BAB IV
ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
4.1. Analisis Sosial
Secara geografis Baubau merupakan wilayah terbuka, penghubung dan daerah transit
baik bagi masyarakat Kawasan Barat Indonesia maupun dari Kawasan Timur Indonesia
serta daerah hinterland di wilayah Kepulauan Buton dan Muna. Posisi yang strategis ini,
menyebabkan kondisi sosial budaya masyarakat Baubau sangat beraneka ragam baik suku,
ras, golongan, bahasa dan agama. Keberagaman dan posisi yang strategis tersebut sangat
rawan terhadap konflik dan sering dimanfaatkan oleh pihak yang mempunyai kepentingan
tertentu. Namun secara umum keberagaman adat istiadat, suku, bahasa dan agama
menjadi kekuatan untuk maju bersama membangun Kota Baubau.
Kota Baubau juga merupakan Kota yang memiliki sejarah masa lampau yang
panjang. Kota Baubau kaya akan nuansa-nuansa kearifan lokal yang hingga kini masih
tetap dipertahankan dan berlaku ditengah masyarakatnya. Falsafah “Binci-binciki kuli
“ telah dikenal sejak masa pemerintahan Sultan Buton I, Murhum Qaimuddin, yang
kemudian dijabarkan lebih lanjut pada empat pilar bermasyarakat (Sara Pataanguna),
yaitu :
1. Pomae-maeka (saling segan-menyegani) 2. Popia-piara (saling memelihara)
3. Poangka-angkataka (saling menghargai) 4. Pomaa-maasiaka (saling sayang menyayangi)
Dalam perkembangan Kota Baubau, nilai-nilai budaya lokal mengalami
benturan terhadap pengaruh globalisasi yang mengandung nilai-nilai universal. Hal ini
perlu upaya untuk mengadaptasikan nilai-nilai budaya lokal dengan perkembangan
masyarakat. Ada dua dimensi transformasi budaya masyarakat Kota Baubau yang
saling berkaitan. Dimensi Pertama, menyangkut mengembalikan citra Masyarakat
Kota Baubau sebagai Orang Buton yang mulai kehilangan identitas. Hal ini
menyangkut soal penghayatan diri masing-masing sebagai satu bangsa. Dimensi
diperlukan agar mereka terdorong mereka mampu berpartisipasi secara aktif dan
bermanfaat.
Dalam kehidupan masyarakat Baubau, kelembagaan yang memainkan peranan
penting adalah aturan pemerintahan (pemerintah Kota Baubau), sarana masigi
(agama), dan peranan keluarga. Terakhir dan tidak kurang pentingnya, adalah
peranan mancuanana lipu (orang yang dituakan) dan kelompok-kelompok kerabat
yang terintegrasi masih didengarkan nasehat-nasehatnya, sehingga perilaku
masyarakat Kota Baubau masih berpedoman kepada nilai-nilai budaya masa
kerajaan/kesultanan. Dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya, pengembangan
kota Baubau harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara
harmoni sosial dan pada saat yang sama juga dapat memelihara nilai-nilai lokal yang
dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat untuk merespon
kehidupan di sekitarnya.
Potensi Kota Pusaka Baubau
Kota Baubau sebagai kota yang memiliki sejarah panjang yang tumbuh dan
berkembang sebagai pusat dari Kerajaan/Kesultanan Wolio/Buton sejak berabad-abad
yang lalu, merupakan kota yang sangat kaya akan pusaka alam dan pusaka budaya.
Dalam menyusun rencana pembangunan ke depan, salah satu hal yang harus dicegah
adalah hilangnya karakter, catatan sejarah, dan collective memory masyarakat.
Banyak kota/kabupaten tumbuh tanpa sadar, tanpa kepribadian, sekedar
mengikuti “kebetulan” tanpa sengaja, mengabaikan alur sejarah yang telah
dijalaninya. Globalisasi mendorong banyak kota hanyut dalam keseragaman, sekedar
tumbuh seperti yang lain, tanpa identitas yang akrab dan melekat pada
masyarakatnya. padahal Kota/kabupaten seharusnya selalu dekat ke hati
masyarakatnya, dekat dalam rajutan collective memory yang terekam dalam
lapis-lapis sejarahnya.
Pusaka alam dan budaya selalu terancam oleh unsur atau pengembangan yang
membawa keuntungan ekonomi jangka pendek. Pada masa dimana perhatian sangat
difokuskan pada pembangunan prasarana fisik dan pembangunan ekonomi, sisi
pembangunan manusia dan nilai-nilai budaya kurang berkembang. Kecenderungan ini
Indonesia seutuhnya yang mencakup keseimbangan dan keserasian pembangunan
fisik, ekonomi, dan sosial-budaya.
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan
memiliki pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak-ragawi serta rajutan berbagai
pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari
wilayah/kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif. Untuk
kepentingan tersebutlah maka Kota Baubau termasuk salah stau Kota di Indonesia
yang berperan aktif dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)
yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Tujuan Kota Pusaka Baubau
adalah penataan dan pelestarian kota pusaka Baubau yang berkarakter, berbasis pada
alam, sejarah, dan budaya masyarakatnya. Berikut ini diuraikan pusaka yang ada di
Kota Baubau, yang dibagi menjadi 3 kelompok, yakni: Pusaka alam (Natural
heritage), Pusaka Budaya dan Pusaka Saujana.
A. Pusaka Alam (Natural Heritage)
Bentukan alam yang istimewa.Bentukan bentukan alami tersebut mempunyai
karakter yang khas, saling berhubungan dan terus berkembang. Pusaka alam secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan manusia, sehingga sudah
selayaknya apabila pelestarian alam terus dilakukan, yang termasuk dalam Pusaka
Alam di Kota Baubau, diantaranya:
1. Obyek Wisata Bahari Pantai Nirwana, Pantai Lakeba, Pantai Lakorapu dan Pantai
kokalukuna
3. Goa Lakasa dan Goa Moko
4. Hutan Tirta Rimba dan Persawahan Ngkaring-karing
5. Batu Puaro
Merupakan batu yang menjadi pertanda hilangnya penyiar
agama islam di Buton yang bernama Syech Abdul Wahid di
pesisir pantai Buton Obyek Wisata ini terletak di Kawasan
Kotamara, Kelurahan Wameo Kecamatan Murhum 2 Km dari
Pusat Kota Baubau.
6. Kawasan Benteng Keraton Buton
Kawasan Benteng Keraton Buton adalah jenis kawasan
Intra Muros yakni kota dalam benteng, Kawasan tersebut
saat ini merupakan sebuah kelurahan yakni Melai yang
dihuni masyarakat asli suku Buton. Kawasan Benteng
Keraton Buton menyuguhkan pemandangan (view) yang
sangat menarik berupa pemandangan alam (laut, matahari
terbenam, gunung dan pulau) serta pemandangan kota
Baubau yang tampak dari atas.
B. Pusaka Budaya (Cultural Heritage)
i. Pusaka Budaya Ragawi
Pusaka Budaya Ragawi adalah semua pusaka yang berupa benda buatan
manusia bergerak dan tidak bergerak yang berumur sekurang-urangnya 50
(lima puluh) Tahun serta dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
1. Pusaka Budaya Ragawi bergerak, yang meliputi Naskah Kuno, Foto-Foto peninggalan pada masa kerajaan dan kesultanan dan potret Baubau di masa silam
dan Pusaka Artefak
2. Pusaka Budaya Ragawi tak bergerak, meliputi bangunan, monumen, situs arkeologi, karya arsitektur dan lansekep budaya, diantaranya:
A.Benteng Keraton Wolio yang pembangunannya diawali pada masa
pemerintahan Sultan Buton III La Sangaji (1591-1598) memiliki ukuran
keliling benteng mencapai 2.740 meter, tinggi 2-8 meter dan ketebalan
dinding 1,5 - 2 meter. dengan luas 22 ha dan 12 pintu gerbang (lawa)
serta 16 buah bastion (baluara). Kemudian pada Tahun 2009 ditetapkan
sebagai benteng terluas di dunia.
B. Gambar 4.1
Peta Benteng Keraton Buton
Mesjid Agung Keraton Buton dan Tiang Bendera/Kasulana Tombi yang
didirikan Tahun 1712, Jangkar/Samparaja dan Baruga/Galampa Syara, serta
Batu Popaua yang merupakan batu pelantikan Raja/Sultan dan Batu
Wolio (Yi Gandangi)
Simbol Naga dan Nenas
Rumah Adat Buton; dibagi menurut fungsi dan status pemakainya,
meliputi: Malige (Istana Sultan), Kamali (Rumah pribadi Sultan),Bhanua
tada (rumah adat bagi kalangan pejabat Kesultanan Buton maupun
kalangan rakyat)
Makam Raja/Sultan dan Makam-Makam kuno lainnya, diantaranya:
Makam Sultan Murhum, Makam Sangia Lampenamo, Sangia La Kambau,
dll
Pelabuhan Baubau (sekarang pelabuhan Murhum), yang dipergunakan
sejak abad XVI
Kawasan Sulaa, yang merupakan lokasi tempat pendaratan Sipajonga
salah satu dari Mia patamiana yang merupakan 4 orang penduduk awal
di Kerajaan Buton
Pusaka Budaya Tak Ragawi
Merupakan suatu kekayaan masa lalu yang sifatnya abstrak, mengandung
nilai, manfaat dan makna yang sangat tinggi serta berharga untuk kehidupan.
Di Kota baubau dari aspek budaya tak ragawi dapat kita menikmati
tradisi-tradisi unik peninggalan nenek moyang yang terus dilestarikan sampai
sekarang, meliputi:
Mata’a, Posuo, Qunua, Ritual Gorana Oputa, Haroa Maludu, Dole-Dole,
Alanaa Bulua,
2. Pusaka Tarian, diantaranya: Tari Mangaru, Tari kalegoa, Tari galangi, tari Linda, tari Mencei
3. Pusaka Seni Musik, diantaranya: Latotou, Gambusu, Gandana maludu 4. Sastra Kabanti
5. Permainan Rakyat, meliputi : Pebudo, Pekaleko, Lengko-Lengko, Pekasedesede, dan Pekatende
6. Cerita Rakyat, seperti cerita kehidupan nelayan Wandiu-diu
7. Kerajinan Rakyat, diantaranya: Pengrajin tenunan sarung buton, Kuningan, Gerabah, Panamba, kerajinan Besi, Penghias Pakaian Adat
8. Pusaka Kuliner, diantaranya: Lapa-lapa, Kasoami, Parende, Kapusunosu, Kahuleo, Nasuopa, Onde-onde, cucur, Kalo-Kalo, Baruasa, Tuli-Tuli, bagea dan
palu
C. Pusaka Saujana
Pusaka saujana diartikan sebagai produk kreativitas manusia dalam merubah bentang
alam dan manusiaAda beberapa kawasan di Kota Baubau yang dianggap termasuk Pusaka
Saujana adalah:
1. Kawasan Palagimata, Palagimata dalam catatan sejarah adalah sebuah lokasi Pemukiman pertama yang oleh masyarakat dikenal dengan Lipu Morikana, lama
terbengkalai sebagai semak belukar, pada Tahun 2007 kawasan ini dikembangkan
secara terpadu menjadi kawasan pusat perkantoran, permukiman, dan wisata.
2. Kawasan Wantiro, Ruang Publik yang semula merupakan perbukitan curam, dibangun secara bertahap pada Tahun 2008-2015 menjadi salah satu kawasan
wisata unggulan Kota Baubau.
3. Kawasan Pantai Kamali, diawal abad ke 20 merupakan pusat aktifitas ekonomi dan pendidikan, kemudian berkembang menjadi kawasan yang kumuh dan tak
teratur, pada Tahun 2005 direvitalisasi dan direklamasi menjadi Ruang publik
utama Kota Baubau, di kawasan ini, monumen Naga berdiri Kokoh menghadap
arah laut menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat Bumi Semerbak
Kota Baubau.
4. Kawasan Kotamara, ruang publik pusat aktifitas budaya dan perekonomian, semula adalah daerah endapan sedimentasi yang kumuh, pada Tahun 2010
direklamasi menjadi satu kawasan terpadu yang multifungsi.
4.1.1. Pengarasutamaan Gender
Perhitungan Sex Ratio menggunakan asumsi jumlah penduduk perempuan per
100 penduduk laki – laki, dengan jumlah penduduk perempuan berbanding dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan
mengasumsikan jumlah laki-laki sebagai pembanding yang berdasarkan pada
ketentuan islam yaitu laki-laki sebagai imam, sehingga diasumsikan setiap 100
Sex ratio merupakan analisis dari jumlah penduduk menurut jenis kelamin
memiliki peran penting dalam pembangunan suatu wilayah karena analisis ini
berhubungan dengan demografi dan sosial ekonomi suatu masyarakat.
Perkembangan penduduk di Kota Baubau dari Tahun 2011-2015
mengambarkan bahwa jumlah penduduk perempuan di Kota Baubau lebih
banyak jika dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh sex ratio bahwa setiap 100 penduduk perempuan selama
kurun 5 tahun terdapat rata-rata terdapat 97 penduduk laki-laki, dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tahun Jumlah Penduduk Laki-Laki Perempuan
4.1.1. Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pembangunan Infrastruktur
Bidang Cipta Karya
a. Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang
perlu ditindak lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih
menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai
penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga
b. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan,
dan durasi, berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya
konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa
langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian
kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak
akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting
untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran
untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat
perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan
AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah
dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi
di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun.
Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil
harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan
standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan
tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman
kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang
terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini
termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan
baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
c. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi
manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat
secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan
mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih
singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk
untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Identifikasi kebutuhan
penanganan aspek sosial pasca pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya.
4.2. Analisis Ekonomi
4.2.1. Analisis Tingkat Kemiskinan
Analisis ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya
diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu
aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian analisis
ekonomi lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah
kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.
Jumlah penduduk miskin di Kota Baubau dari tahun ke tahun menunjukkan
kecenderungan penurunan, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
kesejahteraan penduduk semakin membaik setiap tahunnya. Jumlah penduduk
miskin jika dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk mengalami
penurunan. Tahun 2010 persentase jumlah penduduk miskin sebesar 12,06%
dari jumlah total penduduk, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011
menjadi hanya 11.24% dari jumlah total penduduk 142.576, pada tahun 2014
dari total jumlah penduduk 141.485 mengalami penurunan sebesar 9,25% dan
2015 penurunannya hanya 1% dari total jumlah penduduk 154.877 jiwa.
Membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat dan penurunan persentase
kemiskinan dalam hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang signifikan
menciptakan peluang-peluang ekonomi bagi masyarakat, selain itu upaya
dalam beberapa tahun terakhir turut memberi andil menciptakan kondisi ini.
Penjelasan garis kemiskinan dan angka kemiskinan diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Baubau 2010-2015
Tahun Garis
Kemiskinan
Penduduk Miskin Jumlah Presentase
2010 232.103 16,60 12,06
2011 245.326 15,79 11,24
2012 259.302 14,40 10,03
2014 258.075 14,10 9,25
2015 274.066 14,27 9,24
Sumber : BPS Kota Baubau, 2016
Penurunan angka kemiskinan Kota Baubau tercermin pula dari peningkatan
kualitas SDM yang ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia yang dengan tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan
daya beli. Pendidikan membuka peluang individu maupun masyarakat untuk
memperoleh pengetahuan.
Kondisi capaian beberapa indikator pembentuk indeks Pembangunan Manusia
Kota Baubau dan Perbandingan angka IPM Propinsi Sulawesi Tenggara dan
Nasional diuraikan pada tabel 2.76. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kota Baubau juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 70,60
pada tahun 2010, 72,55 pada tahun 2013 menjadi 73,13 pada tahun 2014.
Capaian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPM Sultra (71,55) dan IPM
Nasional (73,89). Pada tahun 2015 IPM Kota Baubau ditargetkan akan
Grafik 4.2
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Kota Baubau
Sumber : RKPD Kota Baubau tahun 2016 (diolah)
Secara rinci realisasi Pencapaian target RPJMD pada indikator-indikator makro pembangunan daerah tercantum pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Realisasi Pencapaian target RPJMD pada Indikator-Indikator Makro Pembangunan Kota Baubau
No Indikator
Makro Satuan
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Target
3.610.569.1 4.721.040,9 4.314.630.0 5.324.301,3 5.155.982.9 6.007.409
2 PDRB (Harga Konstan)
Juta Rp
993.173.8 4.267.642,2 1.078.189.5 4.635.876,8 1.170.482.5 5.052.642
3 Tingkat
5 Tingkat Inflasi (PDRB
Rupiah 20.606.954 30.602.877 22.684.135 35.147.383 24.970.696 39.305.318
9 Besaran IPM
2013 2014 2015 2016 2017 Kondisi Akhir
RPJMD
No Indikator Makro
Satuan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Pembangunan Manusia)
Sumber : RKPD Kota Baubau tahun 2016 (diolah)
4.2.2. Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap
Ekonomi Lokal Masyarakat
Meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Baubau dan dalam upaya
memenuhi tuntutan pertumbuhan investasi, Pemerintah Kota Baubau terus
melakukan penyediaan dan pengembangan infrastruktur pada segala bidang,
penyediaan infrastruktur juga berperan sebagai pendukung kelancaran
kegiatan sektor pertanian, kelautan dan perikanan serta kegiatan perdagangan
dan jasa sebagai leading sektor pembangunan ekonomi di Kota Baubau.
Perwujudan pembangunan infrastruktur tersebut dapat terlihat melalui
pembangunan maupun rehabilitasi jalan dan jembatan, pembangunan jalan di
Kota Baubau sampai saat ini telah mencapai panjang 442,7 kilometer, baik
yang bertipe aspal hotmik, Ready Mixer Asphal (RMA), jalan rabat semen,
maupun timbunan tanah, dari total panjang jalan tersebut 299,8 kilometer
(67,72%) berada dalam kondisi baik, sehingga dapat memerankan fungsinya
sebagai urat nadi perekonomian di seluruh wilayah Kota Baubau.
Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat Pemerintah Kota Baubau juga terus berupaya meningkatkan
sarana prasarana infrastruktur penataan kawasan permukiman untuk
mendukung sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu program 100-0-100 (100 persen
layanan sanitasi, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen layanan air
minum) di Kota Baubau.
4.3. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan
RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah
mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai
berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)” 250
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu
penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala
bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak
membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu
pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.1
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
4.3 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam JM adalah karena
RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam
hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan,
rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan
pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup
Berdasarkan usulan rencana/program dalam RPIJM yang telah disusun oleh
Pemerintah Kota Baubau, maka dilakukan penapisan untuk masing-masing sektor
dengan mempertimbangkan isu pokok:
1) Perubahan iklim,
2) Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3) Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau,
7) Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut
menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun
teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1
dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.4.
Tabel 4.4.
Kriteria Penapisan Usulan Program /Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria
1. Perubahan Iklim - Tidak terdapat jenis
kegiatan Yang dapat
- Pengaruh yang ditimbulkan
Tidak signifikan.
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan kelimpahan
sumber daya alam
- Tidak terdapat jenis
kegiatan yang dapat
menyebabkan Penurunan
mutu dan kelimpahan
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
Pembangunan dan Pening- katan Tempat Pemrosesan
Akhir Sampah dan
Infrastruktur Di TPA Wakonti akan merubah 1/3 bagian
kawasan alami yang
dimanfaatkan sebagai sabuk hijau dan perlindungan flora fauna di kawasan TPA. Catatan: Luas areal kawasan TPA Wakonti ± 8
ha.
Pengaruh yang ditimbulkan
bersifat sementara dan
Tidak signifikan.
6. Peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya jumlah penduduk miskin
atau terancamnya
keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat. 7. Peningkatan resiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia
- Tidak terdapat jenis
kegiatan yang dapat
menyebabkan Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
4.4. Analisis Studi Lanjutan Dampak Pembangunan di Kota Baubau
Penjabaran regulasi dan peraturan pemerintah secara detail tentang segala bentuk rencana kegiatan pembangunan yang diprediksi akan memberikan dampak penting dan besar terhadap lingkungan, mengikuti
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan
selanjutnya diikuti oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Mengacu pada kriteria
rencana program dan kegiatan yang tertuang dalam RPIJM Kota Baubau maka
secara mendasar kajian lingkungan yang dibutuhkan berupa penyusunan dokumen
dan kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) serta Surat pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan ketentuan
tersebut diatas, maka pengelompokan atau kategori program bidang Cipta Karya di
Kota Baubau yang memerlukan dokumen kajian dan perlindungan lingkungan adalah
Tabel. 4.5:
Kebutuhan Analisis Perlindungan Sosial pada Program Bidang Cipta Karya di Kota Baubau
Sub Infrastruktur kawasan pemukiman
NO URAIAN
KEGIATAN LOKASI VOL. SATUAN
Perlindungan Lingkungan
AMDAL UKL/UPL SPPLH
1 Infrastruktur Kawasan Permukiman
Perkotaan
1.1 Infrastruktur Kawasan Permukiman
Kumuh
2 Rusunawa Beserta Infrastruktur
Pendukungnya
2.1 Rusunawa Beserta Infrastruktur
Pendukungnya
Pembangunan
Rusunawa Kota Baubau 2 TB √
Sub Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL)
NO URAIAN KEGIATAN LOKASI VOL. SATUAN
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN
AMDAL UKL/UPL SPPLH
2 Peraturan Penataan Bangunan
Dan Lingkungan
2,2
Draft NSPK Daerah Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penyusunan Naskah Akademis Kota Baubau 1 Dokumen - - -
5 Bangunan Gedung Dan
Fasilitasnya
5,1 Aksesibilitas Bangunan Gedung
dan Lingkungan
Rehabilitasi/Pemeliharaan Berkala
Pengawasan Teknik dan Supervisi
Baruga Keraton
Buton
1 Kegiatan
6 Sarana Dan Prasarana
Lingkungan Permukiman Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Baubau 1 Kawasan √
Pembangunan PSD Kebakaran Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Pembangunan PSD Kebakaran Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Baubau 1 Kawasan √
Pengawasan Teknik dan Supervisi
6,2 Sarana dan prasarana Revitalisasi
Kawasan
Pembangunan Lainnya
Perencanaan Teknik
Pembangunan
Sarana dan prasarana Revitalisasi Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau
Sarana dan prasarana Revitalisasi Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau
Sarana dan prasarana Revitalisasi Kawasan Kotamara-Kamali-Pulau
6,3 Sarana dan prasarana Penataan
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pembangunan Lainnya
Perencanaan Teknik
Pembangunan
Sarana dan Prasarana RTH Kawasan Kota Bau-bau (Lanj.)
Kawasan Kawasan Kota Bau-bau (Lanj.)
Kawasan
Sarana dan prasarana Penataan Lingkungan Permukiman
PSD Tradisional/Bersejarah Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Bau-bau 1 Kws.
√
PSD Tradisional/Bersejarah Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Bau-bau 1 Kws.
PSD Tradisional/Bersejarah Kawasan Kota Bau-bau (lanj.)
Kota
Bau-bau 1 Kws.
√
Pengawasan Teknik dan Supervisi
7 Keswadayaan Masyarakat
Keswadayaan Masyarakat Kota
Bau-bau 43
BLM Fisik
Sub Pengembangan Air Minum
NO URAIAN KEGIATAN LOKASI VOL. SATUAN
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN
AMDAL UKL/UPL SPPLH
PENGEMBANGAN AIR MINUM
Pembangunan prasarana dan
sarana air minum perkotaan Baubau