (Semla et al., 2002) 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Jenis Bakteri yang sering menyebabkan ISK (Romac, 1992) ... 16 Tabel II. Pedoman Pemilihan Antimikroba (IONI, 2000) ... 16 Tabel III. Pembagian generasi sefalosporin (Anonim, 2010a) ... 27 Tabel IV. Daftar Nama Obat Antimikroba, Kandungan Zat Aktif dan Dosis untuk

Pasien Geriatri pada Geriatric Dosage Handbook (Semla, Beizer dan Higbee, 2002) ... 29 Tabel V. Regimen Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Dewasa

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Unsur-unsur Masukan yang Menentukan Kesehatan

(Bloom (cit. Roekmono dan Setiyadi), 1985) ... 10

Gambar 2. Saluran Air Kemih ... 14

Gambar 3. Proses Farmakoterapi ... 21

Gambar 4. Struktur kimia Sulfonamid Umum ... 25

Gambar 5. Struktur Umum Sefalosporin ... 26

Gambar 6. Struktur Umum Kuinolon ... 27

Gambar 7. Tahap-tahap Penelitian ... 38

Gambar 8. Perbandingan Jumlah ISK berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Gambar 9. Perbandingan Jumlah ISK berdasarkan Usia ... 44

Gambar 10. Perbandingan Jumlah pasien ISK Laki-laki dan Perempuan berdasarkan Kelompok Usia ... 45

Gambar 11. Distribusi Jenis Obat yang digunakan pada Peresepan pasien Geriatri ISK ... 47

Gambar 12. Perbandingan Jumlah Antimikroba Generik dan Antimikroba Generik Bermerek pada Kasus ISK ... 49

Gambar 13. Perbandingan Jumlah Kasus Penggunaan Antimikroba Generik dan Generik Bermerk pada Peresepan ISK pasien Geriatri ... 49

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Kejadian ISK pada Pasien Geriatri di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 ... 59 Lampiran 2. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Jenis Kelamin ... 61 Lampiran 3. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Kelompok Usia 61 Lampiran 4. Perbandingan Jumlah Pasien ISK Laki-laki dan Perempuan

berdasarkan Kelompok Usia ... 61 Lampiran 5. Jumlah Kasus berdasarkan Jenis Obat yang Diresepkan pada

penderita Geriatri ISK ... 61 Lampiran 6. Jumlah Kasus Penggunaan Antimikroba Generik dan Antimikroba Generik Bermerek pada Peresepan pasien Geriatri ISK ... 62 Lampiran 7. Jumlah Kasus Penggunaan Obat Antimikroba pada pasien

Geriatri ISK ... 63 Lampiran 8. Jumlah Kasus Kesesuaian Pemberian Dosis Antimikroba pada

pasien Geriatri ISK dengan Geriatric Dosage Handbook (Semla et al., 2002) ... 64 Lampiran 9. Dosis Pemberian Antimikroba pada Peresepan Pasien Geriatri ISK

(16)

xvi

(17)

xvii

INTISARI

Pengobatan rasional merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan upaya pelayanan kesehatan. Keberhasilan itu ditentukan antara lain oleh terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Obat generik yang mempunyai efek terapetik sama dengan obat paten dan obat bermerk lainnya namun harganya lebih murah merupakan upaya pemecahan masalah ketidakterjangkauan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antimikroba generik pada Infeksi Saluran Kemih (ISK) pasien geriatri di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009-Oktober 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif dan bersifat retrospektif.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien geriatri dalam kurun waktu tersebut sebanyak 42 orang dengan rentang usia > 50 tahun, yang terdiri dari 64,29% pasien perempuan dan 35,71% pasien laki-laki. Jenis-jenis obat yang diresepkan terdiri dari 92,86% obat antimikroba dan sisanya atau 7,14% obat nonantimikroba. Obat antimikroba meliputi 73,81% golongan sefalosporin dan 19,05% golongan kuinolon, sedangkan jenis obat nonantimikroba yang diresepkan berupa obat analgetika (2,38%), diuretik (2,38%) dan obat antiulserasi (2,38%). Dari jenis-jenis obat yang telah dikemukakan tersebut hanya 6 kasus peresepan antimikroba atau 14,29%yang diresepkan dengan nama generik yaitu sefiksim, seftriakson dan siprofloksasin. Dosis pemberian obat tidak seluruhnya sesuai atau 15,38% dengan dengan Dosis Obat untuk Pasien Geriatri (Semla et al., 2002).

Masih sangat sedikitnya obat-obat yang diresepkan dengan nama generik, terutama di fasilitas kesehatan swasta, dapat disebabkan oleh faktor dokter, pasien dan masih terbatasnya ketersediaan obat generik di pasaran.

(18)

xviii ABSTRACT

Rational treatment is an important factor in determining the success of the efforts of health services and the success it is determined, among others, affordable prices of medicines by the public. Generic have similar therapeutic effect but less costly compared to brand name are solving the problem of this not affordable.

This study was aimed to evaluate the use of antimicrobial generic on Urinary Tract Infection (UTI) prescribing in geriatric patients in Panti Rini Hospital Yogyakarta from January 2009 until October 2010. This research was descriptive evaluative and retrospective.

The results showed the number of geriatric patients in this period as many as 42 people ranging in age >50 years, consisting of 64,29% female patients and 35,71% male patients. The types of medication prescribed consisted of 92,86% antimicrobial and the remaining drugs or drug nonantimikroba 7,14%. Antimicrobial drugs include 73,81% class of cephalosporin and 19,05% class of quinolones, whereas the type of drugs prescribed nonantimikroba of analgesic medicine (2,38%), diuretics (2,38%) and antiulcerative drug (2,38%). The types of drugs that have been raised are only 6 types of drugs or 14,29% are prescribed with generic name of cefixime, ceftriaxone and ciprofloxacin. The administration of drugs is not wholly appropriate or 15,38% with the Geriatric Dosage Handbook (Semla et al., 2002).

Very few drugs that are prescribed by generic name, especially in private health facilities, can be caused by doctors, hospitals, patients and the limited availability of generic drugs on the market.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat merupakan salah satu sarana yang penting untuk menunjang kesehatan. Obat-obat yang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu obat paten, obat bermerek dagang (paling banyak) dan obat generik (berlogo) (Depkes, 2010), yang terbagi menjadi berbagai macam kelas terapi, tergantung dari efek dari obat tersebut dan penyakit yang ditanggulangi. Salah satu contoh kelas terapi adalah obat antiinfeksi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/PER/I/1989 (untuk selanjutnya disebut Permenkes 1989) yang ditegaskan kembali pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 (untuk selanjutnya disebut Permenkes

2010) Obat Generik Wajib Digunakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah. Agar cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang lebih

(20)

Harga obat generik bermerek berkisar 5-10 kali lipat dibandingkan

dengan obat generik. Contohnya harga antimikroba golongan sefalosporin

dengan zat aktif sefadroksil kapsul 500 mg (asumsi khasiat sama), harga obat

generiknya adalah Rp. 875,00/kapsul sedangkan dengan nama obat Qidrox

harganya mencapai Rp. 7.266,67/kapsul (ISFI, 2010). Obat generik diproduksi

untuk membantu pasien dari segi harga, karena harga obat generik ditentukan

oleh pemerintah (INE, 2009).

Penggunaan obat generik ditujukan agar pasien dapat menjangkau

harga obat, sehingga dapat ditentukan berhasil tidaknya suatu pengobatan

(Vries, Henning, Hogerzeil dan Fresle, 1995). Data pasar obat nasional dari

tahun 2005-2009 mengalami kenaikan dari Rp 21,07 trilyun menjadi Rp 30,56

trilyun, tetapi pasar obat generik dalam kurun waktu tersebut mengalami

penurunan, yaitu dari Rp 2,52 trilyun menjadi Rp 2,37 trilyun (Anonim,

2010c). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan obat generik masih sedikit.

Fakta masih sedikitnya penggunaan obat generik dapat disebabkan oleh

kesalahan persepsi dokter dan masyarakat tentang obat generik, yaitu obat

generik adalah obat untuk orang miskin, tidak bergengsi, murah, manfaatnya

diragukan dan kandungan zat aktifnya dibawah standar (Dwiprahasto, 2010).

(21)

penyakit. Penyakit yang menyerang geriatri adalah penyakit infeksi, dan salah satu diantaranya adalah penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) (Beers, Fletcher, Jones and Porter, 2003).

Penyakit ISK merupakan salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. ISK menempati urutan infeksi nomor dua yang sering menyerang geriatri dan biasanya berupa ISK asimptomatis. Untuk mengatasinya, diperlukan terapi antibiotika yang tepat dan evaluasi lebih awal terutama pada pasien geriatri (Chamberlain, 2010).

Dengan melihat permasalahan tersebut, peneliti ingin melihat peresepan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan swasta (Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta). Dalam penelitian ini, lebih mengarah pada penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih) pada geriatri yang berusia >50 tahun di Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.

1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

a. Apakah peresepan antimikroba pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 sudah menggunakan nama generik sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/Menkes/068/I/2010?

(22)

2010 sesuai dengan anjuran Geriatric Dosage Handbook (Semla, Beizer dan Higbee, 2002)?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang mirip adalah :

a. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2007 oleh Fadhila (2009).

Perbedaan dengan penelitian ini, pada metode, subyek dan lokasi penelitian. Titik berat penelitian Fadhila pada penggunaan antibiotik pada pasien geriatri, sedangkan dalam penelitian ini pada peresepan antimikroba generik pada pasien geriatri ISK. Hasil penelitian Fadhila menunjukkan problem penggunaan antibiotik paling banyak merupakan penggunaan antibiotik tidak tepat yaitu sebesar 46% (n=97) dan 34% (n=97) kasus tidak dapat dilihat outcome terapinya. Dalam penelitian ini terdapat evaluasi terapi dengan indikator outcome terapi, sehingga dapat dilihat keberhasilan terapi obat yang diberikan.

(23)

ini lebih dititikberatkan pada penerapan Permenkes 2010. Hasil penelitian Kurniawan menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik tertinggi adalah seftriakson, siprofloksasin dan amoksisilin. Hanya 20,3% (n=64) yang pemilihan antibiotiknya sesuai dengan Standar Pelayanan Medik RS Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2003-2004 dan 1 kasus yang sesuai dengan guideline WHO 2003. Terdapat 21,9% (n=64) ketidaksesuaian dosis dan frekuensi pemberian terhadap IONI 2000.

c. Evaluasi Penggunaan Obat pada Infeksi Saluran Kemih Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007 oleh Annisa (2009).

(24)

pembahasan mengenai DRPs dan ADRs sehingga dapat memberikan gambaran bagi tenaga kesehatan dalam memberikan obat yang tepat untuk pasien geriatri penderita infeksi saluran kemih.

d. Gambaran Peresepan Antibiotika pada Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Roemani Semarang Periode Januari-November 2009 oleh Pratiwi (2010).

Perbedaan dengan penelitian ini, pada subyek dan lokasi penelitian. Titik berat penelitian Pratiwi yaitu pada peresepan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih, dengan instrumen penelitian berupa Formularium Rumah Sakit Roemani tahun 2009, sedangkan dalam penelitian ini pada peresepan antimikroba generik pada pasien geriatri ISK dengan menggunakan instrumen penelitian berupa Geriatric Dosage Handbook (GDH), Drug Information Handbook (DIH) dan penerapan Permenkes 2010. Hasil penelitian Pratiwi menunjukkan antibiotik yang banyak digunakan adalah cefotaksim golongan sefalosporin, levofloksasin golongan kuinolon dan seftriakson golongan sefalosporin. Sebesar 93% (n=73) sudah sesuai dengan formularium rumah sakit dan 7% (n=73) belum tercantum pada Formularium Rumah Sakit Roemani tahun 2009.

(25)

Perbedaan dengan penelitian ini, pada metode, subyek dan lokasi penelitian. Titik berat penelitian Wilianti yaitu pada rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih, dengan instrumen penelitian berupa Educated Guess, sedangkan dalam penelitian ini pada peresepan antimikroba generik pada pasien geriatri ISK dengan menggunakan instrumen penelitian berupa Geriatric Dosage Handbook (GDH), Drug Information Handbook (DIH) dan Permenkes 2010. Berdasarkan Educated Guess hasil penelitian Wilianti sudah menunjukkan ketepatan pemberian dosis dan frekuensi dan keepatan rute pemberian. Kasus ketepatan indikasi sebesar 78,4% (n=37), ketepatan pemberian jenis antibiotik sebesar 44,8% (n=29) dan

ketepatan lama pemberian sebesar 72,4% (n=29) dan nilai rasionalitas

sebesar 27,03% (n=37).

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat praktis bagi konsumen dan tenaga kesehatan, yaitu :

a. Bagi Konsumen

(26)

b. Bagi Tenaga Kesehatan (dokter dan apoteker)

Hasil penelitian ini membuat dokter mau beralih ke peresepan dengan obat generik sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 memuat tentang

Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Pemerintah.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan mengetahui peresepan antimikroba generik pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus dimaksudkan untuk :

a. Mengetahui perbandingan jumlah resep antimikroba dengan menggunakan nama generik dan nama generik bermerek pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010.

(27)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan (sesuai dengan definisi pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009) adalah keadaaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Hartini dan Sulasmono, 2010).

Seorang ahli kesehatan masyarakat Blum ((cit. Roekmono dan Setiyadi), 1985) mengatakan bahwa kesehatan tidak berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh berbagai unsur, unsur-unsur tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok biologi (pembawaan dan keturunan), kelompok pelayanan kesehatan, kelompok tingkah laku dan kelompok lingkungan. Keempat kelompok tersebut saling berkaitan. Kelompok biologi yang meliputi pembawaan dan keturunan menurut Blum ((cit. Roekmono dan Setiyadi), 1985), selanjutnya diteliti lebih lanjut oleh Bezold ((cit. Smith dan Knap), 1987) dan menyebutkan bahwa faktor usia merupakan salah satu bagian dari kelompok biologi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, karena jika seseorang telah berusia lanjut (geriatri) maka fungsi organ dan sistem imun dalam tubuhnya akan menurun, hal tersebut akan menyebabkan geriatri mudah terserang penyakit, terutama infeksi.

(28)

Gambar 1. Unsur-unsur Masukan yang Menentukan Kesehatan (Blum (cit. Roekmono dan Setiyadi), 1985)

Keterangan gambar :

Tebal tipisnya panah menunjukkan besar-kecilnya pengaruh terhadap kesehatan secara relatif.

Kesehatan dipengaruhi oleh empat kelompok unsur yaitu biologi, pelayanan kesehatan, tingkah laku dan lingkungan. Keempat kelompok unsur di atas saling berkaitan satu sama lain (cit. Roekmono dan Setiyadi), 1985).

B. Usia Lanjut (Geriatri)

(29)

produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan (Hartini dan Sulasmono, 2010). Keberhasilan kesehatan akan meningkatkan harapan hidup dan usia rata-rata, dengan demikian jumlah kelompok geriatri akan meningkat. Manusia lanjut usia (geriatri) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Menurut WHO (cit.,Mutiara, 2003), pembagian terhadap populasi geriatri meliputi empat tingkatan, yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-74 tahun, tua (old) dengan kisaran usia antara 75-90 tahun dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun. Berdasarkan Survey Kesehatan Nasional (Pradono dkk, 2006) seseorang pada usia 50 tahun, ternyata telah mengalami gangguan pada fungsi organ tubuhnya sama seperti orang pada usia 60 tahun.

Terdapat empat kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus, karena memiliki potensi dan peran yang besar dalam rangka mengembangkan kesehatan masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok balita, ibu hamil dan menyusui, dewasa aktif dan geriatri (Wiryono, 2009).

(30)

geriatri yang tampak tidak sederhana dan perlu perhatian pada penggunaan obat lebih dari satu macam (poli farmasi) (Tapan, 2002).

Penuaan menyebabkan berbagai perubahan fisiologis yang dapat mengubah proses absorbsi, distribusi, ikatan protein, eliminasi dan ekskresi obat, sehingga terapi obat yang optimal pada geriatri sangat perlu memperhatikan perubahan-perubahan ini (Prest (cit. Aslam, Tan dan Prayitno), 2003). Perubahan paling berarti pada geriatri ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Dalam setiap keadaan kita perlu memakai dosis lebih kecil bila dijumpai penurunan fungsi ginjal, khususnya bila memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang sempit (Darmansjah, 2006). Dampak adanya penurunan berbagai kemampuan dan fungsi tubuh tersebut adalah pasien geriatri rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Beers dkk (2003), mengumpulkan contoh-contoh bagaimana perubahan organ tubuh dengan bertambahnya usia, salah satunya adalah menurunnya sistem imun. Selanjutnya diperjelas melalui Roitt (1997), bahwa pola produksi sitokin oleh sel darah perifer berubah karena usia, sehingga produksi antibody dalam tubuh menurun.

(31)

pengobatan, titrasi dosis obat dan meningkatkan kepatuhan pasien dengan memilihkan obat dan bentuk sediaan yang tepat (Prest (cit. Aslam dkk), 2003).

C. ISK

Infeksi merupakan invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen-antibodi (Anonim, 2000). Infeksi disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme antara lain bakteri, virus, jamur, protozoa dan cacing.

ISK mewakili dari sekian banyak sindroma diantaranya termasuk ureteritis, sistisis, prostatisis dan pielonefritis. ISK biasanya didefinisikan sebagai kejadian ditemukannya banyak mikroorganisme dalam jumlah tertentu di dalam urin.

(32)

Pyelonefritis

Ureter

Ureteritis

Urethritis Cystitis

Ginjal kiri

Uretra Kandung kemih

Gambar 2. Saluran air kemih (Anonim, 2008) Keterangan gambar:

a. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal. b. Ureteriris adalah infeksi ureter satu atau keduanya, tabung yang

menghubungkan ginjal ke kandung kemih. c. Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih.

d. Uretritis adalah infeksi dari uretra saluran yang membawa urin dari kandung kemih keluar dari tubuh.

Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih dengan tiga cara, yaitu :

a. Asenden

Jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra, cara inilah yang paling sering terjadi.

b. Hematogen (desenden)

(33)

c. Jalur limfatik

Jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal, namun yang trakhir ini jarang terjadi (Coyle dan Prince, 2002).

Hubungan seksual dapat mentransmisikan bakteri ke dalam saluran kemih, juga karena cara membersihkan tinja yang kurang tepat akibatnya bakteri yang menempel di preuretra vagina dan berkoloni di sana. Pengosongan kandung kemih yang tidak lancar atau tidak sempurnanya proses pembuangan urin dapat pula menyebabkan bakteri yang mungkin ada dalam saluran kemih tidak bisa terbuang sempurna, bakteri ini kemudian memperbanyak diri kembali dengan cepat, hal ini khususnya terjadi pada kasus penderita batu kandung kemih, bakteri dapat bersembunyi diantara batu yang terbentuk, apalagi jika pasien menderita diabetes mellitus, kandungan glukosa pada urin menjadi penyubur pertumbuhan mikroorganisme (Howes, 2002).

(34)

Tabel I. Jenis Bakteri yang sering menyebabkan ISK (Romac, 1992)

Mikroorganisme % per total ISK Antibiotik Gram negatif :

Antimikroba yang digunakan dalam pengobatan ISK harus tepat, untuk itu, sebelum menggunakan antimimkroba harus diketahui penyebabnya terlebih dahulu. Dalam Tabel II. (IONI, 2000) disajikan pedoman untuk memilih antimikroba berdasarkan penyebab yang sering menimbulkan infeksi.

Tabel II. Pedoman Pemilihan Antimikroba (IONI, 2000)

Jenis Infeksi Penyebab Tersering Pilihan Anitmikroba

1. Saluran Kemih

Sistitis akut E. coli, S. saprophyticus, kuman gram negatif lainnya

nitrofurantoin, ampisilin, trimetoprim

Pielonefritis akut E. coli, kuman gram negatif, Streptokokus

 Untuk pasien rawat : gentamisin (aminoglikosid lainnya), cotrimoksazol parenteral, sefalosporin generasi III, astrenam  Untuk pasien berobat jalan:  cotrimoksazol, oral, florokuinolon,

amoksisilin/asam klavulanat

Prostatitis akut E. coli, kuman gram negatif lainnya, E. faecalis

Cotrimoksazol atau flurokuinolon atau aminoglikosid+ampisilin parenteral

Prostatitis kronis E. coli, kuman gram negatif lainnya, E. faecalis

Cotrimoksazol atau florokuinolon atau trimetoprim

2. Yang ditularkan melalui hubungan kelamin

Uretritis

N. gonorrhoae (bukan penghasil penisilinase)

Ampisilin/amoksisilin/penisilin G+probenesid, setriakson, tetrasiklin N. gonorrhea (penghasil

penisilinase)

Setriakson, florokuinolon

(35)

Berdasarkan keparahannya, ISK dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Infeksi Pertama

Ditemukan sekitar 80% dari infeksi pertama disebabkan oleh E. coli dan biasanya sangat sensitif terhadap berbagai agen antibakteri, sehingga cenderung dapat lebih mudah disembuhkan dengan menggunakan terapi oral yang relatif murah dibandingkan dengan injeksi intravena.

2. Bakteriuria tidak sembuh

Hal ini menunjukkan terjadinya kegagalan dalam mensterilkan kemih dari mikrobia, walaupun pasien telah memperoleh terapi dengan antimikrobia ternyata pertumbuhan bakteri masih terus berlangsung. Penyebab yang paling sering adalah adanya organisme yang resisten sejak awal sebelum terapi dilakukan atau menjadi resisten setelah terapi dengan antibiotik yang diberikan.

3. Bakteriuria berulang

(36)

D. Pengobatan Rasional

Gangguan kesehatan dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit. Dalam kondisi yang demikian, maka sesorang akan berusaha menjadi sehat kembali. Upaya untuk mengembalikan keadaan dari sakit menjadi sehat disebut terapi. Terapi dapat dilakukan dengan atau tanpa tenaga kesehatan. Tanpa melibatkan tenaga kesehatan disebut pengobatan sendiri, dan yang melibatkan tenaga kesehatan disebut farmakoterapi. Farmakoterapi selalu melibatkan tenaga kesehatan (dokter). Proses farmakoterapi dimulai dari keluhan penderita. Adapun proses kesehatan dapat dilihat pada bagan proses farmakoterapi (Gambar 3).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 085/MENKES/PER/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (menimbang) tertulis bahwa penggunaan obat yang rasional adalah faktor yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan upaya pelayanan kesehatan, salah satu alasannya adalah karena harga obat generik yang lebih murah daripada obat paten dengan terapetik yang sama, sehingga diharapkan pasien dan masyarakat luas dapat menjangkau harga obat dalam resep.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

085/MENKES/PER/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

Menimbang :

a) bahwa obat yang digunakan secara rasional merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan upaya pelayanan kesehatan;

b) bahwa harga obat generik lebih rendah daripada harga obat paten yang mempunyai terapetik yang sama;

(37)

Penggunaan obat yang rasional dapat dicapai bila pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan klinis, obat diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien dan dalam jangka waktu yang cukup serta dengan harga obat yang paling rendah (murah) baik untuk pasien maupun masyarakat luas. Harga obat penting untuk dipertimbangkan, bila pasien dan masyarakat luas dapat menjangkau harga obat, maka pengobatan yang rasional dan upaya pelayanan kesehatan dapat tercapai (WHO (cit. Quick, Hume dan Connor, 1997)).

Berikut adalah kriteria penggunaan obat yang rasional dalam konteks biomedik adalah kebenaran obat, ketepatan indikasi, ketepatan obat dengan mempertimbangkan efek, keamanan, kesesuaian dengan pasien dan harga, ketepatan dosis, administrasi (rute pemberian) dan durasi pengobatan, ketepatan pasien, tidak ada kontraindikasi dan meminimalisasikan terjadinya adverse drug reactions, pencampuran yang tepat, meliputi informasi yang cukup (memadahi) untuk pasien tentang obat yang diresepkan, ketaatan pasien pada pengobatan (Quick dkk, 1997).

(38)

yang kecil dan tidak lupa memberikan posisi tawar kepada pasien dalam memilih obat paten dengan harga yang mahal atau obat generik yang lebih murah tetapi dengan manfaat dan keamanan yang sama (Anonim, 2009).

Posisi tawar yang diberikan dokter kepada pasien untuk memilih obat paten atau obat generik adalah merupakan hak pasien (termasuk hak untuk memberikan persetujuan, bila pasien tidak mampu untuk menjangkau obat paten yang diresepkan dokter, maka pasien berhak untuk memilih obat generik). Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009, tentang Perlindungan Pasien pasal 56 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan

yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi

(39)

Gambar 3. Proses Farmakoterapi (Katcher, 1975)

E. Obat Generik

Obat merupakan salah satu komponen penunjang terpenting dalam pelayanan kesehatan disamping komponen-komponen yang lain. Ketersediaan dan keterjangkauan dalam penyediaan obat yang bermutu pada unit pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang mutlak dalam rangka pelayanan kesehatan yang optimal (Yuliastuti, 2007).

(40)

pengobatan (prescribing habit) yang tidak berdasarkan proses dan tahap ilmiah tersebut. Hal itu sering menimbulkan suatu keadaan “patologik” atau tidak normal dalam peresepan dengan berbagai dampaknya yang merugikan. Secara umum patologi peresepan ini lebih dikenal sebagai peresepan yang tidak rasional (irrational prescribing) atau peresepan yang tidak benar (in appropriate prescribing) (Quick, Hume dan Connor, 1997).

Ketika suatu industri farmasi mengembangkan obat baru, yang

bersangkutan memiliki hak paten selama 15-20 tahun untuk memasarkan obat

produknya tanpa diusik industri farmasi lain. Obat yang memiliki hak paten

ini lazim disebut obat originator. Setelah masa paten terlewati, industri farmasi

lain boleh memproduksi obat yang kandungan zat aktifnya sama. Ini yang

disebut sebagai obat duplikat atau obat generik. Jika obat generik diberi logo,

disebut obat generik berlogo (Dwiprahasto, 2010).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes /068/I/2010 memuat tentang Kewajiban Menggunakan

Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, menimbang : a. bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang

cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

b. bahwa agar penggunaan obat generik dapat berjalan efektif perlu mengatur kembali ketentuan Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

(Anonim, 2010b)

Permenkes 2010 merupakan penegasan dari Permenkes 1989 yang

memuat tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat

Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Fakta yang ada,

(41)

dalam memberikan pelayanan pada pasien. Dokter dan apoteker tetap

memberikan obat generik bermerek pada pasien, tanpa melihat daya beli

pasien dan masyarakat pada umumnya (Anonim, 2010c).

Pemilihan pengobatan pasien harus berdasarkan pada efikasi, keamanan, kesesuaian dan harga. Kriteria obat essensial menurut WHO adalah khasiat, keamanan, ketersediaan dan harga. Dengan demikian harga

memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya suatu

pengobatan berdasarkan keperluannya, ketersediaannya dan terjangkau oleh pasien. Karena bila pasien tidak dapat menjangkau harga obat yang diresepkan, maka pasien bisa saja tidak membeli obat yang diresepkan, sehingga dapat dipastikan pengobatan pasien gagal. Hal itu sering menimbulkan permasalahan peresepan yang lebih dikenal sebagai peresepan yang tidak rasional (irrational prescribing) atau peresepan yang tidak benar (in appropriate prescribing), karena pasien tidak dapat menjangkau harga obat, sehingga pasien tidak menaati aturan minum dari obat yang telah diresepkan (Vries dkk, 1995).

Masyarakat masih salah persepsi mengenai obat generik. Masyarakat menganggap obat generik bermerek sebagai obat paten, padahal hanya merk dagang yang dipatenkan sedangkan zat aktif obat sudah lepas

paten sehingga bisa dikenal dengan nama obat generik. Masyarakat tidak tahu

(42)

dibandingkan dengan obat generik berlogo. Tetapi kadang daya beli masyarakat yang rendah menjadi kendala masyarakat untuk sembuh dari penyakit karena kesalahan persepsi tersebut (INE, 2009).

Dokter maupun masyarakat beranggapan bahwa obat generik adalah obat untuk orang miskin, peresepan obat generik pun dinilai tidak bergengsi, murah, diragukan kemanfaatannya dan kandungan zat aktifnya dibawah standar. Obat generik hanya laku di puskesmas namun tidak berlaku di pelayanan masyarakat yang tinggi seperti di rumah sakit, apalagi rumah sakit swasta. Maka dalam hal ini dokter sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai kompetensi moral dan etika, maka selain memikirkan kesembuhan pasien, haruslah melihat sisi lainnya, yaitu daya beli pasien (Dwiprahasto, 2010)

F. Antimikroba 1. Sulfonamid

(43)

meningkatkan aktivitas melawan bakteri, karena trimetoprim menghambat kerja enzim dihidrofolat reduktase (Neal, 2005).

Pengelompokkan sulfonamid berdasarkan masa kerjanya, adalah sebagai berikut :

a. sulfonamid dengan masa kerja pendek (waktu paroh  10 jam) contoh : sulfamerazin, sulfametazin, sulfatiazol dansulfaksasol.

b. sulfonamid dengan masa kerja sedang (waktu paroh 10-24 jam) contoh : sulfadiazin, sulfametoksasol dan sulfafenazol.

c. sulfonamid dengan masa kerja panjang (waktu paroh >24 jam) contoh : sulfadoksin, sulfametoksipiridazin dan sulfametoksidiazin.

(Anonim, 2010d)

(a)

(b) (c)

(d)

(e)

Gambar 4. Struktur kimia sulfonamid umum (a), antibiotika Sulfonamida (b), asam para aminobenzoat (c), sulfametoksazol (d) dan trimetoprim (e)

(44)

2. Sefalosporin

Gambar 5. Struktur Umum Sefalosporin (Anonim, 2010a)

Sefalosporin termasuk golongan antimikroba Betalaktam. Mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun gram negatif, tetapi masing-masing spektrum derivatnya bervariasi (Anonim, 2010d). Penggolongan Sefalosporin

(45)

Tabel III. Pembagian generasi sefalosporin (Anonim, 2010a)

3. Kuinolon

N O

OH O

F

R2

R3

R1

Gambar 6. Struktur Umum Kuinolon

(46)

Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.

Mekanisme kerja dari kuinolon adalah pada saat perkembangbiakkan kuman yaitu saat replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati (Anonim, 2010a).

Penggolongan Kuinolon adalah sebagai berikut : a. Generasi I, digunakan untuk ISK tanpa komplikasi.

contoh : asam nalidiksat dan pipemidat.

b. Generasi II, spektrum lebih luas dari generasi I dan bisa digunakan untuk infeksi sistemik lain.

contoh : senyawa florokuinolon seperti siprofloksasin, norfloksasin, pefloksasin, ofloksasin.

(Anonim, 2010a)

(47)

dari kuinolon adalah psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini (Anonim, 2010a).

Tabel IV. Daftar Nama Obat Antimikroba, Kandungan Zat Aktif dan Dosis untuk Pasien Geriatri (Semla, Beizer dan Higbee, 2002)

No. Nama Obat Kandungan Zat Aktif Dosis

2xsehari 50-100 mg, bisa ditingkatkan sampai 2xsehari 200 mg

3. Ceftriaxone Seftriakson (sefalosporin)

250-500 mg/12 jam selama 7-10 hari

I.V.

Mild-moderate = 400 mg/12 jam selama 7-14 hari

Severe-complicated = 400mg/ 8 jam selama 7-14 hari

5. Lizor Sefprozil (sefalosporin)

Oral

2xsehari 250 mg, bisa ditingkatkan sampai 2xsehari 500 mg

6. Qidrox Sefadroksil monohidrat (sefalosporin)

1-2g/hari dalam 1-2 dosis terbagi

7. Sharox Sefuroksim (sefalosporin)

2xsehari 125-500 mg I.M. dan I.V. 750 mg – 1,5 g/6 jam Dosis maksimal 6 g/24 jam 8. Sporetik Sefiksim terihidrat

(sefalosporin)

2xsehari 50-100 mg, bisa

ditingkatkan sampai 2xsehari 200 mg

(48)

Pasien geriatri adalah pasien yang membutuhkan perhatian yang khusus dalam pengobatan, maka dari itu penyesuaian dosis diperlukan agar keberhasilan terapi dapat tercapai. Dosis antimikroba yang diberikan pada pasien geriatri dapat dilihat pada Tabel IV. (Semla dkk, 2002).

Antibiotik

Antibiotika adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh bakteri atau jamur yang berkhasiat obat apabila digunakan dalam dosis tertentu dan berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman dan toksisitasnya tidak berbahaya bagi manusia (Prayetno, 2008). Pengobatan infeksi dimaksudkan untuk memusnahkan mikroorganisme penyebab penyakit tanpa merusak jaringan tubuh penggunanya. Salah satu bagian dari pengobatan infeksi adalah antibiotika disamping antimikrobakterium, antijamur, antivirus dan lain-lain. Kesalahan dalam penggunaan obat antiinfeksi selain menyebabkan kegagalan terapi, juga dapat mengakibatkan hipersensitivitas, resistensi bakteri serta terjadinya infeksi sekunder (Anonim, 2000b).

(49)

2003). Secara umum regimen terapi untuk kasus-kasus ISK ditampilkan dalam tabel.

Tabel V. Regimen Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Dewasa (Coyle dan Prince, 2003)

Indikasi Antibiotik Dosis Interval Durasi Infeksi saluran urin

bawah, tidak

Infeksi Berulang Nitrofurantoin Trimetoprim

Berikut ini adalah deskripsi beberapa agen antimikroba yang umum digunakan dalam terapi ISK :

a. Trimetoprim-Sulfametoksazol

(50)

dihidrofolat reduktase. Trimetoprim-sulfametoksazol diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Sebanyak 44% trimetoprim dan 70% sulfametoksazol terikat protein. Waktu paruh dengan pemberian oral pada trimetoprim adalah 8-11 jam dan sulfametoksazol 10-12 jam. Diindikasikan untuk infeksi saluran kemih ada bukti sensitivitas bakteriologis dan ada alasan yang kuat untuk memilih obat ini dibanding obat tunggal. Sediaan yang beredar adalah Bactoprim, Bactricid, Bactrim, Bactrizol, Imactrim, Citoprim, Coprim, Cotrim, Decatrim, dan lain-lain (Sukandar dkk, 2008)

b. Siprofloksasin

(51)

dosis. Penggunaan jangka lama atau berulang-ulang dapat menyebabkan ledakan pertumbuhan fungi atau bakteri tertentu yang memicu terjadinya infeksi sekunder (Anonim, 2000; Howes, 2002; Lacy dkk,2001).

c. Imipenem

(52)

G. Rekam Medik

Rekam medik merupakan dokumen yang akurat dan mudah didapat. Rekam medik harus berisi semua informasi klinik dan sebaiknya cukup detail agar memungkinkan pihak lain melakukan perawatan pasien tepat waktu. Beberapa informasi yang seharusnya tertera dalam rekam medik seperti data diagnosis, anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, regimen dosis, hasil pemeriksaan penunjang, lama rawat, nama dan paraf dokter yang merawat.

Rekam medik dapat sebagai sumber data sekunder yang dapat digunakan untuk studi epidemologi yang mengungkapkan pola penyakit, pola peresepan, monitoring efek samping obat, peningkatan kemampuan penggunaan obat yang lebih rasional dan efisien sesuai dengan pola penyakit dan standar terapi formularium rumah sakit yang bersangkutan (Hassan, 1986).

Keterangan Empiris

Gambaran peresepan antimikroba dengan menggunakan nama generik dan generik bermerek pada pasien geriatri ISK, kesesuaian indikasi dan

pemberian dosis antimikroba dengan Geriatric Dosage Handbook (GDH) (Semla dkk, 2002) dan Drug Information Handbook (DIH) (Lacy,

(53)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional. Rancangan penelitian berupa rancangan deskriptif evaluatif bersifat retrospektif yaitu bertujuan memberikan gambaran terhadap fenomena kesehatan yang terjadi, kemudian mengevaluasi data dari kartu rekam medik (Notoatmodjo, 2005) pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Pasien adalah pasien geriatri dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam kartu rekam medik di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta

2. Periode penelitian adalah Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010.

3. Obat ISK adalah obat (antimikroba) dengan indikasi infeksi saluran kemih berdasarkan Geriatric Dosage Handbook (GDH) dan Drug Information Handbook (DIH).

4. Obat ISK yang dievaluasi dalam penggunaan sediaan antimikroba generik dalam rekam medik adalah obat antimikroba yang paling terakhir diberikan, dan tidak ada kombinasi obat atau penggantian obat.

(54)

6. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan World Health Organization (WHO), Farmakope Indonesia, atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. 7. Obat generik bermerek adalah obat generik yang dipasarkan dengan

menggunakan merk dagang tertentu (untuk nama zat aktif yang terkandung di dalamnya).

8. Peresepan antimikroba dengan nama generik pada pasien geriatri ISK di RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 berdasarkan Permenkes 2010.

9. Kesesuaian anjuran pemberian dosis antimikroba pasien geriatri ISK di RS Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 dengan Geriatric Dosage Handbook (GDH) (Semla dkk, 2002).

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah pasien geriatri penderita ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta selama bulan Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 yang memenuhi kriteria inklusif. Kriteria inklusif penelitian ini adalah pasien dengan usia >50 tahun dengan diagnosis utama ISK dan memiliki kelengkapan data meliputi :

1. Adanya data pengobatan ISK pasien rawat inap berupa data retrospektif, usia pasien, jenis kelamin dan jenis antimikroba yang resepkan.

(55)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah Permenkes 2010, Geriatric Dosage Handbook (GDH) (Semla, Beizer dan Higbee, 2002) dan Drug Information Handbook (DIH) (Lacy, Armstrong, Goldman dan Lance, 2003).

E. Tata Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melalui berbagai tahap, tahap pertama adalah studi pustaka. Tahap yang kedua adalah pembuatan proposal penelitian dan pengurusan perijinan untuk mengambil data di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta. Setelah surat ijin disetujui oleh kedua pihak (peneliti dan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta), tahap yang ketiga adalah pengumpulan data retrospektif dari rekam medik pasien geriatri dengan diagnosis ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010, pencatatan data berlangsung selama 2 minggu. Rekam medik yang diteliti, pertama-tama adalah pasien geriatri dengan diagnosa ISK, kemudian dicatat resep yang diberikan dokter, kemudian dipilih obat untuk indikasi ISK. Kemudian tahap yang keempat adalah analisis data dengan metode deskriptif evaluatif dan tahap yang terakhir adalah penyusunan laporan akhir.

(56)

Pencatatan data dari kartu rekam medik diawali dengan pemilihan pasien, pasien sebagai subyek penelitian adalah pasien geriatri dengan rentang usia >50 tahun, selanjutnya adalah penggolongan karakteristik pasien berdasarkan usia dan jenis kelamin, seluruh pasien adalah pasien dengan diagnosis ISK.

F. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari kartu rekam medik pasien geriatri ISK di rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010, yang dikumpulkan secara restrospektif kemudian dianalisis dengan metode deskriptif evaluatif karena bertujuan memberikan gambaran terhadap fenomena kesehatan yang terjadi, kemudian mengevaluasi data dari rekam medik (Notoatmodjo, 2005). Data keseluruhan pasien yang didapatkan adalah sebanyak 90 pasien dengan diagnosa ISK, kemudian diambil 42 pasien yang masuk dalam kriteria inklusi.

(57)

G. Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan dengan menganalisis data yang telah diperoleh dan dikelompokkan menjadi empat bagian. Bagian pertama dilakukan pembagian karakteristik pasien, meliputi distribusi kelompok usia dan perbandingan jenis kelamin. Usia pasien dikelompokkan berdasarkan pembagian kelompok geriatri menurut WHO (cit., Mutiara, 2003), yaitu 50-59 tahun, 60-74 tahun, usia antara 75-90 tahun dan usia lebih dari 90 tahun. Hal ditujukan agar memperoleh gambaran mengenai perbandingan antara jumlah kasus ISK dengan usia dan jenis kelamin pasien

Bagian kedua dilakukan penghitungan mengenai macam obat (antimikroba atau nonantimikroba) yang digunakan dalam peresepan. Jumlah obat yang diresepkan dihitung berdasarkan jumlah obat golongan antimikroba (sefalosporin atau kuinolon)/golongan nonantimikroba yang diresepkan dibagi jumlah obat keseluruhan (antimikroba dan nonantimikroba) dikalikan 100%. Contoh perhitungan :

Jumlah pasien geriatri ISK adalah 42 pasien, 39 pasien mendapatkan obat antimikroba yang terdiri dari 31 pasien mendapatkan antimikroba golongan sefalosporin dan 8 pasien mendapatkan antimikroba golongan kuinolon.

(58)

Bagian ketiga dilakukan penghitungan jumlah peresepan antimikroba dengan nama generik dan nama generik bermerek, yang dihitung dengan cara jumlah antimikroba dengan nama generik/generik bermerek dibagi dengan jumlah obat keseluruhan (antimikroba dan nonantimikroba) dikalikan 100%.

Contoh perhitungan :

Jumlah pasien geriatri ISK adalah 42 pasien, dengan peresepan antimikroba dengan nama generik sebanyak 6 pasien dan 33 pasien mendapatkan antimikroba dengan nama generik bermerek.

Bagian keempat dilakukan penghitungan jumlah kasus pemberian dosis antimikroba dengan anjuran Geriatric Dosage Handbook (Semla dkk, 2002). Jumlah kasus pemberian dosis diperoleh dari jumlah antimikroba yang dosisnya tidak sesuai dengan GDH dibagi jumlah antimikroba yang dibandingkan dikalikan dengan 100%.

Contoh perhitungan :

(59)

H. Keterbatasan Penelitian

Karakteristik pasien, memegang peran yang penting dalam mengindentifikasi sampel. Dalam penelitian ini karakteristik yang dibahas hanya usia dan jenis kelamin pasien, sehingga kurang dapat mewakili karakteristik pasien geriatri, maka dalam mengevaluasi kurang lengkap. Hal ini disebabkan tidak dilakukan pencatatan lama rawat inap, gejala penyakit dan status keluar pasien.

(60)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010, dilakukan selama dua minggu, diperoleh sebanyak 42 pasien, dengan usia >50 tahun. Pengambilan data dimulai pada usia >50 tahun, karena usia 50 tahun sudah mengalami gangguan seperti pada usia 60 tahun (Pradono dkk, 2006).

Pembagian interval usia berdasarkan kelompok geriatri yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-74 tahun, tua (old) dengan kisaran usia antara 75-90 tahun dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun, namun usia pertengahan yang diteliti berkisar antara 50-59 tahun. Berdasarkan keseringan terjadinya penyakit ISK di Rumah Sakit Panti Rini secara umum (mencakup pasien anak-anak, dewasa dan geriatri) menduduki peringkat penyakit ke-13.

A. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasakan Karakteristik Pasien 1. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Jenis Kelamin

(61)

jumlah kasus ISK berdasarkan jenis kelamin digambarkan pada gambar sebagai berikut:

Gambar 8. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Jenis Kelamin

(62)

2. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Usia

Perbandingan jumlah kasus pasien berdasarkan usia dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan jumlah usia pasien geriatri laki-laki dan perempuan.

Setelah dihitung presentasenya, ISK lebih sering terjadi pada pasien geriatri dalam rentang usia 60-74 tahun sebesar 42,86% (n=42), yang terdiri dari pasien geriatri perempuan 73,68% (n=19) dan sisanya adalah pasien geriatri laki-laki 26,32% (n=19). Perbandingan jumlah kasus ISK berdasarkan usia digambarkan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 9. Perbandingan Jumlah Kasus ISK berdasarkan Usia

(63)

geriatri perempuan 62,5% (n=8) dan pasien geriatri laki-laki 37,5% (n=8), 60-75 tahun dengan persentase pasien geriatri perempuan 73,68% (n=19) dan pasien geriatri laki-laki 26,32% (n=19). Pada usia 75-90 tahun, persentase pasien geriatri perempuan 57,15% (n=14) dan pasien geriatri laki-laki 42,85% (n=14), dan pada usia >90 tahun persentase pasien geriatri laki-laki 100% (n=1).

Perbandingan jumlah pasien ISK laki-laki dan perempuan berdasarkan kelompok usia digambarkan dalam gambar berikut :

Gambar 10. Perbandingan Jumlah pasien ISK laki-laki dan perempuan berdasarkan Kelompok Usia

(64)

B. Distribusi Jenis Obat yang digunakan pada Peresepan Pasien Geriatri ISK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pasien dengan diagnosa ISK diberi obat antimiroba, yaitu obat Analsik, Farsix Inpepsa, karena Farsix dan Inpepsa bukanlah obat untuk indikasi ISK. Farsix (diuretik) adalah obat untuk edema yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif, sirosis hati dan gagal ginjal, serta terapi tambahan pada edema paru akut dan hipertensi, sementara Inpepsa (antiulserasi) adalah obat untuk tukak lambung duodenum, maka Farsix dan Inpepsa bukanlah obat yang tepat untuk pengobatan ISK. Analsik (analgetika) adalah obat untuk mengatasi nyeri syaraf, nyeri pinggang, reumatik, kolik empedu dan ginjal, namun analgetika kadang dijumpai pada pengobatan ISK untuk meredakan nyeri.

Obat antimikroba yang diresepkan meliputi 2 golongan, yaitu golongan sefalosporin (asetil sefuroksim, sefiksim, seftriakson, sefprozil, sefadroxil monohidrat, sefiksim trihidrat dan Na sefotaksim) dan kuinolon (ciprofloksasin). Setelah dilakukan analisis data maka diperoleh 92,86% (n=42) obat antimikroba yang terdiri dari 73,81% (n=42) golongan sefalosporin dan 19,05% (n=42) golongan kuinolon. Sisanya 7,14% (n=42) obat nonantimikroba yang diperoleh terdiri dari analgetika, diuretika dan antiulserasi yang masing-masing sebesar 2,38% (n=42).

(65)

Gambar 11. Distribusi Jenis Obat yang digunakan pada Peresepan Pasien Geriatri ISK

C. Perbandingan Jumlah Antimikroba Generik dan Antimikroba Generik Beremerk pada Kasus ISK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antimikroba generik pada ISK dalam peresepan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta masih sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan antimikroba generik bermerek.

(66)

Qidrox untuk sefadroxil monohidrat dan Taxegram untuk Na sefotaksim. Adapun peresepan dengan zat aktif asetil sefuroksim sebesar 2,38% (n=42) dengan nama Anbacim.

Dalam kasus terdapat pula antimikroba dengan kandungan zat aktif yang sama tetapi dengan menggunakan nama obat yang berbeda (antimikroba generik dan antimikroba generik bermerek) yaitu peresepan dengan zat aktif siprofloksasin sebesar 4,76% (n=42) dengan nama generik sedangkan dengan nama Cipro sebesar 9,52% (n=42) dan Quidex sebesar 4,76% (n=42). Antimikroba dengan zat aktif sefiksime sebesar 2,38% (n=42) dengan nama generik dan 2,38% (n=42) dengan nama Starcef. Hanya 7,14% (n=42) peresepan yang ditulis dengan nama generik yaitu zat aktif seftriakson.

Penggunaan antimikroba generik yang terjadi pada peresepan dengan diagnosis berkurang karena beberapa kemungkinan, yaitu dokter yang meragukan khasiat obat generik dan tidak memberikan posisi tawar kepada pasien , pasien tidak tahu mereka memiliki hak untuk memilih obat (Hartini dan Sulasmono, 2010) dan ketersediaan obat generik di fasilitas pelayan kesehatan (rumah sakit) (Anonim, 2010c).

(67)

Gambar 12. Perbandingan Jumlah Antimikroba Generik dan Antimikroba Generik Bermerek pada kasus ISK

Dari data secara umum diperoleh, peresepan antimikroba dengan generik sebesar 14,29% (n=42), sedangkan peresepan antimikroba dengan nama generik bermerek sebesar 78,57% (n=42). Berikut adalah perbandingan jumlah kasus penggunaan antimikroba:

(68)

Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah). Dengan demikian

dari segi biaya (asumsi khasiat obat sama), pasien yang mendapatkan obat generik bermerek mengeluarkan biaya yang lebih banyak, daripada pasien yang mendapatkan obat generik (INE, 2009).

D. Perbandingan Jumlah Kasus Pemberian Dosis Obat yang Diresepkan dengan Geriatric Dosage Handbook (Semla dkk, 2002)

Dosis obat pada pasien geriatri tentu berbeda dengan dosis obat untuk pasien dewasa maupun anak-anak, hal ini dikarenakan pada geriatri sudah mengalami perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses penuaan. Dalam memberikan obat untuk pasien geriatri, hendaknya perlu banyak hal yang perlu dipertimbangkan, salah satu diantaranya adalah penggunaan dosis awal umumnya dimulai dengan 50% dari dosis dewasa muda, kemudian dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan respon (ISFI, 2010).

Dari hasil perbandingan dosis obat pada peresepan hasil penelitian dengan GDH(Semla dkk, 2002), dapat dilihat bahwa ada dua macam obat generik bermerek yaitu Lizor (sefprozil) dan Taxegram (Na sefotaksim) yang tidak sesuai dengan GDH (Semla dkk, 2002). Dosis Lizor (sefprozil) yang sesuai dengan GDH (Semla dkk, 2002) adalah 2xsehari 250 mg, bisa ditingkatkan sampai 2xsehari 500 mg, tetapi dari hasil penelitian ada beberapa kasus peresepan dengan Lizor yang tidak sesuai, yaitu 2x50 mg (dibawah dosis yang seharusnya) dan 3x1 tab (melebihi frekuensi pemberian yang seharusnya).

(69)

sefotaksim) yang seharusnya I.M. dan I.V. adalah moderate-severe infection = 1-2g/6-8 jam dan life-threatening infection = 2g/dose setiap 4 jam atau 2g/4 jam, dosis maksimum 12 g/hari, tetapi dokter meresepkan sebesar adalah 0,5 g/12 jam (dibawah dosis yang seharusnya). Dengan demikian dosis terapi Lizor dan Taxegram yang seharusnya diterima oleh pasien geriatri yang terdiagnosa ISK kurang.

Kasus ketidaksesuaian pemberian dosis antimikroba dengan anjuran GDH (Semla dkk, 2002) yang diperoleh adalah sebesar 15,38% (n=39) yaitu terdiri dari pemberian dosis untuk antimikroba Lizor (sefprozil) sebesar 27,27% (n=11) sedangkan ketidaksesuaian untuk Taxegram (Na sefotaksim) ketidaksesuaiannya sebesar 100% (n=3) dan sisanya 84,62% (n=39) sudah sesuai. Perbandingan jumlah kasus pemberian dosis obat yang diresepkan dengan GDH (Semla dkk, 2002) digambarkan dalam gambar berikut :

(70)

Berdasarkan gambar di atas, maka pemberian dosis antimikroba pada pasien geriatri ISK, belum sepenuhnya sesuai dengan GDH (Semla dkk, 2002). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya adalah sebelum pasien menerima dosis antimikroba ini, dokter telah melakukan titrasi, dengan dosis yang rendah dahulu dan diamati perkembangannya, akibatnya dokter yang bersangkutan merasa dosis yang diberikan sudah tepat (Prest (cit. Aslam dkk), 2003).

(71)

53 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari data dan hasil pembahasan dapat disimpulkan :

1. Peresepan antimikroba generik pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 belum sepenuhnya sesuai dengan Permenkes 2010, yaitu 14,29% (n=42) peresepan dengan antimikroba generik dan sisanya 78,57% (n=42) peresepan dengan antimikroba generik bermerk.

2. Peresepan antimikroba pada pasien geriatri ISK di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari 2009 sampai dengan Oktober 2010 tidak seluruhnya sesuai dengan Geriatric Dosage Handbook (tabel IV (Semla dkk, 2002)) yaitu 15,38% (n=39) tidak sesuai dan sisanya 84,62% (n=39) sudah sesuai.

B. Saran Dari hasil penelitian dapat disarankan:

1. Diadakannya monitoring penggunaan obat generik, agar Permenkes 2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dapat terlaksana, sehingga cakupan pelayanan kesehatan semakin luas.

(72)
(73)

55

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, H., 2009, Evaluasi Penggunaan Obat pada Infeksi Saluran Kemih Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000, Depkes RI, CV. Sagung Seto, Jakarta

Anonim, 2008, National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC),

http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/medullary spongekidney/ , diakses tanggal 5 Desember 2010

Anonim, 2009, “Peresepan Obat yang Rasional” dari majalah Farmacia Edisi Januari, Jakarta

Anonim, 2010a, Sefalosporin, http://www.medicastore.com/apotik_ online/antibiotika/ sefalosporin.htm, diakses tanggal 29 November 2010

Anonim, 2010b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, http://m.depkes. go.id, diakses tanggal 30 Agustus 2010

Anonim, 2010c, “Geneya Obat Generik Kurang Diminati” dalam kolom Pengudarasa dari majalah berbahasa Jawa PENYEBAR SEMANGAT No. 10 tanggal 6 Maret 2010

Anonim, 2010d, Alergi Sulfonamida, http://www.ziddu.com/download/9290950/ sulfonamid.pdf.html, diakses 20 Januari 2010

Aslam M., Tan, CK., Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy): Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 208-209, 213, 214, 321, PT Elex Komputindo-Kelompok Gramedia, Jakarta

Beers, M.H., Fletcher, A.J., Jones, T.V. and Porter, R., 2003, The Merck Manual of Medical Information, Second Home Edition, New York, USA, 18, 867

Chamberlain, N.R., 2010, Urinary Tract Infections, http://www.atsu.edu/faculty/ chamberlain /Website/ lectures/lecture/uti.htm, diakses tanggal 10 Desember 2010

Gambar

Tabel V.  Regimen Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Dewasa
Gambar 1. Unsur-unsur Masukan yang Menentukan Kesehatan
Gambar 2. Saluran air kemih
Tabel II. Pedoman Pemilihan Antimikroba (IONI, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup dalam pengelolaan arsip dinamis aktif dan inaktif Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan mencakup ketentuan umum,

Dari ketiga hasil analisis tersebt menunjukkan rasio yang solvable karena debt to equity ratio >100%, debt to assets ratio <100%, dan long term debt to

Pada penelitian ini, metode pembuatan yang akan dilakukan yaitu dengan mengurangi jumlah semen yang dipakai dalam komposisi beton, ditentukan dengan menambahkan persentase fly ash dan

Rakyat Banten tetap setia mendukung di dalam barisan Syaikh Yusuf, karena Sultan Haji telah menjalin kerjasama dengan Belanda dan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa, telah

K3 bagi seluruh personi, Perbaikan dan pengembangan serta pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur-prosedur K3, Melaksanakan semua prosedur kesehatan dan keselamatan

Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat (Tarwaka &

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume

Return on investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan