ASIMILASI
PERKAWINAN
ETNIS
CINA
DENGAN
PRIBUMI
DI
JAWA: FOKUS STUDI DI JEMBER SITUBONDO
DAN
TULUNGAGUNG
RetnoWinarni
Fakultas IlmuBudaya Universitas Jember
Jl.Kalimantan No.37,Sumbersari, Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121 Email:retnowinamil22@yahoo.com
Abstrak
Artikelinimendiskusikan tentang asimilasi perkawinan antara orang
-
orangCinadengan orangpribumi.Bagaimana pasang surut asimilasi perkawinan antara orang
-
orangCinadenganpribumidanbagaimana dampaknya terhadap hubungan antaretnis
.
Metodeyang digunakan dalam kaiian iniadalah metode historisyang meliputi heuristic, kritik, interpretasi dan historiogra.fi.
Hasil
kajianmenunjukkan bahwa asimilasi perkawinan terjadi sejak orang-orang Cina perantau memutuskan
untuk tinggal dalam waktu lama di Indonesia,tetapipada akhirabad ke-18 awal abad ke-19, asimilasi
perkawinan cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan sudah semakin
banyaknya
perempuan-perempuanasliCinayangpergi ke Indonesia(Jawa),sehingga banyakCinaperanakan
yang kawin dengan perempuan Cina asli, tetapi bukan berarti asimilasi itu
hitang
samasekali.Asimilasi perkawinan inimulai banyak terjadi sejakera ORBA, anjuran pemerintah untuk
asimilasiberpengaruhterhadap asimilasi perkawinan
.
Dampakdari asimilasi perkawinaniniadalah pembauran tradisi dan budayakarena bersatunya duaetnisdalam satu keluarga.
Katakunci:Asimilasi,asimilasiperkawinan,etnis Cina,etnispribumidan asimilasibudaya
THE
ASSIMILATION OF
MARRIAGE BETWEEN CHINESE ETHNICS
AND INDIGENOUS PEOPLE
IN
JAVA
:
THE
STUDI FOCUSED
IN
JEMBER SITUBONDO AND
TULUNGAGUNG
Abstract
This article discusses marital assimilation between Chinese and indigenous people
.
The research questions are: how was the up and downofmarital assimilation between the Chinese and indigenous people? what were the impacts among the ethnices.
The researchuses historymethod,theseare: heuristics, critics, interpretation and historiography.
The result ofresearch
shows that marital assimilationhappened since the Chinese peopledecidedtostay longer in Indonesia.Howeveratthe end of 18th century, the marital assimilationdecreased
.Itwas triggered by manyChinesewomen whoarrivedin Java.Thereforemanyperanakans Chinesegot marriedwith the indigenous Chinesewomen.
Yetitdid not mean assimiliation was no longer in existence.The marital assimilation was executed againin the era of New Order
.
The wisdom of government affected the marital assimilation.
The impact of the assimilationisthe mixing of culture and tradition because of the unity oftwoethnicitiesinone family.Keywords:assimilation, marital assimilation,Chinese ethnicity,indigenous people, cultural assimilation
I.PENDAHULUAN
Perkawinan antaretnis sebagai bagian dari asimilasi merupakan penyatuan beragam
kelompok etnik yangberbedasecara biologis.RobertSchoen sepertidikutipolehAbdullahIdi (2009:130), mengatakan bahwa perkawinan antaretnis yang berbeda merupakan indikasi
utamadarikekuatan batasan
-
batasankelompokitu,sekaligushakikathubungan sosialantara mereka. Hal itu secara simultankadangkaladipandang sebagaisuatuancamanterhadapciri -cirisuatu kelompoketnis minoritas.Volumeperdagangansemakin besar ketika nusantara memasuki zaman kurun niaga abad ke
-15sampaiabad ke-
17.Hubungandagang yangsemakin intensifinimemungkinkan terjadinya migrasi besar-
besaran orang-
orangCina ke tanahJawa.Mereka awalnya menetap di kota-
kotapelabuhanataupantaidan dalam masa selanjutnya ada yang tinggal di kotapedalaman seperti di Tulungagung dan Jember. Kehidupan menetap ini kemudian membentuk komunitas
-komunitas etnis yang hidup di Pecinan. Mereka tidak hanya menjalin hubungan dengan sesamaetnis,tetapi juga menjalinhubungan denganetnis lain (Reid,1992).Hubunganinilahyang menyebabkan etnis Cina kemudian beradaptasi dengan cara hidup dan tradisi etnis pribumi.
Perkawinan antara orang Cina dengan pribumi tidak terlepas dari konteks historis
perkawinan orangCina dengan orangJawa atauMadura. Beberapainformanmengatakan bahwa perkawinan antaraorang
-
orangCinadengan pribumi sudah berlangsunglama, atau terjadi pada masa-
masa lalu. Salah satu sumber menunjukkan bahwa para pembesar Jawamengambil wanita
-
wanita Cinaperanakansebagai selir mereka (Remmelink, 2002:12),dan sebaliknyapara bupatiCina dari Pesisir utaraJawamenikahiperempuan-
perempuan pribumianak
-
anakparabangsawanJawaatauMadura(Remmelink,2002:13, Wijayanti,2001:216).Kalangan masyarakat biasatidak luputjuga dari tren ini. Mereka orang
-
orang Cina yang datangtanpaistri, kemudian memutuskanmenikah denganperempuanpribumi,baik Jawa maupunMadura.PerkawinaninimelahirkanCinaperanakan,yangsecarafisikmerupakan campurandannantinya dididik dengan budaya campuranjuga.Proses ini jikadilihatsecara historis mengalamipasang surut,adakalanya kecenderungankawincampur terjadi,tetapi adasaatnya mengalami penurunan secara kuantitas terutama ketika telah mulai berdatangan perempuan
-
perempuanCina aslipadaakhir abad ke-
18sampaiawalabadke-
19.Selainitu jugakarenapemerintahBelanda yangberusaha memisahkan antara etnis satudenganyanglain,yang akhimya berdampak pada menurunnyakuantitasperkawinanantar etnis.
Perkawinan antar etnis boleh dibilang mengalamipenurunan,tetapi prosesalamiahini
tidak berhenti secara mutlak. Pergaulan yang lebih sering antara etnis Cina denganpribumi
sering menimbulkan tidak hanya asimilasi bidang budaya dan bahasa, tetapijugaasimilasi
perkawinan. Dari masa kemasa asimilasi perkawinan tetapterjadi. Artikel ini membahas
tentang asimilasi perkawinan antara orang Cina dengan pribumi, yang akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan (1) sejak kapan terjadi perkawinan antara orang
-
orang Cinadengan pribumi;(2)bagaimana perkembanganasimilasi perkawinan dari waktu ke waktu;(3)
mengapa asimilasi perkawinan mengalami pasang surut dan (4) apa dampak dari asimilasi perkawinantersebut.
II.KISAHASIMILASIPERKAWINANDIMASALALU
Pembentukan keluarga merupakan perwujudan dari suatu perkawinan. Hariyono memberikan pengertian tentang perkawinan campur sebagai berikut: Kalau perkawinan itu berlangsung antara individu darikelompoketnis yang berbeda,maka lazim disebut dengan
perkawinan campuratauistilahasingnyaamalgamation (Hariyono,1994:102).Peristiwaini dapat dilacak padazamanakhirMajapahityaitukisahtentangpendiri KerajaanDemak.
Pate RodimatauRaden Patah,disebut
-
sebut oleh sebagian orangsebagaicucu Angka WijayaatauBatara Brawijaya (v) dariMajapahit.Ayah PateRodimbemama Arya Damar,seorangPangerandi Palembang,Sumatra,yang merupakananakdari Angka Wijaya.Arya Damar menikahiseorang Putri Cinadari Champa, yangsebelumnya merupakan istri dari
kemudian dikirim oleh AryaDamar ke Majapahit, kerajaan kakek mereka, namunsetelah dewasa RadenPatah menolak tinggal diMajapahit.Ia punmendirikan Demak, dan kemudian mendeklarasikan perang melawan ayah yang sekaligus kakeknya sendiri, yang berakhir dengankekalahanpihak Majapahit,tahun1475,dan Raden Patah (AdipatiJinBun)menjadi penguasapertamaDemak(TomPires,2014:259).
Ulasantersebut memangmemuatkisah(mitosdanfakta) tentangriwayatRadenPatah
pendiri Kerajaan Demak dan bagaimana peralihan kekuasaan dariKerajaan Majapahit ke
KerajaanDemak,namun dari ulasantersebutbisa dikatakanbahwa perkawinan antaraorang pribumi(Jawa) denganorang CinapadazamanMajapahitsudah berlangsung
.
Perkawinansilangyang terjadidikeluargaklas atasinihanyasebagaisalah satu contohbahwa perkawinan silang bukanmerupakanhal tabu. Jikaperkawinan silang ini sudah terjadi dalam keluarga
elite, dapat diduga bahwa perkawinan silang ini juga terjadi pada masyarakat kebanyakan
(masyarakatbiasa), karenaseperti disebutkan dalam berbagai literatur bahwa padazaman Majapahitsudah ada komunitas Cina di kerajaanini.
Hubungan perkawinansilang merupakansalah satu relasi utama antara wargaLasem
untuk membangunharmoni antara warga di kota ini. Perkawinansilang antaraorangCina
dengan penduduk Jawa, telah terjadi di Kabupaten Lasem, seiring dengan perkembangan
pemukiman Cinadi Binangun. Di daerahsebelahtimurLasemini,pada pertengahanabad XV berkembang pemukiman orang Cina dariCampa yangdiawalioleh Bi Nang Un. Menurut
catatan Akrom Unjiya, penduduk Lasem mempercayai bahwa Bi Nang Un merupakan pengikutLaksamana Cheng Hoyang kemudianmenetap di Lasem. BiNang Unkemudian
mempunyaiputribernama BiNang Ti,yang kemudian menjadiistri dariPangeran Badranala (Adipati Lasem).PadazamanBi Nang Uninilah,orang orangCinamulaimendapattempatdi kerajaan Lasem,yang merupakan bagian dari wilayah Majapahit(Aziz,M,2014:90).
Pada zaman Mataram, raja sering mendapatkan selir
-
selir dari berbagai wilayah dan semua golongantermasuk wanita Cina ( Remmelink, 2002:12). Pemikahan antaretnisjugadilakukan olehpara bupati.AdipatiPesisirBarat,AdipatiJayaningrat yangCinaperanakan menikahdengan satu
-
satunyaputrisahPatihDanureja (Remmelink,2002:13).Perkawinanantaraetnis Cinadenganpribumi jugadilakukan oleh keluargaTjoadari Surabaya. Keluarga Tjoaadalahkeluargayang lebih dari200tahun tinggal diSurabaya. Tjoa pertamayang datang
keJawa,Tjoa KwieSoe,yangtiba diSurabayapadatahun1753.Jikatahun kedatangannya akurat,maka pada waktu itu iabarnberumur 13 tahun.Pada waktu itu Surabayadiperintah
oleh dua orang bupati, yaitu bupati Kasepuhan dan Kanoman, kakak beradik anak Tumenggung Onggojoyo. Keduanya sering berperang. Tumenggung Onggojoyo juga memiliki seorang anakperempuan, bernama Nyai Roro Kinjeng. Pada tahun 1758 kedua bupati itu kembali berperang. Hal itu memaksa Nyai Roro Kinjeng melarikan diri karena diburu oleh para serdadu.Ia bersembunyi di kapal Tjoa Kwie Soe. Peristiwa itu berakhir denganperkawinan antaraTjoaKwieSoedengan Nyai Roro Kinjeng. Pasangan itulah yang kemudian menjadi leluhur sebuah keluarga Cina terkenal di Surabaya hingga sekarang. Perkawinan itu membuat Tjoa KwieSoemenjadiseorang pedagangkaya,sebab sebagaiipar bupati Surabaya, ia mendapat hak istimewa dan memegang beberapa pacht dari VOC
(Onghokham,2009:63).
PerkawinanantaraetnisCina denganpribumijugadilakukanolehkeluarga Han,yang kemudian menjadi penguasa di BesukidanPanarukan. Penguasa
-
penguasaCina di Besuki dan Panarukan(abadke-
18)inimayoritasadalahetnis Cina kelahiran lokal.Merekasebagianbesar memeluk Islam dan menikah dengan perempuan pribumi. Kawin campur atau
amalgamasi sendiri sudah lama dilakukan oleh orang
-
orang Cina di Kabupaten Jember.menikahi putriSultan Sumenep. Hal ini dapat dilihat bahwa ketika Tombe berkunjung ke Besuki,iahanyaditerima olehpatihnyasebabbupatisedangdalamperjalananke Sumenep untukbertemu mertuanya,BupatiSumenep,Natakusuma (Wijayanti,2001:216).Halserupa
jugadilakukan olehperantau
-
perantauCina yanglain.Kawincampur initidak hanyadilakukan oleh kalanganelite Cina ataupribumi,tetapi
masyarakatCina dari stratabawah(orangbiasa),yaitu pendatang
-
pendatangdari negeri Cinadenganperempuan
-
perempuan pribumi. VOCsebenamyaberupaya agarbermacam-
macambangsa yanghidupdiJawatetaphidup terpisahantarasatudenganyang lainnya. Upayaini diwujudkan dalam kebijakan VOC pada 1717 dan 1766 yang secara terang
-
teranganmengeluarkanperaturan yang melarang berlangsungnya perkawinan campurantara orang
Cina dengan orang di luar kelompok mereka, terutama dengan penduduk pribumi (Afif, 2012:55), tetapi yang terjadi pada waktu itu perkawinan
-
perkawinan antar kelompokmasyarakat telah berlangsung dengan secara meluas danpengidentifikasiandengan kultur
JawaIslam telahmerupakannormadi kalangan orang
-
orangCina Peranakanyangbermukim diJawa(Carey, 1985:21).Perkawinancampur iniantara laindisebabkanperantau
-
perantau Cina yangdatang keIndonesia pada umumnya tanpa perempuannya (istrinya). Mereka pada awalnya masih merencanakankembali kenegeri Cinaapabilamereka telahmengumpulkan kekayaan yang
cukupbanyakuntuk hari tuanya,tetapi lamakelamaanmerekameninggalkan gagasanuntuk
kembalike tanahasalnya.Merekakemudian malahhidup dengan perempuansetempat dan menetap diIndonesiauntuk selama lamanya
.
Mereka membentuk komunitas sendiri yangmakin lama makinberbedasecarakultural denganmasyarakat leluhur mereka(Cina), maka
terbentuklah sebuah kelompok yang dalam banyak tulisan tentangnya disebut sebagai golongan peranakan(Gondomono,1996:2
-
3).Perempuan
-
perempuan Cina tidak ikut bermigrasi ke Indonesia dalam jumlah yang berarti sampaimenjelangabad ke-
20.Menurutpenulis-
penulisCina dari Indonesia, halinidisebabkanpelayarandenganjunksangatberat bagi wanita,perjalanannyamemakan waktu lama dan ongkoskapalsangat tinggi,tetapi yang penting pulamenyangkutmasalah tradisi, yang melarangwanita terhormatuntukmengadakanperjalanankeseberanglautan.Mereka yangsudahkawinharas tinggalbersamamertuanya(Wilmott,1960:18),danperempuanCina yangbelum kawin pun tidak adayang bermigrasikecuali merekayang dibelidan diambil sebagai pelacur (gundik). Dalam banyak kasus, migrasi secara illegal masih berlangsung sampai tahun 1894 dan Undang
-
Undang yang ditetapkan lebih menekankan pada wanitadaripada pria. Selain itu meskipun mereka telah mempunyai keluarga di tempat asalnya,
kebanyakan darimerekamengambilwanitapribumi sebagaiistrikeduaataugundik(Copple,
1994:22).Konsekwensinyaanak
-
anak mereka kemudiandididik dengan tradisiibu mereka, maka bisa dikatakan mereka harasberadaptasidengan tradisisetempat,dan kemudian mereka haras jugamenyesuaikandenganbudayakolonial,sehingga sebelum akhir abad ke-
19mereka menganut budayalokal kolonial (Wilmott,1960:18). Blusse menyebut percampuran budayaini dengan strange culture (Blusse,1986) Adanya bentuk budaya yang aneh ini yang merupakancampuranantara budaya Cinadengan budaya lokal dan kolonial menunjukkan bahwa telah terjadi adaptasi yang kemudian menyebabkan adanyaasimilasikulturalantara ketiga unsur budaya tersebut. Namun pada akhir abad ke
-
19 terjadi perabahan orientasibudaya di kalanganetnisCina.
Pembubaran VOCpada akhirabadke
-
18 (1795)sebenarnyajugaberpengarahterhadapkehidupan masyarakat Cina di tempat
-
tempat yang kemudian menjadi wilayah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belandamenerapkan kebijakan-
kebijakanketentuan yang memisahkan antara satu etnis dengan etnislainnya. Penggolonganetnik dalam masyarakat Hindia Belanda menempatkan orang
-
orang Cina pada lapisan kedua setelah orang-
orang Belanda dan Eropa lainnya, dan di atas lapisanketiga yang ditempatiorang -orangpribumi.Dari sistemini,dalamkehidupansosial di mana saja orang-
orangBelanda danEropa menerapkan perbedaandanpemisahanterhadap lapisan dibawahnya. Dalamsistem
pemerintahan misalnya, pemerintah Belanda membentuk dua jalur yaitu pemerintahan kolonial yang diperuntukkan bagiwargaBelanda,Eropaserta orang
-
orangTimur Asing,dan yang lainadalah pemerintahanPamongPrajauntuk orang-
orang pribumi.Segregasi kolonial Belanda ini berhasil menciptakan jarak dalam pergaulan alamiab sehari
-
haripenduduk nusantara.Proses alamiah seperti kawincampur pun menjadipersoalan rumitpadamasaitu,sehinggaprosesalamiahseperti hubungancinta antar insan berbeda latarbelakang suku bangsa dan agama pun sering terganjal kebijakanalaapartheit
.
Dalam novel Bunga Roos dari Tjikembcmg (1927) karangan Kwee Tek Hoay digambarkan tentang hubungan cinta mendalam seorang pria Cina denganperempuanSundayangtidak lazirnpadasaatitu. Novel yang menurut Myra Sidhartaterinspirasikarya Shakespeare, AMidsummer
Night Dream, tersebut menggambarkan dengan jelas ketulusan cinta dan interaksi antar golonganmasyarakatyangmelanggarkelazimanmasa kolonial(Santosa,2012:155).
Tonggak sejarah yanglainyangmenandai perubahanorientasi bagi orang
-
orangCinaadalahperistiwa
-
peristiwaberdarah dimasa lalu.Pada tanggal 23 September 1825,selama bulan-
bulan pertama Perang Jawa(1825-
1830),suatukesatuanpasukan berkuda di bawahpimpinanRaden Ayu Yudakusuma,putriSultanpertamaYogyakarta,melakukan penyerbuan
atasNgawi,sebuahpos perdagangan yangpenting sekaliartinya,yangterletak ditepisungai
Sala.Pos perdagangan tersebut merupakantempatpemukimam bagi sejumlah cukup banyak penduduk bangsaCina,yang terutama terdiriatasparadalal beras,pedagang
-
pedagangkecil serta parakuli, yang untuk sementara waktu membengkakjumlahnya,akibat masuknya parapengungsidari desa
-
desa di sekitamya (Carey, 1974:7).Pasukan Raden Ayu Yudakusuma melakukanpembantaiandipemukimantersebut,tanpa
menghiraukan jerittangisorang
-
orangperempuandan anak-
anak yangmemilukan. Semua orangCina di Ngawidibunuh.Tindakan itu begitumengerikan.Pembantaian inibukansatu -satunyaperistiwa, karenadi seluruh JawaTengahsertadi sepanjang sungai Sala,adegan -adegan yang demikian dilakukan secara berulang ulang, ketika kelompok-
kelompok masyarakat Cinayangterisolir diserang danorang-
orang yang berhasilselamat,melarikan dirike kota-
kotayang adakesatuan-
kesatuantentaraBelandadan tempat-
tempat pemukimanorang
-
orangCina,yangterletak di pantai utarapulau Jawa yang dipandangrelatif lebih aman, bahkan koloni-
kolonimasyarakatCinayang sudah mapan pun,misalnya penduduk penenun Juwana, yang berjumlah 800 jiwa, yang terletak di sebelah timur Bagelen, harus puladikosongkan serta banyak penjaga gerbang tol (bandar) yang dibunuh (Carey, 1986:8).
Dampakdarirudapaksapadaorang
-
orangCinaadalah munculnyaperasaankecurigaan yang mendalam terhadap orang Jawa,dan ini dibalas pula dengan sikap yang sama oleh orang-orang Jawa.
Pangeran Dipanegara sendiri memberikan contoh dengan melarang komandan
-komandannya, untuk berhubungan akrabdenganorang-
orang Cina, bahkan secara khususmelarang merekameminta perempuan
-
perempuanCina peranakanuntuk dijadikan gundik-gundik,karena dia memandang tindakanitumembawamalapetaka.Halini dikarenakandari
pengalamanhubungan dengan gadisCinayang menyebabkan kekalahannyapada tahun 1826
.
Sikap
-
sikap yang demikian itu nampaknya mudah difahami, karena bagaimana pun jugaorang
-
orangCina telah memainkanperanan pentingdalambidangekonomi, merekasebagaiuang.Haliniberlakujugaselamaperiode TanamPaksa (1830
-
1870).Akibat dari PerangJawa(PerangDiponegoro1825
-
1830),padawaktu PerangJawa iniberlangsung dengan sengitnya,orang
-
orang Cina semakin temiotivasi untuk menjauhdari masyarakatpribumidan mereka semakin tidak tertarik untuk mengidentifikasikan diri merekadengan pendudukasli.Hal inisesungguhnyademi kepentingan keamanandanperlindungan mereka,sertadayatarik yangdiberikan yang berupahak
-
hak istimewaberdasarkanundang -undangbangsaEropa,sehingga pilihanmerekakemudian kembalike dalambarisan-
barisan utamakelompokmasyarakatCina (Carrey,1974:22).Perubahanorientasibudayamencapai puncaknya tepatnyapadaawal abadke
-
20yang ditandai dengan perkembangan proses-
proses tertentu di dalam masyarakat Cina yang menghalangiasimilasi sosialbudaya danperkawinan.Perempuan-
perempuanCina aslisejak itu mulai berdatangan diJawa,maka kemudian banyak orangCinaperanakan yang kawindenganperempuanCina asli, sehingga anak
-
anak dari hasil perkawinan itu dididik menurut tradisi Cina daratan, baik dalampenggunaanbahasa, adat istiadat,maupunagama.Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh Pemerintah Kolonial untuk memisahkan masyarakat Cinaperanakan dari penduduk pribumi. Tindakan ini mengakibatkan sejak saat itu mulai berkembangtradisiasliCinaDaratan,dansecaraperlahan
-
lahan mengurangi kontakdengan budaya lokal, sehingga sejak saat itu mulai jarang terjadi perkawinan dengan penduduk pribumi(Coppel:1994).Kondisi ini kemudiandiperkuat oleh perlakuan Pemerintah Kolonialterhadapetnis Cina. Pemerintah Kolonial menempatkanorang
-
orangCinadalam stratifikasi sosial masyarakat HindiaBelandadi atas masyarakat pribumi(Kompas:1995),sehinggadi kalangan etnis Cinamuncul perasaansuperior,sebaliknya muncul perasaanbenci dikalangan masyarakat pribumi, namun demikian meskipun perkawinan antara etnis Cina dengan pribumi memang berkurang,tetapitidakberhenti secara mutlak.Bukti bahwaperkawinanmasih sering terjadidapatdiacu dari pemyataan Go Tjhuwing, seorang mantan guru di Sekolah Baperki di Kabupaten Situbondo, bahwa pada tahun 1923 ayahnya yang datang dari Tiongkok menikah dengan orang Madura (Winami, 2010).
Keluarga Suryanto (Siauw Hwie Tjong),pemilik HotelRosali demikianjuga. Ia mengaku dilahirkan oleh seorang ibuyangberdarah campuranCina Madura,karena neneknyaadalah
seorangperempuanMadura.Hendrikus Suwardi(Tjia TjienWad),Cinaperanakanyanglahir dari seorang ibu Cina dan bapakketurunanJawa(Winami,2010).
Perkawinanantaretnis juga terjadi di tempat lain.Menurut Tan HoenYap (82 tahun) (wawancara tanggal 15
-
11-
2013), penjaga Klenteng Tri Dharama Tjoe Tik kiong, Tulungagung,bahwaperkawinanantara etnis Cinadengan pribumisudahberlangsung sejak dulu.Saudaralaki-
lakinya dan saudara sepupunya,beberapa puluh tahunyanglalu menikahdengan orang Jawa, tetapiiajugamengatakanbahwajarangsekaliperempuanCina menikah dengan laki
-
laki pribumi. Halinimenurutdiabukan karena fanatik, tetapi dalam kepercayaan orangCina diyakini bahwa abu orang Cina lebih tua dibandingkan dengan orangJawa.Sebab lain adalah ada sangkut pautnya dengan susunan kekerabatan. Orang Cina menganut sistempatriarkhat, dimana kekerabatan dirunut dari garis ayah, sedangkan jika perempuan Cina
menikahdengan laki
-
lakipribumiberartikekerabatan mereka ikut ayahnya(Jawa)misalnya.Keluarga lain adalah keluarga Nyah Legi. Tidak jelas siapa nama Cinanya, penduduk
setempatmemanggildengan namaCinaLegi. Cina Legiini sudahmenikah beberapapuluh tahun yang lalu.Laki
-
laki Cinainimenikah denganperempuan pribumi. keluarga-
keluarga campuran tersebut hanyacontoh dari perkawinan antara etnis Cina denganpribumi,karenaIII.ASIMILASIDAN PERKAWINAN ANTARAETNISCINA DENGAN PRIBUMI
DAN BERBAGAIPERSOALANYANGMEINGKUPINYA
Parekh mengatakan (2008a) bahwa dalam masyarakat multikultural,perjumpaanantar
kelompokbisa menimbulkanpersoalankarena duahal yang saling bertolak belakang. Pada satusisi,adalah keharusanbagisebuah masyarakatuntuk memilikiikatanyangmantapdan
stabil. Berkaitandengan hal tersebut,masyarakat memerlukan nilai
-
nilaibudayayangbisa menyatukananggota-
anggotanya,tetapidisisilain,tiap kelompoketnis memilikikeunikannilaidanbudayanya sendiri
-
sendiri.Kondisi demikian kemungkinanakanmenimbulkan permasalahanseriusyang dihadapi Indonesia sebagai negara multikultural yaitu ancaman konflik antar suku bangsa maupun
konflik antara pemerintah dengan kelompok suku bangsa tertentu. Sumber konflik ini seringkali berpangkal padaklaimbahwaadagolongan suku bangsatertentuyangmerasalebih baik dan ungguldibandingkandengan suku
-
suku bangsalainnya.Halini ditambah dengan ketikaproses pemanfaatandanpendistribusiansumberdaya yang dimiliki negara berlangsung tidak adil.Kelompokdominan biasanya menjadi pihak yangpalingdiuntungkan,mengingat secara obyektif merekamemiliki infrastrukturdanakses yanglebih baik dalam mengeloladan memanfaatkan sumberdaya yangada, selain juga karena klaim sepihak bahwa merekalah yang seolah-
olah merasa paling berhak atas pemanfaatan sumberdaya tersebut (Afif,2012:45).Cirilain masyarakat multikultural adalahadanyakecenderungandiantara masing
-masingsuku bangsa untuk mengekspresikanidentitasbudayamerekamelaluicara
-
carayang spesifik seolah-
olah satu dengan lainnya tidak saling berhubungan.
Kondisi ini jika ditampilkansecaraterbukatanpa adakesediaanuntuksaling mengakuidanmenghargai, makapersaingan dankonflik sosial akanmenjadiancamanseriusdalampraktikkomunikasi antar
budaya. Batas batas kesukubangsaan menjadi lebih tegas, suku bangsa mayoritas akan semakin mendominasi suku bangsa minoritas melalui tindakan
-
tindakan yang acapkali diskriminatif (Afif,2012:45).PemerintahRepublikIndonesia sangat menyadari bahwaketerpisahanantara etnis Cina
denganetnispribumiakanmenimbulkan prasangkaetnis yangbisamenjuruskepadakonflik
sosial, oleh karena itu sejak awal kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia telah
menganjurkan pembauran (asimilasi) antara etnis Cina dengan etnis pribumi, termasuk
asimilasi perkawinan. Anjuran pemerintah ini memotivasi beberapa tokoh Cina untuk memikirkan pemecahan problem minoritas tersebut. Bukti respon terhadap anjuran pemerintah adalah berdirinya Baperki, yang memandang bahwa etnis Cina sebaiknya berintegrasikedalam etnispribumidandiakui sebagaisalah satusuku bangsadi Indonesia.
Sikap integrasionis Baperki ditunjukkan dengan mengambil peranaktif dalam mendirikan sekolah
-
sekolah Baperki, yangsecara teoritis terbuka untuk semua orang Indonesia tanpa memandang ras. Organisasi tersebut juga mendirikan perguruan tinggi di Jakarta. Padapertengahan tahun 1959 terlihat kecenderungan condong kepada ideologi tertentu yang menggiring pada pelaksanaan konsep tentang Nasionalis, Agama dan Komunis (NASAKOM),dengan rnaknayangsama sepertiyangdigunakanolehPKI.Baperki memang secara teknis tidak memihak PKI, tetapi Baperki mengumpulkan dana untuk PKI dari
pengusaha
-
pengusahakayaCina. Hal inilah yangmengakibatkan Baperkidianggapsebagai underbowPKI,sehinggapascaPeristiwaG30 SPKI 1965 Baperki dianggap sebagaiagen PKI (Copple,1994:90).Ide asimilasisebenamyabukan ide barn.Ide asimilasi diIndonesiasebenarnyasecara politis sudah dicetuskan oleh PartaiTionghoa Indonesia (PTI)sejaktahun 1932. Partaiini
didirikan dengan tujuan untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Partai
CinamaupunChungHwaHuiyangproBelanda, yang didukung oleh orang
-
orangCina kaya. Program PTI ini adalah memperjuangkan status dominion untuk Indonesia dan kewarganegaraan tunggal bagi semua orang, tanpa melihat dari rasapa. Anggotapartaiiniterbatas bukan karena keradikalannya, tetapi karena partai tersebut terlalu maju untuk
zamannya(Greif,1991:7
-
8).Kelompoklain yang berbedapandangan dengan BaperkiadalahLembagaPembinaan
Kesatuan Bangsa (LPKB) yang berdiri pada tahun 1963. Pendiri organisasi ini adalah
sejumlah orangCinaperanakan yang beragamaKristenatau seringdisebut golongankanan
yang membentuk kelompok sendiridan telahmendeklarasikanPiagamAsimilasipadatahun
1961.Orang
-
orangCina peranakaninibertekatuntuk menjadi orangIndonesiamurnidanpatriotik seperti disebut pada Sumpah Pemuda tahun 1928,untukmewujudkan satu bangsa,
satutanah air dan satu bahasa. Dalampandanganmereka,untuk menjadi OrangIndonesia
yangmurni danpatiotik orangCina lokal harus dilebur ke dalampendudukIndonesia asli, sehingga kaum minoritas Cina tidak lagi menjadi suatu kelompok tersendiri. Merekajuga
menganjurkanmayoritas orang Indonesia untuk menerima keinginanalamiah tersebutserta
membantuberlangsungnyaprosesasimilasi(Suryadinata, 2002:50).
Tokoh yang mempolopori kelompok ini adalah Lauwchuantho (Lauw Chuan Tho:
kemudian setelahmasukIslamgantinama Junus Jahja),seorang ahli ekonomi berpendidikan Rotterdam.Ia beranggapan bahwa apabila kaum minoritasCina tetapmerupakankelompok
sendiri (Junus Jahja menyebut kasta), mereka akan terus menerus menjadi obyek diskriminasi
.
Junus Jahja memandang bahwa satu-
satunya cara untuk menghilangkan diskriminasi adalah melalui asimilasi ke dalam penduduk Indonesia. Ia menyangkal pandangan yang mengatakan bahwa situasinya belummatanguntuk prosesasimilasi karena masih ada peraturan yang mendiskriminasi orang Cina dengan mengemukakan cara menghilangkan diskriminasi (Suryadinata, 2002:50).Alasan yang lebih rinci dikemukakan oleh Ong Hok ham (Onghokham).Pada waktu itu dia seorang mahasiswa (programdoktor)yangberpengaruhdiJawa.Ia berpendapatbahwa
pemisahan diri orang
-
orang Cina sering disebabkan oleh kaum minoritas sendiri, yang mempertahankan identitas kelompok yang eksklusif. Ia memandang bahwa, halangan-halangandari mayoritas diIndonesiainisedikit sekalidan kesukaranterbesar terletak pada
minoritas. Rintangan
-
rintangan di Indonesia,seperti agama,adalahkecil. Prasangkawamakulit dan ciri
-
ciri rasial hampir tidak ada. Rintangan-
rintangan lain seperti adat-
istiadat, larangan-
laranganbeberapamakananharamdanlain-
lainsemakin tidak terasa dikota-
kota dan juga hal-
hal ini bukan merupakan hambatan besar dalam berasimilasi (Suryadinata, 2002:51).Ong juga mengatakan bahwa pemerintah mungkin merencanakan untuk menerapkan
program asimilasi orang
-
orang Indonesia keturunan Cina ke dalam masyarakat mayoritasdengan cara tidak menganggap minoritas sebagai suatu kelompok tersendiri, dengan mendirikan sekolah campuran, dan juga dengan cara menganjurkan kaum minoritas Cina untuk mengubah nama
-
nama mereka menjadi nama Indonesia. Ong berpendapat bahwa langkah yang dilakukan menuju persatuan amatlah penting. Persatuan ini dapat dicapaimelalui asimilasi,sehinggasifateksklusif kaumminoritasakanlenyapdanhubunganantara
minoritas dan mayoritas menjadi lebih baik, selanjutnya akan bertambahlah perkawinan campuran.Carademikian menurutOng,menyebabkanasimilasimudah tercapai,baiksecara
biologis,ekonomis,sosial,politismaupunbudaya (Suryadinata,2002:52)
.
Ide Asimilasi tersebut akhirnya tidak hanya sebagai respon dari orang orang Cina tertentu, tetapi untuk menyelesaikan permasalahan etnis Cina ini, Presiden Suharto
dilihat sebagai instrumen dari Partai Komunis untuk memisahkan orang Cina daripribumi. Kebijakan asimilasi total ini memaksa orang Cina untuk menghilangkan segala bentuk identitas, budaya dan tradisi mereka, yang diterapkan pada seluruh aspek kehidupan
berbangsa, misalnya aksara Cina dilarang, termasuk impor, mengedarkan,
memperjualbelikanbarangyang memakaiaksara Cina.PendidikanyangberbahasaCina juga
dilarang(Darmawan,2014:4).
Kebijakan asimilasi pada zaman Orde Baru bisa dibilang berdampak kuat, secara sosiokultural,dampak asimilasi terhadap orang
-
orang Cinadi Indonesia juga sangat kuat. Orang-
orang Cina yang berusia di bawah 40 tahun kehilangan identitas Cina mereka.
Sebagian besar dari mereka yang termasuk kategori ini tidak mampu berbahasa Cina,
merasakan diri mereka sebagai orang Indonesia, dan baru kemudian sebagai orang Cina (Dawis 2010:117,Darmawan,2014:6).Bagaimana denganasimilasi perkawinan?
Program asimilasi dalam operasionalnya pada zaman Orde Baru didukung dengan peraturan
-
peraturan yang bisa menggiring orang-
orang Cina agar membaur dengan masyarakatmayoritas. Peraturan-
peraturan pentingyangberkaitan dengan asimilasi adalah:(1)Keputusan PresidiumKabinetNo.127/U/Kep/l2/1966, tentangperaturan gantinamabagi
WNI keturunan Cina; (2) Inpres No.14/1967, pembatasan terhadap perayaan agama,
kepercayaan, dan adat istiadat Cina(Barongsai,Arak
-
arakan, Tua Pekong, Liong dan PehCun)
-
,
(3) Kep.Menperindagkop No 386/KP/XII/1978, tentang larangan mengimpor,memperdagangkan,dan mengedarkan semua jenisbarang cetakan dalam huruf/aksara dan Bahasa Cina (Mely G
.
Tan,1983:114).
Khusus tentang asimilasi perkawinan belum diatur dengan peraturan tersendiri, tetapi pada tahun 1960, pemerintah Indonesia masihmemperbolehkan pemikahan lintas etnis yang berbeda agama. Akan tetapi, pada zaman
sekarang,pemerintahtidak memperbolehkan dengan ketetapan undang
-
undang perkawinan No.12Tahun1974. Dengandemikian perkawinanantaretnis yang berbeda budaya dan tradisi tidak dilarang, namun harus selaras agamanya. Perkawinan silang lintas etnis dan agamaini merupakankecenderungan untuk saling mengakomodasi dan menjembataniperbedaanlatar belakangindividu agar menjadi bagian darikelompokdominan.Hal ini sesuai denganapa yang dikatakan oleh Berscheid dan Ammazzalorso (2004), bahwa hubungansosialyang lebih eratantarake dua etnis karena pertama adanyainteraksi
sosial. Interaksi sosial memungkinkan individu
-
individu yang terlibat dalam interaksi tersebut lebih bisa saling mengenalsatu samalain, sehingga kerjasamaakan lebihmudah terbangun.
Kedua,adanya kedekatan.
Kedekatanini akan tercipta ketikapihak-
pihak yangberinteraksi memersepsi adanya kesamaan
-
kesamaan unsur pembentuk identitas mereka.Persamaan identitas ini selanjutnya akan mempermudah mereka untuk mencapai kesepakatan
-
kesepakatan tertentudalam interaksi sosial. Ketiga,adanya kedekatanemosi. Setiap hubungan sosial yang dekat selalu mensyaratkan adanya ikatan emosional yang kuat antarapihak-
pihakterlibat. Kondisi ini dicirikan olehadanyakebangkitan (arousal)ketika mereka dihadapkan pada permasalahan-
pennasalahan yang dapat mengundang sensitivitas dan keterlibatan untuk bertanggungjawabterhadap dampak-
dampak yangditimbulkan olehpermasalahan tersebut.
Perkawinan antara etnis Cina denganpribumi bilamengacupadatiga syarat tersebut, syaratkedua lebihcocokuntukmelihatperkawinan campur tersebut,yaitukedekatan yang terbentuk akibat persamaan identitas diantara mereka. Kesamaan Identitas ini terutama
kesamaan identitas agama
.
Identitas sebagai seorang Islam atau agama lain misalnya.
Protestan)melainkan jugapadaagamaIslam. Halini dapatdilihat bahwa Perkawinancampur
antara etnis Cina dengan Orang pribumi pada zaman Orde Bam semakin sering terjadi. Perkawinan antar etnis kalau dulu yang sering terjadi adalah antara laki
-
laki Cina denganperempuanMadura, namun di kemudian hari (zaman OrdeBam)sudah adaperempuanetnis Cina keturunan yang kawin denganlaki
-
laki pribumi padahal kejadiansemacam ini dulu langka terjadi. Hal ini disebabkan sudah bembahnya pandangandi lingkungan masyarakat Cina tentang perkawinan. Generasi tua yang pada umumnya dulu menganggap tabu perkawinan antara perempuan Cina dengan laki-
laki pribumi yang menumt tradisi Cina dianggap lebih muda daripada etnis Cina, lama kelamaan sudah mengalami pergeseran. Mereka memang masih menganjurkan perkawinan sesama etnis, namun apabila tidak dipatuhi oleh anak-
anak mereka, mereka tidak mempermasalahkannya. Generasi mudanya mpanya juga sudah mempunyai pandangan lain tentang perkawinan mereka (Wawancara dengan Endang S,KaryawanUnivcrsitasJembertanggal3 Juni 2006).Bambang Kumiawan (Chien Sik Tjhen) mengatakan bahwa perkawinan campur
sebenamyasejakdulu tidak lagi masalah bagi orang
-
orang Cina,bahkan sekarang banyak sekali yang menikah dengan orang pribumi. Laki-
laki Jawa ada yang menikah denganperempuanCina. Orangtuazaman sekarangsudah memberikankebebasananaknyamemilih
jodohnya sendiri, namun menumtnya, kendala yang sering menjadi masalah jika berbeda
agama(Wawancaradengan Bambang Kumiawan,27 Mei 2013).
Perkawinan karenaberlatar belakang kesamaan agama ini(Islam),misalnya perkawinan
Han Hwie King,yang setelah masuk Islam telah memilih wanita pribumi asal Kebonsari Jembermenjadiistrinya(Hudaya, 2014:66).PenjagaKlentengTITDPAILIENSANJember
HasanBasrijugamengatakanbahwasejakdulu sudah banyak orang
-
orangCina di Jemberyangmenikahdengan pribumi(Jawa/Madura).Diayang sudahmemeluk Islam,jugamenikah dengan perempuan pribumi. Anak
-
anaknya memeluk Islam dan sebagian menikah denganpribumi.Pendiri KlentengTITD PAI LIEN SAN,menikah dengan orangpribumidari desa PantiKecamatanPanti Jember,rnaka dari itu klenteng didirikan diDesaPanti (Wawancara
dengan Hasan Basri, 27 Mei 2013). Mantan Rektor Universitas Jember yang beragama Katolik memperistri seorang perempuan Cina dari Jember, kemungkinan juga karena
kesamaanagama. Inihanyabeberapacontoh perkawinan campur.Penelitibelum menemukan data/jumlahperkawinancampur antara orangCina denganpribumi.Datayangsudah sangat lamaditemukanyaitudatadari tahun1998.
Tabel l.Jumlah Kawin Campur Yang SudahDilakukanOleh Etnis Cina KeturunanTahun 1998
No
.
Kecamatan Jumlah1 Sumbersari 37
2 Kaliwates 75
3 Patrang 22
Sumber:BadanKependudukandanKantor
CatatanSipil KabupatenJember1998.
Perkawinan campur tidak jarang terjadi di Kabupaten Situbondo. Beberapa keluarga
campuran sebagai contoh, yaitu keluarga Hendrikus Suwardi. Dia mengaku bapaknya
keturunanJawa(CinaJawa),dan dia sendiri menikahdenganperempuanMadura. Suryanto
asli,tetapidia menamai anak
-
anaknyadengannama Indonesia dan tidak menggunakan nama marga (nama Cina)(Winarni, 2009).ContohlainGo Tjhuingseorang mantan gum Sekolah Cina (SekolahBaperki)di Situbondo mengatakan bahwaayahnyayangberasal dari Tiongkokpadatahun 1923 menikah dengan orang Madura. Saat ini ada beberapa keluarganya yang
menikahdenganorang pribumi (Winarni, 2012:202). Pada saatinisemakinbanyak terjadi
perkawinan campur antaraetnis Cina dengan pribumi.
Orang
-
orang Cina di Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung sebagai contohasimilasi perkawinan.Perkawinanantaraorang
-
orangCina denganpribumidikecamatan ini, terutamadiDesaBendosaridanDesaNgantru sudah berlangsung lama.Padasekitartahun1972
-
an, ketikapeneliti menempuh pendidikandiSMPNgantru,mempunyaibeberapatemanyang Cina peranakan. Mereka ayahnya Cina, ibunya Jawa. Misalnya keluarga Cina Legi
(namaterkenalnya)adalahkeluargacampuranCinadanJawa.(observasi lapangan,Agustus 2013). Berdasarkan penuturan orang Cina sendiri belumbanyaknyagadisCina yang menikah denganpribumi, alasannyaadalah untukmempertahankanmarga,karena nama marga berasal dari pihaklaki
-
laki (ayah). Contoh lain adalah keluarga Goleong. Anak laki-
lakinya yang bemama Bing menikah dengan gadispribumi. Keluarga Tiong,salah satu anak laki-
lakinya juga menikah dengan gadis pribumi. Napsih, gadis pribumi dinikahi oleh laki-
laki Cina. JarangnyaperempuanCina kawin denganpribumilaki-
laki,sudahlamamulai luntur.Hal ini terbukti bahwa gadisCina juga sudah banyak yang menikah dengan pribumi. Contohnyaadalah anak perempuanHwie,penjualjamu terkenaldari desa BendosariKecamatanNgantru
dinikahi Didik yang pribumi yang tidaklainadalahpegawainyaditoko tersebut(Penelitian lapangan: Agustus 2013). Anak Sulung Hwie yaitu Cong Yang menikah dengan Tipuk
tetangganyasendiri.Masihbanyakcontoh lainyangtidak bisadisebut satupersatu.
IV. DAMPAKPERKAWINAN ANTARETNISTERHADAPKEHIDUPAN BUDAYA DAN TRADISI
Akibat perkawinan dengan penduduk pribumi yang temyata tidak bisa dihindari,
menyebabkan terbentuknya generasi barn dari ras campuran. Perkawinan campur antara
orang Cina dengan oranglokalbertujuan agar orang
-
orangCinadapatmenjadibagiandaribangsaIndonesia yangtidak harus dimusuhi dan dipersalahkan,namun demikian masih ada
kendalayang menghambat perkawinan antaretnisini. Beberapa informanpribumi mengaku bahwamereka kurang sregjikaanaknya menikah dengan orang Cina.Perkawinan ituperlu
dihindari jika bisa. Mereka mengatakan bahwa faktor budaya yang menyebabkan mereka berfikir dua kaliuntukmenikahkananaknya denganseorangCina.Mereka memilikibudaya yangberbedadengan orangpribumi,makamenurutmereka akan adakemungkinananak
-
anak mereka akan terkuciljikaberkumpul dengan keluarga suaminya.Halsebaliknya yang terjadipada orang
-
orangCina adalah masalah agama. Perbedaan keyakinan menyebabkan mereka tidak menikah dengan orangpribumi.Asimilasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkat lanjut. Proses asimilasi
menyebabkanadanyaupaya
-
upaya mengurangi perbedaan-
perbedaan yang terdapatantaraperseorangan atau kelompok manusia. Usaha mengurangi perbedaan ini dilakukan menyebabkan peningkatan kesatuan perilaku, sikap, dan proses
-
proses mental dengan memperhatikan kepentingandan tujuan bersama.Bila individu melakukan asimilasidalamsuatu kelompok orangatau masyarakat,berartibudayaindividudalamkelompokitumelebur menjadisatu. Setelahitu lahir kebudayaanbarn. Prosespeleburanitubiasanya diikutioleh
pertukaranunsur
-
unsur budaya.Pertukarantersebutbisaterjadi jikasuatukelompok tertentu menyerap kebudayaan kelompok lainnya.Harowitz(1981:115)mengatakan bahwaasimilasikelompok etnik saling berinteraksi. Perubahan identitasini dapat berupa penyempitanatau
peleburanbatasan etnik.Proses peleburanbatasan
-
batasan (boundariest)identitas etnis yang terjadi menandai adanya masing-
masing kelompok etnik yang mungkin mengalamiperubahan. Dalam konteksiniHarowitz menyebutnya sebagaiproces of ethnic fusion and fission
.
Proses asimilasi dengan demikian menyebabkan berakhimya kebiasaan lama dan menerima kehidupan barn. Kelompok atau individu dalam proses ini mengalami
pengintegrasian proses belajar, yaitu belajarperaturan peraturan formal, yang merupakan landasan norma
-
norma masyarakatyang akan dimasuki. Fase asimilasi dengan intensitas integratifnormatif akhimya tercapai, yangpada gilirannya akan tercipta kesamaan selera,norma dan kepentingan
-
kepentingan. Integrasi oleh individu atau kelompok pendatang terwujud sajatidak cukup,sebaliknyaperan kelompok penerimatetapharas diperhitungkan.Kelompok penerima diharapkan bisa memunculkan pengakuan bahwa individu atau
kelompok pendatangsudah lama bergaul dengandirinya,sehingga merekadianggapsebagai anggota dalam kelompok {in group )
.
Asimilasi dengan demikian dapat dikatakan sebagaiprosesdua arah,di satu pihak(dari segi pendatang)adalahpenetrasidan ditinjau dari segi
kelompok penerima ialahproses pengakuan.Demikianhalnyadengan asimilasiperkawinan.
Asimilasitidak hanya menyebabkan perubahansecarafisik,tetapi jugaperubahantradisi
perkawinan. Bagi orang Cina secara tradisi masalah perkawinan ada kaitannya dengan
pranata. Dalam halini perkawinan merupakanurasan danuntukkepentingan orang tua serta
keluarga,dansama sekali bukankarenakeinginan,apalagi persetujuan,duamuda
-
mudi yangakan menikah sendiri. Keinginan atau pendapat para muda
-
mudi itu tidak perludipertimbangkan oleh orang tua. Perkawinan sering dianggap sebagai mengambil dan memperoleh menantuperempuan ,dipandang dari kepentingan keluaraga calon mempelai
laki
-
laki, dan sekali lagi, bukan untuk memperoleh jodoh atau teman hidup seseorang.Anggapan ini menunjukkan bahwa tujuan utama perkawinan adalah demi kepentingan
keluargamempelai laki
-
laki, yaitu untukmemperolehanak laki-
laki agar bisa meneraskan garisketuranan keluarga (Gondomono,2013:200). Tradisiinilama-
lama mengalami erosi karena dengan perkawinan antar etnis menyebabkan perubahan sudut pandang tentangperkawinan, jika semula perkawinan secara tradisi untuk kepentingan keluarga, berabah
secara perlahanmenjadikepentingan anak(individu),sehingga bisadikatakanperubahandari kolektivistismenjadiindividualistis.
Dampaklebih lanjutdariperkawinanantaretnis adalahterancamnya budayadan tradisi
dari masing
-
masing etnis, bahkan terjadi penyempitan budaya dan tradisi masing masing etnis, teratamayangminoritas. Halinidisebabkan anak-
anak dari hasilperkawinantersebut kemudian hidup menurut budaya dan tradisi ibunya, misalnya menyangkut bahasa, caraberpakaian,pola kehidupansehari
-
hari,polamakan dan lain-
lain. Ada kalanya budaya dan tradisi itu melebur jadisatudan terjadilah akulturasiantarabudaya etnis Cina dengan budaya pribumi.V
.
PENUTUPA
.
KesimpulanDaripembahasan dapat disimpulkan bahwa perkawinanantaraorang
-
orangCinadengan orang-
orang pribumi sudah berlangsunglama, yaitusejakawal-
awal kedatangan orang-
orangCina diJawa.Halini terbukti bahwa padazamanMajapahitsudahteijadiperkawinan dengan
Jikaperkawinansilanginisudahterjadidalam keluarga elite,dapatdidugabahwaperkawinan
silang ini juga terjadi pada masyarakat kebanyakan (masyarakat biasa), karena seperti
disebutkan dalam berbagai literatur bahwapadazamanMajapahitsudah ada komunitas Cina di kerajaanini.
Pada masa
-
masa selanjutnya asimilasi perkawinan ini masih terns berlangsung,meskipun mengalami pasang surut.Hal ini bisadilihatdariproses perkawinansilangdimasa lalu,misalnyapadazamanYOCcenderungada trenperkawinan silang antara orang
-
orangCina dengan pribumi, tetapi menjelang akhir abad ke XIX terjadi penurunan. Hal ini disebabkanpada akhirabadXIX sampaiawal abadXXsudah banyak perempuan
-
perempuanCinayang dating diJawa. Sebab lain karena adanyaperubahanorientasioplitikdanbudaya orang
-
orangCina.Karenasemakinkuatnya kedudukan BelandadiJawa,maka mereka lebihsuka beradaptasi dengan pemerintahcolonialdaripada dengan penguasa pribumi.Demikian dengan zaman Indonesia merdeka.Trenkenaikanperkawinansilang terjadipadazaman Orde
Barn, karena asimilasi bukan lagi merapakan peristiwa alami tetapi sudah diformalkan dengan kebijakanpemerintahRI.
Asimilasi perkawinan tidak hanya menyebabkan perubahan secara fisik, tetapi juga
perubahan tradisi perkawinan. Menurut tradisi perkawinan ada kaitannya dengan pranata Bagi orang Cina secara tradisi masalah perkawinan ada kaitannya dengan pranata.
Perkawinandalambudaya orangCinamerapakanurasandan untuk kepentingan orangtua
serta keluarga,dansama sekali bukankarenakeinginan,apalagi persetujuan,duamuda
-
mudiyang akan menikah sendiri
.
Keinginan atau pendapat para muda-
mudi itu tidak perludipertimbangkan oleh orang tua. Perkawinan sering dianggap sebagai mengambil dan
memperoleh menantuperempuan ,dipandang dari kepentingan keluaraga calonmempelai
laki
-
laki, dan sekalilagi,bukan untuk memperoleh jodoh atautemanhidup seseorang.Tradisiini lama
-
lama mengalami erosi karena dengan perkawinan antar etnis menyebabkan perubahansudut pandangtentangperkawinan,jikasemulaperkawinansecaratradisi untukkepentingan keluarga, berabah secara perlahan menjadi kepentingan anak (individu), sehinggabisa dikatakanperubahandari kolektivistis menjadi individualistis.
Dampaklebih lanjutdariperkawinanantaretnisadalahterancamnyabudayadantradisi
dari masing
-
masing etnis, bahkan terjadi penyempitan budaya dan tradisi masing masing etnis,teratama yangminoritas.Hal ini disebabkan anak-
anakdari hasil perkawinantersebutkemudian hidup menurut budaya dan tradisi ibunya, misalnya menyangkut bahasa, cara
berpakaian,pola kehidupansehari
-
hari,pola makandanlain-
lain.Adakalanya budayadan tradisi itu meleburjadisatudanterjadilahakulturasiantarabudayaetnis Cinadengan budaya pribumi.B.Saran
Asimilasi perkawinan merapakan asimilasi tingkat tinggi, karena dengan asimilasi perkawinan bisa diharapkan terjadinya peleburan antaretnis, yang bisa berdampak pada luntumya perbedaan
-
perbedaan dan mengikis syak wasangka antaretnis. Oleh karena itusaran terhadap pemerintah agar kebijakan
-
kebijakan yang berkaitan dengan perkawinanantaretnistidakmenyulitkan. Saran terhadapmasyarakat agar lebih terbuka terhadap etnis yangberbeda,bersikap adil, tidak memeliharaanggapan negatifterhadapetnis lain,saling
DAFTARPUSTAKA
Afif,A., (2012).Identitas TionghoaMuslimIndonesia:Pergulatan Mencari Jati Diri
.
Jakarta:Kepik.
Agus Wijayanti, P., (2001). Tanah dan Sistem Perpajakan Masa Kolonial Inggris
.
Yogyakarta: Tarawang.Aziz, M
.
, Lasem Kota Tiongkok Keeil: Interaksi Tionghoa Arab dan Jawa dalam SilangBudayaPesisir
.
Yogyakarta:Penerbit Ombak.Badan Kependudukandan Kantor CatatanSipil Kabupaten Jember
Berscheid,E&H
.
Ammazzalorso,(2004). EmotionalExperienceinClose Relationship, in Marilinn B.
Brewerand Miles Hewstone(eds.
).
Emotion and Motivation,
UK: Blackwell Publishing Ltd.Blusse,L
.
, (1986).
Strange Company,Chinese Settlers,
MestizoWomenand The Dutch in VOCBatavia,
Foris Publications, Dordrecht Holland/Riverton,U.S.A.Carey,P., (1985).OrangJawaDan MasyarakatCina (1755-1825),PTPustaka Aset, Jakarta. Carey, R, (1974). Changing Perceptionsof Chinese Communitiesin CentralJava, 1755
-1825.Indonesia.No37.April 1974.
Coppel,C.A., (1994).Tionghoa Indonesia DalamKrisis
,
PT.PustakaAset,Jakarta.Darmawan,D., (2014).IdentitashibridOrangCina
.
Yogyakarta: GadingPublising. Dawis,A.,(2010).OrangIndonesiaTionghoa MencariIdentitas,Jakarta:Gramedia. Gondomono,(2013).
Manusiadan Kebudayaan Han,
Jakarta: Penerbit BukuKompas.
, (1996). Membanting Tulang Menyembah Arwah, Kehidupan Kekotaan
Masyarakat Cina
,
FakultasSastraUI, Jakarta.Gordon, M
.
M.
, (1968).
Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, andNational Origins
,
Free Press,NewYork.Hariyono,R, (1994).Kultur Cina danJawa: PemahamanMenujuAsimilasi Kultural
.
Jakarta: Pustaka SinarHarapan.Harowitz, D.L., (1985). Ethnic Groups in Conflict
.
Berkeley, Los Angeles. London: Universityof CaliforniaPress.Hudaya, N.,(2014). Pengaruh Kebijakan PemerintahIndonesiaTerhadap Kehidupan Etnis TionghoadiBidang Politik, SosialBudayadanEkonomi di KabupatenJember
Pada Masa Reformasi Tahun 1998
-
1912.
Skripsi Pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra,UniversitasJember.
Idi,A.,(2009). Asimilasi Cina Melayu di Bangka,Tiara Wacana Yogyakarta. Kompas,(1995)
.
MenjadiIndonesia.
Jakarta:PT GramediaPustakaUtama.
Labovitz,SdanRHagedorn, (1982). MetodeRisetSosial
,
Erlangga, Jakarta.Onghokham,(2009).Riwayat TionghoaPeranakandiJawa.Jogyakarta:Komunitas Bambu. Pires, T
.
, (2014).
SumaOriental: Perjalanandari Laut Merah keCina& Buku FranciscoRodrigues
.
Jogyakarta:Penerbit Ombak.Reid,A., (1992).Southeast AsiainThe Age ofCommercevolII
,
New Haven:YaleUniversity Press.Remmelink, W.G.J., (2002). Perang Cina Dan Runtuhnva Negara Jawa 1725
-
1743.
Jogyakarta:Penerbit Jendela.Santosa,I
.
, (2012).
PeranakanTionghoadi Nusantara:catatanPerjalanandari Barat KeTimur.Jakarta:PenerbitBukuKompas.
Suryadinata, L
.
, (2002).
Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia (Jakarta: PustakaLP3ESIndonesia.
, (1999)
.
EtnisTionghoadan PembangunanBangsa,
LP3ES, Jakarta.
Tan, M.G., (1983). Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, Suatu Masalah Pembinaan
Kesatuan Bangsa.Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Winarni, R. dan Raharsono,L. S., (2009). Ingin Menjadi Pribumi: Studi tentang Strategi
Adaptasi Orang Orang Tionghoa dalam Bidang Politik, Sosial dan Budaya di
Kabupaten Situbondo(Jember:Laporan Penelitian)
Winarni, R., (2010). Para Penguasa Cina di Ujung Timur Jawa: Studi Tentang Peranan
Orang
-
Orang Cina dalam Bidang Politik dan Pemerintahan di Wilayah Eks Karesidenan Besuki Akhir Abad ke-
18 Awal Abad ke-
19 Laporan Penelitian Jember.
LemlitUniversitasJember.,(2009)
.
Cina Pesisir:JaringanPerdagangan Cina di Pesisir Utara Jawa Abad XVIII.Kute:PustakaLarasan,him.161.W.Greif, S.,(1991).WNI: ProblematikOrang Indonesia AsalCina
.
Jakarta: GrafitiPress.Wilmott, D
.
E.
, (1960).
The Chinese of Semarang: A Changing Minority in Indonesia,