• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK

SEBAGAI USAHA PENINGKATAN

INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM

Sudaryanto Djamhari

Peneliti Bidang Pertanian

Pusat Teknologi Produksi Pertanian; BPPT

Naskah masuk: 14 Oktober 2008, Revisi terakhir: 18 Maret 2009 Abstract

Lebak bog farm (fresh water) potency in big enough Muara Enim District, South Sumatera, that is 12.684 hectare, what consist of 6.342 hectare shallow/superficial lebak, 3.805,2 hectare middle lebak, and 2.536,8

hectare deep lebak. Lebak bog farm exploiting specially causeway lebak or skin-deep have constraint, that

is newly can be exploited in the situation irrigate wet up to height of water ± 30 cm, is later then cultivated

by other food crop or paddy while at dry condition cannot cultivate, with such condition of farm can only

cultivate once plant in one year (IP 100 %). To overcome the above mentioned problem is way of which is gone through is by applying technology management of better water by making surjan rice field and

constructively pump irrigating of problems of water can overcome, goodness when the rains and also

when dry season, so that lebak bog farm can be laboured by thrice planting in one year ( IP 300 %). Key words:Lebak bog farm, water management, agricultural index

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lahan rawa lebak merupakan rawa yang terdapat di kiri dan kanan sungai besar dan anak-anaknya, dengan topografi datar, tergenang air pada musim penghujan, dan kering pada musim kemarau. Pemanfaatan lahan rawa lebak khususnya lebak pematang atau dangkal mempunyai kendala, yaitu hingga sekarang lahan baru dapat dipergunakan pada keadaan air macak-macak sampai dengan ketinggian air lebih kurang 30 cm, lahan tersebut ditanami padi sedangkan pada kondisi kering lebih banyak tidak ditanami, dengan kondisi demikian lahan tersebut hanya dapat ditanami satu kali tanam dalam satu tahun.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan usahatani di lahan rawa lebak antara lain adalah pH rendah, kesuburan tanah rendah, dan genangan air yang tidak dapat dipredeksi karena musim.

Genangan air rawa lebak dipengaruhi oleh curahan air hujan di hulu sungai maupun curahan air hujan di lahan itu sendiri maupun sekitarnya.

Luas lahan rawa lebak di Indonesia yang potensial diperkirakan mencapai 13,3 juta hektar, yang terdiri dari 4,2 juta hektar rawa lebak dangkal, 6,07 hektar lahan rawa lebak tengahan, dan 3,0 hektar lahan rawa lebak dalam dan tersebar di Pulau Sematera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Irian Barat1). Penyebaran lahan rawa lebak yang

terluas berada di Sumatera, yaitu sekitar 3.440.000 hektar dan yang dinyatakan sesuai untuk lahan pertanian adalah 1.152.404 hektar(1).

Kabupaten Muara Enim mempunyai lahan rawa lebak yang cukup besar, yaitu sebesar 12.684 hektar, yang terdiri dari 6.342 hektar di lahan lebak pematang/dangkal, 3.805,2 hektar Korespondensi Penulis

Telp/Fax. 62-21-316 9569; sudaryanto@webmail.bppt.go.id

(2)

di lahan lebak tengahan, dan 2.536,8 hektar di lahan lebak dalam dengan kondisi seperti ini maka lahan rawa lebak di Kabupaten Muara Enim akan dapat diusahakan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan pengelolaan air(2).

Hidrologi lahan rawa lebak cocok untuk tanaman padi, oleh sebab itu padi merupakan salah satu komponen utama dalam sistem usaha tani masyarakat lahan rawa lebak. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan varietas unggul, padi di lahan lebak dapat mencapai 5,0 – 7,0 ton gabah kering panen per hektar, sehingga prospeknya sangat baik dalam meningkatkan produksi serta pendapatan petani melalui pengembangan sistem usahatani terpadu, Waluyo dan Supartha(3).

Pengembangan pertanian di lahan rawa lebak tersebut, merupakan langkah strategis dalam upaya pemanfaatan potensi sumber daya alam secara optimal untuk mengimbangi penciutan lahan pertanian di Jawa, pemerataan pembangunan antar wilayah, peningkatan produktivitas dan taraf hidup masyarakat. Selain itu, dengan basis usaha pertanian tanaman pangan, maka pembangunan pertanian di lahan lebak akan memberikan sumbangan yang besar terhadap peningkatan produksi pangan khususnya padi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas diperlukan teknologi dan investasi yang cukup tinggi agar dapat memberikan hasil yang memadai. Dalam mengatasi fluktuasi air yang terjadi pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, penerapan teknologi pengelolaan air adalah solusi yang dapat dipakai. Teknologi pengelolaan air intinya membuang air bila kelebihan dan mengairi air bila kekurangan sehingga kebutuhan air akan selalu terpenuhi dari saat penanaman hingga menjelang panen atau bahkan setelah panen dapat ditanam kembali hingga masa tanam dapat diperpanjang menjadi tiga kali tanam dalam satu tahun (IP 300%). 1.2. TujuanPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan air dalam berbudidaya di lahan rawa lebak melalui penerapan teknologi pengelolaan air yang tepat dapat meningkatkan indeks pertanaman menjadi tiga kali tanam dalam satu tahun (IP 300 %).

II. METODOLOGI

2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah Dusun Kayu Ara Batu, Desa Putak, Kecamatan Gelombang, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan. Dusun Kayu Ara adalah merupakan daerah rawa lebak bertipe dangkal atau pematang. Tipe seperti ini setiap tahunnya selalu di genangi air sekitar 3 bulan. Dusun Kayu Ara Batu terletak dipinggir sungai Belido yang merupakan aliran sungai Musi dan dipengaruhi juga adanya pasang surut dari air sungai.

Penelitian dilakukan bulan April sampai dengan September 2004, yaitu dari saat penentuan lokasi, pembuatan sawah sistem surjan hingga dilakukan penanaman tanaman padi.

2.2. Bahan Penelitian

Kegiatan penerapan teknologi ini diperlukan bahan-bahan sebagai berikut:

Alat ukur lahan

Alat berat pengeruk tanah untuk membuat guludan sawah sistem surjan

Paralon 16 inch (pintu saluran air) Pompa air

Cangkul

2.3. Teknik Pengelolaan Air

Teknologi pengelolaan air dimak-sudkan untuk dapat memanfaatkan air seoptimal mungkin dengan cara mengatur air apabila pada musim penghujan lahan tidak dipengaruhi dari luapan air sungai dan pada waktu kering air dapat dimasukkan kedalam untuk mengairi lahan persawahan. Untuk menjadikan kondisi tersebut di atas maka bentuk persawahan dibuat sistem surjan. Pada persawahan surjan akan terbentuk tanggul (guludan) keliling yang fungsinya untuk menahan air dari luar pada waktu musim penghujan dan sawah dapat diairi pada musim kemarau. Selain dibuat tanggul dibuat juga saluran antara petak sawah satu dengan petak sawah yang lain, pintu air terbuat dari paralon yang dapat diturunkan apabila air di dalam sawah kurang sedangkan air di luar lebih tinggi maka air

(3)

akan mengalir ke sawah dan sebaliknya apabila kelebihan air di dalam sawah maka akan dapat dibuang, paralon ditegakkna yang tingginya melebihi tanggul untuk menahan genanggan air dari luar.

Pembuatan tanggul diperoleh dengan cara memindahkan tanah sekitarnya, tanah yang diambil berfungsi sebagai saluran dari sungai menuju sawah surjan. Tanggul/tabukan dapat ditanami dengan tanaman padi gogo, palawija, sayuran, dan bahkan tanaman tahunan yang bernilai ekonomis. Pengelolaan air secara terkendali dibantu dengan pompa-pompa pengairan yang bertenaga diesel yang diletakkan di tanggul. Tinggi tanggul dibuat berdasarkan informasi dari petani di lokasi penelitian dan petugas pertanian lapangan (PPL), imformasi menyatakan bahwa rata-rata tinggi genangan (± 75 cm) pada musim hujan, kemudian untuk lebih amannya tinggi tanggul ditambah 50 cm menjadi 125 cm, penambahan tinggi tanggul dimaksudkan untuk menghiondari adanya pemadatan/penyusutan tanah ke bawah dan menghindari genangan rata-rata pada musim hujan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Lahan Rawa Lebak

Daerah rawa lebak merupakan dataran rendah yang dipengaruhi oleh pasang-surutnya air sungai, secara langsung maupun tidak langsung. Naiknya permukaan air di daerah rawa lebak disebabkan oleh luapan air sungai. Keadaan air dipengaruhi oleh keadaan musim, pada musim hujan luapan air sungai melimpah sampai ketinggian 75 centi meter, sedangkan keadaan pada saat kemarau berangsur kering, bahkan terjadi kekeringan sekitar 3 bulan.

M e n u r u t L e m b a g a P e n e l i t i a n d a n Pengembangan (Litbang) Pertanian Lahan Pasang Surut, Barito Kuala, Kalimantan Selatan4),

lamanya genangan pada lahan rawa lebak berdasarkan topografi, dibagi tiga tipe, yaitu:

(1) lebak dangkal atau pematang, terletak dibagian tanggul sungai yang mempunyai kedalam air kurang dari 50 cm dengan masa genangan kurang dari 3 bulan.

(2) lebak tengahan terjadi diantara lebak dangkal dengan lebak dalam, dengan kedalaman air antara 50 – 100 cm dengan masa genangan antara 3 – 6 bulan. (3) lebak dalam mempunyai kedalaman air

lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan.

Dengan demikian lahan rawa lebak tidak semuanya tergenangi air dalam waktu yang relatif lama tergantung pada keadaan hidrotopografi lebak itu sendiri dan pola hujan serta ketinggian air sungai setempat. Bagian yang memiliki hidrotopografi yang lebih tinggi mempunyai jangka waktu penggenangan lebih pendek dibandingkan dengan yang mempunyai keadaan hidrotopografi lebih rendah.

Lahan rawa lebak di lokasi penelitian terletak dipinggir sungai Belido, fluktuasi genangan disamping pada musim penghujan selama 3 bulan, terjadi pula luapan air dari sungai di dekatnya yang sifatnya sementara, lahan di lokasi penelitian termasuk tipe rawa lebak pematang atau dangkal yang berpotensial untuk diusahakan menjadi lahan pertanian intensif yang berpengairan terkendali.

3.2. Pengelolaan Air

Daerah rawa merupakan wilayah yang kaya air di musim hujan dan miskin air di musim kemarau. Daerah rawa yang diusahakan untuk pertanian membutuhkan pengelolaan air yang baik karena tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya sangat membutuhkan air dalam jumlah yang optimum.

Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun pola pemanfaatan serta rencana pengembangan, dan penerapan tehnik pengelolaan air dan tanah lahan rawa, antara lain adalah:

(1) lama dan kedalaman genangan air banjir atau air pasang dan kualitas airnya, (2) k e t e b a l a n , k a n d u n g a n h a r a , d a n

kematangan gambut,

(3) kedalam lapisan pirit serta kemasaman total potensial dan aktualsetiap lapisan tanahnya,

(4)

(4) pengaruh luapan atau intrusi air asin/ payau, dan

(5) tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan, apakah endapan sungai, laut atau pasir kuarsa. IPG Widjaja Ahdi dkk5).

IPG Wijaya Adhi6), juga membedakan lahan

rawa lebak menjadi 4 tipe, antara lain:

Tipe A.: lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pasang besar (spring tide) maupun pasang kecil (neap tide).

Tipe B: lahan yang hanya terluapi pasang besar.

Tipe C: lahan yang tidak pernah terluapi walaupun pasang besar. Air pasang mempengaruhi secara tak langsung; air tanah dekat permukaan tanah, < 50 cm.

Tipe D: lahan yang tidak pernah terluapi air pasang dan air tanah lebih dalam dari 50 cm dari permukaan tanah.

Tipologi lahan dan tipe luapan menentukan sistem pengelolaan lahan biasanya lahan tipe luapan B dan C di surjan. Tergantung pada tipologi lahannya apakah perlu diterapkan surjan biasa atau surjan bertahap. Lahan tipe C dapat disawahkan tanpa surjan dengan menerapkan sistem tabat, hanya saja diperlukan rekayasa sosial, yaitu kebersamaan di dalam pola pemanfaatan lahan dan waktu tanam.

Petani di daerah Muara Enim khususnya di Desa Putak, dalam mengusahakan lahannya hanya 1 kali tanam dalam 1 tahun, karena waktu penyiapan bibit, tanam sampai dengan panen diperlukan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 5 – 6 bulan dan untuk selanjutnya lahan kering dan diberokan.

Letak lahan penelitian yang berada di dekat sungai Belido sehingga dalam membuat saluran pengairan dapat langsung dibuat dari sungai menuju sawah surjan. Kemudian saluran mikro dibuat untuk mengalirkan air dari sawah satu ke sawah yang lainnya. Sistem pengelolaan air mikro berfungsi untuk: (1) mencukupi kebutuhan evapotranspirasi tanaman dan dengan demikian cukup air untuk penyerapan hara optimum, (2)

mencegah pertumbuhan gulma, (3) mencegah keadaan air dan tanah toksik bagi tanaman melalui penggelontoran dan pencucian, (4) mengatur tinggi air di sawah dan air tanah sehingga lapisan pirit selalu dalam keadaan anaerob dan tidak teroksidasi, dan (5) menjaga kualitas air di lahan dan saluran. IPG Widjaja Adhi dkk4).

Sawah sistem surjan di Desa Putak dibuat seluas 5 hektar dengan kepemilikan 10 orang, setiap orang menguasai 0,5 hektar. Sistem surjan sawah dikelilingi dengan tanggul dan dibuat pintu masuk atau keluarnya air, pintu dibuat dari paralon sebesar 8 inch. Ukuran sawah, panjang 25 m dan lebar 20 m, sehingga terbentuk sawah rata-rata seluas 5.000 m2, lebar tanggul yang mengelilingi

sawah dibuat 10 meter dengan maksud untuk menahan genangan air dari, kemudian penyekat antar sawah dibuat selebar 5 m, dan tinggi tanggul 125 cm.

Keuntungan pintu air menggunakan paralon, adalah:

(1).biaya lebih murah dibandingkan terbuat dari kayu,

(2).tidak ada biaya perawatan,

(3).tidak ada perembesan air baik dari dalam maupun dari luar sawah sehingga air selalu dapat dikendalikan, dan

(4).mudah dalam pengoperasiannya.

Pengoperasian paralon untuk pengelolaan air dilakukan apabila pada musim hujan genangan air naik maka paralon ditegakkan melebihi tanggul, namun apabila kelebihan air di dalam sawah maka paralon di rebahkan setinggi sawah dan air keluar. Pengairan dibantu juga dengan pompa pengairan bertenaga diesel yang tujuannya untuk mengeluarkan air apabila ada lebihan air di dalam sawah tetapi permukaan air di dalam sawah sama dengan yang berada luar sawah sehingga diperlukan alat bantu pompa air untuk mengeluarkan sesuai dengan kebutuhan tanaman, demikian juga pada waktu musim kemarau pompa dibutuhkan untuk menaikkan air dari saluran luar ke sawah.

Pembuatan surjan di lahan tipe luapan C memungkinkan menanam padi sawah di musim hujan, sedangkan di lahan tipe luapan

(5)

B pembuatan surjan memungkinkan menanam padi sawah 2 kali. Pembuatan surjan sering juga dilaksanakan di lebak pematang dan sebagian lebak tengahan di bagian yang relatif tinggi, sehingga genangan tidak terlalu dalam.

Sistem surjan memiliki keuntungan komperatif jika dibandingkan dengan sistem lahan kering, antara lain yaitu:

(1).pengairan sawah lebih terjamin

(2).stabilitas produksi padi sawah lebih mantap dibandingkan dengan padi gogo,

(3). pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman lebih murah,

(4).intensitas tanam bisa lebih banyak, dan kemungkinan deservikasi lebih besar. 3.3. Pengelolaan Lahan

Sistem surjan mempunyai 2 bentuk lahan, yaitu di bagian bawah sebagai lahan sawah yang selalu mendapat air sehingga tanaman padi akan lebih optimal untuk di tanam kemudian tanaman palawija dimaksudkan untuk memecahkan mata rantai hama dan penyakit tanaman padi dan bagian atas sawah adalah lahan tabukan yang merupakan lahan kering, tanaman yang diusahakan adalah tanaman yang tahan dengan kekurangan air, yaitu padi gogo pada musim hujan dan palawija pada musim kemarau. Untuk itu, pola tanam sistem surjan di lokasi penelitian dianjurkan sebagai berikut pada tabel di bawah ini.

tadinya satu kali tanam dalam setahun dapat ditingkatkan menjadi tiga kali tanam dalam setahun (IP 300 %).

Meningkatnya intensitas tanam atau indeks pertanaman pada sistem surjan di lahan rawa lebak menjadi tiga kali tanam dalam satu tahun (IP 300%) akan mempengaruhi pola pergiliranan tanaman yang akan diusahakan dengan disesuaikan musim yang akan akan terjadi. Alternatif pola pergiliran tanaman dengan musim di lokasi penelitian di Desa Putak, Kecamatan Gelombang, Kabupaten Muara Enim dapat dilihat pada lampiran tabel 2.

IV. KESIMPULAN

Potensi lahan rawa lebak di Kabupaten Muara Enim cukup besar, yaitu 12.684 hektar, terbagi dari atas, 6.342 hektar lebak pematang/dangkal, 3.805,2 hektar lebak tengahan, 2.536,8 hektar lebak dalam. Lebak dangkal sangat potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian intensif, namun demikian akan memerlukan biaya yang cukup besar karena diperlukan dalam penerapan teknologi untuk mengelola air agar lahan dapat terairi sepanjang waktu tanpa tergenang air pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Sawah surjan di lokasi penelitian, yaitu di Desa Putak budidaya tanaman khususnya padi yang sering diusahakan dapat ditanam satu kali tanam dalam satu tahun, hal ini karena tanam tanaman padi diperlukan waktu yang relatif lama antara 5 - 6 bulan, selanjutnya tidak ditanami/bero karena tanah kering pada musim kemarau.

Melalui penerapan teknologi penerapan air dengan menjadikan sawah yang tadinya berupa hamparan kemudian diubah menjadi sawah sistem surjan, dengan bentuk sawah sistem surjan luapan air yang datang dari sungai dan hujan dapat diatasi sehingga tidak menggenangi sawah dan pada waktu kemarau air dapat dimasukkan kedalam sawah melalui bantuan pompa air dan kekurangan air pada mim kemarau dapat diatasi.

Teratasinya permasalahan air, khususnya di lahan rawa lebak dangkal perlu ditindaklanjuti dengan pengaturan pola tanam dan menyesuaikan

Penataan Lahan Pola Tanam

Lahan bawah/sawah Padi – Padi - Palawija Lahan atas/tabukan Padi gogo – 2 X palawija Tabel 1. Pola Tanam pada sistem surjan

Dengan dibuatnya sawah sistem surjan yang dapat menahan air dari luapan sungai maupun dari dalam sawah di keluarkan melalui pembuangan pintu air dengan cara menurunkan paralon sejajar dengan permukaan sawah dalam surjan air kemudian air yang ada di dalam sawah dan mengairi pada sawah pada waktu musim kering membuang luapan di dalam sawah akibat hujan yang deras maka indeks pertanaman yang

(6)

komoditas pada musim hujan dan kemarau. Untuk itu, pola tanam di lahan rawa lebak dangkal di Desa Putak, Kecamatan Gelombang, Kabupaten Muara Enim disarankan, sebagai berikut:

1. Pada lahan sawah, bulan Maret sampai dengan bulan Juni ditanami tanaman padi, bulan Juli sampai dengan bulan Oktober ditanami tanaman palawija, dan kemudian pada bulan November sampai dengan Februari ditanami tanam padi.

2. Pada lahan tabukan yang merupakan lahan kering, bulan Maret sampai dengan Juni ditanami tanaman palawija, bulan Juli sampai dengan bulan Oktober ditanami tanaman palawija, dan kemudian bulan November sampai bulan Februari ditanami dengan padi gogo.

Meningkatnya intensitas tanam dari satu kali tanam per tahun menjadi tiga kali tanam per tahun (IP 300 %), maka perlu ditindaklanjuti pengembangan sawa sistem surjan melalui penerapan teknologi pengelolaan air yang tepat baik pada lahan yang telah diusahakan (intensifikasi) maupun dengan membuka lahan baru (ekstensifikasi) di lahan rawa lebak khususnya lebak dangkal/pematang sebagai bagian dari pengembangan lahan pertanian ke luar Pulau Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daulay, A. 2003,”Penumbuhan Kantong Penyangga Padi Di Lahan Rawa Lebak Ta h u n 2 0 0 3 ” P e r t e m u a n N a s i o n a l Penumbuhan Kantong Penyangga Padi Di Lahan Rawa Lebak 2003, tanggal 25 – 26 Februari 2003, Departemen Pertanian. 2. Anonim. 2003,Muara Enim Dalam

AngkaBadan Perencana Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik, Kabupaten Muara Enim.

3. Waluyo dan I.W. Supartha. 1994. Verifikasi penelitian sistem usahatani di lahan rawa lebak. Laporan tahunan hasil penelitian Proyek ISDP Kayu Agung Departemen Pertanian. 1994

4. Anonim, 2001. “40 Tahun Balittra” Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Badan Peneltian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 2. Anonim. 2003, “ Mengenal Lahan Rawa” Pertanian Lahan Pasang Surut, Barito Kuala – Kalimantan Selatan

5. Widjaya-Adhi IP.G 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak, Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

6. Widjaja-Adhi IP.G dkk., 1995. Status Prioritas Penelitian Pengelolaan dan Pengembangan Lahan Rawa di Indonesia di dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat, 10 – 12 Januari 1995, Cisarua, Bogor.

Jenis lahan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Sawah Padi Tanaman padi Tanam palawija Tanam Tabukan Padi Gogo Tanam Palawija Tanam Palawija Tanam

Lampiran Tabel 2. Alternatif Pola pertanian sawah lebak dangkal sistem surjan di Desa Putak, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), yaitu dengan melihat pengaruh pergantian manajemen, opini audit,

Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang adalah Rumah Sakit Daerah Kelas C yang sedang berkembang dalam rangka berupaya memperbaiki mutu pelayan yang seiring

Perbedaan linear kovariat disposisi matematis siswa untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan model pembelajaran

Selain membuat perencanaan dan melaksanakannya, hal yang tidak kalah penting adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas berkaitan dengan cara guru membuat

Untuk itulah menarik untuk melihat bagaimana merancang arsitektur yang tak hanya kontekstual akan iklim lingkungannya namun juga jamannya melalui arsitektur De Driekleur,

Beberapa Contoh Usulan dari Musrenbang Provinsi yang perlu didiskusikan dalam Musrenbang Nasional (2/2). Provinsi

Salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan teknologi ini adalah bidang pendidikan, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan