• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Inflasi - PENGARUH INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TARIF PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK YANG DIMODERASI OLEH KEBIJAKAN AKUNTANSI (Studi Kasus Pada Perusahaan Food and Baverage Yang Terdaftar Di BEI Periode 2015-2017) - UMBY re

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Inflasi - PENGARUH INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TARIF PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK YANG DIMODERASI OLEH KEBIJAKAN AKUNTANSI (Studi Kasus Pada Perusahaan Food and Baverage Yang Terdaftar Di BEI Periode 2015-2017) - UMBY re"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Inflasi

2.1.1. Pengertian Inflasi

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang.

Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:

a. Indeks biaya hidup (customer price index).

b. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index). c. GNP deflator.

Indeks biaya hidup mengukur biaya/pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup.

(2)

dalam cangkupan barangnya. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibandingdengan indeks kedua diatas. 2.1.2. Dampak Inflasi

(3)

informasi ahli mengenai teori teori inflasi dan dampak inflasi dapat bermanfaat.

2.1.3. Penyebab Terjadinya Inflasi

Inflasi terjadi karena naiknya permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi ini terjadi karena meningkatnya permintaan total yang berlebihan sehingga memberi pengaruh pada harga barang atau jasa. Meningkatnya permintaan terjadi karena masyarakat memiliki dana yang cukup, kasus ini membuktikan bahwa uang yang beredar di masyarakat lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Karena banyaknya uang yang beredar maka daya beli masyarakat akan meningkat sehingga mengakibatkan harga yang meningkat.

Inflasi karena biaya produksi (Cost Pust Inflation)Inflasi ini terjadi karena adanya peningkatan biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang yang dipasarkan. Kenaikan harga yang yang terjadi pada tingkat produsen mengakibatkan barang yang dijual akan mengalami kenaikan untuk menutupi dana produksi.

(4)

2.1.4. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Inflasi

Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah dengan melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fisikal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan (Nopirin, 2013).

(5)

menggunakan kekuatan tersebut untuk mendukung kebijakan yang diambil.

Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan output ini dapat diacapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambanya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Prof. Simon Kuznet, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

(6)

infrastruktur yang meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur teknis, infrastruktur sains, kesehatan dan lingkungan hidup, serta pendidikan. Selain lemahnya faktor produksi komplementer tersebut, kualitas pembangunan manusia Indonesia juga dinilai masih rendah. Berdasarkan data dari UNDP pada tahun 2011, kesenjangan indeks pembangunan manusia Indonesia, baik dengan peer-groupnya maupun dengan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, pasca krisis 1998 semakin melebar. Hal ini berarti bahwa kualitas manusia Indonesia yang diukur dari pendidikan, kesehatan dan pendapatan, masih rendah secara relatif dibandingkan dengan negara lain, sehingga akan berdampak terhadap rendahnya tingkat daya saing perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

2.2.3. Manfaat Pajak Bagi Pembangunan

Hartanti, 2015 hampir setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dibiayai dari dana pajang yang telah dikumpulkan oleh masyarakat. Sebagaimana di ketahui bahwa dalam APBN terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan:

a. Penerimaan dari sektor pajak. b. Penerimaan dari sektor migas. c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.

(7)

pajak merupakan sumber terbesar penerimaan Negara. Dari tahun ke tahun, penerimaan pajak selalu meningkat dan memberi adil yang besar dalam penerimaan Negara. Neneng Hartanti dalam bukunya pengantar perpajakan 2015 menjelaskan, System perpajakan dikatakan efektif apabila mampu memberiakan manfaat maksimal bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini akan terjadi dengan syarat:

a. Jumlahnya memadai sehingga mampu menopang berbagai kegiatan pemerintah untuk melakukan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik.

b. Strukturnya mencerminkan keadilan dalam perpajakan, artinya orang-orang yang lebih kaya dikenakan beban pajak yang lebih tinggi daripada orang-orang yang lebih miskin.

c. Penggunaannya tepat sasaran, tugas pemerintah meyakinkan masyarakat bahwa pajak yang dipungut dari masyarakat memenuhi azas keadilan dalam perpajakan.

2.2.4. Manfaat Pajak Bagi Perekonomian Dan Masyarakat

Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Dengan membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat:

a. Fasilitas umum dan infrastuktur, seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan puskesmas.

(8)

perumahan.

c. Subsidi atas bahan bakar minyak dan pangan. d. Dan pemilu

e. Pengembangan alat trasportasi massa, dan lain-lain.

Uang pajak juga dipakai oleh Negara untuk memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan membayar utang-utang Negara, menunjang usaha mikro, kecil, dan menegah sehingga perekonomian dapat terus berkembang Hartanti,( 2015).

2.3. Tarif Pajak

2.3.1. Pengertian Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan. Keadilan dapat diartikan dalam prinsip (undang-undang), ataupun adil dalam pelaksanaannya sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu unsur dalam mencapai keadilan melalui penetapan tarif pajak, yaitu dengan memberikan tekanan yang sama kepada wajib pajak. Tarif pajak adalah besarnya nilai yang digunakan untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku Hartanti, (2015).

(9)

dasar pajak atau objek pajak, Rismawati Sudirman dan Antong Amirudin, (2012:9). Sedangkan menurut Suparmono dan Thersia Woro Damayanti, (2010:7) Tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Secara umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persentase. 2.3.2. Dasar Hukum Dan Pengukuran Tarif Pajak

(10)

pemerintah dan mewajibkan wajib pajak bagi individual untuk tertib membayar pajak.

(11)

Sedangkan yang diatur dalam PP no 46 adalah Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam PP tersebut diatur juga tentang kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan aturan ini.

a. Wajib Pajak badan yang belum beroprasi secara komersial. b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp.4.800.000.000,00 ( empat mliar delapan ratus juta rupiah ) Dan mewajibkan Wajib Pajak dalam ketentuan PP no 46 adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000 5%

Di atas Rp50.000.000-Rp250.000.000 15%

Di atas Rp250.000.000-Rp 500.000.000 25%

(12)

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap.

b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Pendapatan pajak juga dipengaruhi oleh kepatuhan pajak, baik wajib pajak individual maupun wajib pajak badan. Terdapat banyak sekali sumber pendapatan pajak bagi pemerintah, yang telah diatur dalam undang-undang negara. Pendapatan pajak juga di pengaruhi oleh besaran tarif pajak yang berlaku dan diukur dangan presentase tingkat golongan pendapatan. Semakin besar pendapatan ataupun penghasilan maka tingkat tarif pajak juga akan tinggi.

2.3.3. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap

(13)

berbentuk perseorangan, CV, dan Firma serta bagi perseroan terbatas (PT) berlaku dua tarif, yaitu 25% dan 20%. Tarif 25% berlaku bagi badan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), yaitu memiliki jumlah saham yang distor atau di jual kurang dari 40%. Khusus bagi badan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang memiliki jumlah saham yang disetor yang diperdagangkan di Bursa Efek, apabila jumlah sahamnya lebih besar atau paling sedikit dari 40% maka tarifnya 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku, yaitu 20% (Pengantar Perpajakan, 2015)

2.4. Penerimaan Pajak

2.4.1. Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh subjek atau wajib pajak selama satu tahun pajak berjalan. Pajak penghasilan secara umum banyak jenisnya bergantung pada penghasilan tersebut diperoleh. Contohnya, penghasilan yang berasal dari suatu pemberi kerja dan pekerjaan bebas umumnya diatur dalam Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 (Hartanti, 2015).

(14)

(BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak, yaitu penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak (WP badan) = laba usaha(EBT).

2.4.2. Sumber Penerimaan Pajak

Samman, (2015), Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Untuk melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana yang tidak sedikit, dan ditopang melalui peneriman pajak. Oleh karena itu, pajak sangat dominan dalam menopang pembangunan nasional. Pemungutan pajak tercantum dalam UUD 1945 yang dalam tataran pelaksanaannya melalui pembentukan undang-undang. Hal ini dimaksudkan dalam aspek hukum melahirkan suatu norma yang disepakati dan dipatuhi bersama. Namun demikian dalam pemungutan pajak banyak aspek yang mempengaruhi target-target yang akan dicapai, seperti laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, serta asumsi harga. Oleh karena itu, perlu strategi melalui perluasan basis pengenaan pajak, intensifikasi, dan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran membayar pajak.

(15)

semakin tinggi. Demikian sebaliknya terjadi apabila tingkat pertumbuhan ekonomi menurun. Asumsi inflasi mempengaruhi sisi pendapatan negara pada penerimaan pajak dalam negeri. Dengan semakin tingginya tingkat inflasi maka penerimaan pajak dalam negeri akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Dari tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut maka akan mendongkrak perekonomian negara dan memperluas peluang bisnis bagi masyarakat dan mewajibkan masyarakat slaku pelaku bisnis untuk membayar pajak atau dengan kata lain sebagai wajib pajak. Dengan kata lain sumber terbesar pendapatan negara adalah pelaku bisnis ataupun wajib pajak. Maka sumber penerimaan pajak terbesar adalah pelaku bisnis dan juga wajib pajak.

2.5. Kebijakan Akuntansi

2.5.1. Pengertian Kebijakan Akuntansi

(16)

dianggap sebagai prinsip-prinsip yang paling tepat untuk keadaan saat itu, untuk menyatakan secara wajar posisi keuangan, perubahan dalam posisi keuangan, dan hasil operasi sesuai prinsip-prinsip yang berlaku secara umum yang karenanya telah dipakai untuk menyusun laporan keuangan tersebut.

(17)

tersebut.

Semakin besar biaya politik yg dihadapi perusahaan, lebih

memungkinkan manajer untuk memilih prosedur akuntansi yg

menangguhkan pelaporan laba dari periode sekarang ke periode

mendatang (Scott, 2009). Pengaruh atas proses politik dapat

menciptakan insentif bagi perusahaan yang sensitif secara politis

untuk memilih akuntansi yang menunda pelaporan laba. Watts dan

Zimmerman (1986) dalam teori akuntansi positif menyatakan bahwa

ukuran perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik dan

biaya politik akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran

dan risiko perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar lebih sensitif

secara politis dan memiliki transfer kekayaan relatif lebih besar

dikenakan pada mereka daripada perusahaan-perusahaan kecil.

Maka dari itu terkait dengan biaya politik, ukuran perusahaan yang

besar relatif untuk mengurangi laba mereka agar biaya politik

perusahaan berkurang. Revaluasi aset tetap diharapkan dapat

mengurangi laba kini perusahaan karena revaluasi aset dapat

meningkatkan nilai aset perusahaan sehingga dapat meningkatkan

biaya depresiasi dari perusahaan. Selain biaya depresiasi yang

bertambah dibutuhkan biaya penilaian aset jika perusahaan

melakukan revaluasi aset. Mengurangnya laba kini perusahaan

diharapkan dapat mengurangi biaya politik perusahaan, hal ini

(18)

semakin menarik perhatian publik dan pemerintah. Jika perusahaan

besar memiliki laba yang kecil diharapkan akan mengurangi

pengawasan serta perhatian publik dan pemerintah.

Laporan keuangan perusahaan dihasilkan dari satu paket kebijakan akuntansi yang meliputi beberapa kebijakan akuntansi, sehingga laporan keuangan mencerminkan lebih dari satu metode akuntansi. Kebijakan akuntansi yang diteliti meliputi gabungan dari kebijakan penilaian persediaan, depresiasi aktiva tetap dan penyajian piutang usaha. Kebijakan penilaian persediaan, depresiasi aktiva tetap dan penyajian piutang usaha dipilih karena ketiga kebijakan akuntansi ini ada pada setiap perusahaan manufaktur. Sehubungan dengan itu pemahaman atas laporan keuangan tidak dapat dilihat hanya dengan mengkaji satu metode akuntansi saja.

2.5.2. Perubahan Kebijakan Akuntansi

Entitas mengubah kebijakan akuntansinya hanya jika perubahan tersebut:

a. Disyaratkan berubah sesuai dengan SAK EMKM

b. Akan menghasilkan laporan keuangan yang menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan mengenai pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi lain terhadap posisi keuangan atau kinerja keuangan.

(19)

a. Penerapan kebijakan akuntansi untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang berbeda secara substansi dengan transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang terjadi sebelumnya.

b. Penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lainnya yang belum terjadi sebelumnya atau tidak material.

2.5.3. Kebijakan Akuntansi Metode Persediaan

Sartono, (2010) Persediaan pada umumnya merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan.hal ini mudah dipahami karena persediaan merupakan faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan, ditinjau dari segi neraca persediaan adalah barang-barang atau bahan yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang-barang yang akan segera dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan.

Dalam persediaan terdapat terdapat 2 metode yaitu: a. FIFO

James, (2012) Kebanyakan perusahaan menjual barang berdasarkan urutan yang sama

(20)

kadaluwarsa. Oleh karena itu, metode FIFO sering konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang. Dalam kasus ini, metode FIFO memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil yang diperoleh dari metode identifikasi biaya spesifik untuk setiap unit yang terjual dan yang masi ada dalam persediaan.

b. Rata-Rata

James, (2012) saat metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya unit rata-rata untuk setiap jenis barang dihitung setiap kali terjadi pembelian. Kemudian, biaya unit ini digunakan untuk menghitungn biaya setiap penjualan sampai pembelian lain dilakukan dan biaya rata-rata yang baru dihitung. Teknik rata-rata seperti ini disebut rata-rata bergerak. Karena metode rata-rata jarang digunakan dalam sistem persediaan perpetual.

2.5.4. Depresiasi

Depresiasi adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung (PSAK. NO.17)

(21)

dimana mengharuskan seorang akuntan untuk menggunakan metode depresiasi yang rasional dan sistematis.

1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)

Metode ini disebut juga Straight-Line Method dan merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menghitung beban penyusutan. Metode ini fokus pada penyusutan sebagai fungsi dari waktu dan bukan dari fungsi penggunaan.

Rumus perhitungannya sebagai berikut:

!"#$%&%'(# =*(+,( !"+./"ℎ(# 1&"' 2"'(3 − 56/(6 7"&68% 9:%+ ;<.#.:6& 1&"' 2"'(3

Namun penggunaan metode ini dinilai kurang realistis karena kegunaan aktiva sama setiap tahunnya.

2. Metode Beban Menurun (Decreasing Charge Method)

(22)

2.5.5. Piutang

Piutang merupakan suatu pos yang terdapat dalam kegiatan aktiva lancar yang dapat dengan cepat diuangkan menjadi kas. Dalam hal ini pemberian piutang ini akan banyak hal yang perlu diperhatikan yang sangat mempengaruhi utang dagang.

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan tuntutan yang diharapkan dapat diterima dalam bentuk tunai berupa uang atau dapat disamakan dengan uang.

Piutang adalah tagihan yang diharapkan untuk diterima dalam bentuk kas. Piutang diklasifikasikan menjadi piutang dagang (account receivable), piutang wesel (notes receivable) dan piutang lainnya (other receivables).

(23)

Setelah perusahaan mencatat piutang dagang, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana perusahaan melaporkan piutang dalam laporan keuangan? Perusahaan melaporkan piutang dagang dalam laporan posisi keuangan dalam kelompok aktiva. Namun menentukan jumlah piutang yang harus dilaporkan seringkali menjadi sulit karena beberapa piutang mungkin saja tidak dapat ditagih.

Untuk memotivasi debitur melunaskan hutangnya, tidak jarang perusahaan memberikan diskon apabila debitur melunaskan hutang tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan perusahaan. Namun perusahaan tetap mencatat piutang yang tidak tertagih sebagai Bad Debt Expense. Ada dua jenis metode yang digunakan dalam mencatat piutang tidak tertagih.

Direct write-off method. Dengan metode ini, ketika perusahaan

memastikan jumlah tertentu atas piutang tak tertagih, perusahaan langsung membebankan kerugian pada Bad Debt Expense. Bad Debt Expense memperlihatkan kerugian yang aktual atas piutang yang tidak tertagih. Namun metode ini tidak dapat diterima untuk tujuan pelaporan keuangan apabila kerugian bad debt tidak signifikan.

Allowance method. Metode ini melibatkan estimasi piutang tak

(24)

untuk tujuan pelaporan keuangan. Metode ini memiliki tiga fitur penting, yaitu:

1. perusahaan mengestimasi piutang tak tertagih sehingga dapat mencocokan beban terhadap pendapatan dalam periode akuntansi di mana mereka mencatat pendapatan.

2. Perusahaan mendebit piutang tak tertagih pada Bad Debt Expense dan mengkreditkannya ke Allowance for Doubtful Accounts sebagai jurnal penyesuaian pada tiap akhir periode. 3. Ketika perusahaan menghapus jumlah tertentu, mereka

mendebitkan jumlah piutang tak tertagih yang sebenarnya pada Allowance for Doubtful Accounts dan mengkreditkan jumlah tersebut pada Accounts Receivable.

2.6. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul penelitian

variabel Hasil penelitian

1. Ndari

surjaningsih, Diah utari, Budi trisnanto (2012) Dampak kebijakan fiskal terhadap output dan inflasi. Independen (X): kebijakan fiskal. Dependen (Y): Output dan inflasi

(25)

2. Rulyusa pratikto, Mohammad ikhsan (2016) Inflasi Makanan dan Implikasinya terhadap Kebijakan Moneter di IndonesiaFo od Inflation and Monetary Policy Implication in Indonesia Independen (X): Inflasi makanan. Dependen (Y): Kebijakan moneter.

Adanya keterkaitan antara komponen pada inflasi itu sendiri, dalam hal ini kelompok komoditas makanan dan non-makanan. Inflasi makanan memiliki pengaruh positif terha dap inflasi non-makanan dan inflasi agregat, namun tidak sebaliknya. Inflasi non-makanan sendiri berperan positif terhadap pergerakan inflasi agregat, yang memberikan implikasi bahwa pengendalian inflasi di Indonesia relatif kompleks jika terjadi peningkatan inflasi makanan.

3. Novi

Maryaningsih, Oki Hermansyah, Myrnawati Savitri, (2014) Pengaruh Infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi IndonesIa Independen (X): Infrastuktur negara. Dependen (Y): Pertumbuhan ekonomi

Kondisi infrastruktur jalan dan listrik berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, namun tidak demikian dengan pelabuhan. Terakhir, investasi terbukti secara empiris sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

4. Bayu

Rochmad, (2013)

Pengaruh leverage, bonus plan, dan Kekuatan buruh Terhadap kebijakan akuntansi Independen (X): leverage, Bonus plan dan kekuatan buruh.

Dependen (Y): Kebijakan akuntansi.

(26)

bonus plan, maka akan memilih kebijakan akuntansi yang menaikan laba. Kekuatan buruh merupakan variabel independen yang berpengaruh negatif terhadap pemilihan kebijakan akuntansi. Hal ini berarti semakin tinggi kekuatan buruh , maka akan memilih kebijakan akuntansi yang menaikan laba. 5. Eddi Wahyudi

Bunasor Sanim Hermanto Siregar Nunung Nuryartono, (2009) Pengaruh economic shock terhadap penerimaan pajak pada kantor wilayah pajak di indonesia Independen (X): Economic shock. Dependen (Y): Penerimaan pajak.

Dari hasil analisis data panel terhadap 31 Kanwil DJP seluruh Indonesia diketahui bahwa fluktuasi variabel TEWS berpengaruh positif terhadap kinerja penerimaan pajak di Kanwil Khusus, Kanwil WP Besar 1 dan 2, Kanwil Jakarta Selatan dan Kanwil Jakarta Pusat.

6. Oktiya Damayanti Suhadak Maria Goretti Wi Endang Nirowati Pamungkas Pengaruh tingkat inflasi, economic growth, dan tarif pajak terhadap penerimaan pajak di negara-negara asia(studi pada world bank periode 2005-2014) Independen (X): Inflasi, pertumbuhan ekonomi, tarif pajak. Dependen (Y): Penerimaan pajak.

1. Uji variabel independen secara bersama- sama membuktikan bahwa H1 dapat diterima. Hal itu berarti tingkat inflasi, economic growth, dan tarif pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di negara-negara Asia secara bersama-sama.

2. Uji masing-masing variabel secara parsial memberikan hasil sebagai berikut :

1.Tingkat inflasi secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan pajak di negara-negara Asia (H2 diterima).

(27)

pajak di negara-negara Asia (H2 diterima).

3.Tarif pajak secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan pajak di negara- negara Asia (H2 diterima).

7. Luqman

Khakim, Iwan Hermawan, Achmad Solechan,Tripr iyo, (2011) Potensi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Independen (X): Potensi fiskal.

Dependen (Y):

Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan masyarakat artinya kondisi yang terjadi di Kabupaten/ Kota seJawa tahun 2007–2009 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota masih belum sesuai dengan tingkat

kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah.

Sumber: Jurnal nasional

(28)

beberapa penelitian diatas dapat dikatakan bahwa kemajuan infrastruktur atau pun pembangunan infrastruktur dapat mempengaruhi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi disuatu negara. Begitu juga penelitian yang dilakukan, Novi, Hermansyah, Savitri, (2014) menyimpulkan bahwa Kondisi infrastruktur jalan dan listrik berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, namun tidak demikian dengan pelabuhan. Terakhir, investasi terbukti secara empiris sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2.7. Hipotesis

2.7.1. Pengaruh Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak

Nicola, Dwiatmanto, Rosalita, (2016) menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukannya menunjukan ada inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak meskipun hanya sedikit. Meneruskan dari penelitian yang terdahulu maka memastikan lagi seberapa besar inflasi berpengaruh terhadap tingkat penerimaan pajak.

H1: Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak.

2.7.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penerimaan Pajak

(29)

penerimaan pajak Negara. Jika suatu Negara mempunyai infrastuktur yang memadai maka bisa dikatakan Negara tersebut mempunyai pertumbuhan ekonomi yang baik. Sehingga bagaimana memaksimalkan pendapatan pajak Negara.

H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan

pajak.

2.7.3. Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Penerimaan Pajak

Damayanti, Suhadak, Maria, (2016) Memaksimalkan pendapatan pajak Negara adalah suatu langkah yang penting dalam suatu Negara dengan berpedoman dengan undang-undang Negara yang menagtur tentang perpajakan Negara lewat tarif pajak, sehingga pendapatan pajak Negara dapat maksimal. Maka dimaksutkan dari pendapatan pajak Negara tersebut pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat berkembang, dengan pemanfaatan dana dari pajak tersebut maka dapat dibangun infrastuktur-infrastuktur yang dapat memperlaju pertumbuhan ekonomi disuatu Negara.

H3: Tarif pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.

2.7.4. Pengaruh Inflasi Terhadap Tingkat Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Kebijakan Akuntansi

(30)

inflasi dalam perhitungan target penerimaan pajak dalam APBN menunjukan bahwa adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh inflasi terhadap penerimaan pajak. Tingginya inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Turunnya daya beli akan menurunkan produksi suatu perusahaan sehingga penghasilan kena pajak perusahaan juga akan menurun. Hal ini tentu berakibat pada penerimaan pajak. Syahputra (2006:10) mengungkapkan bahwa “Terlalu tingginya tingkat inflasi bisa berdampak negatif terhadap penerimaan pajak melalui perubahan kondisi ekonomi.” Kesimpulannya, penerimaan pajak akan menurun jika tingkat inflasi suatu negara tinggi, demikian sebaliknya.

Inflasi dapat terjadi jika semua kebutuhan masyarakat naik. Dan menjadikan tingkat harga naik. Inflasi dapat dilihat dengan memperhatikan tingkat harga dan harga suatu barang tinggi. Untuk menjaga kesetabilan harga maka Negara harus mengontrol semua produksi barang baik makanan ataupun non-makanan. Peran pajak juga perlu diperhatikan sehingga perusahaan produksi suatu barang dapat dimanfaatkan Negara guna membangun infrastruktur Negara sehingga inflasi dapat dicegah.

(31)

pajaknya, sehingga apakah kebijakan akuntansi berpengaruh dalam memoderasi inflasi terhadap penerimaan pajak.

H4: Kebijakan akuntansi memperkuat hubungan inflasi terhadap

penerimaan pajak.

2.7.5. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Kebijakan Akuntansi

Rezka, Joko, Rida, (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tingkat penerimaan pajak yang tinggi maka pertumbuhan ekonomi semakin bagus. Pertumbuhan ekonomi merupakan kemajuan yang dapat dilakukan oleh suatu Negara. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari suatu Negara dapat dilihat dengan memperhatikan seluruh infrastuktur yang dimiliki dan kesejahteraan rakyatnya. Negara harus membangun infrastukturnya agar pertumbuhan ekonominya baik. Dengan memaksimalkan penerimaan pajak Negara maka infrastuktur dapat dibangun.

(32)

H5: Kebijakan akuntansi memperkuat hubungan pertumbuhan

ekonomi terhadap penerimaan pajak.

2.7.6. Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Tingkat Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Kebijakan Akuntansi

Damayanti, Suhadak, Maria, (2016) tarif pajak yang tinggi membuat masyarakat cenderung melaporkan lebih kecil penghasilan kena pajaknya yang akhirnya akan berakibat pada penurunan penerimaan pajak suatu negara. Jadi tarif pajak yang terlalu tinggi masyarakat akan cenderung menghindari membayar pajak. Kenny dalam Richard dan Toly (2013:5) mengatakan,“Rendahnya tax rate akan membuat masyarakat melaporkan penghasilan kena pajak lebih besar.” Kesimpulannya, apabila tarif pajak tinggi maka penerimaan pajak akan menurun, begitu sebaliknya.

Tarif pajak merupakan tingkat presentase pengukuran bagi wajib pajak yang telah diatur dalam undang-undang. Wajib pajak bagi perorangan maupun badan sudah di atur tarif pajaknya oleh pemerintah. Tarif pajak juga harus diperhatikan penggunaannya sehingga penerimaan pajak Negara dapat maksimal.

(33)

peran kebijakan akuntansi dapat mengatur atau pun dapat mempengaruhi tingkat penerimaan pajak.

H6: Kebijakan akuntansi memperkuat hubungan tarif pajak

(34)

2.8. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

H4

H1

H5

H2

H6

H3 INFLASI

PENDAPA TAN PAJAK

PERTUM BUHAN EKONOM

I

PENDAPA TAN PAJAK KEBIJAKAN AKT

TARIF PAJAK

KEBIJAKAN AKT

(35)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang : Pada awal bayi dilahirkan, sampai empat sampai enam bulan sistem pencernaannya masih belum sempurna sehingga paling tepat diberikan air susu ibu (ASI)

” Para Sahabat bertanya, “Siapa yang tidak mau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa yang taat kepadaku pasti masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku pasti dia tidak

Perolehan Suara Sah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Putaran Pertama Menurut Provinsi dan Nama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, 2009

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa quadcopter mampu mengikuti pergerakan pada sumbu X yang Y dengan lintasan berbentuk segi empat, terbukti dari parameter

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “ HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN,

[r]

baik kelas XI Jurusan IPA maupun Kelas XI Jurusan IPS, kegiatan ekstrakurikuler (eskul) dan bimbingan belajar (bimbel) mempunyai pengaruh positif yang signifikan

Hasil tersebut membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif dan signifikan antara keterbukaan diri dengan perilaku mencari bantuan adaptif dalam