• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kerja, yaitu teori-teori; kebutuhan, harapan, dan keadilan (Wijono, 2010). Menurut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS. kerja, yaitu teori-teori; kebutuhan, harapan, dan keadilan (Wijono, 2010). Menurut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Motivasi

Motivasi dalam bahasa inggris disebut motivation yang berasal dari bahasa latin movere yang dimaksud ”menggerakkan”.

Secara umum ada tiga kelompok teori motivasi yang dihubungkan dengan tindakan kerja, yaitu teori-teori; kebutuhan, harapan, dan keadilan (Wijono, 2010). Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berada dalam diri manusia yang akan memengaruhi cara bertindak, dengan demikian motivasi pada kinerja diri auditor akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Arti lain bahwa insentif kinerja yang dilakukan oleh auditor mampu memberikan pengaruh atau mampu memperbaiki kinerja audit judgment. Kekuatan dari motivasi yangmendasari bukanlah suatu kebutuhan, namun adalah suatu keharusan (Rahayu, 2014). Teori motivasi berprestasi pertamakali diperkenalkan oleh Murray yang diistilahkan dengan

(2)

12

need for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clelland (1961) dengan sebutan “n-ach”. Pada dasarnya dalam diri setiap orang terdapat kebutuhan untuk melakukan perbuatan yang bertujuan memperoleh hasil yang sebaik-baiknya.

Motivasi adalah konsep penting bagi auditor, terutama dalam melakukan tugas audit. Auditor harus memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan audit dengan baik. Auditor yang memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya tidak akan dipengaruhi oleh tekanan ketaatan dari atasan maupun entitas yang diperiksa. Auditor yang memiliki motivasi kuat juga akan terus berusaha menambah pengetahuan baik yang diperoleh dari pendidikan formal, kursus dan pelatihan untuk mendukung kinerjanya (Idris, 2012).

2.1.2 Teori Penetapan Tujuan

Teori penetapan tujuan atau goal setting theory merupakan bagian dari teorimotivasi yang dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini menegaskan bahwa niat individu untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Seorang individu dengan tujuan yang sulit, lebih spesifik dan menantang akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinjauan yang tidak jelas dan mudah. Locke mengungkapkan bahwa terdapat dua kategori tindakan yang diarahkan oleh tujuan (goal-directed action) yaitu: (a) no-consciously goal directed dan (b) consciously goal directed atau purposeful actions. Premis yang mendasari teori ini adalah kategori yang kedua yaituconsciously goal (Verbeeten, 2008) dimana dalam conscious goal, ide-ide berguna untuk mendorong individu untuk bertindak.

(3)

13

Seorang auditor yang memahami betul apa yang dia harapkan atas hasil kinerjanya, tidak akan bersikap disfungsional meskipun mendapat tekanan dari auditan maupun atasan dan mendapat tugas audit yang kompleks. Hal-hal tersebut tidak akan memengaruhi judgment yang dihasilkannya. Auditor seharusnya memahami bahwa tugas seorang auditor adalah sebenarnya melayani masyarakat, hendaknya judgment yang dihasilkan adalah demi kebaikan masyarakat dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan terhadap laporan audit yang dihasilkan auditor,sehingga meskipun atasan maupun klien mendorongnya untuk bersikap menyimpang, auditor akan tetap bersikap profesional sesuai dengan etika profesi dan standar profesional yang berlaku (Rahayu, 2014). Auditor harus memiliki sebuah penetapan tujuan, hal ini diperlukan berkaitan dengan tekanan anggaran waktu dimana bila auditor memiliki waktu yang sangat terdesak maka auditor harus tetap fokus dengan apa yang dikerjakan agar tujuan awal yang telah disepakati berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

2.1.3 Audit Judgment

Auditor membuat judgment dengan kesadaran bahwa penilaiannya akan ditinjau dan akan dimintai keterangan pertanggungjawaban. Salah satu kualitas terpenting dalam membuat judgment profesional adalah kemampuan untuk membenarkan penilaian tersebut. Menurut Jamilah (2007) audit judgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada penentuan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, status atau peristiwa lainnya. Judgment merupakan cara pandang auditor dalam

(4)

14

menanggapi semua informasi yang berhubungan dengan tanggungjawab dan risiko audit yang dihadapi oleh auditor. Judgment merupakan suatu kegiatan yang selalu dibutuhkan oleh auditor dalam melaksanakan audit keuangan dari suatu entitas.

Judgment dari auditor yang lebih berpengalaman akan lebih intuitif daripada auditor yang kurang berpengalaman karena pengaruh kebiasaan dan kurang melalui proses pemikiran dari judgment itu sendiri. Jugdment dalam audit tergantung pada kualitas dari keyakinan yang diperoleh melalui pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti. Sementara itu, pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti memerlukan upaya analisis atas fakta-fakta yang terjadi yang melatarbelakangi asersi yang sedang terjadi (Idris, 2012). Objektifitas auditor dalam melakukan review pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh auditor dapat terganggu karena tanggungjawab dalam satu periode yang mereka audit dapat memengaruhi penilaian dan judgment yang diberikan.

2.1.4 Tekanan Ketaatan

Tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior atau bawahan dari auditor yang lebih senior atau atasannya dan kliennya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari standar etika dan profesionalisme (Irwanti, 2011). Hal ini pasti akan menimbulkan tekanan pada diri auditor itu sendiri untuk menuruti atau tidak menuruti keinginan klien ataupun atasannya. Oleh sebab itu, seorang auditor seringkali dihadapkan pada dilema penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan keputusannya (Jamilah, 2007). Ashton (1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang

(5)

15

dapat memengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk dari legitimate power.

Tekanan-tekanan dalam penugasan audit bisa dalam bentuk budget waktu, deadline, justifikasi ataupun akuntabilitas atau dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan kepentingan seperti partner ataupun klien, sehingga terkadang tekanan ini dapat membuat auditor mengambil tindakan yang melangar standar pemeriksaan. Auditor yang independen dapat didefenisikan sebagai auditor yang memiliki kemampuan untuk menahan tekanan dari klien ataupun dari atasan untuk melakukan hal yang menyimpang dari kode etik yang telah ditetapkan dan selalu bersikap profesional sesuai dengan aturan yang berlaku (Meuwissen et al, 2003).

2.1.5 Senioritas Auditor

Senioritas auditor selain menunjukkan lamanya masa tugas dari auditor tersebut, juga memberikan gambaran tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki auditor (Mulyana, 2012). Asumsinya yaitu semakin senior auditor tersebut, maka semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki tentang proses audit, sehingga judgment yang dihasilkan akanrelative lebih baik dibanding dengan auditor yang baru dalam melaksanakan audit (Rahayu, 2014). Contohnya, saat auditor tersebut dihadapkan dengan permasalahan pada prosedur audit.Jika ada kendala, maka auditor senior dapat mengatasi dan mencari solusi yang lebih cepat dan baik dibanding auditor yang baru karena pengalaman yang dimiliki oleh auditor yang lebih senior.

(6)

16

Semakin luas pengalaman seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Semakin tinggi senioritas auditor maka dia akan semakin mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam melakukan pemeriksaan (Rahayu, 2014). Auditor yang lebih senior akan membuat judgment yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional dibanding auditor yang belum senior.

2.1.6 Tekanan Anggaran Waktu

Tekanan anggaran waktu adalah kendala waktu yang dan atau mungkin timbul dari keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk melaksanakan tugas (De Zoort dan Lord,1997). Menurut Ahituv dan Igbaria (1998), adanya tekanan anggaran waktu dapat memengaruhi kinerja seseorang. Auditor seringkali bekerja dalam keterbatasan waktu, sehingga dapat memengaruhi kinerjanya untuk memperoleh hasil audit yang berkualitas. Tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dan anggaran yang sangat ketat dan kaku (Sososutikno, 2003).

Liyanarachchi dan McNamara (2007) memberikan pendapat serupa bahwa tekanan anggaran waktu dapat mengakibatkan perilaku menyimpang auditor, yang dapat memberikan implikasi yang serius bagi kualitas audit, etika, dan kesejahteraan auditor. Auditor mengurangi pekerjaan hanya pada prosedur audit tertentu, bergantung pada bukti kualitas yang lebih rendah, melakukan premature sign-off,

(7)

17

bahkan menghilangkan sebagian prosedur audit yang seharusnya (Aldermandan Deitrick, 1982).

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Tekanan Ketaatan terhadap Audit Judgment

Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dimana keadaan ini, auditan bisa memengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Auditan bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Auditor secara umum dianggap termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi tuntutan auditan berarti melanggar standar. Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa mendapatkan sanksi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena pertimbangan profesional berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, kesadaran moral memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan akhir (Irwanti, 2011).

Praditaningrum (2012) menyatakan bahwa tekanan ketaatan mengarah pada tekanan yang berasal dari atasan atau dari auditor senior ke auditor junior dan tekanan yang berasal dari entitas yang diperiksa untuk melaksanakan penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan. Penelitian dari Hartanto (2001) dan Wijayatri (2010)

(8)

18

juga memberikan bukti bahwa tekanan ketaatan dapat memengaruhi auditor dalam membuat suatu judgment.

Hasil Penelitian Jamilah (2007) dan Astriningrum (2012) menyatakan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Namun, hasil penelitian Idris (2012) menyatakan bahwa tekanan ketaatan tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah:

H1 : tekanan ketaatan berpengaruh terhadap audit judgment.

2.2.2 Pengaruh Senioritas Auditor Terhadap Audit Judgment

Senioritas auditor memberikan gambaran tentang lamanya auditor tersebut aktif melakukan audit. Semakin lama masa aktif audit seorang auditor, maka semakin baik pula judgment yang dihasilkan oleh auditor tersebut, karena semakin senior auditor maka semakin banyak pula pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, auditor akan memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam proses audit. Selain itu, klien akan cenderung tidak berusaha memengaruhi auditor dan kebijakan yang sudah ada sehingga laporan auditor dapat lebih independen (Rahayu, 2014). Penelitian Iyer dan Rama (2004) menunjukkan jika klien yang diaudit lebih senior daripada auditor (umur dan pengalaman), maka akan memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap klien untuk memengaruhi kebijakan audit yang dibuat oleh auditor. Ini berarti jika auditor yang melakukan audit terhadap klien lebih senior, maka klien tersebut akan merasa tidak yakin dapat memengaruhi kebijakan audit. Sehingga judgment yang dibuat auditor lebih independen.

(9)

19

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2014) menyatakan bahwa variabel tingkat senioritas auditor tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Mulyana (2012) bahwa tingkat senioritas auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah:

H2 : senioritas auditor berpengaruhterhadap audit judgment.

2.2.3 Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Audit Judgment

Auditor sering kali dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan waktu audit.Menurut Ahituv dan Igbaria (1998) adanya tekanan anggaran waktu dapat memegaruhi kinerja seseorang. Auditor sering kali bekerja dalam keterbatasan waktu, sehingga dapat memengaruhi kinerjanya untuk memperoleh hasil audit yang berkualitas. McDaniel (1990) menemukan bahwa tekanan anggaran waktu menyebabkan menurunnya efektifitas dan efisiensi kegiatan pengauditan. Tekanan anggaran waktu audit terjadi pada saat satuan kerja audit mengalokasikan sejumlah waktu audit yang sedikit yang digunakan oleh auditor untuk menyelesaikan prosedur audit tertentu (Margheim et al., 2005). Waktu yang dianggarkan untuk seorang auditor untuk menyelesaikan tugasnya sangat sedikit, tidak sebanding dengan tugas yang harus ditanganinya. Hal tersebut dapat memicu auditor untuk memberikan judgment yang tidak sesuai.

Penelitian yang dilakukan oleh Christy (2015) menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu berpengaruh terhadap audit judgment. Sedangkan hasil penelitian

(10)

20

dari Darusman (2013) menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Hasil penelitian yang ditemukan dari Tielman (2012) bahwa tekanan anggaran waktu terhadap audit judgment. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah:

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penilaian siswa terhadap guru menunjukan bahwa implementasi pendidikan karakter SMK Futuhiyyah Mrangen Demak tahun pelajaran 2013/2014 sudah dilaksanakan dengan

Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Kepuasan Kerja memediasi pengaruh positif Gaya Kepemimpinan Transformasional pada Kinerja tenaga pendidik (dosen) di

Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tanah dasar yang diberi PVD dengan beban timbunan di atasnya mengalami pemampatan sehingga terjadi

Tahap selanjutnya penulis melakukan penulisan laporan dan pembuatan sistem menentukan distribusi tekanan air pada jaringan pipa menggunakan metode pengembangan

Metode yang digunakan pada penelitian penentuan konduktivitas termal berbagai logam dengan menggunakan metode gandengan yaitu dengan menggunakan persamaan linear

Rumah Banjar Adalah Salah satu Rumah Tradisional Suku Banjar, Rumah Banjar Atau yang disebut juga (Rumah Bubungan Tinggi) di Kalimantan Selatan, bisa dibilang

Jawab: Fotosintesis adalah proses pembentukan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya dan kloroplas; Salah satu faktor yang mempengaruhi fotosistem adalah suhu

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus