Kitosan Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Kamaboko Ikan Kurisi
(Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu Dingin
Chitosan as Alternative to Preservative Kamaboko Fish Kurisi (Nemipterus nematophorus) at Cold Temperature Storage
Dwitha Nirmala1, Endang Dewi Masithah2*, Djoko Agus Purwanto3 1
Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya 2
Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya 3
Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya *een_icha@yahoo.com
Abstrak
Kitosan merupakan modifikasi senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang serta kepiting. Khasiat kitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri tampaknya menjadikan senyawa tersebut dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Daya hambat kitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetan kamaboko dengan menggunakan kitosan, mengetahui besarnya konsentrasi kitosan yang optimal dalam pengawetan kamaboko serta mengetahui pengaruh kitosan terhadap sifat fisik kamaboko baik dari segi citarasa maupun penampakannya. Percobaan dibagi dalam dua tahap penelitian. Tahap penelitian pendahuluan adalah pembuatan kitosan dari kulit udang, dengan konsentrasi NaOH 50% dan pembuatan kamaboko ikan kurisi. Tahap penelitian utama adalah tahap aplikasi penambahan kitosan pada kamaboko dengan memvariasikan konsentrasi kitosan. Konsentrasi kitosan dalam pelarut asam asetat adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dengan waktu perendaman kamaboko dalam larutan kitosan selama 5 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan yang optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet kamaboko ialah sebesar 1,5 % dengan masa simpan 12 hari dengan waktu perendaman kitosan selama 5 menit.
Kata kunci : Kitosan, pengawet, kamaboko
Abstract
Chitosan is the modification of chitin, which found on the outer skin of Crustacea species such as shrimps and crabs. The tipycal quality of chitosan as antybacteria with the ability to immobilize bacteria it might caused chitosan used to be food preservation. The ability to obstruct bacteria depend on chitosan concentration. The aims of this research were knowing how long this food preservative used chitosan would be defence in “kamaboko”, knowing the optimal concentration of chitosan for kamaboko preservation and knowing the effect of chitosan in kamaboko physics, taste, also their performance. This experiments were done in two steps. The first step preliminary research was the production of chitosan from shrimp skins, which the NaOH concentration was 50% and making of kamaboko. The second step primary research was the application of chitosan that had to be added to kamaboko with different concentration. Chitosan concentration in acetic acid solvent were 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, with soaking time kamaboko 5 minute. The experiments result indicated that the optimum concentration of chitosan to preserves bakso was 1,5 % for twelve days with soaking time of chitosan was 5 minute.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepu-lauan yang mempunyai wilayah perairan yang cukup luas, terutama wilayah perairan laut yang mencakup 2/3 dari luas wilayah Indonesia. Wilayah perairan yang cukup luas tersebut menyimpan potensi sumber da-ya ikan da-yang cukup besar, terutama ikan laut untuk konsumsi manusia. Namun segala ke-unggulan tersebut tidak sejalan dengan ting-kat konsumsi ikan masyarating-kat Indonesia.
Perlu dilakukan upaya untuk meng-optimalkan pemanfaatan ikan-ikan hasil tangkapan samping (HTS) seperti ikan kurisi ini agar memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan terobosan-terobosan dalam diver-sifikasi pengolahan komoditas perikanan yang diharapkan mampu memanfaatkan sumberdaya perikanan menjadi optimal serta dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan. Salah satu usaha diver-sifikasi produk perikanan yang dapat dikem-bangkan adalah Kamaboko.
Kamaboko yang banyak digemari masyarakat, akhir-akhir ini dikagetkan de-ngan adanya penggunaan bahan pengawet berbahaya. Lebih dari 700 jenis makanan di pasar tradisional dan modern di tujuh kota,
terbukti menggunakan formalin (BPOM RI, 2012).
Sehingga perlu dilakukan usaha un-tuk mencari alternatif pengganti bahan pengawet yang alami. Salah satu bahan yang dapat dipakai adalah kitosan. Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu mampu menghambat pertumbuhan mikro-organisme perusak dan sekaligus dapat melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang maksimal antara pro-duk dan lingkungannya (Hardjito, 2006). Se-hingga perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan bahan bahan alami yang diha-rapkan menghasilkan produk olahan yang baik bagi tubuh.
Materi dan Metode Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pene-litian ini yaitu ikan kurisi (Nemipterus sp),
air bersih suhu 4oC, Kalsium klorida
(Ca-Cl2), Gula, Sodium tripholyposphate
(STPP), Egg white powder (EWP), Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan kamaboko yaitu surimi ikan kurisi beku dan garam 2%. Bahan yang digunakan dalam penelitian utama yaitu surimi ikan kurisi beku, larutan asam asetat 1% dan bubuk kitosan. Alat yang digunakan dalam
pem-buatan surimi pada penelitian ini yaitu blong (91 x 54 cm), basket (56 x 36 x 21 cm),
Fiber box (110 x 110 x 61), Timbangan
digital, Meja pengolahan, Pisau, Trolly, Fish
scalling machine (5 x 1,5 m), Fish meat
conveying (4 x 1 x 1 m), Meat bone
separator (3,5 x 2 x 2 m), Leaching tank
(1,5 x 1,5 m), Rotary screen (5 x 1 m),
Refiner (2 x 1 m), Screw press (8 x 1 m).
Bowl cutter mixer (3 x 3 x 3 m), Former (80
x 3,7 x 5,5 cm), Long pan (53 x 3,7 x 5,5
cm), Contact plate freezer (6 x 5 x 4 m), Ice
machine (4 x 2 x 4 m), Forkift, Rheometer,
pH meter, Metal detector (1,5 x 1 x 1,5 m).
Alat yang digunakan dalam proses pengo-lahan kamaboko dari ikan kurisi
(Nemipte-rus sp.) adalah meat grinder, blender, pisau,
talenan, kompor, panci, baskom, sendok,
piring, garpu, press cake, pH meter, kain
saring, mangkok, ember plastik, timbangan dan cetakan gel ikan.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang diguna-kan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Kusriningrum, 2008), sebab penelitian ini memiliki dua sumber keragaman yaitu perlakuan dan me-dia atau bahan percobaan disamping penga-ruh acak. Kelompok sebagai ulangan untuk RAK, antar kelompok media atau bahan
percobaan tersebut dianggap seragam. Pada penelitian ini ulangan yang diperoleh dari 5 perlakuan pada perhitungan ulangan RAK dengan derajat bebas galat RAK > 15 adalah 3 kali. Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui larutan kitosan mana yang dapat menghambat bakteri.
Prosedur Penelitian Pembuatan kitosan
Penelitian awal terdiri dari tahap proses pembuatan kitosan dari kulit udang. Pada tahap pembuatan kitosan dari kulit udang ini mencakup tiga proses utama yaitu demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Pembuatan kitosan pada penelitan ini
me-ngacu pada metode Suptijah et. al. (1992).
Pertama, limbah udang dibersihkan dari ko-toran dan daging yang masih menempel se-hingga hanya disaring. Kulit udang tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui berat awal sebelum diproses. Proses pertama yang dilakukan adalah demineralisasi mengguna-kan HCL 1,0 N dengan perbandingan HCL dan limbah udang 1:7 selama 1 jam pada
suhu 900C sambil diaduk. Kemudian
disa-ring dan dicuci dengan air sampai pH netral. Setelah itu beranjak ke tahap kedua yaitu proses deproteinasi. Pada proses ini bahan hasil demineralisasi ditambahkan NaOH 3,5% dengan perbandingan NaOH dan
limbah udang 1:10 selama 1 jam pada suhu
900C sambil diaduk, kemudian disaring dan
dicuci sampai pH netral. Proses terakhir ada-lah deasetilasi dengan perbandingan NaOH 50% dan limbah udang 1:20 selama 1 jam
ada suhu 1400C sambil diaduk, kemudian
disaring dan dicuci sampai pH netral atau mendekati pH 7. Setelah itu dikeringkan secara konvensional menggunakan sinar matahari lalu ditimbang. Kitosan yang diperoleh diuji kadar air, abu, nitrogen dan derajat deasetilasinya. Untuk dapat diapli-kasikan ke dalam produk, kitosan dilarutkan dengan asam asetat sehingga membentuk larutan kitosan.
Pembuatan kamaboko
Penelitian lanjutan ini merupakan tahap pembuatan kamaboko dimana sebelum pembuatan kamaboko akan diawali dengan proses pembuatan surimi. Pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, peng-gilingan, pengemasan, dan pembekuan. Pen-cucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali. Air yang digunakan mempunyai suhu rendah (5 – 10oC) atau air es, karena air keran dapat merusak tekstur (akibat denaturasi/kerusakan protein) dan memper-cepat degradasi lemak. Jumlah air yang di-gunakan biasanya berkisar antara lima
sam-pai sepuluh kali dari berat ikan. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diingin-kan. Biasanya air pencuci terakhir mengan-dung garam (NaCl) sebanyak 0,01 sampai 0,3 persen untuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan. Sebelum dilakukan penggilingan, air yang berada didalam da-ging ikan harus dibuang terlebih dahulu dengan cara diperas atau disentrifugasi. Alat penggiling yang digunakan sebaiknya tipe penggiling dingin, agar dapat memperta-hankan mutu surimi (mencegah denaturasi protein akibat panas penggilingan). Selama penggilingan ditambahkan krioprotektan (bahan antidenaturasi protein terhadap pem-bekuan) berupa gula (sukrosa, dektrosa, atau sorbitol) dan bahan pengikat plastik dan
selanjutnya dibekukan dalam suhu -100C
sampai -200C. Sebelum digunakan surimi
harus dicairkan (dithawing) dan digiling le-bih dahulu, baru kemudian diolah menjadi produk akhir yang diinginkan.
Kemudian Surimi beku dithawing terlebih dahulu sebelum dimulai untuk di-proses menjadi kamaboko, setelah surimi beku mencair kemudian ditambahkan garam 2% setelah itu dilakukan dengan cara pem-blenderan kedua adonan tersebut selama 3-5 menit, setelah adonan selesai kemudian
ado-nan dicetak, selanjutnya direbus pada suhu
setting 400C selama 20 menit dan suhu
cooking 900C selama 30 menit.
Penyimpanan kamaboko dengan kitosan
Pada tahap ini kamaboko yang diha-silkan pada tahap pembuatan kamboko
di-simpan dalam suhu dingin (0-4oC) dengan
perlakuan pencelupan kitosan 0,5%; kitosan 1% ; kitosan 1,5% dan kitosan 2% selama 5 menit dan tanpa pencelupan kitosan (sebagai kontrol) dan disimpan pada suhu dingin
(0-4oC). Pada hari ke- 0 dan hari ke-12 lama
penyimpanan dilakukan analisis fisik (ke-kuatan gel), analisis kimia (kadar protein, lemak, air, abu, karbohidrat by different) dan mikrobiologi (TPC). Tujuan penelitian uta-ma ini adalah untuk mengetahui pengaruh pencelupan kitosan 0,5%; kitosan 1% ; kito-san 1,5% dan kitokito-san 2% terhadap karak-teristik fisik, kimia dan mikrobiologi kama-boko pada penyimpanan suhu dingin (suhu
0-4oC). Prosedur analisis parameter uji dapat
dilihat pada lampiran.
Parameter Pengamatan
Parameter pada penelitian tahap 3 (tahap pembuatan kamaboko) adalah uji Fisik (uji lipan, uji gigit, kekuatan gel (g.cm). Parameter penelitian tahap 4 (pene-litian utama) adalah uji proksimat (kadar air,
abu, protein, lemak, karbohidrat),
Thiobar-bituric acid (TBA ) dan Total Plate Count
(TPC).
Analisis Data
Data penelitian utama (tahap 4) Dianalisis secara statistik dengan mengguna-kan rancangan acak kelompok (ANOVA). Data yang dihasilkan bila terdapat perbe-daan dapat dilakukan uji lanjutan. Uji
lan-jutan yang digunakan adalah Uji Tukey
(Tukey Multiple Range Test) (Kusriningrum, 2008).
Data penelitian tahap 1,2 dan 3 dianalisis secara deskriptif, yang menurut Sugiyono (2008) berfungsi untuk mendes-kripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa mela-kukan analisis dan hanya membuat kesim-pulan yang berlaku untuk umum.
Variabel Penelitian
Variabel dependen yang diamati me-liputi aspek kimia (kadar air, kadar abu, ka-dar protein, kaka-dar lemak, kaka-dar karbohidrat), mikrobiologi (analisa TPC) dan organoleptik (Rasa, Penampakan, Tekstur, Aroma & Warna) setelah kamaboko selesai diolah sesuai perlakuan dan tenggang waktu selama penyimpanan suhu dingin. Sedangkan varia-bel independennya (sebagai perlakuan)
ada-lah konsentrasi larutan kitosan dan lama penyimpanan pada suhu dingin.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Bakteri (TPC)
Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegia-tan enzim dan perubahan kimia. Ternyata pertumbuhan mikroba merupakan penyebab utama penyusutan bahan pangan (Harris dan Karmas, 2002). Pada penelitian ini pengaruh perlakuan kitosan terhadap pengujian total bakteri (TPC) pada penelitian ini yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tebaik terlihat pada larutan kitosan 1,5% pada hari ke-12. Secara umum kenaikan jumlah koloni bakteri yang telah terjadi selama penyim-panan, karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu (Ganan dan Sherington, 2002).
Thiobarbituric Acid (TBA)
Lipid dapat mengalami kerusakan
yang dikenal dengan ketengikan/ rancidity,
hal tersebut disebabkan oleh oksidasi,
hidrolisis dan kerja enzim (Ketaren, 2000).
Pada penelitian ini nilai TBA kama-boko ikan kurisi dari semua perlakuan cen-derung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Akan tetapi peningkatannya
masih tergolong rendah dan masih berada dalam standar nilai TBA untuk kategori produk pangan yang masih baik kualitasnya. Pada hari ke-0 dan 12 perlakuan kitosan 1,5% menghasilkan kamaboko ikan kurisi yang memiliki nilai TBA yang lebih rendah dibandingkan nilai TBA perlakuan kontrol. Rendahnya nilai TBA kamaboko ikan kurisi dengan perlakuan kitosan 1,5% menunjuk-kan bahwa kitosan mampu menemenunjuk-kan ter-jadinya oksidasi lemak.
Analisis Mutu Kimiawi Pengujian Kadar Air
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, sedangkan penyimpanan tidak berbeda nyata artinya pada perlakuan memberikan pengaruh terhadap kadar air produk kamaboko ikan kurisi yang diha-silkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kitosan 1,5% sangat ber-beda nyata dengan perlakuan kitosan 0% (kontrol); 0,5%; 1% dan 2% penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12.
Air juga merupakan bagian penting dari zat gizi yang baik (Harris dan Karmas). Kadar air merupakan faktor yang besar pe-ngaruhnya terhadap daya awet suatu bahan olahan. Semakin rendah kadar air, semakin
lambat pertumbuhan mikroba sehingga ba-han pangan tersebut dapat taba-han lama
(Winarno 2000).
Gambar 1. Kadar air kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Gambar 2. . Kadar abu kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
71.61 71.25 71.26 72.07 71.47 70.35 70.25 68.2 71.61 70.25 66 67 68 69 70 71 72 73 0 12 N il ai k ad ar ai r
Pengamatan hari
ke-Kontrol Kitosan 0.5% Kitosan 1% Kitosan 1.5% Kitosan 2% 1.27 0.88 1.29 1.13 1.3 1.371.29 1.271.361.34 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 12 N il ai k ad ar ab u
Pengamatan hari
ke-Kontrol Kitosan 0.5% kitosan 1% Kitosan 1.5% Kitosan 2%
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu, sedangkan penyimpanan berbeda nyata sehingga kesimpulannya baik penyimpanan ataupun perlakuan berpenga-ruh nyata terhadap kadar abu kamaboko yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menya-takan bahwa dimana perlakuan kitosan 1,5% penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12 berbeda nyata dengan kitosan 0% (kontrol) penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12 sangat berbeda nyata dengan kitosan 0,5%, 1% dan 2% penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12.
Penurunan kadar abu disebabkan
oleh adanya bakteri yang menggunakan unsur-unsur mineral untuk pertumbuhannya. Penurunan kadar abu disebabkan oleh adanya bakteri yang menggunakan unsur-unsur mineral untuk pertumbuhannya.
Bakteri membutuhkan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan, diantaranya adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, magnesium, besi dan lain-lain (Buckle et al., 2009).
Pengujian Kadar Protein
Kadar protein pada hari ke-0 yang tertinggi terdapat pada kitosan 1,5% sebesar 17,12% dan hari ke-12 yang tertinggi juga sama pada kitosan 1,5% sebesar 16,95%.
Gambar 3. . Kadar protein kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
12.53 11.29 10.75 7.35 14.17 13.21 17.1216.75 16.95 15.76 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 12 N il ai k ad ar p r o te in
Pengamatan hari
ke-Kontrol Kitosan 0.5% kitosan 1% Kitosan 1.5% Kitosan 2%
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa penyimpanan tidak berbeda nyata atau tidak berpengaruh terhadap kadar protein sedangkan perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau berpengaruh terhadap kadar pro-tein produk kamaboko ikan dimana kitosan 0% berbeda nyata dengan dengan kitosan 0,5%; 1%; 1,5%; 2% penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12.
Penurunan kadar protein selama
pe-nyimpanan disebabkan oleh adanya pening-katan kadar air (terutama pada kontrol), selain itu juga diduga akibat adanya aktivitas enzim proteolitik yang diproduksi oleh bakteri yang masih hidup (Winarno, 2000).
Pengujian Kadar Lemak
Kadar protein pada hari ke-0 yang tertinggi terdapat pada kitosan 2% sebesar 0,41% dan hari ke-12 yang tertinggi juga sama pada kitosan 2% sebesar 0,21%.
Gambar 4. Kadar lemak kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa penyimpanan dan perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang sama-sama berbeda nyata artinya sama-sama memberikan pengaruh terhadap kadar lemak kamaboko ikan kurisi yang
dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi 2% sangat berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 0%; 0,5%; 1%; 1,5%.
Penurunan kadar protein selama pe-nyimpanan diduga akibat adanya aktivitas
0.12 0.06 0.17 0.11 0.34 0.16 0.26 0.13 0.41 0.21 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0 12 N il ai k ad ar l e m ak
Pengamatan hari
ke-Kontrol Kitosan 0.5% kitosan 1% Kitosan 1.5% Kitosan 2%
enzim proteolitik yang diproduksi oleh bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 2000).
Pengujian Kadar Karbohidrat By
Different
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa penyimpanan dan perlakuan
konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata artinya memberikan pengaruh terhadap kadar karbohidrat produk kamabokoikan yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi 0,5% dan 2% sangat berbeda nyata terhadap konsentrasi 0%; 1% dan 1,5%.
Gambar 5. Kadar karbohidrat kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Organoleptik Penampakan
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh (P < 0,05) terhadap penampakan pada uji analisis organoleptik. Untuk uji lanjut tukey menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan kitosan 1,5% sedangkan kitosan 0,5% ; 2% ; 1% tidak berbeda nyata sehingga dengan konsentrasi
ini tidak mempengaruhi penampakannya. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi pada penyimpanan, perlakuan terbaik adalah pe-nambahan kitosan 1,5%.
Menurut Wang et al (2008), larutan
kitosan berfungsi sebagai edible coating
yang mampu memberikan nilai organoleptik penampakan bakso lebih baik bila diban-dingkan dengan perlakuan tanpa kitosan.
13.59 16.34 16.17 20.03 12.05 14.58 7.47 17.97 6.85 12.61 0 5 10 15 20 25 0 12 N il ai k ad ar k ar b o h id r at
Pengamatan hari
ke-Kontrol Kitosan 0.5% Kitosan 1% Kitosan 1.5% Kitosan 2%
Gambar 6. Hasil uji organoleptik penampakan kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Organoleptik Aroma
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh (P< 0,05) terhadap aroma pada uji analisis organoleptik. Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan
bahwa kitosan 0% dan kitosan 1% mem-berikan pengaruh terhadap aroma kama-boko. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi pada penyimpanan, perlakuan terbaik adalah penambahan kitosan 1%.
Menurut Buckle et al., (2009), nilai organoleptik untuk aroma empek-empek pada penggunaan kitosan 1,5% dan 2% lebih rendah bila dibandingkan dengan penggu-naan kitosan 1%. Larutan kitosan berfungsi sebagai edible coating mampu memberikan nilai organoleptik aroma empek-empek lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa kitosan.
Organoleptik Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu maka-nan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak (Martianto dan Soekirman, 2006).
Gambar 8. Hasil uji organoleptik rasa kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terha-dap rasa pada uji analisis organoleptik. Tidak berbeda nyata artinya secara statistik penilaian panelis terhadap rasa kamaboko dari kelima perlakuan relatif sama. Penu-runan rasa produk kamaboko ikan kurisi pada kitosan konsentrasi 2% ini diduga aki-bat asam amino bebas terus meningkat
se-lama penyimpanan suhu chilling (Konosu
dan Yamaguchi, 2000).
Organoleptik Warna
Sifat produk yang paling menarik perhatian konsumen dan memberikan kesan disukai atau tidak adalah warna (Nurfianti, 2007).
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P < 0,05) terhadap warna pada uji analisis organoleptik. Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 2%. Sedangkan 0,5% ; 1% ; 1,5%
tidak berbeda nyata sehingga ketiga
perlakuan kitosan ini tidak memberikan pengaruh pada warna kamaboko yang
dihasilkan selama penyimpanan atau dengan kata lain panelis menganggap warna dari setiap perlakuan semua penyimpanan sama. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kitosan terbaik untuk parameter warna adalah kitosan 2%.
Gambar 9. Hasil uji organoleptik warna kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Gambar 10. Hasil uji organoleptik tekstur kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan tidak memberikan pengaruh (P>0,05) ter-hadap tekstur pada uji analisis organoleptik. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kitosan ter-baik untuk parameter warna adalah kitosan 1%.
Analisis Mutu Fisikawi Uji lipat
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap uji lipat pada uji analisis organoleptik. Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perlakuan kitosan 0% ; kitosan 0,5% ; kitosan 1% ; kitosan 2% berbeda nyata dengan kitosan 1,5%. Sedangkan perlakuan kitosan 1% tidak berbeda nyata dengan perlakuan kitosan 0% ; 0,5% ; 2% dan juga 1,5%. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kito-san terbaik untuk parameter warna adalah kitosan 1,5%.
Gambar 11. Hasil uji lipat kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Uji Gigit
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
tidak memberikan pengaruh (P>0,05) ter-hadap uji gigit pada uji analisis organo-leptik. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kito-6.9 1.8 7.2 2.1 7.6 2.3 8.1 3.5 7.4 1.9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 12 N il a i u ji l ip a t
Pengamatan hari
san terbaik untuk parameter warna adalah kitosan 1,5%.
Menurut Sembiring (2011), pemben-tukan gel terjadi karena terbentuknya jari-ngan tiga dimensi dari molekul primer, yang terentang pada seluruh volume gel dan
me-merangkap sejumlah pelarut di dalamnya. Jika ikatan silang pada rantai panjang poli-mer dalam jumlah yang cukup banyak, akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang ber-kesinambungan.
Gambar 12. Hasil uji gigit kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Uji Kekuatan Gel
Berdasarkan uji statistik dapat dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap ke-kuatan gel pada uji analisis organoleptik. Didapatkan hasil uji lanjut Tukey menun-jukkan bahwa perlakuan kitosan 2% berbeda nyata dengan kitosan 0,5% ; 1% ; 1,5%. Sedangkan perlakuan kitosan 0,5%; 1%; 1,5% tidak berbeda nyata yang artinya pada
ketiga perlakuan ini memberikan hasil yang relatif sama. Berdasarkan nilai rata-rata ter-tinggi hari ke-0 dan hari ke-12 adalah kitosan 1,5% sebesar 881,99 g/cm2 dan kitosan 1% sebesar 855,73 g/cm2.
Secara umum, setiap perlakuan me-ngalami penurunan kekuatan gel yang didu-ga akibat terjadinya denaturasi protein larut garam selama penyimpanan karena akto-miosin yang paling berperan dalam proses pembentukan gel. Penurunan ini juga dapat
disebabkan adanya gugus reaktif kitosan yang bebas karena jumlahnya lebih besar dari molekul-molekul yang dapat diikatnya, yang akan mengganggu ikatan sulfida antara larutan garam dengan protein miofibril (Apriyadi 2004).
Kesimpulan dan Saran
Perlakuan kitosan terhadap pengujian total bakteri (TPC) pada penelitian ini yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ter-baik terlihat pada larutan kitosan 1,5% pada hari ke-12. Pada uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan mem-berikan pengaruh (P<0,05) terhadap kekua-tan gel pada uji analisis organoleptik. Pada uji proksimat kadar air, kadar protein, kadar
lemak, kadar abu, kadar karbohidrat by
different berpengaruh (P < 0,05) terhadap kamaboko yang diberikan perlakuan konsen-trasi kitosan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka perlu dilakukan pene-litian lanjutan yaitu mengenai penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi dan lama penyimpanan dari kurun waktu penelitian ini
(12 hari), penggunaan suhu ruang dan
free-zer, dan pengujian yang lebih lengkap seperti derajat putih dan uji mikrobiologi untuk kapang maupun khamir.
Daftar Pustaka
Apriadi R A. 2004. Pengaruh Penambahan larutan kitosan terhadap mutu produk gel surimi ikan nila (Oreochromis sp.) [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Formalin Berbahaya untuk Kesehatan.
Buckle K A, Edward R A, Fleet G H, Wootton M. 2001. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Terjemahan dari: Food Science. Jakarta: UI. Press.
Fardiaz D. 2000. Kamaboko. Produk Olahan Ikan yang Berpotensi untuk Dikem-bangkan. Vol. 1 (2):1-7. Media Teknologi Pangan.
Ganan P M, Sherrington K B. 2002. Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Di dalam: Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sardjono (eds). Terjemahan dari: The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Yogayakarta: UGM Press.
Hardjito L. 2006. Aplikasi Kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan pe-ngawet. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH, (eds). Prospek produksi dan aplikasi kitin-kitosan sebagai bahan alami dalam membangun kesehatan masyarakat dan menjamin keamanan produk. Prosiding seminar nasional kitin-kitosan 2006; Bogor, 16 Maret 2006. Bogor. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Haris R S, Karmas E. 2002. Evaluasi Gizi pada pengolahan Bahan Pangan. Di dalam: Achmadi S. Penerjemah. Terjemahan dari: Nutritional Evalua-tion of Food Processing Third edition. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Ketaren S. 2000. Minyak dan Lemak Pa-ngan. Jakarta: UI Press.
Konosu S, Yamaguchi K. 2000. The flavour
component in fish and shell fish. Di
dalam: Martin PE (ed). Chemistry of
Marine Foods Products. London: AVI Publishing Company.
Martianto D, Soekirman. 2006. Overview masalah pangan dan gizi di Indonesia
dan upaya penanggulangannya.
Jakarta: PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk, Bogasari Flour mills.
Nurfianti, D. 2007. Penggunaan Kitosan Sebagai Pembentukan Gel Bakso Ikan Pada Penyimpanan Suhu Chil-ling. Bogor. Teknologi Hasil Peri-kanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institusi Pertanian Bogor. Sembiring, W B. 2011. Penggunaan kitosan
sebagai pembentuk gel dan edible coating serta pengaruh penyimpanan suhu ruang terhadap mutu dan daya awet empek-empek. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Wang L, Zhang J, Wang A. 2008. Removal of Methylene Blue from/aqueous So-lution using Chitosan-g-poly (acryic acid)/ montmorillonite Superadsor-bent Nanocoposite. Colloids and Surface A: Physicochem Eng As-pects 322:47-53
Winarno F G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.