BAB IV
ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN
LINGKUNGAN
4.1 Analisis Sosial dan Ekonomi
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya
tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek
sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan social juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di
tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan
masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk
bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya
untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
4.1.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Kapuas seperti Sekolah Lanjutan Pertama
relatif menyebar dalam Bagian Wilayah Kota sehingga masyarakat tidak kesulitan dalam
transportasi ke sekolah. Dilihat dari proporsi antara jumlah SD dan TK terlihat bahwa
banyak anak yang langsung masuk ke SD tanpa melalui TK terlebih dahulu.
Juga jika dilihat semakin sedikitnya sekolah pada jenjang yang lebih tinggi berarti banyak
Tabel 4.1
Jumlah Sarana Pendidikan Di Kabupaten Kapuas Tahun 2011
4.1.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan
durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi,
seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan
informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin
terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal
ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat,
usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan
program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah
dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi
di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan
tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga
yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana
pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk
yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini
termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan
dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang
baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
4.1.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata
dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2 Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam
rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai
persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,
UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup
atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal
atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah Kabupaten dalam aspek lingkungan terkait bidang
Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yaitu :
a. Menetapkan kebijakan tingkat Kabupaten
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat Kabupaten
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dam UKL-UPL
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup